• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN POLA RESPIRASI DAN MUTU BROKOLI (Brassica oleraceae L. var italic) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN BEBERAPA TINGKATAN SUHU. Oleh: Aminudin *) Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN POLA RESPIRASI DAN MUTU BROKOLI (Brassica oleraceae L. var italic) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN BEBERAPA TINGKATAN SUHU. Oleh: Aminudin *) Abstrak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POLA RESPIRASI DAN MUTU BROKOLI (Brassica oleraceae L. var italic) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN BEBERAPA TINGKATAN SUHU

Oleh: Aminudin*) Abstrak

Brokoli merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mudah rusak (perishable), oleh karenanya memiliki umur simpan yang pendek sehingga perlu dilakukan penanganan pascapanen yang baik agar umur simpannya lebih lama. Setelah dipanen brokoli masih merupakan bahan hidup, dengan tetap melakukan reaksi metabolis. Salah satu reaksi metabolis yang penting adalah berespirasi. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung jenis komoditi, akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan komposisi gas di sekitar komoditi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengkaji pola respirasi brokoli pada beberapa tingkatan suhu penyimpanan; dan (2) mengkaji hubungan antara laju respirasi brokoli dengan mutu brokoli selama penyimpanan.

Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi brokoli sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana pada suhu penyimpanan yang lebih rendah (5 oC), laju respirasinya rendah; sementara pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi (27 oC), laju respirasinya tinggi. Pola respirasi dari setiap suhu penyimpanan dapat digunakan untuk menduga tren atau pola respirasi brokoli dalam kondisi suhu penyimpanan yang tetap. Pada suhu penyimpanan 10 oC dan 5 oC, polanya dapat dianggap tetap atau konstan. Kecenderungan konstan ini dapat memberi petunjuk bahwa brokoli yang disimpan pada kedua suhu tersebut menunjukkan laju respirasi yang seimbang antara produksi CO2 dan konsumsi O2 yang rendah yang berarti laju respirasinya kecil (sedikit terhambat), sehingga dapat memberi gambaran bahwa brokoli akan baik apabila disimpan pada suhu rendah (suhu dingin). Warna bunga brokoli pada level kecerahan (*L) tidak tergantung oleh suhu penyimpanan akan tetapi pada level tingkat warna merah (*a) dan warna kuning (*b) sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Secara umum kesegaran warna bunga brokoli secara yang terbaik (dengan masa simpan lebih dari 6 hari) terjadi pada suhu penyimpanan 5 oC dan 10 oC.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik

(2)

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari tanggal 1 – 30 Maret 2010. Penelitian dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC) masing-masing 2 ulangan, sehingga akan diperoleh 5 x 2 = 10 unit percobaan.

Kata kunci: brokoli, respirasi, suhu, penyimpanan, mutu

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Karakteristik penting produk pascapanen hortikultura adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme, akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan tanaman induknya. Aktivitas metabolismenya dicirikan dengan antara lain proses respirasi (Rokhani, 2008; Utama, 2001). Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek; laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2

dan CO2 di sekitar produk (Rokhani, 2008; Kader, 1993).

Respirasi adalah pemecahan bahan-bahan organik yang dikandung oleh produk hortikultura (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana dengan melepaskan energi (panas), dimana dalam prosesnya digunakan O2 dan dilepaskan CO2 (Kader, 1993).

Brokoli (Brassica oleraceae L. var. italic) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang mudah rusak (perishable) karena memiliki kandungan air yang tinggi (90%), dan kelas laju respirasi yang sangat tinggi. (Utama, 2001; Rokhani, 1995). Kondisi paparan suhu 25oC dan RH 96% menyebabkan kehilangan berat (weight loss) brokoli setelah dipanen semakin meningkat sampai mencapai 7% selama penyimpanan sekitar 3 hari; sementara kandungan klorofilnya menurun sampai 30% (Finger, et al., 1999). Kerusakan lainnya yang berhubungan dengan brokoli setelah panen adalah perubahan kandungan pati, gula non reduksi, total gula terlarut dan kandungan gula reduksi (Finger, et al., 1999). Rukmana (1994) dalam Bafdal (2007) menyebutkan kualitas brokoli dapat dilihat dari kekompakan bunga (curd density),

(3)

kehijauannya, cacatnya serta diameter bunganya. Potensi masa simpan brokoli kurang dari 2 minggu dalam udara dengan suhu dan RH optimum (Kader, 1993). Oleh karena itu setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik dengan melakukan pra-pendinginan untuk menurunkan laju respirasi dan mencegah terjadinya pelayuan dan pembusukan (Rokhani, 1995).

Laju respirasi brokoli termasuk sangat tinggi (Kader, 1993; Hardenburg, Walada dan Wang, 1968). Semakin cepat laju respirasi maka semakin besar jumlah panas yang dilepaskan per satuan waktu. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung jenis komoditi, akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan komposisi gas di sekitar komoditi tersebut (Kader, 1989; Saltveit, 1996; Manapperuma and Singh, 1987 dalam Rokhani, 1995). Menurut Fenema (1979) dalam Gunadnya (1993) agar keawetan sayur dan buah yang disimpan pada suhu rendah maksimum, maka perlu diusahakan agar respirasi berlangsung pada laju yang rendah; laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek, hal ini merupakan suatu petunjuk penurunan mutu. Suhu, RH dan Umur Simpan Beberapa Jenis Sayuran Segar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Suhu, RH dan Umur Simpan Beberapa Jenis Sayuran Segar

Komoditas Suhu (oC) RH (%) Umur simpan

Brokoli 0 90-95 10-14 hari

Bit 0 95 3-5 bulan

Bunga kol 0 90-95 2-4 minggu

Selada daun 0 95 2-3 minggu

Tomat matang 7,2-10 85-90 4-7 hari

Tomat hijau 12,81-21,1 85-90 1-3 minggu

Wortel 0 90-95 4-6 minggu

Sumber: Hardenburg, Watada dan Wang (1968)

Penyimpanan produk hortikultura segar dimaksudkan untuk memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya; selain dari itu juga menghindarkan banjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih produk hortikultura sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, dan meningkatkan keuntungan produsen atau petani (Pantastico et al, 1997). Berbagai kondisi lingkungan selama produk

(4)

pertanian disimpan sangat berpengaruh terhadap mutu produk atau perubahan fisiologi lepas panen. Dari semua faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah suhu (Winarno, 2002). Suhu mempengaruhi penuaan produk karena mengatur laju semua proses-proses fisiologi dan biokimia (Pantastico et al, 1997). Oleh karenanya diperlukan data-data hubungan antara suhu penyimpanan yang berbeda dengan laju respirasi dan kualitas produk selama kurun waktu penyimpanan. Diharapkan dengan diketahuinya hubungan tersebut, dapat menjadi dasar dalam melakukan penanganan produk selanjutnya.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengkaji pola respirasi brokoli pada beberapa tingkatan suhu penyimpanan; dan (2) mengkaji hubungan antara laju respirasi brokoli dengan mutu brokoli selama penyimpanan.

C. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu sistem penyimpanan brokoli yang terbaik sebagai langkah lanjutan dalam penanganan pasca panen brokoli.

METODOLOGI A. Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Taknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari tanggal 1 – 30 Maret 2010.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: stoples (volume 3310 ml), selang plastik kecil, lemari pendingin, penjepit kertas, lem, cat, timbangan digital, pisau, gunting, stopwatch, Continous Gas Analyzer IRA-107 merk Shimadzu untuk mengukur CO2, Portable Oxygen Tester

POT-101 merk Shimadzu untuk mengukur O2, ColorTec-PCMTM

untuk mengukur warna, timbangan digital model Mettler PM4800 Delta Range dan peralatan kerja penunjang lainnya. Bahan yang digunakan adalah brokoli yang diperoleh dari petani di daerah Cipanas, lilin (malam) dan gas N2.

(5)

C. Metode

Pengukuran respirasi dengan sistem tertutup (closed system) mengikuti Deily dan Rizvi (1981) dan Rokhani (2007), yaitu: tutup stoples yang digunakan dilubangi dengan diameter 1 cm sebanyak dua buah dan pada lubang tersebut dimasukkan selang plastik sepanjang 30 cm. Pada pertemuan selang plastik dengan penutup stoples diberi lem, cat dan malam untuk menghindari kebocoran gas.

Brokoli segar dibersihkan dan dipilih bunga (floret) yang memiliki bentuk fisik yang baik dan seragam, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam stoples dan ditutup rapat. Untuk menghindari kebocoran gas, antara penutup dan leher stoples diberi malam dan selang plastiknya ditekuk dan dijepit.

Penelitian dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC) masing-masing 2 ulangan, sehingga akan diperoleh 5 x 2 = 10 unit percobaan. Perubahan konsentrasi gas (O2 dan CO2) dalam stoples diukur dengan Continous

Gas Analyzer untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable

Oxygen Tester untuk mengukur konsentrasi O2. Pengukuran

dilakukan setiap 3 jam selama 6 jam pada setiap harinya sampai dengan 7 hari.

Tabel 2. Perlakuan-perlakuan Penelitian Perlakuan Suhu (oC) Ulangan Berat per sampel (g) Jumlah brokoli (g) 1 5 2 250 500 2 10 2 250 500 3 15 2 250 500 4 20 2 250 500 5 27 2 250 500

Selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil pengukuran (persen O2 dan CO2) dihitung laju respirasinya berdasarkan

laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi

dihitung dengan persamaan berikut: (Mannapperuma dan Singh, 1990 dalam Rokhani, 2007):

dimana:

Rr = laju respirasi, ml/kg-jam

x = konsentrasi gas, desimal t = waktu, jam

V = volume bebas “respiration chamber”, ml W = berat produk, kg

(6)

Data hasil pengukuran laju respirasi kemudian diolah dengan analisis keragaman dan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk menentukan hubungan antara perlakuan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi serta mutu brokoli. Pengolahan dan analisis data menggunakan software SPSS Versi 17.0. Secara rinci bagan alir prosedur penelitian untuk keempat tahap penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

Pengukuran warna bunga brokoli menggunakan ColorTec-PCMTM. Pengukuran dilakukan pada awal penyimpanan dan akhir penyimpanan. Komponen warna yang diukur adalah *L (kecerahan), *a (warna merah/positif, warna hijau/negatif), dan *b (warna kuning/positif, warna biru/negatif). Display akan menampilkan nilai *L, *a dan *b masing-masing dalam 4 angka. Nilai *L, *a dan *b adalah nilai yang ditampilkan pada display dibagi 100. Standar warna yang digunakan adalah L, a, b. Warna L menggambarkan kecerahan warna (range = 0 - 100; angka bertambah besar berarti lebih terang), warna a menggambarkan warna merah/hijau (range = (-128) - 127; + warna lebih merah; - warna lebih hijau), dan warna b menggambarkan warna

Gambar 1. Bagan alir prosedur penelitian

RAL: 5 perlakuan suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC,

20 oC dan suhu ruang (±27 oC) Analisis statistik uji BNT

Brokoli (dari petani)

di-trimming (dibersihkan dari batang, daun yang tidak disertakan)

Pengukuran laju respirasi

Sampel brokoli masing-masing sebanyak 250 g ditempatkan pada stoples dan disimpan di dalam inkubator

(7)

kuning/biru (range = (-128) - 127; + warna lebih kuning; - warna lebih biru) (Utama, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pola Respirasi Brokoli

Brokoli merupakan jenis sayuran yang memiliki tingkat laju respirasi yang sangat tinggi. Komoditas dengan laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding yang memiliki laju respirasi rendah (Saltveit, 1996). Berdasarkan hasil penelitian pada pengukuran laju respirasi dengan berbagai tingkatan suhu penyimpanan menunjukkan bahwa laju respirasi brokoli pada umumnya tinggi. Namun demikian, pada suhu yang rendah laju respirasinya dapat dihambat atau berkurang dibandingkan pada suhu ruang. Gambar 2 dan Gambar 3 di bawah ini menunjukkan pola laju respirasi brokoli pada tingkatan suhu penyimpanan yang berbeda (khusus untuk suhu 27 oC pengukuran sampai hari keempat dan untuk suhu 15 oC serta 20 oC pengukuran sampai hari keenam).

Gambar 2. Grafik Laju Konsumsi O2 Selama Penyimpanan

(8)

Berdasarkan Gambar 2 dan 3 di atas, terlihat bahwa laju respirasi brokoli sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana pada suhu penyimpanan yang lebih rendah (5 oC) laju respirasinya rendah yang ditandai dengan konsumsi O2 dan produksi CO2 yang lebih kecil dibandingkan

dengan suhu penyimpanan lainnya (jika dilihat dalam grafik posisinya paling bawah). Pada suhu 5 oC kisaran laju respirasinya yang diukur pada level konsumsi O2 rata-rata dari

33,5 ml/kg jam pada hari pertama sampai 28,2 ml/kg jam pada hari ketujuh dan pada level produksi CO2 rata-rata 28,9 ml/kg

jam pada hari pertama sampai 18,2 ml/kg jam pada hari ketujuh. Hal yang sebaliknya terjadi pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi (27 oC), brokoli yang disimpan memiliki laju respirasi paling tinggi (dalam grafik terlihat paling atas). Kisaran laju respirasi brokoli pada suhu penyimpanan 27 oC adalah 153,6 ml/kg jam pada hari pertama dan 76,7 ml/kg jam pada hari keempat yang diukur pada level konsumsi O2;

sementara pada level konsumsi CO2 adalah 135,7 ml/kg jam

pada hari pertama dan 83,9 ml/kg jam pada hari keempat. Pola respirasi dari setiap suhu penyimpanan di atas dapat digunakan untuk menduga tren atau pola respirasi brokoli dalam kondisi suhu penyimpanan yang tetap. Dapat dijelaskan dari tren tersebut, bahwa untuk suhu penyimpanan 10 oC dan 5 oC dapat dianggap tetap atau konstan. Hal ini dapat dilihat dari pola grafik tersebut (pada suhu 10 oC dan 5

oC) yang cenderung agak konstan arah mendatar (searah

sumbu x). kecenderungan konstan ini dapat memberi petunjuk bahwa brokoli yang disimpan pada kedua suhu tersebut menunjukkan laju respirasi yang seimbang antara produksi CO2 dan konsumsi O2 yang rendah yang berarti laju

respirasinya kecil (sedikit terhambat). Dari sini dapat diambil gambaran bahwa brokoli akan baik apabila disimpan pada suhu rendah (suhu dingin).

Perubahan konsentrasi gas di dalam stoples selama penyimpanan brokoli diakibatkan oleh aktivitas respirasi brokoli selama penyimpanan yang sangat dipengaruhi oleh suhu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan suhu penyimpanan serta lama waktu penyimpanan terhadap laju produksi CO2 dan konsumsi O2.

Rata-rata laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 selama

penelitian secara umum terlihat menurun sejalan dengan penurunan suhu penyimpanan, hal ini diduga karena

(9)

penurunan suhu akan mengakibatkan aktivitas enzim menurun hingga reaksi kimia berlangsung lebih lambat. Winarno (2002) menyatakan bahwa pada reaksi biokimia yang banyak melibatkan kerja enzim, kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu ditingkatkan (dalam batas tertentu) maka kecepatan reaksi meningkat; sementara jika suhu diturunkan maka reaksi yang berlangsung akan berjalan semakin lambat, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji BNT Laju Respirasi dan Respiratory Quotient (RQ) Brokoli Selama Penyimpanan di Dalam Stoples

Laju respirasi (ml/kg jam) Suhu (oC) [O2] [CO2] RQ 5 23,3a 23,4a 1,0 10 47,7b 47,2b 0,9 15 67,5c 66,8c 0,9 20 78,7cd 79,2d 1,0 27 105,2e 105,9e 1,0

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%

Hasil uji BNT menunjukkan bahwa laju konsumsi O2

dan laju produksi CO2 berbeda nyata untuk setiap suhu

penyimpanan, kecuali pada suhu 15 dan 20 oC pada level konsumsi O2 yaitu tidak berbeda nyata, yang bebarti bahwa

pada kedua suhu tersebut laju konsumsi O2 -nya hampir

sama. Laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 terkecil terjadi

pada suhu 5 oC dan 10 oC (Gambar 2 dan 3). Sehingga dalam penelitian ini, suhu tersebut merupakan suhu yang baik untuk penyimpanan brokoli karena dapat menghambat laju respirasi.

Pada Tabel 3 ditunjukkan pula nilai RQ yang merupakan perbandingan antara gas CO2 yang dihasilkan dan

gas O2 yang dibutuhkan. Nilai RQ dapat digunakan untuk

mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam proses respirasi serta untuk menduga sejauh mana respirasi telah berlangsung. Nilai RQ brokoli yang diamati hampir seluruhnya bernilai 1,00. Jika nilai RQ adalah 1, ada beberapa kemungkinan untuk dapat menjelaskan kondisi tersebut, antara lain: glukosa dari substrat dioksidasi sepenuhnya dalam proses respirasi atau proses respirasi berjalan sempurna kearah pembentukan CO2 (Phan et al., 1997).

(10)

B. Analisis Mutu Brokoli Selama Penyimpanan

Setelah panen, sayur-sayuran sebagai bahan hidup masih tetap melakukan kegiatan metabolisme (seperti respirasi, transpirasi, perombakan senyawa-senyawa atau substrat internal dan sebagainya) walaupun telah dipisahkan dari habitatnya. Respirasi (pernafasan) merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting diantara proses metabolisme lainnya, dimana dengan adanya respirasi terjadi perubahan fisiologis sebagaimana ditunjukkan dalam reaksi berikut: a CxHyOz (substrat) + b O2 c CO2 + d H2O + Energi (kcal)

Proses oksidasi substrat dengan menggunakan oksigen (O2) akan menyebabkan sejumlah substrat berkurang

kandungannya yang dikonversi menjadi karbondioksida (CO2),

air (H2O) dan sejumlah energi dalam bentuk panas. Selama

respirasi akan terjadi beberapa perubahan fisik, kemik dan biologis misalnya pembentukan aroma, berkurang atau terbentuknya warna tertentu, melunaknya produk akibat degradasi pektin pada kulit atau batang produk, berkurangnya bobot karena kehilangan air, dan sebagainya yang secara fisik akan mengubah penampilan produk. Demikian pula dengan brokoli dalam penelitian ini, yaitu mengalami perubahan-perubahan tersebut. Yang nampak terlihat adalah perubahan-perubahan warna. Indikator warna pada brokoli merupakan faktor mutu yang sangat penting karena sebagian besar konsumen menginginkan warna brokoli yang segar dalam hal ini warna hijau agak gelap (Bafdal, 2007).

Warna bunga brokoli selama penyimpanan secara visual menunjukkan perubahan daripada kondisi awal sebelum penyimpanan (hari ke-0). Perubahan warna yang paling ekstrim terjadi pada penyimpanan suhu 27 oC dan 20

oC yaitu pada bagian floret (bunga) brokoli dari semula

berwarna hijau gelap menjadi berwarna kuning; hal ini di duga karena kandungan klorofil sebagai pigmen yang berkontribusi terhadap warna hijau berkurang. Kondisi paparan suhu 25 oC dan RH 96% menyebabkan kehilangan berat (weight loss) brokoli setelah panen semakin meningkat sampai mencapai 7% selama penyimpanan sekitar 3 hari; sementara kandungan klorofilnya menurun, yaitu sampai 30% (Finger et al., 1999). Perubahan warna pada suhu lainnya (15 oC, 10 oC,

(11)

5 oC) tidak terlalu nampak sehingga brokoli kelihatan masih agak hijau.

Kondisi warna bunga brokoli yang menunjukkan paling hijau dan segar adalah pada penyimpanan suhu 5 oC walaupun telah disimpan selama 7 hari. Ini menunjukkan bahwa brokoli yang disimpan pada suhu rendah (dingin) akan tetap terjaga kesegaran dan warna bunganya. Hal ini sejalan dengan pendapat Rokhani (1995) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa brokoli yang disimpan pada suhu 5 oC dengan RH (kelembaban relatif) 96% memberikan hasil terbaik dalam mempertahankan tingkat kesegaran walaupun telah disimpan selama 12 hari.

Analisis sidik ragam menunjukkan untuk nilai *L (kecerahan) tidak terdapat perbedaan yang nyata antara brokoli yang disimpan pada suhu yang paling rendah (5 oC) terhadap keempat suhu penyimpanan lainnya (10 oC, 15 oC, 20 oC, 27 oC); sementara yang berpengaruh nyata adalah antara suhu 10 oC, 15 oC dan 27 oC menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini memberi gambaran bahwa kecerahan bunga brokoli yang disimpan dalam beberapa tingkat suhu penyimpanan, setelah beberapa hari, tingkat kecerahan bunganya bervariasi dan tidak tergantung pada suhu penyimpanan. Data awal nilai *L adalah 35,48 sedangkan nilai *L pada akhir penyimpanan (hari ketujuh) bervariasi seperti disajikan pada tabel 4.

Untuk derajat warna merah (*a), brokoli yang disimpan pada suhu rendah (5 oC) mempunyai perbedaan yang nyata dengan suhu penyimpanan 15 oC, 20 oC dan 27 oC; sedangkan dengan suhu 10 oC tidak berbeda nyata (4). Nilai *a pada kondisi awal penyimpanan untuk semua suhu penyimpanan adalah sama, yaitu -13,95 dan nilai *a setelah penyimpanan tujuh hari bervariasi seperti terlihat pada Tabel 10. Dari nilai *a ini dapat diduga bahwa pada suhu penyimpanan yang lebih rendah dapat mempertahankan warna hijau bunga brokoli dan pada suhu penyimpanan yang tinggi dapat menyebabkan warna bunga brokoli menjadi cepat berubah menuju warna merah.

Indikator warna lainnya adalah derajat warna kuning bunga brokoli (*b). Pada awal penyimpanan (hari ke-0), nilai *b untuk semua suhu penyimpanan adalah sama (40,22), setelah penyimpanan tujuh hari nilainya bervariasi seperti terlihat pada Tabel 4. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan

(12)

bahwa perubahan warna bunga brokoli menjadi warna kekuningan (*b) tidak berbeda nyata atau relatif sama derajatnya pada semua tingkatan suhu penyimpanan. Akan tetapi secara rata-rata meningkat yang berarti menguning seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan.

Tabel 4. Nilai Kecerahan (*L), Kemerahan (*a) dan Kekuningan (*b) Warna Bunga Brokoli Pada Hari Ketujuh Nilai Suhu (oC) *L *a *b 5 41,28ab 22,39a 98,76a 10 39,44ab 28,69ab 95,59a 15 38,27a 29,97b 93,57a 20 43,55b 29,13b 94,91a 27 44,25b 32,63b 103,88a

Keterangan: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Indikator lain yang sering digunakan sebagai indeks kesegaran untuk sayuran daun atau bunga adalah klorofil. Degradasi klorofil dapat menyebabkan perubahan warna daun atau bunga dari hijau menjadi kuning (Winarno, 2002). Pada penelitian ini tidak diukur kandungan klorofil, akan tetapi berdasarkan indikator umum warna hijau yang identik dengan kandungan klorofil, secara visual terlihat perubahannya. Perubahan warna hijau tersebut diakibatkan oleh substitusi Magnesium (Mg) oleh Hidrogen (H) atas bantuan enzim klorofilase membentuk feofitin (Histifarina dan Sinaga, 1997). Deschene et al. (1991) mengatakan bahwa kandungan klorofil brokoli yang disimpan pada suhu 23 oC mengalami penurunan sebesar 90% dan hanya dapat bertahan selama 4 hari.

Proses metabolik (respirasi) akan terus berlanjut sehingga brokoli akan mengalami kebusukan yang ditandai dengan hilangnya nilai gizi dan faktor mutu brokoli (dalam hal ini antara lain perubahan warna floret atau bunga brokoli). Komoditas dengan laju respirasi tinggi (seperti brokoli) akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding dengan yang memiliki laju respirasi rendah (Saltveit, 1996) dengan demikian maka usaha mempertahankan mutu dan

(13)

memperpanjang umur simpan pada dasarnya adalah menekan laju respirasi serendah mungkin tanpa mengganggu proses metabolismenya (Kays, 1991). Dengan prinsip dasar inilah maka aktivitas metabolisme produk setelah dipanen dapat dijadikan sebagai indeks yang amat baik untuk mengetahui perubahan mutu pascapanen dengan treatmen (perlakuan) yang baik, antara lain suhu penyimpanan yang rendah.

Secara umum, pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu brokoli seperti ditunjukkan dengan data pada Tabel 4 menyebabkan kenaikan nilai-nilai warna (*L, *a, *b). Hal ini disebabkan karena brokoli yang baru dipanen umumnya berwarna hijau tua yang disebabkan oleh adanya kandungan klorofil dan lambat laun (setelah disimpan) warnanya berubah (meningkat) menjadi kuning (menguning) yang diindikasikan dengan peningkatan nilai *L. Kemudian dilihat dari warna kromatik campuran merah-hijau yang dinotasikan dengan *a, nilainya juga semakin meningkat menuju nilai positif yaitu dengan terlihatnya perubahan warna dari hijau (nilai paling negatif) ke warna merah (menuju nilai positif). Selanjutnya, pada nilai *b yang merupakan campuran warna biru-kuning, terlihat meningkat pula yang berarti semakin menuju kuning yang semakin dominan pada bagian bunga brokoli.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pola respirasi brokoli pada berbagai tingkatan suhu memberikan nilai laju respirasi yang berbeda, baik pada level konsumsi O2 maupun level produksi CO2. Semakin

rendah suhu penyimpanan (dalam batas tertentu), laju respirasi brokoli semakin rendah.

2. Laju respirasi meningkat dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Laju respirasi rata-rata pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan 27 oC berturut-turut adalah 23,3 ml/kg jam, 47,7 ml/kg jam, 67,5 ml/kg jam, 78,7 ml/kg jam dan 105,2 ml/kg jam pada level konsumsi O2 dan 23,4 ml/kg jam, 47,2 ml/kg jam, 66,8

ml/kg jam, 79,2 ml/kg jam dan 105,9 ml/kg jam pada level produksi CO2.

(14)

3. Mutu brokoli yang diindikasikan dengan warna floret berubah seiring dengan lama waktu penyimpanan, yaitu dari semula berwarna hijau gelap menjadi berwarna kuning kecoklatan. Perubahan warna floret brokoli yang paling cepat terjadi pada penyimpanan dengan suhu tinggi; sementara pada suhu rendah, degradasinya relatif lambat (atau hanya mengalami perubahan sedikit), sehingga brokoli warnanya relatif masih hijau dan tetap segar.

4. Warna bunga brokoli pada level kecerahan (*L) tidak tergantung oleh suhu penyimpanan akan tetapi pada level tingkat warna merah (*a) dan warna kuning (*b) sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Secara umum kesegaran warna bunga brokoli secara kolektif yang terbaik (dengan masa simpan lebih dari 6 hari) terjadi pada suhu penyimpanan 5 oC dan 10 oC.

5. Aktivitas respirasi memegang peranan yang sangat vital pada penanganan pascapanen brokoli. Upaya mempertahankan mutu brokoli dapat dilakukan dengan treatmen pengontrolan suhu penyimpanan.

B. Saran

Untuk mempertahankan kesegaran brokoli, sebaiknya brokoli disimpan dalam wadah atau kontainer dengan suhu rendah; hasil lebih baik apabila dikontrol pula dengan pengendalian komposisi gas di sekitar produk.

DAFTAR PUSTAKA

Bafdal N. 2007. Packaging Optimization for Transporting Broccoli at Low Temperatur. Joint Research Between The Padjadjaran University and The Korea Research Institute Bandung, Indonesia December, 2007. [8 Sep 2009].

Deschene A, G Paliyath, EC Lougheed, EB Dumbroff dan JE Thompson. 1991. Membrane Deterioration During Postharvest Senescene of Broccoli Florets: Modulation by Temperature and Controlled Atmosphere Storages. Postharvest Biol. and Tech. 1:19-31.

Finger FL, L Endres, P.R. Mosquim dan M. Puiatti. 1999. Physiological Changes During Postharvest Senescence of Broccoli in Pesquisa Agropecuária Brasileira

(15)

Print ISSN 0100-204X Pesq. agropec. bras. vol. 34 no.9 Brasília.

Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian Penyimpanan Salak Segar (Salacca edulis Reinw) dalam Kemasan Film dengan Modified Atmophere [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hardenburg RE, AE Watada, CY Wang. 1968. The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, and Florits and Nursery Stocks. Departement of Agricultural, Agricultural Handbook No. 66 (Revised), 13p. USA.

Histifarina D dan RM Sinaga. 1997. Pengaruh Sistem Atmosfir Termodifikasi terhadap Mutu Sayuran Brokoli. J. Horti. 7(1): 574-852.

Kader AA. 1993. Postharvest Biology and Technology : An Overview. Di dalam Kumpulan Materi Pelatihan Pascapanen Buah-buahan dan Sayur-sayuran; PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, 10 – 15 Mei 1993.

Kays, S.Y. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. Avi Pub., Inc. New York, USA.

Deily KR and SSH Rizvi. 1981. Optimization of Parameter for Packaging of Fresh Peaches in Polymeric Films. J. Food Sci. 109(4): 584-587.

Pantastico EB, Chattopadhyay dan Subramanyam. 1997. Susunan Buah-buahan dan Sayur-sayuran. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Ed ke-4. Kamariyani, penerjemah; Tjitrosoepomo, editor. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.

Phan CT, EB Pantastico, K Ogata dan K Chachin. 1997. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Ed ke-4. Kamariyani, penerjemah; Tjitrosoepomo, editor. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.

(16)

Rokhani H. 1995. Disain Sistem Pengukuran Laju Transpirasi Buah-buahan/Sayuran pada Ruang Atmosfir Terkendali [Laporan Penelitian]. Bogor: Jurusan Mekanisasi Pertanian FATETA Institut Pertanian Bogor.

_________. 2007. Teknik Pengukuran Laju Transpirasi Produk Hortikultura pada Kondisi Atmosfir Terkendali, Bagian I: Metode Sistem Tertutup. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 21 No. 4, Desember 2007.

_________. 2008. Teknik Pengukuran Laju Transpirasi Produk Hortikultura pada Kondisi Atmosfir Terkendali, Bagian II: Metode Sistem Terbuka. Jurnal Keteknikan Pertanian (jTEP) Vol. 22, No. 1, April 2008.

Saltveit, ME. 1996. Physical and Physiological Change in Minimally Processed Fruits and Vegetables in Phytochemistry of Fruits and Vegetables. F.A. Thomas-Barberan (ed), Oxford Univ. Press. USA.

Utama IM. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Di dalam : Forum Konsultasi Teknologi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. Denpasar, 21 Nopember 2001. http://www.google.co.od/5-Penanganan-Pascapanen.pdf [3 Sep 2009].

_________. 2009. Efektifitas Pengemasan Individu Menggunakan Beberapa Jenis Plastik terhadap Karakteristik Mutu dan Umur Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana l.) Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian pada Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA: Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal, Mataram 8 – 9 Agustus 2009. pdf [5 Pebruari 2010].

Winarno, FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio Press. Bogor.

Gambar

Gambar 2. Grafik Laju Konsumsi O 2  Selama Penyimpanan

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam

Pada komponen afektif berdasarkan elemen identitas ini, sikap Warga Putat Jaya mengenai mengenai City Branding Kota Surabaya melalui Program Revitalisasi eks

Hasil penelitian ini adalah (1) Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang menda- patkan Pembelajaran Preprospec Berbantuan TIK secara keseluruhan dan untuk

Sekretariat Daerah mempunyai Tugas Pokok membantu Bupati dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta

Dari hasil Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Pengambilan Keputusan Untuk Penerimaan Beasiswa Dengan Metode SAW ( Simple Additive Weighting ), dapat disimpulkan bahwa

Proses pengolahan data rekam medis pasien rawat jalan di Rumah Sakit Dadi Keluarga Purwokerto selama ini belum terkomputerisasi sehingga data sering hilang dan sering

Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi perabdominal dengan melalui insisi pada dinding abdomen dan

Peneliti menyebarkan angket (kuisioner) untuk mendapatkan data mengenai tingkat kecerdasan adversitas yang dimiliki oleh setiap siswa. Selain itu, peneliti mengadakan