• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perilaku Keluarga dan Keberadaan Jentik pada Rumah dengan Kejadian Demam Berdarah di Lingkungan XX Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perilaku Keluarga dan Keberadaan Jentik pada Rumah dengan Kejadian Demam Berdarah di Lingkungan XX Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perilaku

Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan.

Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktifitas.

2. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

(2)

a. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-lain.

b. Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.

c. Sumber-sumber daya yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

d. Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

(3)

Perilaku sehat dapat dibentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya, sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal, dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu faktor predisposisi (predispossing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor pendorong (reinforcement factors). Faktor predisposisi merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai, persepsi, dan keyakinan

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku, karena tersedianya sumberdaya, keterjangkauan, rujukan dan keterampilan.Faktor penguat perilaku, seperti sikap dan keterampilan petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua. Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan teori yang menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Untuk memberikan respon terhadap situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan.

(4)

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subyek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik, tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan suatu rangsangan dari luar

2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Ever Behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

(5)

secara individu maupun kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tabu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan dan mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

(6)

menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti : dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

(7)

2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan sebagainya). Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebaginya). Sikap ini tidaklah sama dengan perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencermikan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulas atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

(8)

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap lingkungan dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang lingkungan.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

(9)

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis, seperti lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang, bila terdapat keadaan-keadaan dari syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek, dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut

5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan- pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 2009).

Fungsi sikap dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.

(10)

tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi, antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan- keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana-mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

(11)

sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 2009).

2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perubahan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmojo, 2010). Tindakan terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sesudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah di modifikasikan tanpa mengurangi kebenaran tingkat tersebut.

(12)

2.2.Keluarga

2.2.1. Pengertian Keluarga

1. Salvion G Balyomn dan Areelis Maglaya (1989).

Keluarga merupakan dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. (Setiawati, 2008).

2. Friedman, 1998

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah. (Setiawati, 2008)

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan suatu ikatan dasar perkawinan, tinggal dalam satu atap, dan mempunyai hubungan darah atau adopsi. Keluarga mempunyai keterikatan interaksi dan komunikasi satu sama lain dan mempunyai peran masing-masing serta mempertahankan suatu budaya.

2.2.2. Fungsi Keluarga 1. Fungsi biologis

(13)

2. Fungsi psikologis

Keluarga menjalankan fungsi psikologisnya antara lain untuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara para anggota keluarga membina kedewasaan keperibadian anggota keluarga memberi identitas keluarga.

3. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin untuk membina sosialisasi pada anak membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan-batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak. Meneruskan nilai-nilai budaya

4. Fungsi ekonomi

Keluarga menjalankan fungsi ekonomisnya untuk mencari sumber-sumber penghasilan guna memenuhi kabutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang akan datang misal pendidikan anak-anak dan hari tua.

5. Fungsi pendidikan

Keluarga menjalankan fungsi pendidikan untuk menyekolahkan anak dalam rangka untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya (Setiawati, 2008). .

6. Tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:

(14)

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga c. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga

(Suprajitno, 2010)

2.3.Keberadaan Jentik

2.3.1. Pengertian Keberadaan Jentik

Keberadaan larva merupakan faktor yang penting terhadap kejadian DBD. Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan oleh masyarakat jika tidak diperhatikan dengan baik maka akan menjadi tempat yang potensial bagi nyamuk untuk berkembangbiak

(15)

Aedes aegypti melalui tindakan menutup, menguras dan mengubur (3M) tempat penampungan air dan menghilangkan kebiasaan menggantung pakaian

Masyarakat sebaiknya selalu memperhatikan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan untuk menampung air sehari-hari apakah sudah memiliki penutup atau jika sudah memiliki penutup agar memperhatikan kondisi penutup berada dalam kondisi yang baik. Selain itu, masyarakat juga harus selalu memperhatikan kebersihan Tempat Penampungan Air (TPA) dan rutin (seminggu sekali) melakukan 3M walaupun Tempat Penampungan Air (TPA) sudah berada dalam kondisi tertutup (Erniwati, 2014)

Tempat Penampungan Air (TPA) terdiri dari tempat penampungan air dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat penampungan air dalam rumah yaitu ember/baskom, gentong, tempayan dan bak mandi/wc. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu kaleng vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain. Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD. Salah satu tempat penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak mandi/wc. Menguras tempat penampungan air tersebut minimal sekali dalam seminggu dapat mengurangi tempat berkembagbiaknya larva Aedes aegytpi (Bustan, 2007)

Nyamuk aedes aegypti ini hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti bak mandi/WC, minuman burung, air tandon, air tempayan atau gentong, kaleng,

(16)

ban dan lain-lain. Sejak pertama kali ditemukan sampai saat ini demam berdarah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderung meningkat jumlah penderitanya serta semakin luas penyebarannya (Chaturvedi, 2008)

Dengan adanya jentik menunjukkan di rumah tersebut terdapat nyamuk aedes agypti karena nyamuk tersebut bersifat domestik sehingga untuk meletakkan telur akan mencari tempat perindukan terdekat yaitu yang terdapat di dalam rumah itu sendiri. Tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari termasuk bak mandi (Depkes RI, 2010b)

2.3.2. Tempat Keberadaan Jentik

Tempat keberadaan jentik dibedakan atas :

1. Tempat Penampungan Air (TPA) yang bersifat tetap merupakan penampungan ini biasanya dipakai untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, pada umumnya keadaan air jernih, tenang dan tidak mengalir seperti bak mandi, bak WC, ember dan lain-lain.

2. Bukan Tempat Penampungan Air (TPA) merupakan kontainer atau wadah yang bisa menampung air tetapi bukan untuk sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, barang bekas (ban, kaleng, botol, pecahan piring/gelas), vas atau tempat pot tanaman.

(17)

menampung air seperti potongan bambu, lubang pagar, pelepah daun dan bekas tempurung kelapa yang berisi air (Soegijanto, 2006).

2.4.Nyamuk Aedes aegypti

2.4.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Bangsa : Diptera Suku : Culicidae Marga : Aedes

Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006) 2.4.2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih

keperakan di atas dasar hitam. Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis lengkung di tepinya. Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan nyamuk jantan (Gillot, 2005).

(18)

2.4.3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola.

1. Stadium Telur

Menurut Herms (2006), telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air. 2. Stadium Larva (Jentik)

(19)

dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen)

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernapas yang disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam dan ada seberkas bulu-bulu (tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan waktu istirahat membentuk sudut hamper tegak lurus dengan bidang permukaan air. Selama jentik-jentik yang ada di tempat-tempat perindukan tidak diberantas setiap hari, akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang menetas dan penularan akan terulang kembali. Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi atau wilayah dapat dilakukan dengan cara :

a. Cara single larva adalah survei ini dilakukan dengan mengambil ratio jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.

(20)

b. Cara Visual adalah survey ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya (Soegijanto, 2006)

4. Stadium Pupa

Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca

„koma‟. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama

2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa

5. Nyamuk dewasa

Dewasa adalah nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.

(21)

tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Ae. aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Ae. aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya (Anies, 2013) 2.4.4. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

1. Tempat Perindukan atau Berkembang biak

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 bahwa tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Menurut Soegijanto (2006) bahwa Tempat Penampungan Air (TPA) dapat dikelompokkan menjadi :

a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya,

(22)

b. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut dan sebagainya

c. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan lain-lain

2. Perilaku Menghisap Darah

Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter

3. Perilaku Istirahat

(23)

kelambu dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah

4. Penyebaran

Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut

5. Variasi Musim

Menurut Depkes RI (2005), pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue

2.4.5. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

(24)

telur bisa tahan selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Ketika wadah air itu berisi air lagi dan menutupi seluruh bagian telur, telur itu akan menetas menjadi jentik. Wadah air seperti bak mandi jangan hanya dikeringkan airnya saja, tetapi di dindingnya pun haus digosok sampai bersih

Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong). Stadium pupa ini adalah stadium tak makan. Jika terganggu, dia akan bergerak naik turun di dalam wadah air. Dalam waktu lebih kurang dua hari, dari pupa akan muncul nyamuk dewasa. Jadi total siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari. Nyamuk setelah muncul dari kepompong akan mencari pasangan untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya (Anies, 2013)

2.5.Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.5.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam dengue adalah penyakit swasirna, akut dan klasik (biasanya berlangsung 5 hingga 7 hari), yang ditandai dengan demam, lesu, nyeri kepala, mialgia, ruam, limfadenopati dan leukopenia, yang disebabkan oleh empat jenis virus dengue yang secara antigen berbeda. Demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah suatu sindrom yang mengenai terutama

(25)

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010), penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah virus penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS), yang termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis), yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue. (Kementrian Kesehatan RI, 2010).

Menurut Soedarto (2009), virus penyebab demam berdarah dengue (DBD) yaitu virus dengue mempunyai ukuran virion virus 40 nm dan terbungkus oleh kapsid. Virus ini dapat berkembang biak pada berbagai macam kultur jaringan, misalnya sel mamalia dan sel artropoda seperti Aedes aegypti cell

Infeksi virus dengue hanya dapat ditularkan oleh Aedes aegypty atau Aedes albopictus, sebagai vektornya. Ketika nyamuk menggigit orang yang terinfeksi

virus dengue, maka virus tersebut akan terbawa oleh nyamuk. Kemudian apabila nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat, maka virus yang terbawa oleh nyamuk akan menginfeksi orang yang sehat. (Suroso, 2012)

2.5.2. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), tanda-tanda dan gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD) antara lain:

1. Demam

Penyakit DBD didahului terjadinya demam tinggi mendadak secara terus-menerus yang berlangsung selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari

(26)

ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.

2. Manifestasi Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi pada semua organ tubuh dan umumnya terjadi pada 2-3 hari setelah demam. Bentuk-bentuk perdarahan yang terjadi dapat berupa:

a. Ptechiae (bintik-bintik darah pada permukaan kulit)

b. Purpura

c. Ecchymosis (bintik-bintik darah di bawah kulit) d. Perdarahan konjungtiva

e. Perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaksis) f. Perdarahan gusi

g. Hematenesis (muntah darah)

h. Melena (buang air besar berdarah) i. Hematuria (buang air kecil berdarah)

3. Hepatomegaly atau Pembesaran Hati

Sifat pembesaran hati antara lain ditemukan pada permulaan penyakit dan nyeri saat ditekan dan pembesaran hati tidak sejajar beratnya penyakit

4. Shock atau Renjatan

(27)

a. Kulit terasa dingin pada ujung hidung, jari, dan kaki b. Perasaan gelisah

c. Nadi cepat dan lemah

d. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang)

e. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang) (Depkes RI, 2005)

Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi demam dengue. Perjalanannya khas pada anak yang sangat sakit. Fase pertama yang relative ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia dan batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi klinis cepat dan kollaps. Fase kedua ini penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, muka merah, muka merah, keringat banyak, gelisah, irritable, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petikie tersebar pada dahi dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak dan mudah memar serta berdarah pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopapular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat dan kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.

Sesudah 24-36 jam masa krisis, konvalense cukup cepat pada anak yang sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardia dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konvalesen. Jarang, ada cedera otak sisa

(28)

yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang arena perdarahan intrakranial. Strain virus dengue 3 yang bersikulasi di daerah utama Asia Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus (Nelson, 2010)

2.5.3. Mekanisme Penularan DBD

Menurut Soedarto (2009), demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia endemis baik di daerah perkotaan (urban) maupun di daerah pedesaan (rural). Di daerah perkotaan vektor penular utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti sedangkan di daerah pedesaan oleh nyamuk Aedes albopictus. Namun sering terjadi bahwa kedua spesies nyamuk tersebut terdapat bersama-sama pada satu daerah, misalnya di daerah yang bersifat semi-urban (Soedarto, 2009).

Menurut Yatim (2007), penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di tempat yang padat penduduknya seperti di perkotaan dan pedesaan di pinggir kota. Oleh karena itu, penyakit demam berdarah dengue (DBD) ini lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan (Yatim, 2007).

Menurut Soegijanto (2006), tahap-tahap replikasi dan penularan virus dengue terdiri dari:

1. Virus ditularkan ke manusia melalui saliva nyamuk 2. Virus bereplikasi dalam organ target

3. Virus menginfeksi sel darah putih dan jaringan limfatik 4. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah

(29)

6. Virus bereplikasi atau melipatgandakan diri dalam tubuh nyamuk, lalu menginfeksi kelenjar saliva

7. Virus bereplikasi dalam kelenjar saliva nyamuk Aedes aegypti untuk kemudian akan ditularkan kembali ke manusia

2.5.4. Upaya Penanggulangan DBD 1. Penemuan Penderita

Selama hampir dua abad, penyakit dengue digolongkan sejajar dengan demam, pilek atau diare. Penyakit ini dianggap sebagai penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Tetapi, hal ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di Manila pada tahun 1953-1954, yang disertai renjatan (shock) dan perdarahan gastrointestinal yang berakhir dengan kematian penderita, menyebabkan pandangan ini berubah. Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik. Oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat tanda/gejala yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit DBD.

(30)

berdarah maka wajib dilaporkan dalam 1 kali 24 jam ke Puskesmas sesuai dengan tempat tinggal penderita. Pelaporan resmi dilakukan dengan jalan mengirim formulir pemeriksaan spesimen demam berdarah atau tanpa spesimennya kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun1984 (Depkes RI, 2010b).

Penanggulangan seperlunya adalah kegiatan untuk mencegah atau membatasi penularan penyakit demam berdarah di rumah penderita/tersangka demam berdarah dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan lebih lanjut. Jenis kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi sebagai berikut (Depkes RI, 2010b):

a. Bila ditemukan penderita/tersangka demam berdarah lainnya atau ditemukan satu atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik, dilakukan penyemprotan (fogging focus) di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter, 2 siklus dengan interval 1 minggu (siklus 1 untuk mematikan nyamuk Ae. aegypti yang ada dan siklus II untuk mematikan nyamuk Ae.aegypti pada siklus 1 belum menjadi nyamuk atau masih berstadium pupa), penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk.

b. Bila ditemukan penderita tetapi tidak ditemukan jentik, dilakukan penggerakan masyarakat dan penyuluhan.

(31)

masyarakat untuk mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) dan membatasi penyebaran penyakit ke wilayah lain. Jenis kegiatan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut (Soegijanto, 2006).

1) Desa/kelurahan rawan I (endemis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir setiap tahun terjangkit DBD maka dilakukan

a) Penyemprotan massal sebelum musim penularan yaitu penyemprotan yang dilakukan di sebagian atau di seluruh wilayah Desa/Kelurahan rawan I sebelum masa penularan untuk membatasi penularan dan mencegah KLB. b) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan di tempat umum yaitu

pemeriksaan tempat-tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiga bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ).

c) Penyuluhan pada masyarakat.

2) Desa/kelurahan rawan II (sporadis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir terjangkit demam berdarah tetapi tidak setiap tahun maka dilakukan pemeriksaan jentik berkala dan penyuluhan pada masyarakat.

(32)

wilayah lain dan persentase ditemukan jentik lebih dari 5%, maka dilakukan:

a) Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat umum akan tetapi pemeriksaan di rumah di lakukan jika ada Desa/Kelurahan rawan I atau II di kecamatan yang sama.

b) Penyuluhan kepada masyarakat

4) Desa/Kelurahan bebas yaitu desa/kelurahan yang tidak pernah terjangkit demam berdarah dan ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut atau yangketinggiannya kurang dari 1000 meter tetapi persentase rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5% maka dilakukan pemeriksaan jentik berkala di tempat umum dan penyuluhan kepada masyarakat (Depkes RI, 2010b)

2.5.5. Pengendalian Demam Berdarah 1. Pengendalian Vektor DBD

(33)

dan infrastruktur penyediaan air bersih yang kondusif untuk perkembangbiakan vektor DBD, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung pengendalian.

DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan peran serta masyarakat termasuk lintas sektoral, lintas program, LSM, tokoh masyarakat, pendidikan dan penyandang dana. Pegendalian vektor penyakit menular termasuk vektor DBD. Harus berdasarkan pada data dan informasi tentang bioekologi vektor situasi daerah termasuk sosial budaya setempat. Beberapa pengendalian vektor antara lain dengan :

a. Kimiawi dengan insektisida dan larvasida

b. Biologi dengan menggunakan musuh alami seperti predator, bakteri dan lain-lain.

c. Manipulasi lingkungan seperti pengelola atau meniadakan sumber nyamuk yang terkenal dengan 3M plus atau gerakan PSN (pengendalian sarang jentik nyamuk DBD)

d. Penerapan peraturan perundangan

e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektordan f. Menerapkan prinsip pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai

Integrated Vektor Management (IVM).

2. Tatalaksana Kasus Demam Berdarah Dengue

Penderita yang datang dengan gejala atau tanda DBD maka dilakukan pmeriksaan sebagai berikut:

(34)

a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD.

b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, perut dan paha.

c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, dan suhu)

d. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit atau nyeri pada ulu hati dapat disebabkan karena adanya perdarahan dilambung.

e. Perabaan hati.

f. Uji torniquet (Rumple Lede). g. Pemeriksaan laboratorium.

1) Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara semi kuantitatif (tidak langsung), langsung (Rees-Ecker) dan cara lainnya sesuai dengan kemajuan teknologi.

2) Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro hematokrit centrifuge. Nilai normal hematokrit:

a) Anak-anak : 33-38 vol% b) Dewasa laki laki : 40-48 vol% c) Dewasa perempuan : 37-43 vol %

(35)

ditambah satu kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) (Setiawati, 2008)

2.5.6. Penataan Lingkungan

Penataan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga mengurangi kontak antara vektor dengan manusia adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan desain rumah. Pencegahan perkembangbiakan nyamuk penyebab demam berdarah adalah dengan cara modifikasi lingkungan yaitu (Depkes RI, 2010b).

1. Perbaikan saluran air: apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanya tersedia sedikit, maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air tersebut pada berbagai jenis wadah karena hal tersebut dapat meningkatkan perkembangbiakan Ae.aegypti.

2. Talang air/tangki air bawah tanah atau sumber air bawah tanah anti nyamuk: perindukan jentik Ae.aegypti termasuk di talang air/tangki air bawah tanah bangunan dari batu (masonary), saluran pipa air, maka strukturnya harus dibuat anti nyamuk. Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2004).

a. Mengeringkan instalasi penampungan air yaitu genangan air/kebocoran di ruang berdinding batu, pipa penyaluran, katup, katup pintu air, kotak keran hidran, meteran air dan lain-lain, akan dapat menampung air dan menjadi tempat perindukan jentik Ae.aegyptibila tidak dirawat.

(36)

b. Tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga yaitu sumber utama perkembangbiakan Ae. Aegypti sebagian besar adalah wadah-wadah penampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari keramik, tanah liat dan bak semen, galon dan wadah-wadah yang lebih kecil sebagai penampungan air bersih atau hujan. Wadah penampungan air harus ditutup dengan penutup rapat atau kasa.

c. Vas bunga dan perangkap semut merupakan sumber perkembangbiakan Ae.aegypti yang banyak dijumpai. Semua harus dilubangi sebagai lubang pengeringan. Untuk vas bunga dapat diberi campuran pasir dan air. Jambangan bunga dari kuningan, bukan merupakan tempat perindukanlarva yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti wadah dari kaca. Perangkap semut dapat dibubuhi garam atau minyak. d. Diwadah tertentu lainnya yaitu alat pendingin air, wadah kondensasi air di

bawah kulkas dan pendingin ruangan harus secara teratur diperiksa, dikeringkan dan dibersihkan

e. Pembuangan sampah padat: sampah padat seperti kaleng, botol, ember atau sejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di dalam tanah.

f. Pembuangan ban merupakan ban bekas merupakan tempat perkembangbiakan utama Aedes. Ban dapat didaur ulang untuk menghasilkan barang-barang.

(37)

beton harus dipenuhi dengan pasir, pecahan gelas, atau semen untuk mengurangiperindukan Aedes.

Botol, kaca dan kaleng merupakan wadah penampung air yang harus dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur-ulang untuk keperluan industri. Pengawasan kualitas lingkungan adalah cara pemberantasan vektor DBD melalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuan untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk Ae.aegypti dari daerah pemukiman penduduk. Kegiatan yang dilakukan adalah pengawasan kebersihan lingkungan disetiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali, penyuluhan kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalam kebersihan lingkungan dan melalui gotong royong secara berkala, pemantauan kualitas menggunakan indikator kebersihan dan indeks vektor DBD (Chandra, 2007)

2.5.7. Pencegahan Penularan DBD

Menurut Soedarto (2009), pencegahan terhadap penularan DBD dapat dilakukan dengan pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa. Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dewasa merupakan cara terbaik mencegah penyebaran virus dengue. Selain itu, repellen dapat digunakan untuk mencegah gigitan nyamuk

1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

(38)

insektisida. Insektisida yang dapat digunakan antara lain insektisida golongan:

a. Organophospate, misalnya malathion

b. Pyretroid sintetic, misalnya lamda sihalotrin, cypermetrin, dan alfametrin

c. Carbamat

Alat yang digunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ULV. Untuk membatasi penularan virus dengue, penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan virus dengue, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya (Depkes RI, 2005).

2. Pemberantasan Larva atau Jentik

Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

a. Fisik

Pemberantasan jentik secara fisik dikenal dengan kegiatan 3M, yaitu: 1) Menguras (dan menyikat) Tempat Penampungan Air (TPA) seperti bak

(39)

sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut.

2) Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, ember, dan lain-lain)

3) Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dan lain-lain) yang dapat menampung air hujan.

Selain itu, ditambah dengan cara lain seperti:

a) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali

b) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak

c) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah d) Menaburkan bubuk larvasida di tempat-tempat penampungan air yang sulit

dikuras atau dibersihkan dan di daerah yang sulit air

e) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air f) Memasang kawat kasa

g) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar h) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai i) Menggunakan kelambu

j) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

k) Keseluruhan cara tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M Plus b. Kimia

Menurut Widyastuti (2007), pengendalian jentik Aedes aegypti secara kimia adalah dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik.

(40)

Insektisida pembasmi jentik ini dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) temephos untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan c. Biologi

Menurut Gandahusada (2008), pengendalian jentik secara biologi adalah dengan menggunakan ikan pemangsa sebagai musuh alami bagi jentik. Beberapa jenis ikan sebagai pemangsa untuk pengendalian jentik Aedes aegypti adalah Gambusia affinis (ikan gabus), Poecilia reticulata (ikan guppy), Aplocheilus panchax (ikan kepala timah), Oreochromis mossambicus (ikan mujair) dan Oreochromis niloticus (ikan nila). Penggunaan ikan pemakan larva ini umumnya digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti pada kumpulan air yang banyak seperti kolam atau di kontainer air yang besar. Sedangkan untuk kontainer air yang lebih kecil dapat menggunakan Bacillus thuringlensis var. Israeliensis sebagai pemakan jentik.

2.6. Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Penular

(41)

1. Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan umpan manusia di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya menggunakan alat yang bernama aspirator. Setelah nyamuk ditangkap dan terkumpul, kemudian nyamuk dihitung dengan menggunakan indeks biting/landing rate dan resting per rumah. Apabila ingin diketahui rata-rata umur nyamuk di suatu wilayah, dilakukan pembedahan perut nyamuk yang ditangkap untuk memeriksa keadaan ovariumnya dengan menggunakan mikroskop.

2. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya, jika pandangan pertama tidak menemukan jentik maka harus ditunggu selama ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Jika memeriksa tempat penampungan air yang berukuran kecil seperti vas bunga, pot tanaman dan botol yang airnya keruh, maka airnya perlu dipindahkan ke tempat lain

(42)

d. Ketika memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh, maka digunakan senter.

Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti adalah:

a. Angka Bebas Jentik (ABJ)

ABJ = Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah yang diperiksa

b. House Index (HI)

HI = Jumlah rumah yang ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah yang diperiksa

c. Container Index (CI)

CI = Jumlah kountainer yang ditemukan jentik x 100% Jumlah kountainer yang diperiksa

d. Breteau Index (BI)

Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah atau bangunan.

3. Survei Perangkap Telur (ovitrap)

(43)

di luar rumah di tempat yang gelap dan lembab. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel (Depkes RI, 2010b)

4. Pencegahan dan Pengendalian Vektor Demam Berdarah

Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (Chayatin, 2009).

Pencegahan penyakit demam berdarah dapat dilakukan dengan cara mengendalikan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama demam berdarah. Pencegahan yang efektif seharusnya dilaksanakan secara integral bersama-sama antara masyarakat, pemerintah dan petugas kesehatan. Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas demam berdarah karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Sasaran pemberantasan demam berdarah dapat dilakukan pada nyamuk dewasa dan jentik. Upaya pemberantasan meliputi:

a. Pencegahan dengan cara menguras, menutup, dan mengubur atau dikenal dengan gerakan 3 M

b. Pemberantasan vektor/nyamuk, penyemprotan/fogging fokus pada lokasi yang ditemui kasus

c. Kunjungan ke rumah-rumah untuk pemantauan jentik dan abatisasi d. Penyuluhan dan kerja bakti melakukan 3 M

(44)

Kegiatan PSN DBD selain dilakukan dengan cara 3 M, Departemen Kesehatan Republik Indonesia juga mencanangkan 3 M plus yaitu 3 M ditambah dengan:

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali

2) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak

3) Menutup lubang-lubang atau potongan bambu/pohon dengan tanah atau yang lain

4) Menaburkan bubuk larvasida misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras 5) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air 6) Memasang kawat kasa

7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar 8) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai 9) Menggunakan kelambu

10)Memakai obat nyamuk yang dapat mencegah dari gigitan nyamuk (Depkes RI, 2010b)

5. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

(45)

memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat perkembangbiakannya.

Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa jentik lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang berulang-ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat tentang penyakit DBD diharapkan masyarakat dapat melaksanakan PSN DBD secara teratur dan terus-menerus. Tata cara pelaksanaan PJB yaitu:

a. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempat-tempat umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA), bukan Tempat Penampungan Air (TPA) dan tempat penampungan air alamiah di dalam dan di luar rumah atau bangunan serta memberikan penyuluhan tentang PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat

b. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat-tempat umum diminta untuk ikut melihat atau menyaksikan kemudian lanjutkan dengan PSN DBD (3 M atau 3 M plus)

c. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga dan petugas kebersihan tempat-tempat umum

d. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik Rumah/Bangunan yang ditinggalkan di rumah yang diperiksa serta pada Formulir Juru Pemantau Jentik (JPJ-1) untuk pelaporan ke puskesmas dan dinas yang terkait lainnya (Depkes RI, 2010b)

6. Pemberdayaan Masyarakat

(46)

Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat hal yang terutama adalah adanya partisipasi masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang dilaksanakan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan sangatlah penting untuk mencegah penyakit, meningkatkan usia hidup dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya upaya pengorganisasian masyarakat yang pada hakikatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya yang ada di dalam masyarakat itu sendiri melalui upaya preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).

(47)

kesehatan individu, kelompok dan masyarakat, meningkatkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka dan menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya perilaku sehat. Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pembentukan jumantik. Jumantik merupakan warga masyarakat setempat yang telah dilatih oleh petugas kesehatan mengenai penyakit DBD dan upaya pencegahannya sehingga mereka dapat mengajak masyarakat seluruhnya untuk berpartisipasi aktif mencegah penyakit DBD (Bencoolen, 2011). 2.7.Landasan Teori

(48)

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pengendalian vektor terpadu (Integtated Vektor Management /IVM). Oleh sebab itu upaya pengendalian penyakit demam

berdarah berhasil apabila adanya upaya pengendalian penyakit demam berdarah atau tidak akan berhasil apabila tidak adanya keikut sertaan keluarga dalam upaya pengendalian penyakit demam berdarah

Masyarakat sebaiknya selalu memperhatikan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) yang digunakan untuk menampung air sehari-hari apakah sudah memiliki penutup atau jika sudah memiliki penutup agar memperhatikan kondisi penutup berada dalam kondisi yang baik. Selain itu, masyarakat juga harus selalu memperhatikan kebersihan TPA dan rutin (seminggu sekali) melakukan 3M walaupun Tempat Penampungan Air (TPA) sudah berada dalam kondisi tertutup (Erniwati, 2014)

(49)

2.8.Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2010b; Soegijanto, 2006; Notoatmodjo, 2010.

1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari (misalnya bak mandi, bak WC, drum, bak penampungan air, ember) 2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari

(misalnya tempat minum hewan, barang-barang bekas, vas bunga, penampungan dispenser, penampungan kulkas) 3. Tempat penampungan air alamiah (misalnya lubang pohon,

pelepah daun/pohon, tempurung kelapa, potongan bambu)

Kejadian Demam Berdarah (+) Perilaku dalam

Pemberantasan Demam

Berdarah Kejadian Demam Berdarah (-)

(50)

2.9. Kerangka Konsep

Dari hasil tinjauan teoritis dan tinjauan kepustakaan maka disimpulkan kerangka konsep adalah analisis perilaku keluarga dan keberadaan jentik pada rumah dengan kejadian demam berdarah di Lingkungan XX Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015 sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Perilaku Keluarga

1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan

Demam Berdarah (+)

Demam Berdarah (-)

Keberadaan Jentik Pada Rumah 1. Tempat penampungan air untuk

keperluan sehari-hari

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan bahan hasil pertanian atau bahan pangan sebelum dikomsumsi sangatlah beragam. Diantara adalah proses pengecilan ukuan separasi mekanis. Bahan

Meningkatkan kemampuan membedakan teks Menguasai bahasa Perancis lisan dan tulis, reseptif Mampu menentukan konjungsi yang tepat pada narasi, deskripsi, instruksi dan paparan

“Inilah Lima Kudapan Khas Orang Jepang di Musim Panas”.Japanese Station Portal Berita Jepang.10 Mei 2014.5 Juni. “Oyatsu Cemilan Sore

Perihal : Pengumuman Daftar Pendek Konsultan (shortlist) : Pengadaan penyedia jasa konsultansi Pengawasan Pembangunan Balai Latihan Kerja Banyuwangi Provinsi Jawa Timur..

Selama penyusunnan penulisan ilmiah ini penulis dapat menarik kesimpulan bahwa menciptakan sebuah aplikasi website memerlukan waktu yang relative lama dan tidak mudah, dan

Pada penulisan ilmiah ini Penulis mencoba mengangkat masalah ini yaitu membuat suatu permainan sederhana yang dapat dimainkan oleh siapa saja Program aplikasi ini dibuat

Penulisan Ilmiah ini, membuat aplikasi untuk perhitungan fisika dengan materi gaya, cermin, dan pesawat sederhana dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic.NET

[r]