• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong

Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Sapi potong telah dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah yang tradisional. Pola usaha ternak sapi potong sebagian besar adalah usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau penggemukan, dan pemeliharaan secara integritas dengan tanaman pangan maupun tanaman perkebunan (Suryana, 2009).

Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga dan memamah biak. Sapi juga termasuk dalam kelompok Taurine, termasuk didalamnya Bos Taurus dan Bos Indiscus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi potong adalah salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai tinggi. Sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan manusia , terutama berupa bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang (Anonim,2010).

Sugeng (2003) menyatakan bahwa, domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi merupakan salah satu genus dari Bovidae. Sapi - sapi ini digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :

(2)

a. Bos indiscus. Bos indiscus (Zebu : sapi perpunuk) saat ini berkembang baik di India, dan akhirnya sebagian menyebar ke berbagai negara, terlebih di daerah tropis sepeti Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika dan Amerika. Di Indonesia terdapat sapi keturunan Zebu, yakni sapi Ongole, dan Peranakan Ongole (PO), serta Brahman (Sugeng, 2003).

b. Bos taurus. Bos taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi potong dan sapi perah di Eropa. Golongan ini menyebar ke berbagai penjuru dunia seperti Amerika, Australia. Belakangan ini, sapi keturunan Bos taurus telah banyak dikembangkan di Indonesia, misalnya Aberden angus, Hereord, Shorthorn, Charolais, Simmental dan Limousin (Sugeng, 2003). c. Bos sondaicus (Bos Bibos). Golongan ini merupakansumber asli

bangsa-bangsa sapi di Indonesia. Sapi yang sekarang ada di Indonesia merupakan keturunan banteng (Bos Bibos), yang sekarang dikenal dengan nama Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Jawa, Sapi Sumatra, dan sapi lokal lainnya. Menurut Sugeng (2003), penyebaran sapi ternak di Indonesia belum merata. Ada daerah yang sangat padat, ada yang sedang dan ada yang jarang atau terbatas populasinya. Ada beberapa faktor penyebab tingkat populasi di Indonesia, yaitu faktor pertanian dan penyebaran penduduk, faktor iklim, adat istiadat dan agama.

Sugeng (2003) menyatakan bahwa produktivitas dan reproduksi ternak dipengaruhi oleh faktor genetik 30 persen dan lingkungan 70 persen. Beberapa sapi potong yang saat ini berada di indonesia adalah : Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Ongole, Sapi Limousin, Sapi simmental, Sapi Brangus dan Sapi Brahman.

(3)

Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan (IB) merupakan generasi pertama dalam bioteknologi reproduksi ternakdi Indonesia yang aplikasinya sudah dimulai sejak tahun 1956. Teknologi inseminasi buatan (IB) hingga sekarang ini masih menjadi andalan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu genetik dan produktivitas ternak terutama ternak sapi potong dan ternak sapi perah (Feradis, 2010).

Inseminasi buatan atau kawin suntik dilakukan melalui perkawinan silang antara betina lokal dengan semen beku pejantan unggul yang pada umumnya dipilih dari keluarga/bangsa sapi yang di datangkan dari luar negeri (Firdaus, 2009). Tujuannya untuk memperbaiki genetik sapi lokal, disampingitu juga menekan biaya produksi karena tidak harus memelihara sapi jantan yang biaya pakan, tempat pemeliharaan, dan perawatannya cukup mahal.

Inseminasi buatan adalah proses memasukkan semen ke dalam organ reproduksi betina dengan menggunakan alat inseminasi. Prosesnya yaitu mencangkup penampungan semen, pengenceran dan pengawetan semen sampai pada deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina. Konsep dasar adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa. Potensi yang dimiliki pejantan sebagai sumber informasi genetik, terutama yang unggul, dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Ax, dkk., 2000).

Menurut Bandini (2004), Inseminasi Buatan adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan

(4)

alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alam.Dalam praktek prosedur IB tidak hanya meliputi deposisi atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengangkutan semen, Inseminasi, pencatatan dan juga penentuan hasil inseminasi pada hewan betina, bimbingan dan penyuluhan pada ternak.

Inseminasi yang tepat adalah dilakukan sebelum terjadi ovulasi yang bisa dilihat dari birahi pertama dan waktu paling tepat untuk dilakukan inseminasi buatan adalah saat pertengahan estrus sampai dengtan ±6 jam setelah estrus berakhir dimana saat sapi ovulasi rata-rata terjadi ±12 jam setelah birahinya berakhir, keadaan ini bisa ditentukan dengan cara palpasi rektal (Hardijanto dkk., 2010).

Trinberger dan Davis (1943) dalam Hardijanto dkk. (2010) melaporkan bahwa IB pada awal, pertengahan dan akhir masa birahi sapi memberikan nilai CR 44 persen, 82 persen, 75 persen. Sedang yang dilakukan pada : 1). 6 jam sesudah akhir birahi keberhasilan mencapai 62,5 persen, 2). 12 jam sesudah akhir birahi keberhasilan mencapai 32,0 persen, 3). 18 jam sesudah akhir birahi keberhasilan mencapai 28,0 persen, 4). 24 jam sesudah akhir birahi keberhasilan mencapai 12,0 persen, 5). 36 jam sesudah akhir birahi keberhasilan mencapai 8,0 persen, 6). 48 jam sesudah akhir birahi keberhasilan mencapai 0,0 persen.

Menurut Van Den Mark dan Moeller (1951) dalam Hardijantodkk. (2010) semen yang ditumpahkan kedalam saluran serviks pada sapi, dapat mencapai ke ujung tuba falopii dalam waktu 2,5 menit, dengan nilai CR 64,7 persen dari 6796

(5)

ekor sapi yang di IB dan diperkirakan semakin mendekati tuba falopii maka keberhasilan IB akan lebih dijamin.

Menurut Ihsan, (1992) saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi betina menunjukkan tanda-tanda birahi, petani ternak pada umumnya mengetahui tingkah laku ternak yang sedang birahi yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C, 4A, yang dimasud adalah abang, abuh, anget, dan arep artinya alat kelamin yang berwarna merah membengkak kalau diraba terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang dimaksud adalah bengak-bengok dan berlendir artinya sapi betina sering mengeluh dan pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan atau jernih, 1C yang dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan menaiki atau diam jika dinaiki sapi lain.

Menurut Ihsan (1993), keuntungan IB sangat dikenal dan jauh melampaui kerugian-kerugiannya jika tidak demikian tentu perkembangan IB sudah lama terhenti dan keuntungan yang diperoleh dari IB yaitu :

a. Daya guna seekor pejantan yang genetik unggul dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

b. Terutama bagi peternak-peternak kecil seperti umumnya ditemukan di Indonesia program IB sangat menghemat biaya di samping dapat menghindari bahaya dan juga menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan.

c. Pejantan-pejatan yang dipakai dalam IB telah diseleksi secara teliti dan ilmiah dari hasil perkawinan betina-betina unggul dengan pejantan unggul pula. d. Dapat mencegah penyakit menular

(6)

e. Calving Interval dapat diperpendek dan terjadi penurunan jumlah betina yang kawin berulang.

Inseminator

Inseminator adalah petugas yang berhak melakukan inseminasi dengan syarat pendidikan minimal SMU atau sederajat, telah lulus pelatihan IB dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-I (Anonimus, 2010).

Inseminator adalah orang ataupun petugas yang secara langsung melakukan inseminasi ternak betina yang telah dilaporkan dakam keadaan birahi. Pada usaha pelaksanaan dan keberhasilan IB inseminator memegang peranan penting, umur ,pengalaman, sebagai inseminator dan tingkat pendidikan merupakan unsur yang cukup erat hubungannya dengan tingkat ketrampilan dan kemampuan dalam melakukan IB (Anonimus, 2010).

Tugas pokok inseminator :

a. Menerima laporan dari pemilik ternak mengenai sapi birahi dan memenuhi panggilan tersebut dengan baik dan tepat waktu

b. Menangani alat dan bahan inseminasi buatan sebaik-baiknya. c. Melakukan identifikasi akseptor inseminasi buatan pada ternak

d. Membuat laporan pelaksanaan inseminasi buatan dan menyampaikan kepada pimpinan SPT IB.

Siklus birahi

Betina yang digunakan sebagai akseptor IB harus dalam umur produktif (2 sampai 8 tahun), sehat dan mempunyai siklus estrus yang normal. Faktor manajemen pemeliharaan sangat penting dalam menghasilkan estrus yang bagus.

(7)

Apabila manajemen salah ternak betina akan mengalami gangguan reproduksi. Kurang sempurnanya penanganan setelah melahirkan dan ketidak seimbangan dalam pemberian pakan akan mengakibatkan betina mengalami gangguan reproduksi, yang bisa ditandai dengan tidak munculnya kembali estrus setelah melahirkan atau terjadinya ovarium yang tidak aktif (Anonimus, 2010). Hardjosubroto dkk.(1994) mengemukakan bahwa kesuburan induk ternak betina ditentukan oleh masa pubertas, Service per conception (S/C), Calving interval (CI), kondisi lingkungan, teknik perkawinan, dan bangsa ternak.

Pubertas atau dewasa kelamin adalah periode kehidupan makhluk jantan dan betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi yang ditandai oleh kemampuan untuk pertama kalinya mem produksi benih. Tingkat nutrisi sangat berpengaruh pada umur pubertas. Pada hewan yang diberikan pakan baik maka akan memacu pubertas lebih cepat bila dibandingkan dengan hewan yang kekurangan pakan dengan nutrisi baik (Ismudiono dkk., 2010).

Tabel 1. Lama siklus birahi, lama birahi dan ovulasi

Hewan Siklus Birahi Lama Birahi Ovulasi

Domba 16-17 hari 24-36 jam 24-30 jam* Kambing 21 hari / lbh pendek 32-36 jam 30-36 jam* Babi 19-21 hari 48-72 jam 35-45 jam* Sapi 21-22 hari 18-19 jam 10-11 jam** Kuda 19-25 hari 4 - 8 hari 1–2 hari*** Kerbau 19-25 (21 hari) 2 -96 (42 jam)

keterangan : *dari dimulainya birahi, **setelah birahi berakhir,***sebelum birahi berakhir

Ismudiono dkk. (2010) menambahkan bahwa pada umumnya sapi memperlihatkan birahi pada malam hari dan pagi hari. Rataan lama birahi pada sapi potong atau sapi perah di daerah tropis umumnya lebih pendek, 12-13 jam dibanding dengan daerah sub tropis.

(8)

Adapun beberapa siklus birahi secara kasar menurut Ismudiono dkk. (2010) dibsgi mrnjsdi empat periode menurut perubahan-perubahan yang tampak maupun tidak tampak dari luar selama siklus birahi yaitu : a). Proestrus (2-3 hari, jumping heat,vulva agak membengkak dan vestibulum berwarna kemerahan), b). Estrus (standing heat, 3A , keluar lendir bening lengket, 12-18 jam, serviks membuka), c). Metestrus (berakhirnya tanda birahi, ovulasi, metrorrhagia, 4 hari, vulva mengerut, servik kecil, lendir kering), d). Diestrus (akhir siklus birahi, di ovarium terbentuk korpus luteum saat terjadi kebuntingan, tidak ada aktivitas kelamin, 14 hari).

Service per conception (S/C)

Service per conception(S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi yang digunakan untuk menghasilkan suatu kebuntingan .Nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6 sampai 2,0 kali. Semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi kesuburan ternak betina. Sebaliknya, semakin tinggi nilai S/C maka semakin rendah nilai kesuburan ternak betina tersebut (Jainudeen dan Hafez, 2008).

Faktor yang mempengaruhi S/C adalah kualitas semen yang digunakan, deteksi birahi, tingkat kemampuan inseminator dan bobot hidup (Kutsiyah, 2003). Keberhasilan S/C dipengaruhi oleh kualitas semen yang secara langsung dipengaruhi oleh proses penanganan dan penyimpanannya. Langkah baiknya semen disimpan dalam likuid nitrogen dengan temperatur -196ºC di dalam kontainer yang terbuat dari stainles stel maupun alumunium. Proses penyimpanan

(9)

semen mempunyai pengaruh yang besar terhadap daya hidup spermatozoa dalam straw (Leksanawati, 2010)

S/C =jumlah inseminasi yang dibutuhkan jumlah sapi yang bunting

Calving interval (CI)

Menurut Susilawati (2013) calving interval (CI) adalah jarak antara kelahiran satu dengan kelahiran berikutnya pada ternak betina. Jarak kelahiran merupakan salah satu ukuran produktivitas ternak sapi untuk menghasilkan pedet dalam waktu yang singkat. Jarak waktu yang ideal adalah 12 bulan,yaitu 9 bulan bunting dan 3 bulan menyusui. Efisiensi reproduksi dikatakan baik apabila seekor induk sapi dapat menghasilkan pedet dalam satu tahun (Ball and Peters, 2004).

Calving interval (CI) merupakan kunci sukses sukses dalam usaha peternakan sapi (pembibitan). Calving interval(CI) yang panjang dapat menyebabkan menurunnya pendapatan peternak, karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif. Cara meningkatkan produksi dan reproduktivitas ternak adalah dengan memperpendek CI dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran memiliki calving interval yang panjang). Calving interval yang panjang disebabkan oleh anestrus pasca melahirkan (62% persen, gangguan ovarium dan uterus (26 persen), dan gangguan lain. Dalam upaya memperbaiki produktivitas dan reproduktivitas perlu dilakukan teknologi secara terpadu antara induksi birahi

(10)

dan ovulasi dengan inseminasi buatan pada waktu yang ditentukan (Siregar, 2003).

Conception Rate (CR)

Conception Rate (CR) adalah persentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. Angka konsepsi ini ditentukan dengan pemeriksaan kebuntingan. Angka ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kesuburan betina,kesuburan pejantan dan teknik IB (Feradis, 2010). Angka konsepsi dapat ditentukan berdasarkan hasil diagnosa dengan palpasi rektal dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi.Suatu pemeriksaan kebuntingan secara tepat dan dini sangat penting bagi program pemuliabiakan ternak.

Kesanggupan untuk menentukan kebuntingan secara tepat dan dini perlu dimiliki oleh setiap dokter hewan lapangan atau petugas pemeriksaan kebuntingan. CR tebaik mencapi 60-70 persen, sedangkan untuk ukuran Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi alam, manajeman dan distribusi ternak yang menyebar sudah dianggap baik jika nilai CR mencapai 45-50 persen. Selain itu,rendahnya nilai CR dipengaruhi oleh kualitas maupun fertilitas semen beku,ketrampilan dan kemampuan inseminator dan kemungkinan adanya gangguan reproduksi pada sapi betina (Toelihere, 1993).

Rumus :

=jumlah sapi yang bunting

(11)

Pendidikan

Secara umum jalur pendidikan dapat dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Slamet (1992) dan Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa tingkat pendidikan formal dapat mempengaruhi tingkat kompetensi individu. Sedangkan menurut Kadir (2010), pendidikan adalah suatu proses alih teknologi dan transformasi menyangkut dengan penungkatan pengetahuan melalui intuisi atau atau lembaga tertentu dan dikelola secara formal dalam kurun waktu tertentu, yang merupakan proses teknik serta metode belajar mengajar untuk mengalihkan suatu pengetahuan dari suatu individu yang memerlukannya. Pendidikan nonformal seperti kursus, magang, pelatihan dan lain sebagainya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan inseminator dalam melaksanankan IB. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berati mutlak berpendidikan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendiikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Dalam meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, pelatihan memiliki peran

(12)

penting untuk meningkatkan kemampuan seseorang. Peranan penyuluh atau inseminator diperlukan guna membantu para peternak meningkatkan pengetahuannya (Notoatmojo, 2007).

Pengalaman

Elaine B Johnson (2007) menyatakan bahwa “pengalaman memunculkan potensi seseorang”, potensi akan muncul bertahap seiring berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap bermacam-macam pengalaman. Sesungguhnya yang terpenting dalam hubungan tersebut adalah kemampuan seseorang untuk belajar dari prngalaman, baik pengalaman manis maupun pahit.

Sedangkan Syukur (2001) dalam Pajar (2008) mengatakan bahwa cara yang dapat dilaksanakan untuk memperoleh pengalaman kerja adalah melalui pendidikan, pelaksanaan tugas, media informasi, pergaulan dan pengamatan dimana seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik.

Pengalaman dalam suatu pekerjaan pada umumnya meningkatkan kemampuan seseorang. Pengalaman kerja dapat menggambarkan tingkat prnguasaan seseorang terhadap sesuatu pekerjaan, yang pada akhirnya akan ahli atau trampil dibidangnya bisa dikatakan menjadi spesialis. Dengan demikian, kesempatan memasuki lapangan pekerjaan untuk orang yang lebih berpengalaman akan lebih besar (Akmal, 2006).

Lama pengalaman sebagai inseminator menunjukkan bahwa para petugas dapat dikatakan sudah cukup terampil dan berpengalaman, sehingga

(13)

ketidakberhasilan inseminasi karena kesalahan petugas seharusnya kecil tingkat kemungkinannya (Dwi Hastuti dkk., 2008)

Kepuasan

Engel dkk. (1994) dalam Kusumah (2008), menyatakan bahwa kepuasan konsumen merupakan purnabeli, dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen.

Pandangan irawan (2003) dalam Kusumah (2008), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan secara tidak langsung mencerminkan seberapa jauh perusahaan telah merespon keinginan dan harapan pelanggan. Dalam jangka pendek seringkali tidak terlihat hubungan antara kepuasan pelanggan dengan profitabilitas. Kepuasan pelanggan merupakan strategi yang lebih bersifat defensif sehingga kemampuan untuk mempertahankan pelanggan itulah yang akhirnya memengaruhi profitabilitas dalam jangka panjang.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah profil inseminator berpengaruh nyata terhadap kepuasan peternak yang diukur dari jumlah akseptor dan keberhasilan IB (S/C, CR, CI).

Referensi

Dokumen terkait

Bandawasa sebagai kota kabupaten daerah tingkat II Banda- wasa, Propimi Jawa Timur terletak di jalur jalan antara Kota Besuki dengan Jernber dan antara Jember dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian resiliensi akademik siswa pada aspek pengaturan emosi sebagian besar berada pada kategori sedang yaitu 25 siswa atau

2 Apa yang menarik di dalam konteks ini adalah bahwa korban 4 tidak marah karena tertipu, melainkan berusaha mengoreksi diri ―dengan bertanya kepada dirinya sendiri

Disimpulkan bahwa secara in vitro ekstrak daun wudani berkhasiat sebagai anthelmintik yang memiliki efek ovisidal sehingga dapat dikembangkan penggunaanya untuk pengendalian

Dalam kaitan dengan upaya yang sedang dilakukan, para informan mengungkapkan bahwa hal yang paling penting adalah memahami komunikasi interpersonal, menempatkan baik orang tua

Data pergeseran bilangan gelombang yang diperoleh tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai data panduan (referensi) untuk mendeteksi jenis ion logam yang

Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proposional. Suatu organisasi mempunyai pegawai dilihat dari latar belakang

Pegunakaya (guna kaya) yaitu harta yang didapat oleh suami istri selama perkawinan berlangsung 15. Terkait dengan harta bawaan atau tetatadan, umumnya yang