• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kualitas Pelayanan Fasilitas dan Lokasi Terhadap Keputusan Menginap Pada Hotel Syariah Aceh House Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kualitas Pelayanan Fasilitas dan Lokasi Terhadap Keputusan Menginap Pada Hotel Syariah Aceh House Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hotel

Kata hotel memilki pengertian atau definisi yang cukup banyak, masing – masing orang berbeda dalam menguraikannya. Berikut ini adalah beberapa

pengertian hotel :

1. Menurut Menteri Perhubungan, hotel adalah suatu bentu akomodasi yang

dikeloloa secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk

memperoleh pelayanan penginapan berikut makan dan minum

(SK.Menhub.RI.No.PM 10/PW.391/PHB-77).

2. Menurut AHMA (American Hotel and Motel Associations), hotel adalah suatu tempat dimana disediakan penginapan, makanan, dan minuman,

serta pelayanan lainnya, untuk disewakan bagi para tamu atau orang – orang yang tinggal untuk sementara waktu.

3. Menurut Webster, hotel adalah suatu bangunan atau lembaga yang

menyediakan kamar untuk menginap, makanan dan minuman serta

pelayanan lainnya untuk umum.

Dengan mengacu pada pengertian diatas dan untuk menertibkan

perhotelan Indonesia, pemerintah menurunkan peraturan yang dituangkan dalam

Surat Keputusan Menparpostel No.KM/37/PW.340/MPPT-86, tentang peraturan

usaha dan penggolongan hotel, Bab 1, Ayat (b) dalam SK tersebut menyebutkan

(2)

seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman

serta jasa penunjang lainnya bagi umum dan dikelola secara komersial.”

2.2 Jasa

Pengertian jasa menurut Kotler (2002 : 486) adalah setiap tindakan atau

kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada

dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada suatu produk fisik. Definisi

ini menjelaskan bahwa jasa adalah sesuatu tidakan yang ditawarkan oleh suatu

pihak ke pihak lain yang secara fisik tidak berwujud dan tidak memberikan

pemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk

fisik. Definisi lainnya dari jasa berorientasi pada aspek proses dan aktivitas

dikemukakan oleh Gronroos (2000) dalam Tjiptono (2000), bahwa jasa adalah

proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas intangible yang biasanya terjadi

pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik

atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas

masalah pelanggan.

Pengertian jasa menurut Payne (2002 : 8) adalah suatu kegiatan yang

memiliki beberapa unsure ketidakberwujudan (Intangibility) yang berhubungan

dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan

property dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa jasa pada

(3)

suatu barang. Sehingga pihak yang menerima atau memanfaatkan jasa tidak dapat

menyimpan jasa tersebut karena unsur ketidakberwujudan jasa tersebut.

2.2.1. Karakteristik Jasa

Menurut Kotler (2002 : 24) bahwa terdapat empat karakteristik jasa

sebagai berikut :

1) Intangibility

Jasa tidak berwujud artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar

atau dicium, sebelum jasa itu dibeli dan dikonsumsi. Dengan demikian,

orang tidak dapat menilai kualitas jasa sebelum merasakan atau

mengkonsumsinya sendiri. Konsumen akan menyimpulkan kualitas jasa

dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol, dan harga yang

mereka lihat.

2) Insperarability

Umumnya jasa dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia

jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam penyampaian jasa.

Dalam hubungan penyedia jas dan pelanggan ini, efektifitas individu yang

menyampaikan jasa (contact personal) merupakan unsur terpenting.

Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses

rekruitmen, kompensasi, pelatihan dan pengembangan karyawannya.

3) Bervariasi (variabillity)

Jasa tergantung kepada siapa penyedia jasa tersebut dan kapan serta

(4)

terhadap keluhan-keluhan tamunnya, sedangkan hotel yang lain tidak. Hal

ini mengakibatkan pembeli jasa sangat berhatihati terhadap adanya

perbedaan ini, sehingga seringkali meminta pendapat dari orang lain

sebelum memilih suatu jasa.

4) Tidak tahan lama (perishabillity)

Jasa tidak dapat disimpan. Karakteristik perishability ini tidak akan

menjadi masalah jika permintaan tetap. Tetapi jika perusahaan

berfluktuasi, maka perusahaan jasa mengalami masalah. Misalnya

perusahaan transportasi harus menyediakan lebih banyak kendaraan

selama jam-jam sibuk untuk memenuhi permintaan konsumen. Industri

jasa sangat beragam, sehingga tidak mudah untuk menyamakan

pemasarannya. Klasifikasi jasa dapat membantu memahami

batasan-batasan dari industri jasa dan memanfaatkan pengalaman industri lain

yang mempunyai masalah dan kharakteristik yang sama untuk diterapkan

pada suatu bisnis jasa.

Kotler (2002) membagi jasa berdasarkan beberapa sudut pandang yang berbeda :

1. Berdasarkan basis peralatan dan basis orang

Jasa berbasis peralatan dapat dibedakan lagi menjadi jasa yang dilakukan

mesin otomatis (cuci mobil otomatis) atau yang dimonitor oleh operator

terlatih (perusahaan penerbangan dan komputer) atau tidak terlatih (taxi,

bioskop). Jasa berbasis manusia dibedakan lagi menjadi jasa yang

dilakukan oleh pekerja terlatih (bengkel) dan tidak terlatih (pemeliharaan

(5)

2. Kehadiran konsumen

Kehadiran pelanggan dalam pelaksanaan jasa sangatlah penting karena

jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan.

3. Motivasi

Suatu jasa dapat dibedakan sesuai dengan motivasinya untuk memenuhi

kebutuhan perorangan atau kebutuhan bisnis. Sebuah hotel akan

memasang tarif yang berbeda antara perorangan dengan

karyawan-karyawan sebuah perusahaan yang membayar uang muka.

4. Penyedia jasa berbeda dalam sasarannya (laba atau nirlaba) dan kepemilikan (swasta atau publik).

Sudah jelas bahwa program pemasaran dari sebuah rumah sakit swasta

milik seorang pengusaha akan berbeda dengan program rumah sakit

swasta milik badan keagamaan.

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menjadi Kunci Sukses Jasa

Menurut Lupiyoadi (2001 : 17) bahwa hasil observasi dan pengamatan

yang dilakukan oleh pemain-pemain pada sektor jasa yang mengemukakan lima

langkah yang dapat dilakukan untuk meraih sukses di dunia jasa, yaitu :

a. Memproduksi jasa yang ditawarkan

Suatu hal yang penting dalam pemasaran jasa adalah melakukan adaptasi

dan memperbarui jasa yang ditawarkan, daripada melakukan rancangan

“paket” yang sangat sempurna pada peluncuran pertama. Jasa yang

(6)

yang benar-benar diinginkan oleh pelanggan dan kegunaannya, serta

responsif terhadap masalah-masalah yang terjadi.

b. Melokalisasi System Point Of Service

Availability is crutial, maksudnya penggunaan jasa menjadi sangatlah

penting, karena jasa tidak dapat disimpan sehingga penggunaannya

sesegera mungkin saat dibutuhkan. Produsen diharuskan dapat

menentukan pilihan yang tepat atas lokasi penyediaan jasa tersebut agar

memudahkan pelanggan untuk mendapatkannya dan juga sebagai

peningkatan kualitas jasa tersebut.

c. Menyelenggarakan kontrak layanan

Maksudnya adalah produsen jasa berusaha untuk menarik dan

mempertahankan pelanggan dengan sistem kontrak atau memberi

keanggotaannya dengan dengan memberikan anggota (member) berbagai

fasilitas kemudahan tertentu, sehingga perusahaan dapat menikmati

keuntungan lain seperti, produk jasa menjadi teridentifikasi dan juga

membangun loyalitas pelanggan sehingga menjadi keunggulan tersendiri

dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan jasa lain.

d. Menggunakan kekuatan informasi

Seperti yang diketahui bahwa bisnis jasa merupakan bisnis yang sangat

sensitif terhadap kemajuan informasi dan teknologi karena dalam operasi

bisnis jasa data-data mengenai pelanggan. Transaksi, dan karyawan

(7)

tersebut dengan pesaing, serta dapat meningkatkan kualitas dan pelayanan

jasa itu sendiri.

e. Menentukan nilai strategis jasa pada pelanggan

Nilai strategis adalah sebuah fungsi dari desain strategi bisnis dan

penilaian terhadap metodologi sehingga dapat menerangkan isu-isu

sebelumnya. Jawaban terhadap isu-isu tersebut dapat menjadi suatu

strategi potensial dan signifikan untuk meningkatkan bisnis dan pelayanan

jasa yang diberikan oleh perusahaan.

2.2.3 Perilaku Konsumen Jasa

Tujuan utama pemasar adalah melayani dan memuaskan kebutuhan dan

keinginan konsumen. Oleh karena itu, pemasar perlu memahami bagaimana

perilaku konsumen dalam memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Menurut

Engel (1994) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan langsung

untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,

termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Kotler

(2002) mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku pembelian

konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga yang membeli produk untuk

konsumsi personal. Ada dua elemen penting dari perilaku konsumen tersebut,

yaitu:

1. Proses pengambilan keputusan.

2. Kegiatan fisik, semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan

(8)

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat dilihat bahwa perilaku

konsumen berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan untuk

menggunakan barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhannya dan selalu

bertindak rasional. Para konsumen akan berusaha memaksimalkan kepuasannya

selama kemampuan finansialnya memungkinkan. Mereka memilki pengetahuan

tentang alternatif produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka. Selama

utilitas marjinal yang diperoleh dari pembelian produk masih lebih besar atau

sama dengan biaya yang dikorbankan, konsumen akan cenderunag membeli

produk yang ditawarkan.

Pada hakekatnya kebutuhan konsumen akan mengalami perubahan dalam

hidupnya sejalan dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi

dimana mereka hidup. Perubahan tersebut akan mempengaruhi perilaku

konsumen, yaitu dalam mengambil keputusan pembelian atau penggunaan suatu

produk barang atau jasa. Engel (1994) mengemukakan bahwa perilaku konsumen

merupakan suatu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik

yang terlibat dalam mengevaluasi, memperoleh, menginginkan, memilih dan

menggunakan barang atau jasa. Terdapat beberapa fase yang akan dilewati

konsumen sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian jasa.

Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006) proses pembelian jasa dilakukan melalui

tiga fase yaitu:

1. Pre purchase phase

Factor yang harus dipertimbangkan pada fase ini beberapa, diantaranya

(9)

2. The service counter

Yaitu keadaan dimana secara nyata terjadi interaksi antara konsumen dan

penyedia jasa.

3. Post Purchase phase

Yaitu keadaan dimana konsumen akan membuat suatu evaluasi dari

kualitas jasa yang diterima, apakah mereka puas atu tidak puas. Untuk

yang puas selanjutnya akan melakukan pembelian ulang, konsumen

menjadi loyal dan akan memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut

yang positif. Tetapi sebaliknya, untuk konsumen yang tidak puas, mereka

akan berpindah ke penyedia jasa lani dan juga akan memberikan

rekomendasi dari mulut ke mulut yang negatif.

Tjiptono (2000) menyatakan bahwa perilaku konsumen jasa terdiri dari

tiga tahap yaitu prapembelian, konsumsi, dan evaluasi purna beli. Tahap

prapembelian mencakup semua aktivitas konsumen yang terjadi sebelum terjadi

transaksi pembelian dan pemakaian jasa. Tahap ini evaluasi alternatif. Tahap

konsumsi merupakan tahap proses keputusan konsumen, dimana konsumen

membeli atau menggunakan produk atau jasa. Sedangkan tahap evaluasi purnabeli

merupakan tahap proses pembuatan konsumen sewaktu konsumen menetukan

apakah konsumen sudah telah melakukan keputusan pembelian yang tepat.

2.3. Keputusan Menginap

Tahap konsumsi berada pada tahap proses keputusan konsumen, disinilah

seorang konsumen memutuskan untuk membeli dan menggunakan produk atau

(10)

adalah keputusan seseorang untuk menginap di hotel tersebut. Keputusan yang

dipilih konsumen dalam memilih hotel adalah kunci bagi kelangsungan siklus

sebuah hotel karena konsumen merupakan aset. Keputusan yang diambil oleh

tamu pada prinsipnya merupakan keputusan konsumen dalam memilih hotel

sebagai tempat untuk menginap, yang secara garis besar dijelaskan dalam perilaku

konsumen. Keputusan konsumen merupakan salah satu bagian yang terdapat di

dalam perilaku konsumen. Swasta dan Handoko (1994) mengemukakan bahwa

perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung

terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa,

termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan

penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

Keputusan dapat diambil dengan cermat apabila didukung oleh data atau

informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Dalam pengambilan

keputusan diperlukan pengetahuan tentang kebutuhan pasar dan kecenderungan

terhadap perkembangan pasar, persaingan, serta keunggulan bersaing organisasi.

Agar pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan tepat, bijaksana, dan ilmiah,

maka menurut Suwiti dan Cecil (2008), di dalam melakukan pengambilan

keputusan kita harus memperhatikan urutan langkah dalam pengambilan

keputusan, yaitu:

1. Mengenal dan merumuskan masalah yang memerlukan tindakan.

2. Menentukan alternatif pemecahan yang mungkin.

(11)

4. Memutuskan suatu pemecahan.

Tjiptono (2000) menyatakan bahwa terdapat perbedaan fundamental antara

pembelian barang dan pembelian jasa yaitu menyangkut proses konsumsi dan

proses produksi. Pada barang terdapat, tahap pembelian dan konsumsi biasanya

terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasar dan pelanggan selama tahap

pembelian aktual, tahap pemakaian barang biasanya terlepas dari pengaruh

langsung dari pemasar. Pelanggan bisa memilih kapan, di mana, dan bagaimana

mereka menggunakan produk. Sedangkan dalam proses pembelian dan konsumsi

jasa, sebagian besar jasa diproduksi dan dikonsumsi bersamaan. Konsekuensinya

perusahaan jasa berpeluang besar untuk secara aktif membantu pelanggan

memaksimumkan nilai dari pengalaman konsumsinya. Penyedia jasa bisa secara

efektif mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi.

2.4. Kualitas Pelayanan

Saat ini semua industri yang bergerak di bidang jasa harus memperhatikan

segi pelayanan mereka. Pelayanan yang baik merupakan salah satu syarat

kesuksesan perusahaan jasa. Kualitas pelayanan dipandang sebagai salah satu

komponen yang perlu diwujudkan oleh perusahaan karena memiliki pengaruh

untuk mendatangkan konsumen baru dan dapat mengurangi kemungkinan

pelanggan lama untuk berpindah ke perusahaan lain. Dengan semakin banyaknya

pesaing maka akan semakin banyak pilihan bagi konsumen untuk menjatuhkan

pilihan. Hal ini akan semakin membuat semakin sulit untuk mempertahankan

konsumen lama, karenanya kualitas layanan harus ditingkatkan semaksimal

(12)

keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

(Zeithaml et al, 1996).

Goetsh dan Davis dalam Tjiptono dan Diana (2000 : 4) mendefinisikan

kualitas sebagai berikut : “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan”. Sedangkan menurut American Society For

Quality Control dalam Rambat Lupiyoadi (2001 : 144 ) definisi kualitas yaitu :

“Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu

produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan”.

Kedua definisi diatas menjelaskan bahwa kualitas dinilai dari

kemampuannya untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan dan juga merupakan

suatu ciri-ciri dan karakteristik yang berkaitan dengan produk, jasa, manusia,

proses dan lingkungan yang memiliki persepsi di dalam memenuhi atau melebihi

harapannya.

2.4.1. Pengertian Kualitas Pelayanan

Seperti yang diketahui bahwa kualitas pelayanan dapat digunakan sebagai

salah satu alat untuk mencapai keunggulan bersaing dan menentukan keberhasilan

serta kualitas perusahaan. Semakin baik pelayanan yang diberikan dimata

pelanggan berarti semakin tingi pula tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan

yang dicapai dan begitu pula sebaliknya. Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001

(13)

antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/

peroleh”.

Hal ini berarti ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas

pelayanan yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan

yang dipersepsikan (perceived service). Bila pelayanan yang diterima atau

dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas dapat dipersepsikan baik

dan memuaskan. Jika kualitas pelayanan yang diterima melebihi harapan

pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas jasa yang

ideal, akan tetapi bila kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah daripada

yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Jadi penilaian

pelanggan mengenai kualitas pelayanan sangat bergantung pada kemampuan

penyedia.

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi

harapan pelanggan (Tjiptono, 2002). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat

diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta

ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen. Kualitas

pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen

atas pelayanan yang nyata–nyata meraka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka terima atau mereka harapkan terhadap atribut–atribut pelayanan suatu perusahaan (Zeithaml et al, 1996).

Kotler (2002) menyatakan bahwa kualitas pelayanan harus dimulai dari

(14)

pelanggan terhadap kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas

keunggulan suatu pelayanan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan

berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, yaitu perusahaan

akan tetapi sudut pandang penilaian persepsi pelanggan. Dalam hal ini, konsumen

adalah pihak yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan, sehingga

merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pelanggan

terhadap kualitas jasa merupakan nilai menyeluruh atas keunggulan atau jasa

(Tjiptono, 2000).

Adapun lima dimensi kualitas pelayanan yang diidentifikasikan oleh

Parasuraman, et. al dalam Lupiyoadi (2001: 148) meliputi:

1. Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang disajikan dengan tepat dan terpercaya.

2. Responsive (responsiveness) yaitu keinginan untuk membantu para konsumen dan pelayanan dengan sebaik mungkin.

3. Keyakinan (assurance) yaitu pengetahuan dan kesopansantunan para pegawai perusahaan serta kemampuan menumbuhkan rasa percaya diri

konsumen terhadap perusahaan.

4. Empati (empathy) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para

pelanggan.

(15)

Aydin dan Ozer (2004) dalam Retansa (2009) menjelaskan pentingnya

kualitas pelayanan untuk meningkatkan profitabilitas dan kesuksesan perusahaan.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan keputusan pelanggan, kesempurnaan total

atau superioritas pelayanan perusahaan. Untuk lebih memahami konsep kualitas

pelayanan, adapun beberapa atribut yang harus kita mengerti terlebih dahulu yang

berkaitan dengan kualitas pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan merupakan sesuatu yang tak terlihat (intangible).

2. Pelayanan merupakan sesuatu yang heterogen, artinya dalam pengukuran

kinerja suatu jasa sering bervariasi, tergantung dari sisi penyedia jasa dan

pelanggan.

3. Pelayanan tidak dapat ditempatkan dalam suatu kinerja waktu tertentu,

sehingga penilaiannya dilakukan sepanjang waktu.

4. Hasil pelayanan atau dalam hal ini produknya, tidak dapat dipisahkan dari

konsumsi yang diperlukan.

2.4.2. Model kualitas Pelayanan

Faktor penentu tingkat kualitas pelayanan adalah faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya keadaan tidak terpenuhinya harapan kualitas pelayanan

dari sisi pelanggan, yang sering dinyatakan sebagai model kualitas pelayanan.

Terjadinya kesenjangan ini disebabkan oleh kegagalan pihak penyedia jasa dalam

penyampaian pelayanan atau jasa secara menyeluruh sesuai dengan dimensi

kualitas pelayanan. Lima kesenjangan yang disampaikan Parasuraman, Zeithaml

(16)

a. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen

Manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan

pelanggan. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa

didesain dan jasa pendukung apa saja yang digunakan pelanggan.

b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa

Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tetapi

tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. Hal ini disebabkan

karena tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa.

c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa

Para petugas mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau

memenuhi standar. Atau mereka dihadapkan pada standar yang

berlawanan seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan pelanggan

dan melayani mereka dengan cepat.

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal

Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan para petugas perusahaan

dan iklan perusahaan. Terjadinya ketidakpuasan antara janji yang

ditawarkan penyedia jasa yang telah dikomunikasikan pada konsumen

sehingga terjadi perspektif negatif terhadap kualitas jasa yang

dipersepsikan.

e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan

Kesenjangan ini terjadi apabila terdapat perbedaan persepsi antara jasa

yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya

(17)

bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan

ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

2.5. Pengertian Pelanggan

Pelanggan merupakan konsep utama mengenai kepuasan dan kualitas

pelayanan, dalam hal ini pelanggan memegang peranan yang penting untuk

mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang diterima.

Pemahaman mengenai suatu pelanggan telah mengalami perkembangan dari

pandangan tradisional ke pandangan modern. secara umum pengertian pelanggan

adalah setiap orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan tersebut.

Sedangkan pelanggan menurut Tjiptono (2002 : 6) menurut pandangan modern

adalah : Dalam pandangan modern, konsep pelanggan mencakup pelanggan

eksternal dan internal. Pelanggan eksternal adalah setiap orang yang membeli

produk dari perusahaan, sedangkan pelanggan internal adalah semua pihak dalam

organisasi yang sama, yang menggunakan jasa suatu bagian/departemen tertentu

(termasuk pemroses selanjutnya dalam produksi bertahap).

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa pelanggan

merupakan setiap orang maupun pihak yang dilayani kebutuhannya oleh

perusahaan, departemen maupun lembaga dan siapa saja dapat menjadi pelanggan.

Pengertian pelanggan menurut Cambridge International Dictionaries dalam

Lupiyoadi (2001 : 143) : Pelangggan adalah seseorang yang membeli suatu

barang dan jasa. Sedangkan menurut Webster’s 1928 Dictionary dalam Lupiyoadi (2001 : 143) Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat

(18)

menjelaskan bahwa pada dasarnya pelanggan adalah seseorang yang secara

terus-menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan

keinginan atau kebutuhannya dan memiliki suatu produk atau jasa tersebut.

2.6. Pelayanan Dalam Islam

Islam mengajarkan bila ingin memberikan hasil usaha baik berupa barang

maupun pelayanan atau jasa, hendaknya memberikan yang berkualitas jangan

memberikan yang buruk atau berkualitas rendah kepada orang lain. Seperti

dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267: Artinya :“Hai orang -orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu

yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk

kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan

daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan

memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi

Maha Terpuji” (QS. Al Baqarah : 267).

Dalam berbisnis syariah dilandasi oleh dua hal pokok yaitu kepribadian

yang amanah dan terpercaya, serta mengetahui dan ketrampilan yang bagus. Dua

hal ini amanah dan ilmu. Kedua hal tersebut merupakan pesan moral yang bersifat

universal. Adapun prinsip-prinsip pelayanan dalam islam yaitu:

1. Shidiq yaitu benar dan jujur, tidak pernah berdusta dalam melakukan berbagai macam transaksi bisnis. Larangan berdusta, menipu, mengurangi

takaran timbangan dan mempermainkan kualitas akan menyebabkan

kerugian yang sesungguhnya. Nilai shidiq disamping bermakna tahan uji,

(19)

2. Kreatif, berani, dan percaya diri. Ketiga hal itu mencerminkan kemauan

berusaha untuk mencari dan menemukan peluangpeluang bisnis yang baru,

prospektif, dan berwawasan masa depan, namun tidak mengabaikan

prinsip kekinian. Hal ini hanya mungkin dapat dilakukan bila seorang

pebisnis memiliki kepercayaan diri dan keberanian untuk berbuat

sekaligus siap menanggung berbagai macam resiko.

3. Amanah dan fathonah yang sering diterjemahkan dalam nilai-nilai bisnis dan manajemen dan bertanggung jawab, transparan, tepat waktu, memiliki

manajemen bervisi, manajer dan pemimpin yang cerdas, sadar produk dan

jasa, secara berkelanjutan.

4. Tablig, yaitu mampu berkomunikasi dengan baik, istilah ini juga diterjemahkan dalam bahasa manajemen sebagai supel, cerdas, deskripsi

tugas, delegasi wewenang, kerja tim, cepat tanggap, koordinasi, kendali,

dan supervise.

5. Istiqomah, yaitu secara konsisten menampilkan dan mengimplementasikan nilai-nilai diatas walau mendapatkan godaan dan tantangan. Hanya dengan

Istiqomah dan mujahadah, peluang-peluang bisnis yang prospektif dan

menguntungkan akan selalu terbuka lebar. Seperti dalam firman Allah

SWT yang artinya sebagai berikkut : “Dan orang-orang yang berjihat

untuk (mencari keridhoan) kami, benar-benar akan kami tujukan kepada

mereka jalanjalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta

(20)

Dari atribut mengenai kualitas pelayanan di atas, dapat disimpulkan bahwa

kualitas pelayanan yang dirasakan oleh satu orang dengan lainnya pasti berbeda,

disesuaikan dengan perasaan psikis orang tersebut dalam merasakan pelayanan

yang diberikan.

2.7. Fasilitas

Fasilitas adalah sumberdaya fisik yang ada sebelum suatu jasa dapat

ditawarkan kepada konsumen (Tjiptono,1997), Sedangkan menurut Sulastiyono

(2006) fasilitas adalah penyediaan perlengkapan – perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para tamu dalam melaksanakan aktivitas – aktivitasnya atau kegiatan – kegiatannya, sehingga kebutuhan - kebutuhan tamu dapat terpenuhi selama tinggal dihotel. Segala fasilitas yang ada yaitu kondisi

fasilitas, kelengkapan, desain interior dan eksterior serta kebersihan fasilitas harus

diperhatikan terutama yang berkaitan erat dengan apa yang dirasakan atau didapat

konsumen secara langsung. Pelanggan memang harus dipuaskan, sebab kalau

tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing. Hal ini

akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan menurunkan

laba.

Fasilitas adalah sarana yang disediakan oleh hotel. Pada dasarnya fasilitas

ini ini merupakan faktor yang menentukan pilihan orang untuk tinggal atau

menginap di suatu hotel tertentu (Keputusan Menparpostel Nomor KM 37/PW.

(21)

1. Pertimbangan atau perencanaan parsial

Aspek-aspek seperti proposi, tekstur, warna, dan lain–lain perlu dipertimbangkan, dikombinasikan, dan dikembangkan untuk memancing

respon intelektual maupun emosional dari pemakai atau orang yang

melihatnya.

2. Perancang ruang

Unsur ini mencakup perencanaan interior dan arsitektur seperti

penempatan perabotan dan perlengkapan dalam ruangan, desain aliran

sirkulasi dan lain–lain.seperti penempatan ruang pertemuan perlu diperhatikan selain daya tampungnya, juga perlu diperhatikan penempatan

perabotan atau perlengkapan.

3. Perlengkapan atau perabotan

Perlengkapan berfungsi sebagai sarana pelindung barang-barang berharga,

sebagai tanda penyambutan bagi para konsumen.

4. Tata cahaya

Yang perlu diperhatikan dalam tata cahaya adalah warna jenis dan sifat

aktivitas yang dilakukan dalam ruangan serta suasana yang diinginkan.

5. Warna

Warna dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi, menimbulkan

kesan rileks, serta mengurangi tingkat kecelakaan. Warna yang

dipergunakan untuk interior fasilitas jasa diperlu dikaitkan dengan efek

(22)

6. Pesan – pesan yang disampaikan secara grafis

Aspek penting yang terkait dalam unsur ini adalah penampilan visual,

penempatan, pemilihan bentuk fisik, pemilihan warna, pencahayaan dan

pemilihan bentuk perwajahan lambang atau tanda yang dipergunakan

untuk maksud tertentu.

2.8. Lokasi

Lupiyoadi (2001) menyatakan lokasi berarti berhubungan dimana

perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi. Dalam hal ini ada tiga jenis

interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu:

1. Konsumen mendatangi pemberi jasa

2. Apabila keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting.

Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen sehingga

mudah dijangkau, dengan kata lain harus strategis.

3. Pemberi jasa mendatangi konsumen

4. Dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting tetapi yang harus diperhatikan

adalah penyampaian jasa tetap berkualitas.

5. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu secara langsung

6. Berarti penyedia jasa dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti telepon, komputer, ataupun surat. dalam hal ini lokasi menjadi

sangat tidak penting selama komunikasi antar kedua belah pihak dapat

(23)

Menurut (Tjiptono, 2000) pemilihan lokasi memerlukan pertimbangan yang

cermat terhadap beberapa faktor berikut:

1. Akses yaitu kemudahan untuk menjangkau.

2. Visiabilitas yaitu kemudahan untuk dilihat.

3. Lalulintas ada 2 hal yang diperhatikan:

a. Banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang yang besar tejadinya impuls buying.

b. Kepadatan dan kemacetan bisa menjadi hambatan.

4. Tempat parkir yang luas dan aman.

5. Ekspansi yaitu tersedia tempat yang luas untuk perluasan di kemudian hari.

6. Linkungan yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yangditawarkan. 7. Persaingan yaitu lokasi dengan pesaing sejenis

8. Peraturan pemerintah.

Tujuan strategi lokasi adalah untuk memaksimalkan keuntungan lokasi

bagi perusahaan. Keputusan lokasi sering bergantung kepada tipe bisnis. Pada

analisis lokasi di sektor industri strategi yang dilakukan terfokus pada minimisasi

biaya, sementara pada sektor jasa, focus ditujukan untuk memaksimalkan

pendapatan. Hal ini disebabkan karena perusahaan manufaktur mendapatkan

bahwa biaya cenderung sangat berbeda di antara lokasi yang berbeda, sementara

perusahaan jasa mendapati bahwa lokasi sering memiliki dampak pendapatan

daripada biaya. Oleh karena itu bagi perusahaan jasa lokasi yang spesifik sering

(24)

berarti bahwa fokus lokasi bagi perusahaan jasa seharusnya pada penetapan

volume bisnis dan pendapatan.

Pengusaha akan selalu berusaha mencari lokasi yang strategis, yang

mudah dilihat dan dijangkau oleh kosumen. Lokasi bisnis yang paling tapat untuk

bisnis jasa antara lain adalah ditempat dengan potensi pasar yang besar.

Faktor-faktor seperti kepadatan lalu lintas, kepadatan populasi dan taraf kehidupan

disekitar lokasi juga menjadi faktor penting dalam pemilihan lokasi.

2.9. Perbandingan Hotel Syariah Dengan Hotel Konvensional

Adapun perbandingan hotel syariah dengan hotel konvensional yaitu

ditunjukan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Perbandingan Hotel Syariah dengan Hotel Konvensional

No Hotel Syariah Hotel Konvensional

1

2

3

4

Menyediakan kebijakan menyeleksi

tamu sesuai dengan prinsip syariah

yang penerepannya diawasi oleh

Dewan Syariah Nasional

Tidak menyediakan tempat hiburan

malam

Tidak menyediakan menu makanan

yang berbahan haram

Tidak menyediakan minuman yang

beralkohol ataupun minuman yang

memabukkan

Tidak menerapkan penyeleksian tamu

sehingga siapapun boleh check in

asalkan mampu membayar sewa dan

fasilitas penunjang hotel

Menyediakan tempat hiburan malam

sesuai dengan fasilitas hotel

Menu makanan yang disediakan tidak

terlalu memperhatikan halal atau

haram nya makanan

Memiliki fasilitas hiburan bar maka di

dalam bar tersebut tersedia berbagai

(25)

2.10. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan landasan teori dan uraian diatas , maka dapat disusun

sebuah kerangka pemikiran teoritis seperti yang tersaji dalam gambar sebagai

berikut:

L LL

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.11. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu ide untuk mencari fakta yang harus

dikumpulkan. Hipotesis adalah suatu pertanyaan sementara atau dugaan yang

paling memungkinkan yang masih harus dicari kebenarannya. Hubungan antar

variabel dalam penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

1. Kualitas pelayanan memilki pengaruh yang positif terhadap keputusan menginap di Hotel Syariah Aceh House Medan.

FASILITAS (X2)

LOKASI (X3)

KEPUTUSAN MENGINAP (Y)

KUALITAS PELAYANAN

(26)

2. Fasilitas memilki pengaruh yang positif terhadap keputusan menginap di Hotel Syariah Aceh House Medan.

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Hotel Syariah dengan Hotel Konvensional
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

szeptember 18: Tankó Albert csikszentgyörgyi plébános és Mászáros Antal gyergyói esperes leve Kovács Miklós

Berbeda dengan Davy Nuruzzaman, penelitian ini tidak mengungkap masalah etika publik lebih luas, namun difokuskan pada implementasi Perda kabupaten Pasuruan tentang

Pada bulan April Angin Barat mulai menghilang, arus laut lemah di Selatan pantai Sulawesi mengalir ke arah Barat, dan arus laut kuat masih bergerak ke arah Timur di sebelah

Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKPD berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikembangkan menggunakan model ADDIE layak digunakan sebagai bahan ajar

1A+. 'ata #@%"U'CCN merupakan penebutan resmi untuk menun)uk #embukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Istilah lain ang dipakai

Analisis Kinerja Keuangan adalah cara untuk mengukur prestasi sebuah perusahaan. Dengan menganalisis kinerja keuangan ini perusahaan mampu mengetahui hal-hal yang

ciri ciri lain dari sasaran respon turut mentukan cara pandang seseorang. c) Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kartekstual yang berarti dalam.. situasi mana

dapat diperoleh proses bisnis baru e-catalogue. Kerangka konsep dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini