• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian di Kabupaten Nias Barat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian di Kabupaten Nias Barat Chapter III V"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Nias Barat, yang dilaksanakan dari bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Juni 2016.

3.2. Jenis Penelitian

Untuk mengarahkan proses berpikir dalam menganalisis suatu permasalahan, maka dibutuhkan kerangka pendekatan pola pikir agar penelitian dapat disusun menuju pencapaian hasil yang memuaskan. Kerangka pendekatan pola pikir tersebut adalah metode penelitian. Metode Penelitian merupakan suatu sistem yang terdiri dari prosedur dan teknik yang perlu dilakukan dalam suatu penelitian. Pemilihan metode penelitian yang tepat sangat menentukan kesempurnaan hasil penelitian.

Salah satu jenis penelitian berdasarkan metode adalah penelitian deskriptif. Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan deskriptif digunakan untuk merumuskan analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Nias Barat.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan untuk menjadi bahan penelitian ini adalah:

(2)

2. Data dan peta tanah Kabupaten Nias Barat yang bersumber dari Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Medan.

3. Data dan peta lereng Kabupaten Nias Barat yang bersumber dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nias Barat.

4. Data dan peta rawan banjir yang bersumber dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nias Barat dan Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Nias Barat.

5. Data luas lahan, produksi, produktivitas, harga dan tenaga kerja pada komoditi pertanian yang bersumber dari Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Nias Barat; Dinas Pertanian Sumatera Utara ; dan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara.

3.4. Defenisi Operasional Variabel

(3)

Tabel 3.1

Defenisi Operasional Variabel

No Variabel Defenisi Opersional Parameter

1 Temperatur (tc)

Besaran yang menunjukkan derajat panas suatu tempat yang mempengaruhi pertumbuhan dan

Air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah atau karena keadaan drainase yang kurang baik

a.Curah hujan (mm) b.Lamanya masa

kering (bln)

3 Ketersediaan oksigen

Menunjukkan kecepatan hilangnya air dari permukaan tanah

Drainase baik

4 Media

perakaran (rc)

Ketersediaan tanah yang yang menyebabkan akar dapat menyerap unsur hara

a.Tekstur SiC/C b.Bahan kasar (%) c.Kedalaman tanah

(cm)

5 Gambut: Kondisi tanah yang sangat lembek dan tidak stabil dan jika kering akan mengalami penurunan (subside).

Ketebalan (cm)

6 Retensi hara (nr)

kemampuan untuk memegang dan melepaskan hara

Kadar garam dalam tanah yang meningkatkan tekanan osmotik sehingga ketersediaan dan kapasitas penyerapan air akan berkurang

Salinitas (S/m)

8 Sodisitas (xn) Menunjukkan terdapatnya garam-garam termasuk garam-garam Na. Salinitas dinyatakan dengan rata-rata kadar garam dan luas lahan.

Alkalinitas/ESP (%)

9 Bahaya sulfidik (xs)

Tingkat kedalaman lapisan pirit untuk keamanan bagi tanaman lapisan olah tanah yang penting bagi budidaya tanaman

a.Lereng (%) b.Bahaya erosi

11 Bahaya banjir (fh)

Menunjukkkan lamanya tergenang air, disebabkan oleh hujan atau aliran air dari tempat lain.

Genangan

12 Penyiapan lahan (lp)

Tingkat batuan di permukaan dengan melihat ada tidaknya batu-batu kecil atau besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan tanah serta singkapan batuan-batuan besar yang tersingkap pada lokasi.

a.Batuan di permukaan (%) b.Singkapan batuan

(4)

3.5. Parameter-Parameter Dalam Analisa Kesesuaian Lahan Temperatur rata-rata

Daerah yang data temperatur udaranya tidak tersedia, temperatur

diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah temperatur udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928):

26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,60C)

Curah hujan

Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis.

Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama satu hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam

jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan

bulan kering berturut turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. (Ritung et al. 2007).

Drainase Tanah

Kelas Drainase tanah di bedakan atas 7 kelas yaitu seperti pada Tabel 3.2.

(5)

Tabel 3.2

Karakteristik Kelas Drainase Tanah

No. Kelas Drainase Uraian

1 Cepat (excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

2 Agak cepat (somewhat excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

3 Baik (well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.

4 Agak baik (moderately well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.

6 Terhambat (poorly drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

7 Sangat terhambat (very poorly drained)

Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

(6)

Tekstur

Tekstur merupakan perbandingan relatif dan butir-butir pasir, debu dan liat.

Tekstur dapat ditentukan dilapangan seperti pada Tabel 3.3. berikut:

Tabel 3.3.

Menentukan Kelas Tekstur Di Lapangan

No. Kelas Tekstur Sifat Tanah

1 Pasir (S) Sangat kasar sekali, tidak membentuk gulungan, serta tidak melekat.

2 Pasir berlempung (LS)

Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.

3 Lempung berpasir (SL)

Agak kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.

4 Lempung (L) Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.

5 Lempung berdebu (SiL)

Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat. 6 Debu (Si) Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat

sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.

7 Lempung berliat (CL)

Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat.

8 Lempung liat berpasir (SCL)

Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.

9 Lempung liat berdebu (SiCL)

Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.

10 Liat berpasir (SC) Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.

11 Liat berdebu (SiC) Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat. 12 Liat (C) Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering

(7)

Pengelompokan kelas tekstur adalah:

Halus (h) : Liat berpasir, liat, liat berdebu

Agak halus (ah) : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu

Sedang (s) : Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu,

debu

Agak kasar (ak) : Lempung berpasir

Kasar (k) : Pasir, pasir berlempung

Sangat halus (sh): Liat (tipe mineral liat 2:1)

Bahan kasar

Bahan kasar merupakan bahan modifier tekstur yang ditentukan oleh persentase kerikil (0,2 – 7,5 cm), kerakal (7,5 -25 cm) atau batuan (> 25 cm) pada

setiap lapisan tanah. Persentase bahan kasar dibedakan atas :

Sedikit : < 15 %

Sedang : 15 - 35 %

Banyak : 35 - 60 %

Sangat banyak : > 60 %

Kedalaman Tanah

Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:

(8)

Dangkal : 20 - 50 cm

Sedang : 50 - 75 cm

Dalam : > 75 cm

Ketebalan Gambut

Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:

Tipis : < 50 cm

Sedang : 50 - 100 cm

Agak tebal : 100 - 200 cm

Tebal : 200 - 300 cm

Sangat tebal : 300 cm

Penilaian kesesuaian lahan untuk parameter ketebalan gambut, selain

mengacu pada kebutuhan tanaman yang didasarkan pada Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung (pasal 10) bahwa ketebalan gambut untuk pertanian dibatasi hingga 300 cm.

Alkalinitas

Alkalinitas menggambarkan jumlah basa yang terkandung dalam air.

Ditetapkan berdasarkan exchangeable sodium percentage atau ESP (%) yaitu :

ESP =Na Dapat Tukar x 100

(9)

Nilai ESP 15% sebanding dengan nilai sodium adsorption ratio atau SAR sebesar 13. SAR ditentukan menggunakan persamaan berikut :

SAR = −�±

2��Ca+++ Mg++ 2

Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun,

dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam

Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)

Sangat ringan (sr) < 0,15

Ringan (r) 0,15 - 0,9

Sedang (s) 0,9 - 1,8

Berat (b) 1,8 - 4,8

Sangat berat (sb) > 4,8

(10)

Lereng

Batas atas lereng untuk budidaya pertanian selain mempertimbangkan keberlanjutan usaha pertanian dan resiko terhadap lingkungan, penetapan batas atas lereng untuk budidaya pertanian sebesar 40% mengacu pada Keppres No. 32 Tahun1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Pasal 8). Pengelompokkan kecuraman lereng terdapat pada Tabel 3.5. berikut:

Tabel 3.5.

Bentuk Wilayah dan Kelas Lereng

Relief %

Datar < 3

Berombak/agak melandai 3- 8

Bergelombang 8- 15

Berbukit 15- 30

Bergunung 30-40

Bergunung curam 40- 50

Bergunung >60

Sumber : Ritung et al. (2007).

Bahaya Banjir/Genangan

Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y.

(11)

Tabel 3. 6. Kelas Bahaya Banjir

Simbol Kelas bahaya Banjir

Kedalaman banjir (x) (cm)

Lama banjir (y) (bulan/tahun) F0 Tidak ada Dapat diabaikan Dapat diabaikan

F1 Ringan <25

Keasaman tanah ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalaman 0-20 cm dan 20-50 cm dengan kelas keasaman (pH) tanah pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7.

Kelas Kemasaman (pH) Tanah

(12)

3.6.Model Analisis Data 3.6.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan penjelasan karakteristik lahan dan arahan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas di Kabupaten Nias Barat. Selain itu, analisis deskriptif juga akan memberikan penjelasan dan penjabaran hasil analisis kuantitatif yang telah diolah komputer untuk melihat karakteristik lahan dalam bentuk Satuan Peta Kesesuaian Lahan (SPKL) serta melihat komoditas unggulan yang akan dikembangkan.

3.6.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar variabel- variabel kualitas lahan yang mempengaruhi arahan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Nias Barat. Kualitas lahan dan

arahan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten

Nias Barat merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya memiliki hubungan dua arah yang saling berkaitan. Analisa kuantitatif juga digunakan untuk menentukan komoditas unggulan yang dikembangkan.

3.5.3. Alur Kerja Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan Potensial

(13)

kesesuaian lahan dari tanaman yang dinilai yang ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Selanjutnya untuk memperoleh kesesuaian lahan aktual dari berbagai komoditas yang sesuai, perlu dipertimbangkan komoditas unggulan sehingga mengahasilkan peta kesesuaian lahan potensial.

Secara ringkas, alur kerja pembuatan peta dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Alur Kerja Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan Potensial

Data/Peta Tanah:

Kesesuaian Lahan Aktual Pengelolaan

Lahan

(14)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias Barat

4.1.1.1. Sejarah Pengembangan Kabupaten Nias Barat

Kabupaten Nias Barat merupakan salah satu Kabupaten dari pemekaran Kabupaten Nias menjadi 3 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunungsitoli.

Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa pemerintah perlu membentuk Kabupaten Nias Barat. Pembentukan Kabupaten Nias Barat tercantum dalam Undang-Undang RI No. 46 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara.

4.1.1.2. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Secara geografis Nias Barat terletak 0012’ –0032’ LU dan 970–980 BT dengan keberadaan ketinggian 0 – 800 meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 47.072,38 hektar dengan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tugala Oyo Kabupaten Nias

Utara;

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Botomuzoi, Kecamatan Hili

(15)

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lolowau Kabupaten Nias

Selatan; dan

• Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kabupaten Nias Barat terbagi ke dalam 8 wilayah kecamatan dan 105 desa/kelurahan dengan Jumlah Penduduk pada tahun 2014 sebesar 90.459

Jiwa. Adapun luas masing-masing kecamatan sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1

Luas Wilayah Kabupaten Nias Barat Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km) Pesentase (%)

1 Sirombu 8.342,26 17,72

2 Lahomi 5.105,82 16,25

3 Ulu Moro’o 3.459,90 7,35

4 Lolofitu Moi 5.678,70 12,06

5 Mandrehe Utara 6.908,08 13,98

6 Mandrehe 7.320,36 15,55

7 Mandrehe Barat 4.677,43 9,94

8 Moro’o 5.908,08 12,55

Jumlah 47.072,38 100,00

(16)
(17)

4.1.1.3. Kependudukan

Sampai dengan tahun 2014, jumlah penduduk kabupaten Nias Barat mencapai 90.459 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 19.183 KK. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 166 jiwa/Km2 (Tabel 4.1). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki mencapai 44.076 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 46.383 jiwa yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Kabupaten Nias Barat Menurut Kecamatan Tahun 2014

No Kecamatan Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Rumah Tangga (KK)

1 Sirombu 11.178 2.576

2 Lahomi 9.500 2.072

3 Ulu Moro’o 8.004 1.648

4 Lolofitu Moi 10.840 2.238

5 Mandrehe Utara 9.496 1.992

6 Mandrehe 22.203 4.638

7 Mandrehe Barat 8.514 1.814

8 Moro’o 10.724 2.205

J u m l a h 90.459 19.459

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Barat, 2015

4.1.1.4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Nias Barat.

(18)

4.1.1.5. Pengembangan Pertanian di Dalam RTRW Kabupaten Nias Barat Tahun 2011- 2031

Pengembangan pertanian tertuang dalam penataan ruang untuk pertanian pada Pasal 28 paragraf kedua Peraturan daerah Kabupaten Nias Barat Nomor 12 Tahun 2014 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Barat Tahun 2014- 2034 dimana kawasan peruntukan pertanian meliputi Kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering dan kawasan pertanian hortikultura.

Pengembangan lahan pertanian lahan basah dengan luas lebih kurang 3.109 ha yang berada hampir di seluruh kecamatan, kecuali di kecamatan Lolofitu Moi. Sedangkan pengembangan pertanian lahan kering dengan luas lebih kurang 15.681 ha direncanakan menyebar di seluruh kecamatan baik skala besar maupun kecil.

Salah satu pengembangan lahan pertanian kering diarahkan pada kawasan peruntukan perkebunan. Adapun tanaman perkebunan yang akan dikembangkan di Kabupaten Nias Barat: karet, kelapa, kakao yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas lebih kurang 5.061 ha.

Kawasan peruntukan peternakan ditetapakan yakni; kawasan peternakan besar seperti sapi diarahkan di kecamatan Sirombu dan Mandrehe, sedangkan kawasan peternakan kecil dan unggas menyebar di seluruh kecamatan.

4.1.1.6. Kawasan Pemukiman

(19)
(20)

4.1.1.7. Kawasan Hutan

(21)
(22)

4.1.2. Karakter Iklim

4.1.2.1. Temperatur Udara

Sebaran temperatur udara di wilayah Kabupaten Nias Barat merata di seluruh tempat 26.1 0C. Rincian distribusi suhu pada Tabel 4.3 dan Gambar berikut.

Tabel 4.3

Jumlah Temperatur di Kabupaten Nias Barat Tahun 2001-2015

No Tahun Rata-rata (0C)

1 2001 26,1

2 2002 26,0

3 2003 26,0

4 2004 26,0

5 2005 26,0

6 2006 26,0

7 2007 26,0

8 2008 25,9

9 2009 26,2

10 2010 26,5

11 2011 26,1

12 2012 26,1

13 2013 26,3

14 2014 26,1

15 2015 26,1

Rata-rata 26,1

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, 2015

4.1.2.2. Curah Hujan

(23)

Tabel 4.4

Curah Hujan di Kabupaten Nias Barat Tahun 2001- 2015

No Tahun Jumlah (mm/tahun)

1 2001 2.746

2 2002 3.080

3 2003 3.307

4 2004 2.973

5 2005 2.068

6 2006 2.635

7 2007 3.406

8 2008 2.976

9 2009 2.135

10 2010 3.203

11 2011 3.476

12 2012 3.261

13 2013 2.989

14 2014 2.467

15 2015 3.621

Rata-rata 2.956,20

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, 2015

4.1.2.3. Kelembaban

(24)

Tabel 4.5

Jumlah Kelembaban di Kabupaten Nias Barat Tahun 2001-2015

No Tahun Rata-rata (%)

1 2001 89,42

2 2002 90,33

3 2003 90,33

4 2004 89,75

5 2005 89,67

6 2006 89,25

7 2007 88,83

8 2008 89,92

9 2009 90,92

10 2010 90,75

11 2011 88,83

12 2012 88,83

13 2013 87,58

14 2014 89,33

15 2015 89,50

Rata-rata 89,55

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, 2015

4.1.2.4. Jumlah Bulan Kering dan Bulan Basah

(25)

Tabel 4.6.

Jumlah Bulan Kering Tahun 2001- 2015

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, 2015

Dari Tabel 5.6 di atas diperoleh bahwa jumlah bulan kering dalam rentan waktu 2001- 2015 adalah 0,53 bulan, bulan basah sebanyak 9 bulan dan bulan lembab sebanyak 2 bulan.

4.1.3. Media Perakaran

Drainase dan Tekstur

Karakteristik lahan yang dinilai terdiri dari drainase dan tekstur. Karakteristik lahan drainase sebagai faktor pembatas yang paling mempengaruhi hanya dijumpai di di dataran pada tanah-tanah hapludulfs, humitropepts, tropaquepts, troporthents yang mempunyai drainase agak terhambat, sementara karakteristik lahan drainase sebagai faktor pembatas terkecil di jumpai pada tanah dystropepts, fluvaquents dan tropohemist yang mempunyai drainase sedang.

No Tahun Jumlah Bulan Kering

(Bulan) Keterangan

1 2001 0 -

2 2002 0 -

3 2003 0 -

4 2004 0 -

5 2005 2 Februari dan Agustus

6 2006 1 Mei

7 2007 0 -

8 2008 1 Februari

9 2009 2 Februari dan Juni

10 2010 0 -

11 2011 0 -

12 2012 0 -

13 2013 1 Maret

14 2014 1 Februari

15 2015 0 -

(26)

Karakter tekstur sebagai pembatas yang paling banyak menghambat pertumbuhan tanaman yaitu pada tanah dystropepts, fluvaquents dan tropohemist yaitu yaitu mulai dari tekstur pasir berlempung sampai bertekstur pasir, sedangkan tanah-tanah lainnya bertekstur lempung, lempung berpasir dan lempung liat berpasir.

4.1.4. Retensi Hara

Kapasitas Tukar Kation, pH H20 dan C-Organik

Karakteristik lahan yang dinilai terdiri dari Kapasitas Tukar Kation (KTK), pH H20 dan C-Organik. Daerah penelitian ini dicirikan oleh nilai kapasitas tukar kation mulai dari sangat rendah, rendah dan sedang. Dari karakteristik lahan yang dinilai dari pH H20 diperoleh bahawa tanah di daerah penelitian sangat masam dan masam. Sementara dinilai dari C-organik diperoleh bahwa tanah di daerah penelitian digolongkan dalam sangat rendah sampai rendah. Berdasarkan nilai yang diperoleh bahwa kapasitas tukar kation yang sangat rendah sampai sedang, pH H20 yang sangat masam sampai masam, serta C-organik yang rendah dan sangat rendah dapat merupakan faktor pembatas penggunaan lahan daerah ini. Tingkat kemasaman yang sangat rendah dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

4.1.5. Hara Tersedia N Total, P205 dan K20

(27)

dikategorikan sangat rendah pada jenis tanah dystropets, fluvaquents, humitropepts, tropaquents, tropaquepts,tropohemist. Sedangkan pada jenis tanah hupludults P tergolong sedang dan hanya pada jenis tanah troporthents P bernilai tinggi. Sementara Ketersedian unsur K tidak menjadi faktor pembatas di tempat penelitian yang dikategorikan sedang dan tinggi.

4.1.6. Penyiapan Lahan

Batuan di Permukaan

Batuan permukaan di wilayah penelitian tidak menjadi faktor pembatas dan tidak berpengaruh pada penyiapan lahan pertanian. Batuan permukaan terdapat pada jenis tanah hupludult, humitropepts,tropaquepts dengan banyaknya 2 %, dan pada jenis tanah tropothents 3%. Sementara pada jenis tanah yang lain hampir tidak ditemukan.

4.1.7. Karakter Faktor fisik dasar lahan.

4.1.7.1. Topografi.

(28)

Tabel 4.7

Luas Lahan Wilayah Kabupaten Nias Barat Berdasarkan Kondisi Topografi

No Topografi Luas

(Ha) Proporsi (%)

1 < 50 mdpl 20.030,45 41,57

2 50- 100 mdpl 9.227,18 19,15

3 100- 200 mdpl 11.752,68 24,39

4 200- 300 mdpl 5.186,04 10,76

5 300- 400 mdpl 1.709,52 3,55

6 400- 500 mdpl 278,38 0,58

J u m l a h 48.184,25 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat, 2014

4.1.7.2. Kemiringan Lereng.

Sebaran kemiringan lereng di Kabupaten Nias Barat dengan kelas kemiringan lereng terdiri dari :

1. Lahan dengan kondisi kemiringan 0- 3 % pada umumnya memiliki bentuk permukaan datar dengan luas hanya 10.182,72 Ha dengan porsi 21,63 %.

2. Lahan dengan kondisi kemiringan 3- 8 % seluas 5.896,98 Ha, dengan bentuk yang berombak/ agak melandai dengan porsi 12,53 %.

3. Lahan dengan kondisi kemiringan 8- 15 % merupakan bentuk berombak/ melandai seluas 15.118,72 Ha dengan porsi terbesar terbesar yaitu 32,12 % dari total luas keseluruhan wilayah.

4. Wilayah perbukitan dengan kondisi kemiringan 15- 30 % dengan luas 13.555,63 Ha dengan porsi kedua terbesar yaitu 28,80 % dari keseluruhan dari total luas keseluruhan wilayah.

(29)

6. Wilayah pegunungan dan kondisi kemiringan >40%, bentuk permukaannya curam bervariasi terjal, umumnya dijumpai sebagai kerucut. Wilayah pegunungan ini memiliki luas 159,69 Ha dengan porsi yang paling kecil yakni 0,34 Ha dari total luas keseluruhan wilayah.

Klasifikasi bentuk lereng di Kabupaten Nias Barat dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.8

Luas Lahan Wilayah Kabupaten Nias Barat Berdasarkan Kemiringan Lereng.

No Lereng (%) Luas

(Ha) Proporsi (%)

1 0- 3 % 10.182,72 21,63

2 3- 8 % 5.896,98 12,53

3 8- 15 % 15.118,72 32,12

4 15- 30 % 13.555,63 28,80

5 30- 40 2.158,65 4,59

6 > 40% 159,69 0,34

J u m l a h 4.7072,38 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Nias Barat, 2014

(30)
(31)

4.1.7.3. Jenis Tanah.

Identifikasi Jenis tanah di wilayah Kabupaten Nias Barat dari pembacaan peta jenis tanah yang bersumber dari Badan Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) Medan. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Nias Barat yaitu : fluvaquents, hydraquents, tropaquepts, humitropepts, tropohemists, dystropepts, troporthents dan hapludulfs yang disajikan pada Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9

Luas Lahan Wilayah Kabupaten Nias Barat Berdasarkan Jenis Tanah.

No Jenis Tanah Luas

(Ha) Proporsi (%)

1 Fluvaquents 3.227,3 6,86

2 Tropaquents 645,19 1,37

3 Tropaquepts 5.207,34 11,06

4 Humitropepts 16.125,10 34,26

5 Tropohemists 1.853,00 3,94

6 Dystropepts 758,02 1,61

7 Troporthents 1.897,74 4,03

8 Hapludulfs 17.358,67 36,88

J u m l a h 47.072,38 100,00

Sumber : BPTP Medan, 2014

(32)
(33)

4.1.7.3. Rawan Banjir.

Identifikasi Lahan Rawan Banjir di wilayah Kabupaten Nias Barat dari pembacaan peta jenis tanah menurut Bappeda Kabupaten Nias Barat. Lahan Rawan Banjir yang terdapat di 3 Kecamatan wilayah Kabupaten Nias Barat yakni Kecamatan Mandrehe, Kecamatan Mandrehe Barat dan Kecamatan Lahomi. Bahaya banjir di daerah penelitian hanya disebabkan oleh genangan yang dipengaruhi oleh meluapnya 2 sungai besar yakni Sungai Moro’o dan Sungai Lahomi yang melintasi beberapa wilayah dataran rendah. Bahaya banjir akan terjadi yaitu pada saat puncak musim hujan, akan tetapi genangan air ini tidak terlalu lama yaitu bisa surut dalam 1 hari saja. Dataran yang terkena banjir dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.6 berikut.

Tabel 4.10

Luas Lahan Wilayah Kabupaten Nias Barat Berdasarkan Kerawanan Banjir.

No Karakter Lahan Luas Genangan

(Ha)

Lama Genangan (hari)

1 Rawan banjir 534,82 1

2 Tidak Rawan banjir 46.537,56 -

J u m l a h 47.072,38 1

(34)
(35)

4.1.8. Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Komoditas Pertanian

Penentuan Kesesuaian Lahan di daerah penelitian dilakukan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam petunjuk teknis evaluasi lahan untuk pertanian yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Tahun 2011. dan cara memprediksi karakteristik lahan secara praktis di lapangan. Dalam Juknis tersebut memuat tentang karakateristik lahan dan cara meprediksi karakteristik lahan secara praktis di lapangan dan kriteria pengelompokkannya.

Teknis analisis kesesuaian lahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan data shapefile dari semua peta iklim, peta tanah dan peta bentuk lahan.

2. Melakukan overlay semua peta sehingga diperoleh karakateristik lahan dalam bentuk satuan peta lahan (SPL)

3. Menentukan komoditas unggulan di daerah penelitian dengan menggunakan alat analisis LQ, Shift share, dan Tipologi Klassen.

4. Mencocokkan (matching) antara satuan peta tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan pada komoditas unggulan sehingga diperoleh kesesuaian lahan aktual.

5. Dengan memberikan usaha perbaikan dengan tingkat pengelolaannya pada penggunaan lahan aktual sehingga diperoleh kesesuaian lahan potensial.

(36)

4.1.9. Analisis Komoditas Unggulan 4.1.9.1. Analisis Location Quotients (LQ)

Untuk mengetahui komoditas potensial di suatu daerah, alat analisis yang digunakan adalah dengan melihat Location Quotients (LQ), yang merupakan perbandingan kontribusi masing-masing sektor terhadap luas lahan komoditas pertanian, nilai produksi komoditas pertanian dan jumlah tenaga kerja pada komoditas pertanian Kabupaten Nias Barat dengan luas lahan komoditas pertanian, nilai produksi komoditas pertanian dan jumlah tenaga kerja pada komoditas pertanian Provinsi Sumatera Utara. Jika nilai LQ > 1 maka komoditas tersebut dapat dikatakan komoditas potensial (basis). Apabila nilai LQ < 1 maka komoditas tersebut bukan merupakan komoditas potensial (non basis).

(37)

Tabel 4.11

Hasil Analisis LQ Luas Lahan Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No

Komoditas

LQ Luas Lahan Komoditas Pertanian

Kabupaten Nias Barat Rata-

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Nias Barat, 2014

(38)

komoditas yang nilai LQ nya lebih besar dari satu, yaitu komoditas cengkeh, kelapa, kakao, karet, pinang, kangkung, cabe, ubi kayu, ubi jalar, bayam dan nilam. Komoditas yang nilai LQ nya lebih dari satu tersebut termasuk dalam komoditas basis artinya produksi komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan dalam daerahnya dan bahkan dapat diekspor di tempat lain, sedangkan komoditas lain nilai LQ nya lebih kecil dari satu, artinya produksi yang dihasilkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam daerahnya sendiri. Rincian nilai LQ nya dapat di lihat pada Tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12

Hasil Analisis LQ Nilai Produksi Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No

Komoditas

LQ Nilai Komoditas Pertanian

Kabupaten Nias Barat Rata-

(39)

Tabel 4.12. Lanjutan

LQ Nilai Komoditas Pertanian

Kabupaten Nias Barat Rata-

rata No

Komoditas

2010 2011 2012 2013 2014

24 Mangga 0,02 0,03 0,05 0,07 0,20 0,08

25 Aren 0,03 0,06 0,04 0,05 0,16 0,07

26 Jagung 0,02 0,05 0,11 0,04 0,04 0,05

27 Jambu Bij 0,01 0,01 0,04 0,13 0,07 0,05

28 Kopi Arabika 0,05 0,03 0,02 0,02 0,04 0,03

29 Belimbing 0,01 0,04 0,02 0,05 0,02 0,03

30 Kemiri 0,01 0,01 0,00 0,00 0,05 0,01

31 Jeruk 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,01

32 Nenas 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Nias Barat, 2014

(40)

Tabel 4.13

Hasil Analisis LQ Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No. Komoditas

LQ Jumlah Tenaga Kerja Pertanian

Kabupaten Nias Barat

Rata-rata

(41)

4.1.9.2. Analisis Shift Share

Luas Lahan Komoditas Pertanian

Tabel 4.14

Hasil Analisis Shift Share Luas Lahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No Komoditas National Share Propotional

share

(42)

Perkembangan luas lahan komoditas pertanian di Kabupaten Nias Barat berdasarkan analisis Shift Share tahun 2010–2014 dipengaruhi oleh beberapa komponen. Pengaruh komponen pertumbuhan nasional (national share) pada keseluruhan komoditas ini mempunyai efek negatif dalam penambahan luasnya seperti pada Tabel 4.14 di atas. Pengaruh komponen proporsi (propotional share) mempunyai nilai positif pada beberapa komoditas yakni karet, kelapa, padi, kakao, pinang, kopi robusta, cengkeh, kopi arabika, ubi kayu, durian, kangkung, jambu air, bayam, aren, mangga, manggis, kemiri, cabe, duku dan nenas. Nilai positif pada beberapa komoditas tersebut kompetitif atau berkembang dengan daerah lain di Provinsi Sumatera Utara. Kemajuan komoditas ini di sebabkan oleh unsur-unsur di luar Kabupaten Nias Barat berupa harga dan perdagangan di daerah lain . Sementara selebihnya berpengaruh negatif, yang artinya pertumbuhan komoditas pertanian dalam luas lahan relatif lebih lambat dibandingkan pertumbuhan komoditas yang sama di tingkat provinsi. Pengaruh komponen keunggulan kompetitif (differential shift) beberapa komoditas pertanian mempunyai efek positif, kecuali jeruk, kacang tanah, kopi arabika, dan cengkeh memiliki nilai negatif. Komoditas yang mempunyai nilai positif tersebut termasuk komoditas maju dibandingkan daerah lain dan memiliki keunggulan tersendiri. Sedangkan komoditas yang mempunyai nilai negatif termasuk komoditas lambat perkembangannya. Untuk jumlah keseluruhan (pergeseran shift share) mempunyai efek positif, artinya dari keseluruhan komoditas terjadi

(43)

komoditas kacang tanah seluas 7,50 ha, cengkeh seluas 6,50 ha, kopi robusta

seluas 4 ha, kopi arabika seluas 1,5 ha, buncis seluas 1 ha dan jeruk seluas 0,15 ha.

Nilai Produksi Komoditas Pertanian

Tabel 4.15

Hasil Analisis Shift Share Nilai Produksi Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No. Komoditas National Share Propotional share Differential Shift Jumlah

1 Padi 7.585.995.928,98 -217.055.402,76 18.704.617.473,78 26.073.558.000,00

2 Cab e 741.654.877,45 -897.574.999,41 5.969.563.451,96 5.813.643.330,00

3 Kakao 3.700.110.157,37 231.934.080,19 1.017.955.762,44 4.950.000.000,00

4 Durian 19.946.522,78 44.793.354,31 2.881.160.122,91 2.945.900.000,00

5 Pisang 131.843.891,01 150.323.815,75 2.280.822.293,24 2.562.990.000,00

6 Ubi Jalar 236.124.075,88 -159.825.229,52 1.241.569.893,64 1.317.868.740,00 7 Ubi Kayu 1.411.562.926,08 8.189.005.231,90 -8.377.793.157,98 1.222.775.000,00

8 Duku 23.095.973,74 23.954.402,64 1.012.149.623,62 1.059.200.000,00

9 Mangga 23.935.827,33 1.453.688,08 404.890.484,59 430.280.000,00

10 Cengkeh 140.686.027,09 1.094.511.197,70 -827.485.344,79 407.711.880,00

11 Nangka 12.597.803,86 -16.579.056,97 395.981.253,11 392.000.000,00

12 Kopi Robusta 75.816.383,14 25.012.410,91 287.050.405,95 387.879.200,00

13 Pinang 149.002.930,97 -19.985.956,03 190.345.525,06 319.362.500,00

14 Kangkung 40.811.635,42 49.481.913,04 209.849.111,54 300.142.660,00

15 Jagung 80.048.545,35 53.446.190,50 123.035.264,15 256.530.000,00

16 Manggis 18.161.833,90 24.176.008,31 208.142.157,79 250.480.000,00

17 Pepaya 22.330.044,76 58.326.946,84 166.294.008,39 246.951.000,00

18 Rambutan 4.002.427,27 -4.765.263,43 211.612.836,17 210.850.000,00

19 Buncis 44.382.981,59 -5.843.511,33 58.556.029,74 97.095.500,00

20 Kacang Tanah 27.557.695,94 -31.044.189,78 61.992.493,83 58.506.000,00

21 B a y a m 14.732.431,74 -101.370,07 41.088.938,34 55.720.000,00

22 Nenas 11.482.373,31 35.745.334,16 4.522.292,53 51.750.000,00

23 Jambu Air 4.829.158,15 8.380.781,88 36.750.059,98 49.960.000,00

24 Kemiri 1.345.427,96 209.536,03 25.357.236,02 26.912.200,00

25 Jeruk 15.694.763,97 21.711.015,25 -15.285.779,23 22.120.000,00

26 Jambu Biji 4.492.341,86 -9.999.170,42 21.236.828,56 15.730.000,00

27 Aren 1.520.484,94 -759.191,99 12.358.707,05 13.120.000,00

28 Kopi Arabika 67.741.737,64 57.686.269,47 -117.903.257,11 7.524.750,00

29 Belimbing 3.306.923,51 -8.658.063,11 -208.860,41 -5.560.000,00

30 Nilam 201.426.198,42 -441.247.921,39 221.838.722,97 -17.983.000,00

31 Kelapa 2.928.319.850,22 -2.417.162.226,92 -2.376.488.963,30 -1.865.331.340,00 32 Karet 27.988.825.159,30 -65.360.239.075,33 -3.842.126.083,98 -41.213.540.000,00 Total 45.733.385.340,93 -59.520.688.451,51 20.231.449.530,58 6.444.146.420,00

(44)

Perkembangan nilai produksi komoditas pertanian di Kabupaten Nias Barat berdasarkan analisis Shift Share tahun 2010–2014 dipengaruhi oleh beberapa komponen. Pengaruh komponen pertumbuhan nasional (national share) pada keseluruhan komoditas ini mempunyai efek positif dalam penambahan nilai produksi seperti pada tabel 4.15 di atas. Pengaruh komponen proporsi (propotional share) mempunyai efek negatif pada total komoditas yaitu – Rp 59.520.688.451,15 yang didominasi oleh karet, kelapa, nilam, pinang, padi, ubi jalar, cabe, buncis, bayam, rambutaan, jambu biji, nangka dan belimbing. Hal ini menyebabkan pertumbuhan nilai komoditas tersebut bertumbuh lambat dibandingkan komoditas yang sama di tingkat provinsi, sementara komoditas lainnya bertumbuh cepat termasuk kopi arabika, kopi robusta, kakao, cengkeh, kemiri, jagung, ubi kayu dan beberapa komoditas lainnya. Pengaruh komponen keunggulan kompetitif (differential shift) pada total nilai produksi komoditas pertanian mempunyai efek positif yaitu Rp 20.231.449.530,58, dimana didominasi oleh komoditas padi, cabe, durian, pisang, ubi jalar, kakao, duku, mangga, nangka, kopi robusta, nilam, rambutan, kangkung, nanggis, pinang, pepaya, jagung, kacang tanah, buncis, bayam, jambu air, kemiri, jambu biji, aren, dan nenas. Sementara komoditi yang mempunyai nilai negatif yakni ubi kayu, cengkeh, kakao, karet, kelapa, jeruk dan kopi arabika. Untuk jumlah keseluruhan (pergeseran shift share) mempunyai efek positif, artinya dari keseluruhan

komoditas terjadi peningkatan nilai pruduksi komoditas sebesar Rp 6.444.146.420,00 dimana penambahannya didominasi oleh komoditas padi

(45)

komoditas pertanian didominasi oleh karet sebesar - Rp 41.213.540.000, hal ini terjadi karena harga karet terus menurun tiap tahunnya.

Tenaga Kerja pada Komoditas Pertanian Tabel 4.16

Hasil Analisis Shift Share Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No. Komoditas National

Share

(46)
(47)

4.1.9.3. Analisis Tipologi Klassen Luas Lahan Komoditas Pertanian

Tabel 4.17

Luas Lahan Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-

(48)

Tabel 4.18

Luas Lahan Komoditas Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010- 2014

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-

(49)

Laju Luas Lahan Komoditas Pertanian Tabel 4.19

Laju Luas Lahan Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No Komoditas

(2010-2011)

(50)

Tabel 4.20

Laju Luas Lahan Komoditas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010- 2014

No Komoditas

(2010-2011)

Provinsi Sumut 0,00 0,01 -0,07 -2,61 -0,67

(51)

Berdasarkan data pada Tabel 4.17, Tabel 4.18, Tabel 4.19 dan Tabel 4.20 di atas, kita dapat membagi komoditas pertanian Kabupaten Nias Barat menjadi 4 klasifikasi sesuai dengan Tipologi Klassen (terlihat pada Tabel 4.21). Dari hasil yang diperoleh bahwa berdasarkan luas lahan, tidak ada komoditas yang termasuk dalam klasifikasi komoditas maju (kuadran I) dan komoditas tertekan (kuadran III). Sementara itu dua puluh satu komoditas pertanian, yakni Karet, kakao, nilam, kemiri, padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, cabe, buncis, kangkung, jambu air, jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, manggis, nangka, belimbing termasuk dalam klasifikasi komoditas berkembang (kuadran II). Sedangkan sebelas komoditas lainnya yakni kopi arabika, kopi robusta, kelapa, cengkeh, aren, pinang, ubi jalar, bayam, jambu air, durian, nenas termasuk dalam komoditas tertinggal (kuadran IV).

Tabel 4.21

Kalasifikasi Komoditas Pertanian Berdasarkan Luas Lahan Pertanian Kabupaten Nias Barat Menurut Tipologi Klassen Tahun 2010- 2014 Luas Lahan

Laju luas lahan

Luas Lahan Pertanian Nias Barat >

Luas Lahan Pertanian Sumatera Utara

Luas Lahan Pertanian Nias Barat <

Luas Lahan Pertanian Sumatera Utara

Laju Luas Lahan Pertanian Nias Barat

>

Laju Luas Lahan Pertanian Sumatera Utara

Karet, kakao, nilam, kemiri, padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, cabe,

buncis, kangkung, jambu air, jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, manggis, nangka, belimbing.

Laju Luas Lahan Pertanian Nias Barat

<

Laju Luas Lahan Pertanian Sumatera Utara

Kopi arabika, kopi robusta, kelapa, cengkeh, aren, pinang, ubi jalar, bayam, jambu air, durian, nenas.

(52)

Nilai Produksi Komoditas Pertanian

Tabel 4.22

Nilai Produksi Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

1 Karet 63.985.610.000 40.490.574.480 27.432.972.000 26.899.473.120 22.772.070.000 36.316.139.920

2 Padi 17.342.442.000 24.855.800.000 32.364.618.000 33.285.600.000 43.416.000.000 30.252.892.000

3 Cab e 1.695.506.670 2.220.625.000 21.371.700.000 24.996.400.000 7.509.150.000 11.558.676.334

4 Kakao 8.458.869.000 10.042.437.000 6.220.713.000 7.664.980.000 13.408.869.000 9.159.173.600

5 Ubi Kayu 3.226.992.000 6.518.544.000 14.667.100.000 5.424.300.000 4.449.767.000 6.857.340.600

6 Kelapa 6.694.469.340 7.124.172.000 3.881.436.000 4.481.280.000 4.829.138.000 5.402.099.068

7 Ubi Jalar 539.806.260 6.635.200.000 4.947.690.000 2.480.541.000 1.857.675.000 3.292.182.452

8 Pisang 301.410.000 453.600.000 2.600.400.000 2.786.320.000 2.864.400.000 1.801.226.000

9 Durian 45.600.000 53.320.000 1.833.750.000 2.255.520.000 2.991.500.000 1.435.938.000

10 Cengkeh 321.624.120 689.191.600 652.395.000 445.789.120 729.336.000 567.667.168

11 Pinang 340.637.500 666.906.600 420.750.000 604.500.000 660.000.000 538.558.820

12 Nilam 460.483.000 604.167.000 560.941.200 236.406.600 442.500.000 460.899.560

13 Jagung 183.000.000 381.600.000 878.500.000 331.905.000 439.530.000 442.907.000

14 Duku 52.800.000 49.140.000 439.447.000 475.048.000 1.112.000.000 425.687.000

15 Kopi Robusta 173.324.800 335.236.500 284.538.430 273.844.000 561.204.000 325.629.546

16 Kangkung 93.300.000 75.474.460 327.430.350 630.806.080 393.442.660 304.090.710

17 Buncis 101.464.500 161.500.000 315.982.080 348.670.840 198.560.000 225.235.484

18 Mangga 54.720.000 73.312.000 152.460.000 193.550.000 485.000.000 191.808.400

19 Manggis 41.520.000 38.500.000 88.360.000 421.200.000 292.000.000 176.316.000

20 Rambutan 9.150.000 5.670.000 119.600.000 481.600.000 220.000.000 167.204.000

21 Nangka 28.800.000 33.897.600 54.034.200 201.500.000 420.800.000 147.806.360

22 Pepaya 51.049.000 63.925.200 125.472.400 148.736.000 298.000.000 137.436.520

23 B a y a m 33.680.000 40.085.280 244.293.120 268.308.920 89.400.000 135.153.464

24 Kopi Arabika 154.865.250 152.204.000 103.636.000 83.895.000 162.390.000 131.398.050

25 Kacang Tanah 63.000.000 60.400.000 61.396.000 142.400.000 121.506.000 89.740.400

26 Nenas 26.250.000 30.970.000 35.776.000 45.600.000 78.000.000 43.319.200

27 Jeruk 35.880.000 37.350.000 59.150.000 20.900.000 58.000.000 42.256.000

28 Jambu Air 11.040.000 10.660.000 37.800.000 48.450.000 61.000.000 33.790.000

29 Jambu Bij 10.270.000 8.300.000 22.950.000 61.305.000 26.000.000 25.765.000

30 Kemiri 3.075.800 6.138.600 3.347.880 3.590.990 29.988.000 9.228.254

31 Aren 3.476.000 6.964.860 5.302.440 7.259.000 16.596.000 7.919.660

32 Belimbing 7.560.000 8.600.000 7.040.000 10.920.000 2.000.000 7.224.000

(53)

Tabel 4.23

Nilai Produksi Komoditas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010- 2014

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Padi 369.283.674.750 455.404.682.250 482.012.577.516 515.918.276.344 526.195.223.685 469.762.886.909

2 Karet 214.224.483.400 294.853.545.269 242.056.091.689 196.602.933.831 89.104.603.476 207.368.331.533

3 Jeruk 100.521.981.000 115.370.020.200 95.777.888.063 111.571.497.122 205.318.609.444 125.711.999.166

4 Jagung 101.219.219.313 101.427.344.219 108.393.775.000 141.027.197.500 175.056.557.813 125.424.818.769

5 Pisang 67.542.529.406 75.748.769.119 105.945.650.519 128.361.412.500 130.773.081.250 101.674.288.559

6 Cab e 114.292.361.531 12.561.147.000 135.288.704.688 111.533.829.188 103.781.946.406 95.491.597.763

7 Ubi Kayu 46.665.205.594 42.167.337.375 51.437.050.000 135.121.669.000 185.498.052.688 92.177.862.931

8 Kopi Arabika 40.766.919.555 77.608.243.587 65.429.429.731 60.072.272.595 73.784.742.957 63.532.321.685 9 Nenas 27.849.923.438 51.528.768.750 78.626.550.000 71.292.437.500 77.956.134.375 61.450.762.813

10 Durian 31.166.156.250 49.786.812.500 80.286.484.375 67.494.515.625 75.413.812.500 60.829.556.250

11 Mangga 28.131.000.000 32.733.834.375 38.795.750.000 43.184.875.000 41.183.493.750 36.805.790.625

12 Ubi Jalar 31.112.432.813 34.339.000.000 36.442.382.813 23.406.918.750 35.510.015.625 32.162.150.000

13 Kakao 29.384.768.911 27.865.755.851 26.509.600.549 29.793.551.295 43.044.066.776 31.319.548.677

14 Kelapa 11.744.103.960 13.005.717.512 11.616.880.502 14.000.921.166 12.640.827.503 12.601.690.129

15 Kemiri 6.528.069.181 15.748.372.692 15.011.980.587 14.784.946.856 9.828.320.324 12.380.337.928

16 Manggis 6.054.687.500 8.165.150.000 12.357.937.500 13.106.468.750 12.228.637.500 10.382.576.250

17 Jambu Bij 13.223.025.000 8.092.187.500 8.689.318.750 7.064.437.500 6.132.768.750 8.640.347.500

18 Nangka 9.761.253.906 7.097.308.538 9.517.131.606 6.043.171.875 8.411.878.125 8.166.148.810

19 Nilam 9.028.319.698 10.714.233.324 9.670.674.080 2.883.990.198 4.326.328.125 7.324.709.085 20 Duku 3.728.756.250 6.502.312.500 10.734.084.375 7.335.600.000 7.051.471.875 7.070.445.000

21 Rambutan 8.208.112.500 6.200.735.938 6.306.515.625 6.949.700.000 7.523.801.563 7.037.773.125

22 Kacang Tanah 6.549.786.188 5.044.888.406 5.790.889.906 6.314.550.000 6.187.313.344 5.977.485.569 23 Buncis 5.304.432.656 5.497.016.125 5.681.292.156 4.868.066.875 7.319.226.250 5.734.006.813

24 Jambu Air 3.308.593.750 4.067.812.500 6.983.625.000 6.989.900.000 7.267.500.000 5.723.486.250

25 Kopi Robusta 4.800.604.048 5.843.751.575 4.418.389.474 4.353.248.852 7.593.274.900 5.401.853.770

26 Belimbing 6.762.273.438 2.975.286.875 4.528.375.000 3.414.796.875 1.975.782.813 3.931.303.000

27 Pepaya 1.589.043.444 4.021.426.516 3.366.619.803 3.903.328.125 4.099.718.750 3.396.027.328

28 Pinang 2.415.818.259 4.766.367.381 2.937.121.743 3.099.215.000 3.330.813.125 3.309.867.102

29 Kangkung 1.232.553.906 1.822.695.250 1.962.154.156 2.137.594.500 2.425.390.625 1.916.077.688

30 Aren 1.425.305.700 1.681.154.045 1.721.627.825 2.132.938.575 1.737.467.719 1.739.698.773

31 B a y a m 1.460.613.938 1.482.596.875 1.395.498.250 1.412.773.563 2.095.125.000 1.569.321.525

32 Cengkeh 427.001.052 1.379.382.330 1.751.687.895 1.637.599.360 2.066.898.317 1.452.513.791

Sumatera Utara 40.803.531.572,91 46.421.989.261,72 52.232.616.849,20 54.619.207.322,45 58.651.965.167,22 50.545.862.034,70

(54)

Laju Nilai Produksi Komoditas Pertanian

Tabel 4.24

Laju Nilai Produksi Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

(55)

Tabel 4.25

Laju Nilai Produksi Komoditas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010- 2014

Sumber : Hasil Analisis, 2016

(56)

yang diperoleh bahwa tidak ada komoditas yang termasuk dalam klasifikasi komoditas maju (kuadran I) dan komoditas tertekan (kuadran III). Sementara itu dua puluh enam komoditas pertanian, yakni kopi robusta, kelapa, kakao, nilam, kemiri, aren, pinang, padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar, buncis, kangkung, bayam, jambu air,jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, manggis, nangka, dan belimbing termasuk dalam klasifikasi komoditas berkembang. Sedangkan enam komoditas lainnya, Karet, kopi arabika, cengkeh, ubi kayu, cabe dan nenas masuk dalam komoditas tertinggal.

Tabel 4.26

Kalasifikasi Komoditas Pertanian Berdasarkan Nilai Produksi Komoditas Pertanian Kabupaten Nias Barat Menurut Tipologi Klassen Tahun 2010- 2014

Sumber : Hasil Analisis, 2016

n Nilai Produksi

Laju Nilai Produksi

Nilai Produksi Nias Barat >

Nilai Produksi Sumatera Utara

Nilai Produksi Nias Barat <

Nilai Produksi Sumatera Utara

Laju Nilai Produksi pinang, padi, jagung, kacang

tanah, ubi jalar, buncis, kangkung, bayam, jambu air,jeruk, mangga, rambutan,

duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, manggis,

(57)

Jumlah Tenaga Kerja Komoditas Pertanian

Tabel 4.27

Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-

rata

1 Karet 46.128,00 44.922,00 49.526,00 49.869,28 50.032,00 48.095,46

2 Kelapa 27.857,00 27.485,00 27.395,00 27.813,00 27.870,00 27.684,00

3 Kakao 17.040,00 18.048,00 17.648,00 18.048,00 18.528,00 17.862,40

4 Padi 13.122,00 13.122,00 13.488,00 14.262,00 14.262,00 13.651,20

Nias Barat 3.331,58 3.392,26 3.541,76 3.558,17 3.566,12 3.477,98

(58)

Tabel 4.28

Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010- 2014

No Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata

1 Padi 129.166,88 131.844,00 134.184,56 130.752,00 128.181,56 130.825,80

2 Karet 94.083,78 94.577,49 97.737,92 80.274,77 98.754,25 93.085,64

3 Jagung 103.058,25 95.734,13 91.161,75 79.406,25 75.226,13 88.917,30

4 Kelapa 35.433,13 34.408,07 34.410,72 34.518,10 34.413,17 34.636,64

5 Kakao 33.559,90 33.206,67 33.110,09 33.311,94 32.467,18 33.131,16

6 Kopi Arabika 10.953,44 11.034,88 11.372,36 11.449,38 11.480,90 11.258,19

Sumatera Utara 13.641,35 13.458,44 13.492,55 12.477,24 12.779,04 13.169,72

(59)

Laju Tenaga Kerja Komoditas Pertanian Tabel 4.29

Laju Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Nias Barat Tahun 2010- 2014

No Komoditas

(2010-2011)

(60)

Tabel 4.30

Laju Tenaga Kerja Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010- 2014

No Komoditas

(2010-2011)

Sumber : Hasil Analisis, 2016

(61)

Komoditas yang termasuk dalam klasifikasi komoditas berkembang (II) masing- masing kopi robusta, kelapa, kakao, nilam, kemiri, aren, pinang, padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar, buncis, kangkung, bayam, jambu air, jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, manggis, nangka dan belimbing. Sedangkan empat komoditas lainnya, yakni karet, kopi arabika, dan cengkeh termasuk dalam komoditas tertinggal (kuadran IV).

Tabel 4.31

Kalasifikasi Komoditas Pertanian Berdasarkan Tenaga Kerja Pertanian Kabupaten Nias Barat Menurut Tipologi Klassen Tahun 2010- 2014

Tenaga Kerja

Laju Tenaga Kerja

Jumlah Tenaga Pertanian Nias Barat

>

Jumlah Tenaga Pertanian Sumatera Utara

Jumlah Tenaga Pertanian Nias Barat

<

Jumlah Tenaga Pertanian Sumatera Utara

Laju Tenaga Kerja Pertanian Nias Barat >

Kopi robusta, kelapa, kakao, nilam, kemiri, aren, pinang, padi,

jagung, kacang tanah, ubi jalar, buncis, kangkung, bayam, jambu

air, jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya,

pisang, manggis, nangka dan belimbing.

Laju Tenaga Kerja Pertanian Nias Barat <

Karet, kopi arabika, dan cengkeh

(62)

4.1.10. Penentuan Komoditas Unggulan

4.1.10.1. Komoditas Unggulan Berdasarkan Luas Lahan Pertanian

Berdasarkan pada Tabel 4.11, Tabel 4.14 dan Tabel 4.19 sebelumnya diperoleh urutan masing-masing analisis baik LQ, Shift Share dan Tipologi Klassen dengan persyaratan LQ >1, bernilai positif pada propotional share dan

differential shift dan serta masuk dalam komoditas berkembang (kuadran II) yang

dapat di lihat pada Tabel 4.32 berikut.

Tabel 4.32

Penentuan Komoditas Unggulan Berdasarkan Luas Lahan Pertanian

No

Analisis LQ Analisis Shift Share Analisis Tipologi Klassen

Komoditas LQ > 1 Propotional

Share

Diffential

shift Kuadran II (komoditas berkembang)

1 Kelapa 3,33 (+) (+)

Karet*, kakao*, nilam, kemiri, padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, cabe, buncis, kangkung, jambu air, jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, manggis, nangka, belimbing. Sumber : Hasil Analisis (2016)

Dari Tabel 4.32 di atas menjelaskan bahwa komoditas yang memiliki keunggulan pada masing-masing analisis bila di lihat dari luas lahan terdapat pada komoditas kakao dan karet.

4.1.10.2. Komoditas Unggulan Berdasarkan Nilai Produksi Pertanian

Berdasarkan pada Tabel 4.12, Tabel 4.15 dan Tabel 4.26 sebelumnya diperoleh urutan masing-masing analisis baik LQ, Shift Share dan Tipologi Klassen dengan persyaratan LQ >1, bernilai positif pada propotional share dan

differential shift dan serta masuk dalam komoditas berkembang (kuadran II) yang

(63)

Tabel 4.33

Penentuan Komoditas Unggulan Berdasarkan Nilai Produksi Komoditas Pertanian

No

Analisis LQ Analisis Shift Share Analisis Tipologi

Klassen

Komoditas LQ > 1 Propotional Share Diffential shift

Komoditas di Sumber : Hasil Analisis (2016)

Dari Tabel 4.33 di atas menjelaskan bahwa komoditas yang memiliki keunggulan pada masing-masing analisis bila di lihat dari luas lahan terdapat pada komoditas kakao, ubi jalar dan kangkung.

4.1.10.3. Komoditas Unggulan Berdasarkan Tenaga Kerja Pertanian

Berdasarkan pada Tabel 4.13, Tabel 4.16 dan Tabel 4.31 sebelumnya diperoleh urutan masing-masing analisis baik LQ, Shift Share dan Tipologi Klassen dengan persyaratan LQ >1, bernilai positif pada propotional share dan

differential shift dan serta masuk dalam komoditas berkembang (kuadran II) yang

(64)

Tabel 4.34

Penentuan Komoditas Unggulan Berdasarkan Tenaga Kerja Pertanian

No

LQ Shift Share Tipologi Klassen

Komoditas LQ > 1 Propotional

Share

Diffential shift

Komoditas di Kuadran II (berkembang)

1 Kelapa 4,69 (+) (+) Kopi robusta, kelapa,

kakao*, nilam, kemiri, aren, pinang*, padi, jagung, kacang tanah, ubi jalar, buncis, kangkung, bayam, jambu air, jeruk, mangga, rambutan, duku, durian, jambu biji, pepaya, pisang, manggis, nangka dan Sumber : Hasil Analisis (2016)

Dari Tabel 4.34 di atas menjelaskan bahwa komoditas yang memiliki keunggulan pada masing-masing analisis bila dilihat dari tenaga kerja pertanian terdapat pada komoditas kakao dan pinang.

4.1.10.4. Komoditas Unggulan Berdasarkan Luas Lahan, Nilai Produksi dan Tenaga Kerja Pertanian

Tabel 4.35

Tinggkat Keunggulan Komoditas Pertanian Pada Luas Lahan, Nilai Produksi dan Tenaga Kerja Pertanian

No Luas Nilai Produksi Tenaga Kerja

1 Kakao Kakao Kakao

Sumber : Hasil Analisis (2016)

Dari Tabel 4.35 di atas diperoleh 5 komoditas unggulan (pilihan) berdasarkan tiga analisis baik LQ, shift share, maupun tipologi klassen yakni

(65)

Pemilihan komoditas kakao di dasarkan bahwa di sisi luas lahan kakao memiliki keunggulan untuk dikembangkan dengan pengelolaan tanamn secara terpadu sesuai dengan kesesuaian lahan. Di sisi produksi dapat ditingkatkan dengan peningkatan produktivitas dengan program intensifikasi sedangkan di sisi tenaga kerja dapat mengurangi pengangguran di suatu wilayah. Pemilihan komoditas ubi jalar dan kangkung sebagai prioritas kedua, didasarkan pada keunggulan dalam nilai produksi, dimana komoditas ini tidak tergantung pada penyediaan lahan yang luas akan tetapi lebih fokus pada peningkatan produktivitas. Pemilihan karet sebagai prioritas ketiga karena mempunyai luas lahan yang cukup, hanya saja pengelolaannya yang perlu untuk memperoleh produksi yang baik, contohnya pemberian kapur dan pupuk . Sedangkan komoditas pinang sulit untuk dijadikan komoditas prioritas karena dengan ketersedian lahan yang terbatas serta produksi yang sangat rendah yang akibatnya kerugian besar akan ditanggung petani oleh pembayaran upah tenaga kerjanya.

4.1.11. Karakteristik Lahan di Kabupaten Nias Barat

(66)

pertimbangan kawasan pemukiman yang seyogianya tidak terganggu, maka lahan yang di analisis yakni 34 SPL.

(67)

Tabel 4.36

Karakteristik Lahan di Kabupaten Nias Barat

No. SPKL Temperatur (mm) Curah hujan (mm) Bulan Kering (Bulan) Kelembaban (%) Drainase Tekstur KTK (cmol) pH C-organik (%)

(68)

Tabel 4.36. Lanjutan

No. SPKL N-total (%) P205 (mg/100g) K2O (mg/100g) Salinitas (ds/m) Lereng (%) Lama Genangan (hari) Batu Permukaan (%) Jenis Tanah Luas SPKL

(1) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

(69)
(70)

4.1.12. Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao

Dari hasil pencocokkan antara karakteristik lahan pada masing-masing SPKL dengan persyaratan tumbuh tanaman kakao, maka di Kabupaten Nias Barat terdapat 1 kelas kesesuaian lahan saja yaitu yaitu N (tidak sesuai) yang menurunkan enam sub kelas yaitu N-wa3nr3, N-wa3nr3eh1, N-wa3nr3xc, N-wa3nr3xceh1, N-wa3rc, N-wa3rcnr3 dan N-wa3rcnr3xc pada Tabel 4.37. Faktor penghambat utama dalam pengelolaannya adalah: 1) kelembaban yang tinggi; 2) pH masam; 3). tekstur pasir berlempung; 4). salinitas sedang dan 5) lereng berbukit hingga bergunung.

Tabel 4.37

Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kakao di Kabupaten Nias Barat

Kelas Sub Kelas Nomor

Kelembaban tinggi; pH masam 26.929,03 77,04

N,

32,34 Kelembaban tinggi; pH sangat

masam; salinitas tinggi

384,88 1,10

N, wa3nr3xc

eh1

31,33 Kelembaban tinggi; pH sangat

masam; salinitas tinggi; lereng bergunung curam

247,66 0,71

N, wa3rc 1,2,3,4 Kelembaban tinggi; tekstur

pasir berlempung

758,02 2,17

N, wa3rcnr3

28,29,30 Kelembaban tinggi; tekstur

pasir berlempung; pH masam

1.835,25 5,25 pasir berlempung; pH masam,

salinitas sedang

3.868,19 11,07

Total 34.952,58 100,00

Keterangan :

N=tidak sesuai, eh1=lereng, rc=tekstur, wa3=kelembaban, fh =banjir, xc= salinitas, nr3=pH SPKL = Satuan Peta Kesesuaian Lahan

(71)

Berdasarkan Tabel 4.37 di atas tidak terdapat lahan yang sesuai untuk tanaman kakao yang menyebar di seluruh SPKL. Dalam pengelolaan lahan seperti ini biasanya sangat sulit diperbaiki karena faktor pembatasnya yang dominan yakni kelembaban yang tinggi dan tekstur tanah yang berlempung berpasir. Oleh karena itu kelas kesesuaian lahan potensialnya tidak berubah, tetap sama dengan kesesuaian lahan aktualnya yang dalihat pada Tabel 4.38 berikut.

Tabel 4.38

Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kakao di Kabupaten Nias Barat

Kelas Nomor SPKL Luas (ha)

Ha %

N 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,1 5,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,2

6,27,28,29,30,31,32,33,34

34.952,58 100,00

Total 34.952,58 100,00

Keterangan:

N = Tidak Sesuai, SPKL = Satuan Peta Kesesuai Lahan Sumber: Hasil Analisis, 2016

(72)

1.056,01 ha. Sebaran lahan potensial untuk pengembangan tanaman kakao dapat dilihat pada Tabel 4.39 dan Gambar 4.7 berikut.

Tabel 4.39

Sebaran Kelas Kesesuain Lahan Potensial Tanaman Kakao di Kabupaten Nias Barat

Kelas Kecamatan Luas

ha %

N 34.952,58 100

Lahomi 5.049,31

Lolofitu Moi 4.890,04

Mandrehe 3.987,51

Mandrehe Barat 4.671,84 Mandrehe Utara 2.053,71

Moro'o 4.931,77

Sirombu 8.312,39

Ulu Moro'o 1.056,01

Total 34.952,58 100

Keterangan:

(73)
(74)

Berdasarkan hasil matcing antara karakteristik lahahn pada masing-masing SPT dengan persyaratan tumbuh tanaman ubi jalar, maka di Kabupaten Nias Barat terdapat 2 kelas kesesuaian lahan yaitu N, S3 yang menurunkan enam sub kelas

yaitu N-eh1,N-rc, S3-wa1wa3na1na2, S3-wa1wa3na1na2eh1, S3-wa1wa3na1na2fh2, S3-wa1wa3nr3 dan S3-wa1wa3nr3eh1. Faktor

penghambat utama dalam pengelolaan adalah: 1) curah hujan tinggi, 2) kelembaban tinggi, 3) tekstur lempung berpasir, pasir berlempung dan pasir,

(75)

Tabel 4.40

Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Ubi Jalar di Kabupaten Nias Barat

Kelas Sub

9 Ketersedian hara N rendah sampai sangat rendah dan P sedang sampai sangat rendah

Ketersedian hara N sangat rendah dan P sangat

13,19,26 Curah hujan dan kelembaban tinggi;

Ketersedian hara N rendah sampai sangat rendah dan P sedang sampai sangat rendah;lereng

Ketersedian hara N sangat rendah dan P sangat

S3= Sesuai Marginal, N= Tidak Sesuai, eh1=lereng, rc=tekstur, na1=hara N, na2=hara P, wa1= curah hujan, wa3=kelembaban, fh =banjir, SPKL = Satuan Peta Kesesuai Lahan

Sumber: Hasil Analisis, 2016

(76)

petani maupun pemerintah yaitu pemberian Pupuk urea dan SP-36 untuk pemenuhan kebutuhan tanaman, sedangkan perbaikan lereng berbukit dan rawan banjir tidak dapat dilakukan dengan mudah termasuk dalam pengelolaan tinggi karena dibutuhkan biaya, tenaga dan keahlian, sehingga membutuhkan perhatian pemerintah. Kesesuaian lahan potensial tanaman ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.41 berikut.

Tabel 4.41

Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Ubi Jalar di Kabupaten Nias Barat

Kelas Nomor SPKL Luas (Ha)

Ha %

N 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,14,16,17,20,21,23,2 4,28,29,30,31,32,33

15.551,01 44,49

S2 9 241,62 0,69

S3 12,13,15,18,19,22,25,26,27,34 19.159,95 54,82

Total 34.952,58 100,00

Keterangan :

S2=cukup sesuai, S3= Sesuai Marjinal, N= Tidak Sesuai, SPKL = Satuan Peta Kesesuai Lahan Sumber: Hasil Analisis, 2016

(77)

Kecamatan Sirombu seluas 3.110.35 ha dan Kecamatan Ulu Moro’o seluas 308,61 ha.

(78)

Tabel 4.42

Sebaran Kelas Keseuaian Lahan Potensial Tanaman Ubi Jalar di Kabupaten Nias Barat.

Kelas Kecamatan Luas

ha %

N 15.551,01 44,49

Lahomi 1.445,91

Lolofitu Moi 3.847,95

Mandrehe 1.296,87

Mandrehe Barat 1.038,50 Mandrehe Utara 741,41

Moro'o 1.271,62

Sirombu 5.161,34

Ulu moro'o 747,41

S2 241,62 0,69

Lahomi 197,25

Mandrehe 3,68

Sirombu 40,69

S3 19.159,95 54,82

Lahomi 3.406,16

Lolofitu Moi 1.042,09

Mandrehe 2.686,95

Mandrehe Barat 3.633,34 Mandrehe Utara 1.312,30

Moro'o 3.660,15

Sirombu 3.110,35

Ulu Moro'o 308,61

Total 34.952,58 100,00

Keterangan:

(79)
(80)

4.1.14. Kesesuaian Lahan Tanaman Karet

(81)

Tabel 4.43

Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Karet di Kabupaten Nias Barat

Kelas Sub Kelas Nomor

16,23 Drainase agak

terhambat, Ketersedian

12,13 Drainase agak

terhambat; pH masam; ketersediaan N rendah dan P sedang; salinitas sedang

4.762,41 13,63

Total 34.952,58 100,00

Keterangan :

S3=Sesuai Marjinal, N=tidak sesuai, eh1=lereng, rc=tekstur, na1=hara N, na2=hara P, Fh2 =banjir, oa= draianse, xc= salinitas, SPKL = Satuan Peta Kesesuaian Lahan

(82)

Lahan yang dapat diusahakan untuk tanaman karet seluas 27667,44 ha (79,16%), yang termasuk dalam kelas cukup sesuai (S3) yang menyebar di SPKL 9, 10, 11, 12,13,15,16,18,19,22,23,25,26, dan 27. Faktor pembatas pada SPKL ini adalah drainase yang agak lambat, ketersediaan unsur hara N yang rendah sampai sangat rendah dan P yang sedang sampai sangat rendah, pH yang masam, drainase yang agak lambat, salinitas yang sedang dan rawan banjir. Sedangkan lahan yang tidak dapat diusahakan untuk tanaman karet (tidak sesuai) seluas 7.285,14 ha (20,84%).

Lahan pada Tabel 4.41 di atas susah untuk diperbaiki karena dibatasi oleh faktor pembatas yakni drainase yang agak terhambat, salinitas, lereng berombak/agak melandai sampai bergunung dan banjir. Sehingga kesuaian lahan potensial sama dengan kesesuaian lahan aktual yang dapat dilihat pada Tabel 4.44 dan Gambar 4.9 berikut.

Tabel 4.44

Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Karet di Kabupaten Nias Barat

Kelas Nomor SPKL Luas (ha)

Ha %

N 1,2,3,4,5,6,7,8,14,17,20,21,24,28,2

9,30,31,32,33,34 7.285,14 20,84

S3 9,10,11,12,13,15,16,18,19,22,23,25

,26,27 27.667,44 79,16

Total 34.952,58 100,00

Keterangan :

S3=Sesuai Marjinal, N=tidak sesuai, SPKL = Satuan Peta Kesesuaian Lahan Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar

Tabel 3.7.
Gambar 2. Alur Kerja Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan Potensial
Tabel 4.3
Tabel 4.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Operasi dapat dilakukan oleh client-side karena operasi tersebut membutuhkan akses ke informasi atau fungsi yang tersedia pada client tetapi tidak pada server,

Didalam Pelaksanaannya, Jadwal Waktu Bimtek Verifikasi Partai Politik dan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) Calon Peserta Pemilu 2019 yang dilaksanakan pada Hari

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, dan hasil penelitian tentang hubungan tingkat pemahaman makanan bergizi terhadap status gizi yang dilakukan pada Mahasiswi

Analisa kredit memiliki jumlah kontribusi terbesar yaitu 57 persen dari keseluruhan faktor yang menjadi penyebab kemacetan pinjaman bergulir yang ada di kelurahan Wongkaditi

Unit amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang suatu analisis (Ihalauw, 2003: 178).Yang

Sebagai dokumen perencanaan yang menjabarkan dari Dokumen RPJM Desa, maka seluruh rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan dilakukan oleh desa secara bertahap

menurut (Nevid, J. Penurunan fungsi intelektual dan ingatan. Gangguan dalam berbicara dan berbahasa. Disorientasi ruang, waktu, dan orang. Adanya gangguan motorik. Mengalami