• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beban gravitasi yang bekerja pada suatu bangunan harus diteruskan melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beban gravitasi yang bekerja pada suatu bangunan harus diteruskan melalui"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur

2.1.1 Sistem struktur penahan gaya gravitasi

Beban gravitasi yang bekerja pada suatu bangunan harus diteruskan melalui bidang vertikal menerus atau membentuk sudat dengan permukaan tanah. Aliran gravitasi bergantung pada susunan bidang-bidang struktur vertikal di dalam bangunan. Beban gravitasi bekerja pada lantai ditransfer ke balok lalu ke kolom dan diteruskan ke pondasi (Smith, et all, 1991).

Sistem portal yang terdiri dari kolom dan balok menjadi sistem penahan gaya gravitasi utama. Sistem ini umumnya berupa grid persegi atau persegi panjang teratur. 2.1.2 Sistem struktur penahan gaya lateral

Struktur bangunan harus memiliki kemampuan menahan gaya lateral, khususnya akibat gempa. Kemampuan struktur untuk menahan gaya-gaya ini diakomodir oleh : 1. Portal

Sistem rangka kaku ini memiliki kekakuan yang tinggi sehingga cocok untuk menahan beban lateral,. Kekakuan lateral suatu rangka kaku bergantung pada kekakuan elemen kolom, balok dan sambungannya.

2. Shear wall (Dinding Geser)

Shear wall adalah struktur dinding vertikal menerus seperti kantilever vertikal (Smith, et all, 1991). Shear wall memiliki kekakuan dan kekuatan yang sangat tinggi sehingga cocok untuk menjadi bagian dari sistem pengaku gedung tinggi. Struktur shear wall ini berfungsi untuk menahan gaya lateral, khusunya gaya gempa.

(2)

2.2 Struktur Tahan Gempa

Gaya gempa berupa gaya inersia pada pusat massa suatu struktur. Gaya gempa arah vertikal akan lebih kecil pengaruhnya karena desain struktur arah vertikal lebih kuat dibanding arah horizontal. Oleh karena itu, untuk menahan gaya gempa horizontal dilakukan dengan meningkatkan kekuatan struktur. Konsep dari bangunan tahan gempa terbagi atas beberapa kontrol, yaitu:

Serviceability limit state: konsep yang membatasi atau mengontrol displacement yang terjadi pada besaran gempa tertentu, dan menjaga bangunan tetap dalam kondisi elastis. Dalam batas ini, beton dan pasangan bata diizinkan untuk mengalami retak kecil tetapi tulangannya tidak mencapai leleh dan tidak diizinkan mengalami kehancuran.

Damage control limit state: pada gempa yang besar, diizinkan terjadinya retak dan kondisi leleh pada tulangan, namun dalam taraf yang masih dapat diperbaiki dan gedung dapat digunakan kembali.

Survival Limit State: pada gempa yang sangat besar bangunan diizinkan untuk mengalami kerusakan tanpa mengalami keruntuhan. Dalam hal ini, harus dijaga kemampuan struktur dalam menahan gaya lateral dan gaya gravitasi yang ada selama gempa berlangsung.

Keruntuhan pada struktur dapat terjadi secara tiba-tiba atau secara gradual. Keruntuhan yang tiba-tiba dapat dihubungkan dengan keruntuhan yang terjadi pada material yang bersifat getas (brittle), sedangkan keruntuhan secara gradual atau lambat, berhunungan dengan fase plastis dari material yang elastis maupun plastis. Untuk itu penggunaan material maupun desain yang getas sangat dihindari.

(3)

II-3 2.3 Struktur Balok Pratekan

Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang :

Konsep Pertama :

Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Eugene Freyssinet menggambarkan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu (pratekan) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan (dengan menarik baja mutu tinggi), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal.

Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi

bahan yang elastis

Sumber: Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Akibat diberi gaya tekan (gaya prategang) F yang bekerja pada pusat berat penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang

(4)

beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb. Akibat beban merata (termasuk berat sendiri beton) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah :

Tegangan lentur : Dimana :

M : momen lentur pada penampang yang ditinjau c : jarak garis netral ke serat terluar penampang

I : momen inersia penampang.

Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah :

Diatas garis netral :

tidak boleh melampaui tegangan hancur beton. Dibawah garis netral :

tidak boleh lebih kecil dari nol.

Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban Tarik

Konsep Kedua :

Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu Tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang dan beton, dimana beton

(5)

II-5 menahan betan tekan dan baja prategang menahan beban tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu Tinggi

Sumber: Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Konsep Ketiga :

Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi.

(6)

Hal ini dapat dijelaskan sbagai berikut :

Gambar 2.3 Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban

Sumber: Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Suatu balok beton diatas dua perletakan ( simple beam ) yang diberi gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata kearah atas dinyatakan :

Dimana :

Wb : beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F h : tinggi parabola lintasan kabel prategang.

L : bentangan balok.

F : gaya prategang.

Jadi beban merata akibat beban (mengarah kebawah) diimbangi oleh gaya merata akibat prategang wb yang mengarah keatas. Inilah tiga konsep dari beton prategang

(7)

II-7 (pratekan), yang nantinya dipergunakan untuk menganalisa suatu struktur beton prategang

2.4 Base Isolator

Base isolation merupakan perletakan jembatan yang memanfaatkan flexibilitas horizontal dalam sistem peredam yang diletakan pada perletakan, waktu getar alami struktur dapat diperpanjang secara berarti. Selain itu, base isolation sebagai perletakan juga dapat memberikan ruang gerak arah lateral pada perletakan jembatan, tetapi tepat memberi batas maksimum dari perpindahan arah lateral tersebut.

2.4.1 Tipe Base Isolator

Ada banyak tipe base isolation yang terdapat di pasaran, tetapi secara umum tipe-tipe base isolation yang sering dipakai terdiri dari:

1. Elastromeric – Based System

Pada awalnya jenis ini menggunakan bantalan karet polos tanpa ada bahan lain. Perkembangan selanjutnya, alat ini dimodifikasi dengan menggunakan tambahan pelat baja yang disisipkan di dalam karet. Pertama kali diaplikasikan pada Pestalozzi School di Skopje pada tahun 1969. Tipe dari elastomeric bearing adalah:

Standard bearing

Bantalan karet yang disisipkan pelat baja dengan tebal penutup sekitar 2,5 mm (tipe B). ada juga standard bearing yang bantalan penutupnya tidak menggunakan karet seperti tipe-B, melainkan menggunakan pelat baja, disebut tipe-C.

(8)

Gambar 2.4 Jenis standard bearing Sumber: Freyssinet Elastomeric Bearings  Bearing yang dilengkapi dengan pelat angkur

Penggunaan bearing dengan tipe ini dikhususkan untuk struktur – struktur yang mengalami gaya lateral yang besar sehingga membutuhkan pengangkuran yang lebih kuat.

Gambar 2.5 Jenis anchor bearing Sumber: Freyssinet Elastomeric Bearings

 Bearing dengan permukaan yang dapat bergeser (sliding surface)

Laminated elastomeric bearing (bearing dengan sisipan pelat baja) dapat pula

dikombinasikan dengan sliding surface yang terdiri dari PTFE sheet

(polytetrafluorethylene) yang diletakkan di atas permukaan bearing.

Gambar 2.6 Jenis bearing with sliding surface Sumber: Freyssinet Elastomeric Bearings

(9)

II-9 2. Low Damping Natural Rubber bearing (LDRB)

Alat ini dilengkapi dengan dua pelat baja tebal yang terdapat pada sisi atas dan bawahnya. Pengisi pada bagian dalamnya terdiri dari banyak pelat baja tipis. Penggunaan alat ini banyak dijumpai di Jepang.

Gambar 2.7Low damping natural rubber bearing Sumber: Design of Seismic Isolated Structures from Theory to Practice

3. Lead Plug Bearing (LRB)

Mirip seperti LDRB, tetapi LRB memiliki lead (metal) yang dimasukkan ke dalam lubang yang terdapat pada bearing. Fungsi dari lead adalah untuk menambah kekakuan dari bearing tersebut. Alat ini telah terbukti kehandalannya pada gedung - gedung yang mengalami gempa Northridge 1994 dan gempa Kobe 1995.

Gambar 2.8Lead plug bearing

(10)

 High Damping Natural Rubber

Prinsip dari alat ini adalah untuk meningkatkan damping coefficient engan cara menambahkan material lain seperti carbon block dan oil ke dalam lubang pengisi.

2.5 Desain Elastomer Bearing

Tahap awal desain yakni perlu dicari Shape Factor untuk elastomeric bearing dengan penampang berbentuk persegi dengan rumus :

dengan

Dimana :

 STL : Shape Factor akibat total load  SLL : Shape Factor akibat live load

 Areq : luas penampang yang dibutuhkan (m2)  G : modulus geser dari elastomer (kPa)

 PTL : maximum bearing reaction akibat total load (kN)  PLL : maximum bearing reaction akibat live load (kN)

(11)

II-11 Dimana :

 hri : ketebalan dari ithelastomeric layer

 L : panjang penampang

 W : lebar penampang

Nilai hri harus memenuhi batasan dari hri (TL) dan hri (TL). Setelah hri ditentukan maka perlu dihitung kembali Shape factor (S) untuk desain. Bila elastomeric bearing ingin di desain pada kondisi service limit maka perlu dilakukan perhitungan yang lebih detail dimana desain terbatas pada nilai defleksi tekan, deformasi geser, kombinasi tekan dan rotasi, serta kestabilan bearing.

Penulangan pelat baja dapat ditentukan dengan rumusan

Dimana :

 hmax : ketebalan maksimal dari elastomeric bearing layer / sama dengan hri

 Fy : kuat leleh dari baja tulangan (Mpa)

Sehingga ketebalan lapisan total dari elastomer dapat dirumuskan sebagai berikut:

tr lapisan cover + lapisan elastomer + tebal pelat baja Dimana :

 lapisan cover : 0,4 - 0,5.hri

 lapisan elastomer : hri

(12)

Gambar 2. 9 Penampang elastomeric bearing

Gambar 2. 10 Penampang elastomeric bearing

Dengan pendekatan Naeim–Kelly (1999) dapat ditentukan kekakuan horizontal dan vertikal elastomeric bearing sebagai berikut

Dimana :

 KH : kekakuan horizontal elastomeric bearing

 KV : kekakuan vertikal elastomeric bearing

 A : penampang cross-section (m2)

 G : modulus geser dari elastomer (kPa)

 tr : tebal keseluruhan rubber bearing (m)

 Ec : instantaneous compression modulus

(13)

II-13 Berikut adalah spesifikasi dari perletakan elastrometrik yang yang dipakai dalam penelitian ini :

Tabel 2.1 Desain properti elastomer

Sumber: wabo® elastomeric bearing pad

(14)

2.6 Konsol Pendek (Korbel)

Konsol pendek adalah struktur kantilever pendek yang umumnya terdapat pada kolom atau dinding untuk memikul beban. Konsol pendek tipe beton di cor secara monolit bersamaan dengan kolom atau dinding. Konsol pendek adalah kantilever yang mempunyai rasio bentang geser (a) terhadap tinggi efektif (d) < 1 atau a/d < 1. Konsul pendek cenderung bekerja seperti rangka batang sederhana (simple truss), dengan membentuk ‘batang’ tekan dan tarik atau seperti balok tinggi, jadi berbeda dengan struktur kantilever biasa (struktur lentur dengan geser lentur).

Gambar 2.11 Perbedaan struktur konsol pendek dan struktur kantilever 2.6.1 Geometri konsol pendek

Tinggi konsol pendek pada tepi luar daerah tumpuan tidak boleh kurang dari d/2. Konsol pendek boleh dibebani atau harus diperhitungkan terhadap gaya tarik horisontal Nuc sebesar 0,2 x Vu < Nuc < Vu

(15)

II-15 Gambar 2.12 Parameter geometri konsol pendek

Penampang pada muka tumpuan harus direncanakan untuk memikul secara bersamaan suatu geser Vu, Suatu Momen Vua +Nuc (h - dx), dan suatu gaya tarik horizontal Nuc.

2.6.2 Aksi struktural konsol pendek

Konsol pendek akan beraksi seperti simple truss dengan gaya desak pada strut dan gaya tarik pada tie. Konsol pendek tersebut dapat gagal oleh :

 Retak sepanjang bidang kontak antara kolom dan konsol

 Lelehnya baja tarik (tie)

 Kehancuran desak pada strut

(16)

Gambar 2.13 Aksi struktural konsol pendek 2.7 Analisa Struktur

2.7.1 Analisis beban gravitasi 1. Beban mati (DL)

Berat sendiri elemen struktur terdiri dari berat sendiri dari elemen struktur kolom, balok dan pelat.

2. Beban mati tambahan (SDL)

Berat mati tambahan berasal dari elemen struktur yang dibangun setelah semua komponen utama selesai dibangun. Komponen tersebut meliputi dinding, screed, finishing lantai, dan MEP.

3. Beban hidup

Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau eban mati.

(17)

II-17 2.7.2 Analisis beban gempa

Pada saat melakukan analisa beban gempa, ditentukan terlebih dahulu masa dan kekakuan struktur.

1. Analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung beraturan

Suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik ekuivalen, sehubungan dengan sifat struktur gedung beraturan yang praktis berperilaku sebagai struktur 2 dimensi, sehingga respons dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh respons ragamnya yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekuivalen (SNI 1726-2010)

2. Analisis ragam spektrum respon

Suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung 3 dimensi yang berperilaku elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa melalui suatu metoda analisis yang dikenal dengan analisis ragam spektrum respons, di mana respons dinamik total struktur gedung tersebut didapat sebagai superposisi dari respons dinamik maksimum masing-masing ragamnya yang didapat melalui spektrum respons Gempa Rencana.

Grafik respons spektrum tidak disediakan, melainkan harus dirancang sendiri menggunakan parameter-parameter percepatan yang dapat dihitung berdasarkan wilayah gempa dan struktur gedung yang akan di bangun.

Berikut ini adalah langkah-langkah membuat respons spektrum disain yang terdapat dalam pasal 6:

(18)

 Menentukan SS (di dapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun dan T = 0,2 detik) dan S1 (di dapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun dan T = 1 detik)

 Menentukan jenis tanah dan koefisien situs. Setelah jenis tanah ditentukan, dengan nilai SS dan S1 yang diperoleh di langkah 1, dan dengan tabel 4 dan 5 pada SNI 1726-2012 (pasal 6.2), maka di dapat Fa dan Fv.

Tabel 2. 2 Koefisien situs, Fa

Sumber : SNI 1726:2012

Tabel 2.3 Koefisien situs, Fv

Sumber : SNI 1726:2012

Gambar 2.14 Contoh desain respon spectrum

(19)

II-19

 Menghitung SMS dan SM1

SMS dan SM1 (parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek dan perioda 1 detik) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = Fa SS SM1 = Fv S1

 Menghitung parameter percepatan spektral disain. Parameter percepatan spektral disain untuk perioda pendek, SDS dan perioda 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

SDS = 2/3 SMS SD1 = 2/3 SM1

 Spektrum respon desain

- Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan disain, Sa, harus diambil dari persamaan:

- Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS

- Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:

(20)

Keterangan:

 SDS adalah parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek. SD1 adalah parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik.T adalah perioda getar fundamental struktur.

Sesuai pasal 5.3, jenis tanah dikelompokkan menjadi 6 bagian, dengan pembagiannya berdasarkan besaran kecepatan rambat gelombang geser rata-rata (vs), nilai hasil test penetrasi standar rata-rata (N), dan kuat geser niralir rata-rata.

Tabel 2.4 Klasifikasi situs

Sumber : SNI 1726:2012

Sesuai pasal 4.1.2 yang menentukan kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung. Pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan.

Tabel 2.5 Kategori resiko bangunan gedung dan struktur lainnya untuk beban gempa

Sumber : SNI 1726:2012

(21)

II-21 Tabel 2.6 Faktor keutamaan gempa

Sumber : SNI 1726:2012

3. Analisis riwayat waktu (Time History)

Menurut SNI 1726:2012, analisis respons riwayat waktu linier harus terdiri dari analisis model matematis linier suatu struktur untuk menentukan responsnya melalui metoda integrasi numerik terhadap kumpulan riwayat waktu percepatan gerak tanah yang kompatibel dengan spektrum respons desain untuk situs yang bersangkutan. Paling sedikit tiga gerak tanah yang sesuai harus digunakan dalam analisis. Gerak tanah yang sesuai harus diseleksi dari peristiwa-peristiwa gempa yang memiliki magnitudo, jarak patahan dan mekanisme sumber gempa yang konsisten dengan hal-hal yang mengontrol ketentuan gempa maksimum yang dipertimbangkan. Setiap pasang gerak-gerak tanah tersebut harus diskalakan sedemikian rupa sehingga pada rentang perioda dari 0,2 T hingga 1,5 T, nilai rata-rata spektrum SRSS dari semua pasang komponen horisontal tidak boleh kurang dari nilai ordinat terkait pada spektrum respons yang digunakan dalam desain.

4. Analisis Pushover

Penggunaan analisis statis non-linear pushover dalam performance based design berkembang pesat dalam bidang earthquake engineering. Analisis pushover adalah suatu metode analisis perkiraan di mana struktur diberikan pola beban statik tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap sampai struktur mencapai target perpindahan tertentu atau mencapai pola kerentuhan tertentu.

(22)

Penggunaan analisis ini bertujuan untuk memperoleh informasi kapasitas dari suatu struktur yang dipetakan menjadi kurva kapasitas pushover yang menyajikan hubungan antara base shear (V) dan displacement (Δ). Kurva kapasitas menjabarkan bagaimana perilaku struktur hingga melampaui batas elastis, menentukan titik kinerja (performance point), level kinerja (performance level), dan distribusi sendi plastis akibat beban gempa. Dilanjutkan dengan merencanakan urutan sendi plastis pada struktur agar mengetahui elemenelemen mana saja yang kristis dan membutuhkan perhatian khusus, direncanakan dan didetail sedemikian rupa sehingga mampu membatasi besarnya beban gempa yang masuk ke dalam struktur & tidak sampai runtuh saat terjadi gempa kuat.

Kurva kapasitas merupakan hasil dari analisis statik beban dorong dimana menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan (displacement) atap akibat beban lateral yang diberikan pada struktur dengan pola pembebanan tertentu sampai pada kondisi ultimit atau target peralihan yang diharapkan. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Perubahan perilaku struktur dari linier menjadi non-linier berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada balok dan kolom. Sendi plastis akibat momen lentur terjadi pada struktur jika beban yang bekerja melebihi kapasitas momen lentur yang ditinjau. Semakin banyak sendi plastis yang terjadi berarti kinerja struktur semakin bagus karena semakin banyak terjadi pemancaran energi melalui terbentuknya sendi plastis sebelum kapasitas struktur terlampaui (Pranata, 2006). Tujuan lain analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi, serta untuk memperoleh informasi letak bagian struktur yang kritis. Selanjutnya

(23)

II-23 dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya (Dewobroto, 2005).

Tahapan utama dalam analisa pushover adalah :

  Gambar 2. 15 langkah utama untuk pushover analysis. (Sumber : CSI America) a. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva pushover.

b. Membuat kurva pushover berdasarkan pola distribusi gaya lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa.

c. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan). Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.

d. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan deformasi maupun kekuatan. Karena yang dievaluasi adalah komponen maka jumlahnya relatif

(24)

sangat banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya harus dikerjakan oleh komputer (fasilitas pushover dan evaluasi kinerja yang terdapat secara built-in pada program ETABS)

Proses pushover bisa dilakukan dengan prosedur load-controlled atau displacement-controlled. Prosedur load-controlled digunakan jika beban yang diaplikasikan telah diketahui nilainya. Misalnya, beban gravitasi bisa diaplikasikan dalam pushover load-controlled. Prosedur displacement-controlled biasanya digunakan jika beban yang bisa ditahan oleh suatu struktur belum diketahui dengan pasti sehingga beban tersebut ditingkatkan sampai struktur mencapai suatu nilai simpangan target (Aisyah dan Megantara, 2011).

2.7.3 Pengecekan parameter struktur

Menurut SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung dan SNI 03-1726-2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung, berikut adalah batasan dari respon struktur : 1. Periode dan pola ragam getar alami

Berdasarkan SNI 03-1726-2012, periode fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dan periode fundamental pendekatan Ta. Sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan periode fundamental struktur, T, diijinkan secara langsung menggunakan periode periode bangunan pendekatan, Ta.

T = Cu x Ta

Ta = Ct x Hnx

(25)

II-25 Tabel 2.7 Koefisien batas atas pada periode yang dihitung

Sumber : SNI 1726:2012

Tabel 2.8 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x

Sumber : SNI 1726:2012

hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), diatas dasar sampai tingkat tertinggi

struktur, dan koefisien Ct dan x ditentukan berdasarkan tabel diatas. Sebagai alternatif, diizinkan untuk menentukan periode fundamental (Ta) dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan ketinggian tidak melibihi 12 tingkat dimana sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m.

Ta = 0.1 N

Keterangan : dimana N adalah jumlah tingkat. 2. Cek gaya geser dasar dinamik

Menurut SNI 03-1726-2012, gaya geser dasar dinamik akibat gempa harus lebih besar dari 85 % gaya geser dasar statik. Gaya geser dasar stattik diperoleh dengan :

(26)

Dimana :

 W : Berat seismik efektif

 I : Faktor Keutamaan Bangunan

 G : Gaya Gravitasi

 Sa : Percepatan

 R : Fakfor Reduksi Bangunan

Berat seismik efektif struktur, W, harus menyertakan seluruh beban mati dan beban lainnya yang tercantum dibawah ini :

 Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan : minimum sebesar 25 persen beban hidup lantai.

 Jika ketentuan untuk partisi disyaratkan dalam desain beban lantai : diambil sebagai yang terbesar di antara berat partisi aktual atau berat daerah lantai minimum sebesar 0,48 KN/m2.

 Berat operasional total dari peralatan yang permanen.

 Berat lansekap dan beban lainnya pada taman atap dan luasan sejenis lainnya. Untuk batasan skala gaya geser dasar, bila periode fundamental yang dihitung melebihi (Cu)(Ta), maka (Cu)(Ta) harus digunakan sebagai penggantidari nilai T dalam arah itu. Bila nilai gaya geser dasar hasil analisis dinamik (Vt)lebih kecil dari 85% dari nilai gaya geser dasar hasil analisis statik ekivalen (V), maka gaya geser tersebut harus dikalikan dengan 0,85 V/Vt.

(27)

II-27 2.7.4 Simpangan batas antar lantai maksimum

Berdasarkan SNI 1726-2012 pasal 7.8.6, simpangan antar lantai hanya terdapat satu kinerja, yaitu pada kinerja batas ultimit. Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris, dalam arah vertikal, diizinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa di tingkat atasnya.

Bagi struktur yang dirancang untuk Kategori Desain Seismik C,D, E atau F yang memiliki ketidakberaturan horisontal Tipe 1a atau 1b, simpangan antar lantai desain (Δ), harus dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi titik-titik di atas dan di bawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya segaris secara vertikal, di sepanjang salah satu bagian tepi struktur.

Defleksi pusat massa di Tingkat x (δx) (mm) harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:

Dengan:

 : faktor pembesaran defleksi

 e : defleksi pada lokasi yang disyaratkan pada pasal ini yang

ditentukan dengan analisis elastis

 : faktor keutamaan

(28)

Gambar 2.16 Penentuan simpangan antar lantai

Sumber : SNI 1726:2012

Tabel 2.9 Simpangan batas antar lantai

Sumber : SNI 1726:2012

2.7.5 Lever kinerja struktur menurut ATC-40

Besarnya simpangan horizontal (drift) harus dipertimbangkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit. Menurut Mc. Cormac (2004) simpangan struktur dapat dinyatakan dalam bentuk drif indeks. Drift indeks dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

(29)

II-29 Dengan :

 Δ : besar defleksi maksimum yang terjadi

 h : ketinggian struktur portal

Gambar 2. 17 Defleksi Lateral

Besarnya drift indeks tergantung pada besarnya beban-beban yang dikenakan pada struktur. Berdasarkan ATC-40 kinerja struktur bangunan gedung dapat dibagi menjadi kategori sebagai berikut:

1. Immediate Occupancy (IO)

Kategori ini struktur bangunan aman. Resiko korban jiwa dari kegagalan struktur tidak terlalu berarti, gedung tidak mengalami kerusakan berarti, dan dapat segera difungsikan/beroperasi kembali.

2. Damage Control (DC)

Kategori ini struktur bangunan yang dalam pasca gempa, kerusakan yang terjadi bervariasi diantara kategori Immediate Occupancy dan Life Safety. Resiko korban jiwa sangat rendah. Struktur bangunan boleh rusak, namun tidak runtuh.

(30)

3. Life Safety (LS)

Kategori ini struktur bangunan terlalu daktail. Termasuk dalam kategori ini adalah struktur bangunan yang dalam pasca gempa tidak dapat mendesak sebagai fasilitas penyelamatan. Resiko korban jiwa sangat rendah.

4. Limited Safety

Limited Safety bukan merupakan level spesifik, tetapi merupakan jarak antara Life Safety dan Structural Stability.

5. Structural Stability

Structural Stability termasuk dalam kategori ini adalah struktur bangunan yang dalam pasca gempa, gedung diambang batas runtuh total.

6. Not Considered

Not Considered bukan merupakan tingkat kinerja, tetapi khusus untuk evaluasi seismik nonstruktural atau retrofit.

Gambar 2. 18 Kurva Kapasitas

(31)

II-31 Tabel 2. 10 Deformation Limit berbagai kinerja (ATC-40)

Gambar

Gambar 2.1 Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi
Gambar 2.2 Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu
Gambar 2.3 Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban
Gambar 2.6 Jenis bearing with sliding surface
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sub Pokok Bahasan dan Rincian Materi Proses Pembelajaran / Kegiatan Mahasiswa Tugas dan Evaluasi Media dan Buku Sumber 7 1 Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian mutu

pemanfaatan teknologi komputer untuk memenangkan suatu persaingan atau peperangan dengan negara lain. Hal itu menggambarkan betapa pentingnya penerapan

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi atau cara lainnya tanpa izin

Prospective teachers as one of the most important elements that will be responsible to teaching biology with good and right, need to be equipped with a

Jadilah dirimu sebagaimana yang kau inginkan.. Suamiku dan Anak-anaku tersayang.. Perbedaan kemandirian belajar Biologi siswa antara Problem Based Learning dengan

Kegiatan yang dilakukan terkait dengan program ini adalah mengobservasi inversi data menggunakan contoh dataset yang sudah ada, kemudian mengubah beberapa komponen di dalamnya

b. Tanggung jawab untuk mengadakan program pengenalan berada pada Sekretaris Perusahaan atau siapapun yang menjalankan fungsi sebagai Sekretaris Perusahaan. Dalam

Daripada mengumpulkan orang di sekelilingmu saja, lebih baik membuat sistem rantai pendampingan sesuai dengan 2 Timotius 2:2: “Apa yang telah engkau dengar dari padaku