• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Era JKN di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Era JKN di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang Tahun 2016"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuransi Kesehatan 2.1.1 Pengertian

Asuransi yang dikutip dari Ather suatu instrumen sosial yang

menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana

yang dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang diderita.

Dalam asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama ditanggung oleh peserta

dengan mengumpulkan premi ke perusahaan atau badan penyelenggara asuransi

kemudian pihak asuransi mentransfer resiko individu ke suatu kelompok dan

membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota

kelompok (Ilyas, 2006).

Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi

(tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko

dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Resiko yang dialihkan meliputi:

kemungkinan keruwgian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami

nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan

terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :

1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai

(2)

2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena

pencurian.

3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.

4. Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami

2.1.2 Jaminan Kesehatan Nasional

Kata” jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance), peyakinan

(assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security) kata jaminan

yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan dana bersama

untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko (Thabrany, 2014).

Dalam buku pegangan

Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), asuransi kesehatan bertujuan untuk

membantu masyarakat mengurangi biaya kesehatan dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan

karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian, pembiayaan

kesehatan ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta,

sehingga tidak memberatkan secara orang perorang.

Tetapi asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan

Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Karena, pertama premi asuransi

komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat. Kedua,

(3)

Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan

sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi

terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan

mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya

yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”.

Ketiga, asuarnsi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan

yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas,

sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang besifat wajib

dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas resiko sosial

ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN Nomor 40

Tahun 2004).

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program

Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan Sosial adalah bentuk pelindung sosial untuk menjamin seluruh rakyat

agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di

Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem

Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui meanisme Asuransi Kesehatan

(4)

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua

penduduk Indonesia terlindungi alam sistem asuransi, sehingga mereka dapat

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1. Prinsip Kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup

bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam

SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang

kurang mampu, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit atau yang beresiko

tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena

kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.

Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip Nirlaba

Pengelolaaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan

utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang

dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya,

akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

(5)

prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang

berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip Porabilitas

Prinsip porabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan

yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat

tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,

penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah

serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di

sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara

mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat

mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada

badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip hasil pengeloaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk

(6)

2.1.4 Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pekerja adalah setiap orang

yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain (Peraturan

Presiden Nomor 12 Tahun 2013).

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusahan, badan hukum, atau

badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang

memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam

bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan

bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan

orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang

tidak mampu yang terdiri atas:

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI;

c. Anggota POLRI;

d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

(7)

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima

upah.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah

c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara

asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3. Bukan Pekerja dan anggita keluarganya terdiri atas:

a. Investor;

b. Pemberi kerja;

c. Penerima Pensiun;

d. Veteran;

e. Perintis Kemerdekaan; dan

f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang

mamu membayar iuran.

4. Penerima pensiun terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b. Anggita TNI yang berhenti dengan hak pensiun;

c. Pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun ;

d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari peneria pensiun sebagaimana

(8)

f. Anggota keluarga bagi pekerja yang menerima upah meliputi:

a). Istri atau suami yang sah dari peserta; dan

b).Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari pseserta,

dengan kriteria: tidak tahu atau belum pernah menikah atau tidak

mempunyai pengahasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu)

tahun atau belum berusia 25 ( dua puluh lima) tahun yang masih

melanjutkan pendidikan formal.

c). Sedangkan peseta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota

keluarga yang lain.

5. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi peserta WNI yang bekerja di luar negeri diatur

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

2.1.5 Pembiayaan 1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara

teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program Jaminan

Kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran

• bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

• bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh

Pemberi Kerja dan Pekerja.

(9)

Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

• Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui

Peraturan Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai

dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar

hidup yang layak.

3. Pembayaran Iuran

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan

Presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau sejumlah nominal tertentu

(bukan penerima upah dan PBI).

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan

iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut

setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap

bulannya). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan

pada hari berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda

administratif sebesar 2 % (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan

dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan

Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN

dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan

iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau

kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis

(10)

sejak diterimanya iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan.

2.1.6 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat

medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan

ambulans. Ambulans hanya diberikan kepada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan

denga kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan

Kesehatan Nasional mencakup Pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

kebutuhan medis.

Manfaat pelayanan promotif da preventif meliputi pemberian pelayanan:

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan

sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan

tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga

berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan

(11)

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi

risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin JKN bersifat komprehensif, masih ada

manfaat yang tidak dijamin meliputi:

a. Tidak sesuai prosedur

b. Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

c. Pelayanan bertujuan kosmetik

d. General checkup

e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi

f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana

g. Pasien bunuh diri /penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri

sendiri/Bunuh Diri/Narkoba (Kemenkes, 2014).

2.1.7 Penyelenggaraaan Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang

Sistem Kesehatan Nasional bab V tentang cara penyelenggaraan JKN menerangkan :

1. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

a. Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya

penempatan tenaga kesehatan yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang

berkeadilan dalam pembangunan kesehatan.

b. Dalam rangka penempatan tenaga kesehatan untuk kepentingan pelayanan publik

dan pemerataan, Pemerintah/Pemerintah Daerah melakukan berbagai pengaturan

(12)

dalam memberikan pelayanan didaerah yang tidak diminati, seperti: daerah

terpencil, daerah sangat terpencil, daerah tertinggal, daerah pedesaan,

pulau-pulau terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik.

c. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi

sesuai standar kompetensi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah

Derah, dan/atau swasta.

2. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan

1. Pembinaan. Penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumber

daya manusia kesehatan di berbagai tingkatan dan/atau organisasi

memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah

serta dukungan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan

pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan tersebut.

2. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan dilakukan

melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin

kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.

3. Pengawasan sumber daya manusia kesehatan dilakukan untuk mencegah

terjadinya pelanggaran etik/disiplin/hukum yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang bekerja

dalam bidang kesehatan. Pelanggaran etik dapat dikenakan sanksi etik oleh

organisasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran disiplin dapat dikenakan

sanksi disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(13)

dalam rangka melindungi masyarakat, yang bersangkutan dapat dikenakan

sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

3. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan a. Pengertian

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah

pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan

oba, obat tradisional, dan kosmetika.

b. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

makanan adalah berkhasiat/terdianya farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang

terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin

ketersediaan dan keterjangkauannya guna menigkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya.

c. Unsur-unsur

Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri

dari:

1. Komoditi;

2. Sumber daya;

(14)

4. Pengawasan;dan

5. Pemberdayaan masyarakat.

Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau

tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik difasilitas

produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, tersier.

Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi

dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan

kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.

2.2 Sistem Rujukan Berjenjang

2.2.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Dalam buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2014, Sistem Rujukan Pelayanan

Kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan

tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal

maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau

asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasillitas kesehatan.

Tata laksana rujukan:

1. Internal antar- petugas di satu rumah sakit

2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas

3. Antara masyarakat dan puskesmas

(15)

5. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya.

6. Internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit

7. Antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.

2.2.2 Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang

diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan tingkat

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang

menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub

spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis

yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.

5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas tingkat pertama dan tingkat

lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan

(16)

6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem

rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan

prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan

akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan

dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.

8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.

9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan

dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan

sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan

dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang

berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke

tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan

pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

b.perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ketenagaan.

12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan

(17)

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan

kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi kewenangannya;

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik

dalam menangani pasien tersebut;

c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan

pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi

dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

(18)

Gambar 2.1 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang 2.2.3 Jenis Sistem Rujukan

Sistem Rujukan pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang

sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa

rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya,

pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau

kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya

pengiriman bahan laboratorium.

Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan

dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap

(surat balasan).

Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita

yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan

menjalin kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan

kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan pranatal. Hal ini sangat

berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan

perkembangan maupun penelitian.

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal dan

rujukan eksternal.

1. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di

dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas

(19)

2. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang

pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas

rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan

rujukan kesehatan.

1. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya

penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien

puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes

mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:

a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,

pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.

b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium

yang lebih lengkap.

c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga

ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui

ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer

of knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih

lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis

dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi

(20)

2. Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan

ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan

dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan

(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik

konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan

kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).

Rujukan kesehatan terutama berkaitan dengan upaya peningkatan dan

pencegahan. Rujukan horizontal dapat dilakukan melalui wadah-wadah

koordinat yang permintaan bantuan dapat diajukan dari tingkat bawah termasuk

masyarakat kepada puskesmas pembantu. Jika puskesmas pembantu tidak dapat

memenuhinya, maka ia akan melanjutkan kepada puskesmas dan seterusnya:

untuk rujukan tertentu yang berkaitan dengan kesehatan, permintaan bantuan

dapat juga diajukan oleh puskesmas kepada sector-sector teknis lain diluar

kesehatan, seperti pekerjaan umum , pembangunan desa, peternakan, dan

swasta.

Rujukan ada tiap tingkatan upaya kesehatan seperti Lembaga ketahanan

Masyarakat Desa di tingkat desa, badan-badan koordinasi lintas sektoral yang berada

di tingkat kecamatan, kabupaten, dan kotamadya, propinsi, atau tingkat nasional.

Rujukan ini dapat berupa permintaan bantuan baik sarana tertentu dalam

bidang kesehatan maupun sarana yang terdapat pada sector-sector teknis lain.

Bantuan sarana tersebut dapat berupa, antara lain :

(21)

b. Peralatan

c. Biaya

d. Bibit tanaman

e. Ikan dan ternak

f. Pangan untuk usaha padat karya

g. Bahan bangunan dan tenaga

3. Bantuan Operasional

Dalam membina sistem rujukan ini perlu ditentukan beberapa hal:

a. Regionalisasi.

Regionalisasi adalah pembagian wilayah pelaksanaan sistem rujukan. Pembagian

wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah secara administratif, tetapi dimana

perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya sistem rujukan itu dicapai. Hal ini untuk

menjaga agar pusat system rujukan mendapat arus penderita secara merata.

b. Tiap tingkat unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita

yang akan disalurkan dalam system rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit

kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.

c. Kemampuan unit kesehatan dan petugas.

Kemampuan unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan peralatannya.

Walaupun demikian diharapkan mereka dapat melakukan keterampilan tertentu.

Khususnya dalam perawatan ibu dijabarkan keterampilan yang masing-masing

(22)

Dalam kaitan ini perlu ditetapkan penggolongan penyakit, menjadi 3 golongan

diantarannya :

a. Penyakit yang bersifat darurat, yaitu penyakit yang harus segera di tanggulangi,

karena bila terlambat dapat menyebabkan kematian.

b. Penyakit yang bersifat menahun, yang penyembuhan dan pemulihannya

memerlukan waktu yang lama dan dapat menimbulkan beban pembiayaan yang tidak

dapat dipikul oleh penderita dan keluarganya.

c. Penyakit yang bersifat akut tetapi tidak gawat.

Rehabilitas sosial, bagi penderita yang telah sembuh dari penyakit menahun seperti

kusta dan jiwa yang tidak dapat dikembalikan kepada masyarakat, serta perawwatan

kesehatan bagi orang jompo, terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.

2.2.4 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan

tingkat pertama.

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk

ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat

(23)

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat

diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan

primer.

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier

hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,

merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

3. Ketentuan Pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. Terjadi keadaan gawat darurat;

Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku

b. Bencana;

Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah

Daerah

c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;

Untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut

hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. Pertimbangan geografis; dan

e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas

4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan

kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter

(24)

gawat darurat dan kekhususan permasalaahan kesehatan pasien, yaitu kondisi

diluar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan

tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi

pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian

terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di faskes tersebut.

b. Rujukan parsial dapat berupa:

1). Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

2). Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien

dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.2.5 Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk

forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes setingkat maupun antar

tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan

koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang

tersedia agar:

a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan

prasarana serta kompetensi dan dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat

memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan

(25)

b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi

pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai

dengan kebutuhan medis.

2. Forum Komunikasi antar faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang

BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In Charge

(PIC) dari masing-masing faskes yang bertugas menyediakan informasi dalam

rangka pelayanan rujukan.

2.2.6 Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas

pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan

dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada

pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

2.3 Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggrakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

(26)
(27)

2.3.1 Prinsip-prinsip Puskesmas Prinsip-prinsip puskesmas meliputi:

 Paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemagku kepentingan untuk

berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang

dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

 Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab

terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

 Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

 Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses

dan terjangkau oleh seluruh masyarakat diwilayah kerjanya secara adil tanpa

membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

 Teknologi tepat, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan

memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan,

mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

 Keterpaduan dan kesinambungan, guna Puskesmas mengintegrasikan dan

mengoordinasikan penyelenggraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor

serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas

(Permenkes, 2014).

(28)

Dalam melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan kebijakan kesehatan

untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanyadalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat

dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, reduksi, dan pemberdayaan masyarakat

dalam bidang kesehatan;

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah

kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama

dengan sektor terkait;

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat;

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan

cakupan Pelayanan Kesehatan;dan

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk

dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan

penyakit.

(29)

a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif

dan preventif;

c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan

keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja

sama inter dan antar profesi;

f. Melaksanakan rekam medis;

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses

pelayanan kesehatan;

h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;

i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan

tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem

rujukan (Permenkes, 2014)

2.3.3 Upaya Kesehatan

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan tingkat pertama dan upya

kesehatan perorangan tingkat pertama, dimana upaya kesehatan tingkat pertama

(30)

1. Upaya Kesehatan Esensial:

a. Pelayanan promosi kesehatan;

b. Pelayanan kesehatan lingkungan;

c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;

d. Pelayanan gizi;

e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

2. Upaya Kesehatan Perorangan meliputi :

a. Rawat jalan;

b. Pelayanan gawat darurat;

c. Pelayanan satu hari (one day care);

d. Home care; dan/atau

e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan

(31)

Gambar 2.3 Alur Pelayanan Pasien di Puskesmas Sumber : Permenkes 2014

2.3.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan non

kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana

dimaksud dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan

(32)

karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.

Jenis tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit

terdiri atas:

a. Dokter atau dokter layanan primer;

b. Dokter gigi;

c. Perawat;

d. Bidan;

e. Tenaga kesehatan masyarakat;

f. Tenaga kesehatan lingkungan;

g. Ahli teknologi laboratorium medik;

h. Tenaga gizi; dan

i. Tenaga kefarmasian (Permenkes, 2014)

2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini

fokus pada analisis pelaksanaan sistem rujukan era JKN pada Puskesmas Bukit

Surungan. Maka secara ringkas disusun alur penelitian (kerangka konsep) sebagai

berikut.

INPUT PROSES OUTPUT

(33)

Kesehatan a. Pelaksanaan rujukan

b. Sarana dan Peserta JKN pelaksanaan

Prasarana rujukan tingkat

c. Prosedur

pertama peserta

pelaksanaan JKN

Rujukan

Gambar

Gambar 2.2 Alur Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
Gambar 2.3 Alur Pelayanan Pasien di Puskesmas
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya Pedoman Transliterasi ini, maka di Prodi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara mewajibkan kepada mahasiswa untuk menggunakan Pedoman

Pelaku pencurian dengan kekerasan juga dilakukan oleh pelaku-pelaku tertentu, demikian juga sasaran tertentu seperti helm yang pada saat ini mulai banyak terjadi

Hasil analisis BET di atas dapat dilihat bahwa luas spesifik partikel ZnO/Fe 2 O 3 yang dihasilkan berbanding terbalik dengan variasi laju alir gas pembawa, namun

Program Percontohan Tertib dan Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas Serta Implikasinya terhadap Penguatan Civic Disposition Pelajar di Kota Surakarta (Studi Sekolah Pelopor

ANGIN MENGGUNAKAN KONTROL PITCH ANGLE DENGAN FUZZY LOGIC CONTROL (APLIKASI PADA KECEPATAN ANGIN DAERAH NIAS UTARA) ” yang penulis susun sebagai salah satu syarat

PROFIL FERMENTASI PADA PRODUKSI MINYAK MIKROALGA MENGGUNAKAN Nannochloropsis oculata DALAM MEDIUM BG-11.. Nur Hidayati Mahmudah, Margono*, Sunu H Pranolo, Endah R Dyartanti,

menyesuaikan daya mekanis yang diterima turbin saat kecepatan angin tinggi,. sehingga turbin bekerja pada daerah aman walau kecepatan

Dalam hal ini pihak sekolah tidak mengikuti rangkaian kegiatan yang seharusnya seperti rapat sosialisasi kegiatan dan tidak semua perwakilan sekolah hadir dalam