• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Metode Keperawatan Tim Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462009032 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Metode Keperawatan Tim Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462009032 BAB IV"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian

yang dilakukan untuk memberikan gambaran pelaksanaan metode

keperawatan tim di Ruang Dahlia Rumah Sakit Paru dr Ario

Wirawan, Salatiga. Dalam penyajian data hasil penelitian peneliti

akan membagi menjadi tiga bagian. Peneliti akan memaparkan hasil

penelitian berupa hasil analisis tema yang mencakup deskripsi hasil

wawancara mendalam yang peneliti susun berdasarkan tema-tema

yang ditemukan tentang bagaimana pelaksanaan metode

keperawatan tim. Dan pada bagian ketiga peneliti akan membahas

hasil analisis data dengan membandingkan dengan hasil penelitian

sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan hasil penelitian

peneliti.

Penelitian ini berlangsung dari tanggal 22 Oktober – 25 Oktober 2013. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak

lima orang sesuai kriteria yang peneliti paparkan. Penelitian

dilakukan dengan mengambil partisipan perawat Ruang Dahlia.

Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu melakukan

(2)

30

Pilot project dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran

hasil yang diperoleh dengan objek yang berbeda dan untuk menguji

coba pertanyaan, kemudian digunakan sebagai acuan dan

memprediksi keadaan rata-rata calon responden.

Setelah melakukan survey awal ke Rumah Sakit Paru dr

Ario Wirawan Salatiga. Peneliti memutuskan untuk mengambil

partisipan yaitu perawat di ruang Mawar sebanyak dua orang untuk

melakukan pilot project yang dilakukan selama 1 minggu mulai

tanggal 8 Oktober 2013 sampai dengan 12 Oktober 2013

disesuaikan dengan jadwal dinas perawat yang sebelumnya peneliti

sudah melakukan kontrak waktu.

4.1 Gambaran partisipan

Partisipan yang telibat dalam penelitian peneliti ini adalah

perawat Ruang Rawat Inap Dahlia Rumah Sakit Paru dr Ario

Wirawan Salatiga. Jumlah partisipan yang terlibat dalam penelitian

ini adalah lima orang perawat. Partisipan yang terlibat dalam

penelitian ini disesuaikan dengan kriteria dalam penelitian ini. Waktu

pengambilan data disesuaikan dengan pekerjaan pasien, disaat

(3)

31 Karakteristik Partisipan

No Umur (Thn)

Jenis Kelamin

Suku Tempat Tinggal

Pendidikan Lama Kerja

P1 37 L Jawa Salatiga D III 12 Thn

P2 41 P Jawa Salatiga S1 17 Thn

P3 27 P Jawa Salatiga D III 3 Thn

P4 36 P Jawa Salatiga S1 12 Thn

P5 38 L Jawa Salatiga D II 10 Thn

4.2. Hasil Penelitian

Dari hasil analisis tema berdasarkan kategori dapat

terlihat 5 tema yang menjadi gambaran pelaksanaan motode

keperawatam tim, yaitu : (1) Ada pembagian tanggung jawab

menangani pasien, (2) Keterbatasan tenaga perawat, (3)

Katim memiliki peran penting, (4) Pemberian asuhan

keperawatan lebih fokus, (5) Perlunya pelatihan tentang

SP2KP,

Berikut adalah tema – tema merupakan hasil penelitian dari pelaksanaan metode keperawatan tim:

1. Ada pembagian tanggung jawab menangani pasien

Dari yang diungkapkan oleh paritsipan bahwa

(4)

32 dibagikan pasien yang menjadi tanggungjawab

masing-masing untuk memberikan asuhan keperawatan

diungkapkan oleh partisipan:

“diruangan dibagi menjadi dua tim, yaitu tim 1 dan tim

2. Tim 1 menangani pasien laki-laki dan tim 2 menangani pasien perempuan. Dalam tim dibagi tanggung jawab menengani pasien contohnnya pasien ada sepuluh, perawat ada lima jadi setiap

perawat menangani 2 pasien”(P1).

Pembagian pasien disesuaikan untuk

mengoptimalkan pekerjaan juga mempermudah

pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan seperti yang

diungkapkan partisipan:

“disini ada dua tim, satu tim untuk pasen laki-laki dan satu tim untuk pasien perempuan. Didalam tim ada pembagian pasien, tujuannya untuk mengevaluasi pasien, memudahkan bekerja, mengoptimalkan bekerja, lebih efektif juga, pasien juga lebih puas, komunikasi dengan pasien lebih bagus. Misalnya ada tiga perawat dengan pasien 10 setiap perawat dapat 3 atau 4 pasien. Untuk perawat senior kita beri

pasien yang perlu pengawasan khusus”(P4).

Pasien yang menjadi tanggung jawab perawat

disesuaikan dengan jumlah pasien dan jumlah perawat yang

ada, hal ini diungkapkan partisipan:

(5)

33

lima orang setiap perawat, tapi misalnya ada kesulitan kita saling bantu”(P3).

“disini ada dua tim, satu tim untuk pasien perempuan dan satu tim untuk pasien laki-laki. Misalnya ada 3 perawat dalam satu tim dan pasien ada sepuluh jadi

setiap perawat dapat 3 atau 4 pasien”(P5).

Selain berdasarkan jumlah perawat dan pasien

pembagian juga diliat dari kasus pasien, perawat

mendapatkan kasus sesuai dengan pengalan perawat:

“dalam tim untuk pelaksanaan setiap pagi setelah overran sebelum kerja kita lakukan pembagian pasien oleh katim. Pembagian diliat dari jumlah pasien dan kasus yang perlu pengawasan serius

dipegang perawat senior”(P2).

2. Keterbatasan tenaga perawat

Partisipan mengatakan salah satu kendala dalam

pelaksanaan metode keperawatan tim yaitu dari segi tenaga

keperawatan sendiri. Tenaga perawat untuk penerapan

metode keperawatan tim terutama pada saat shift siang dan

malam hari menurut partisipan masih terbatas, seperti yang

diungkapkan oleh semua partisipan:

“Untuk sesuai kita masih butuh proses, untuk pagi

kita masih bisa. Tugas sore dan malam kita hanya ada dua orang perawat jadi tidak maksimal apalagi

untuk metode keperawatan tim”(P1).

“Untuk jaga pagi dari tenaga kita tidak ada masalah.

(6)

34

karena yang jaga hanya dua perawat, kalau mau menerapkan metode keperawatan tim secara penuh

masih belum bisa”(P2).

“Jumlah perawat dengan pasien juga mempengaruhi

apalagi untuk siang dan malam kan Cuma ada dua,

kadang sampai kewalahan”(P3).

“Kalau maksimal belum tapi kita berusaha maksimal

karena jumlah pasien sekian coba. Jumlah pasien 29 orang dengan pearawat 5, siang dan malam ada dua orang perawat yang menjadi kendala tapi kita

berusaha menjadi maksimal dengan tenaga yang

ada”(P4)

“Untuk sore dan malam hanya ada dua orang,

kerjanya kita bekerja sama-sama hanya dokumentasi kita tanggungjawab di tim masing-masing. Jadi hanya askep saja sedangkan kerja sama-sama”(P5).

3. Ketua tim memiliki peran penting

Ketua tim sendiri berperan penting dalam

pelaksanaan metode keperawatan tim, seperti membagikan

tugas dan tanggungjawab kepada perawat anggota untuk

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, seperti

yang diungkapkan oleh partisipan:

“Dalam tim untuk pelaksanaan setiap pagi setelah overran sebelum kerja kita lakukan pembagian pasien oleh katim. Pembagian diliat dari jumlah pasien dan kasus yang perlu pengawasan serius

dipegang perawat senior” (P2).

Tugas ketua tim sendiri mulai dari pengkajian pasien

baru, membuat diagnosa, sampai membuat rencana

(7)

35 hanya sampai disitu, peranan ketua tim juga melakukan

pengawasan, membimbing angota tim yang mengalami

kesulitan dalam memberikan asuhan keperawatan. Peran

ketua tim sendiri terlihat dari apa yang partisipan ungkapkan:

“ketua tim yang memberi dan membagi pasien yang menjadi tanggungjawab kepada anggota tim. Perawat anggota nanti melaksanakan tugas yang sudah dibuat oleh ketua tim, ketua tim sendiri melakukan pengkajian sampai rencana tindakan jadi anggota yang bertugas untuk melakukan implementasi. Peran ketua tim juga penting membagikan pasien dan memberikan tanggungjawab kepada anggota. Ada program atau terapi kita anggota yang melakukan kalau ada kendala kita

lapor katim”(P1).

“Nanti untuk pengkajian pasien baru perawat

pelaksana boleh tapi untuk pagi itu katim yang melakukan pengkajian, diagnosa, terus rencana tindakan apa. Misalnya pasien sesak mengkaji pola napas, memberikan posisi semi voler. Itu yang melaksanakan perawat pelaksana, katim yang

membuat rencana nanti juga dibantu oleh katim”(P3).

Ketua tim sendiri seharusnya selalu ada untuk setiap

shift sehingga proses keperawatan dapat berjalan dengan

maksimal. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa

peranan ketua tim sangat penting sehingga seharusnya

selalu ada disetiap shift:

(8)

36

Itu juga yang menjadi kendala dari penerapan,

seharusnya setiap shift ada katim”(P4).

”Kalau metode keperawatan tim seharusnya setiap

shift ada ketua tim. Setiap perawat dibagi tugas dan tanggung jawab kepada pasien sehingga perlu pengawasan juga dari katim apalagi perawat

baru”(P5).

4. Pemberian asuhan keperawatan lebih fokus

Dengan penerapan metode keperawatan tim

pemberian asuhan keperawatan dirasa oleh partisipan

menjadi lebih fokus. Hal ini disampaikan oleh partisipan

sebagai berikut:

“ Lebih cepat dan fokus dalam melayani pasien . kalau ada masalah lebih tertangani misalnya ada

program untuk pasien”(P1).

Pelaksanaan metode keperawatan tim lebih fokus

sehingga membuat pekerjaan lebih efektif dan maksimal

dalam memberikan asuhan keperawatan:

“Kita komunikasi semakin baik, lebih efektif,

kepuasan pasien, kerjasama kelompok semakin bagus. Kita fokus dengan pasien sendiri tapi jangan

lupa kerja sama tim”(P4).

“Kita cuma tau dengan pasien kita sendiri karena kita

fokus menangani pasien yang menjadi tanggung

jawab kita sendiri”(P5).

Adanya pembagian tanggung jawab yang diberikan

(9)

37 menguasai pasien yang menjadi tanggung jawabnya.

Partisipan merasa dengan metode keperawatan tim mengerti

perkembangan pasiennya karena lebih fokus dengan pasien

sendiri:

“ Memang dengan metode keperawatan tim ini kita menjadi lebih fokus dengan pasien yang kita pegang. Proses perubahan yang kita dulu bekerja bersama-sama sekarang punya tanggung jawab. Dengan metode keperawatan tim pekerjaan lebih ringan karena kita bisa lebih fokus dengan pasien kita sendiri, lebih bertanggung jawab. Untuk metode keperawatan tim lebih fokus dibanding kalau kita kerja bersama-sama, kita kurang tahu perkembangan

pasien seperti apa”(P2).

“Pelaksanaan metode keperawatan tim

penanganannnya dalam melaksanakan metode keperawatan tim jadi lebih fokus. Beban kerja kita sebenarnya berkurang karena kita hanya fokus dengan pasien kita, jika kesulitan ada yang membantu dari perawat pelaksana atau katim sendiri. Bekerja lebih mudah karena kita menguasai pasien

kita sendiri”(P3).

5. Perlunya pelatihan tentang SP2KP

Pelatihan dirasa penting oleh partisipan dalam

melaksanakan metode keperawatan tim. Pentingnya

pelatihan karena perlu adanya persamaan persepsi dari

semua perawat dalam melaksanakan metode keperawatan

tim diungkapkan oleh partisipan:

(10)

38

persepsi. Perlu sering pertemuan dan tidak orang yang sama dikirim berulang-ulang. Kalau perlu dibuat beberapa gelombang, paling tidak pokok-pokoknya

saja”(P5).

Pelatihan juga memberikan pemahaman dari

pelaksanaan metode keperawatan tim juga penting dalam

melaksanakan sistem baru agar mengerti jelas dari tugas

dan tanggung jawab masing sesuai perannya. Hal ini minggu jadi pemahaman kurang tentang SP2KP. Pelatihan juga ada beberapa tahap tapi ada yang tidak ikut semua. Untuk peserta sendiri itu dari kepala ruang dan katim. Diawal-awal kita bingung dengan berjalan waktu ada perubahan. Dulu karena masih baru tanggung jawab tugas katim dengan perawat

asosiet”(P2).

Selama ini pelatihan belum terintregasi dengan baik

dan hanya diperuntukan kepada ketua tim dan kepala ruang

sedangkan angota tim yang lain hanya diberikan pengarahan

dari ketua tim maupun kepala ruang. Seperti yang dikatakan

partisipan:

“Pelatihan ada tapi tidak semua kebagian. Pelatihan

yang diutamakan itu perawat senior, terutama katim dan kepala ruang. Jadi kita tidak kebagian pelatihan dan hanya ikut yang disampaikan katim temtang

(11)

39 “Untuk pelatihan untuk perawat pelaksana hanya sosialisasi dari katim. Untuk pelatihan itu diikuti oleh

kepala ruang dan katim, yah masih penyesuaian”(P3)

“Pelatihan sudah diatur oleh bagian diklat. Sebelum ada pelatihan penerapan belum terintegrasi tapi

sekarang sudah lebih baik”(P4).

1.3. Pembahasan

Dalam pembahasan, peneliti akan

mengintrepretasikan tema hasil penelitian dengan cara

membandingkan pada hasil penelitan sebelumnya.

Peneliti juga akan membahas tentang keterbatasan dalam

penelitian ini.

1. Ada pembagian tanggung jawab menangani pasien

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam metode

keperawatan tim setiap perawat memiliki tanggung jawab

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

Pembagian tugas dalam tim di Ruang Dahlia yaitu tim 1

untuk pasien laki-laki dan tim 2 untuk pasien perempuan.

Tugas dalam anggota tim untuk memberikan asuhan

keperawatan dibagi sesuai jumlah pasen dan perawat

anggota setiap tim.

Tanggung jawab dari anggota tim adalah

(12)

40 menjadi tanggung jawabnya. Asuhan keperawatan yang

diberikan sesuai rencana yang sudah dibuat oleh ketua tim,

kemudian memberikan laporan kepada ketua tim tentang

perkembangan kondisi pasien (Tappen,1995).

Tanggung jawab angota tim dalam memberikan

asuhan keperawatan dan mendokumentasikan tindakan

memiliki dampak positif, seperti hasil penelitian Fox & Tucker

(2014) bahwa perawat memiliki tanggung jawab terhadap

pasien yang dirawat selama tugas shift. Tangung jawab

diberikan dengan kepastian bahwa setiap rencana dan

tindakan didokumentasikan, sehingga merasa tanggung

jawab besar serta merasa memiliki kepedulian terhadap

tugas yang diberikan. Hal ini juga membantu untuk

memastikan dukungan untuk angggota tim individual.

Adanya tanggung jawab perawat yang diberikan

kepada setiap angota tim dalam pemberian asuhan

keperawatan merupakan salah satu indikator bahwa

perawat memiliki tanggung jawab professional. Hal tersebut

didukung penelitian Izumi (2012) bahwa rasa tanggung

jawab membuat perawat sebagai individu dan profesi

(13)

41 membuat rasa percaya pasien juga keamanan pasien

terhadap asuhan keperawatan yang diberikan

Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan bahwa,

pembagian tugas dan tanggung jawab adalah penting. Rasa

tanggung jawab memberikan motivasi dalam menjalankan

tugas sebagai perawat profesional. Dengan adanya

tanggung jawab yang dipegang dituntut adanya kualitas

yang baik sehingga berdampak pada peningkatkan kualitas

pelayanan dalam pemberian asuhan keperawatan, serta

membuat rasa percaya pasien dan dapat terjalin hubungan

profesional yang baik. Dengan demikian metode

keperawatan tim perlu dipertahankan dan ditingkatkan.

2. Keterbatasan tenaga perawat.

Penelitian ini menunjukan bahwa keterbatasan

tenaga keperawatan menjadi salah satu kendala dalam

pelaksanaan metode keperawatan tim. Adanya keterbatasan

tenaga perawat, sehingga tim hanya terbentuk paga shift

pagi. Pada shift berikutnaya tidak ada tim karena hanya ada

2 perawat. Menurut Huber (2006) tentang metode

keperawatan tim, asuhan keperawatan diberikan oleh tim

(14)

42 dalam beberapa tim dan setiap ketua tim membawahi 2-3

perawat (Swanburg, 2000; Nursalam, 2011). Tenaga

perawat dalam keperawatan tim adalah ketua tim dengan

kualifikasi Ners (Swanburg, 2000). Penelitian menunjukan

bahwa tenaga perawat dengan pendidikan maksimal S1

keperawatan.

Menurut Fagestrom (2009) berdasakan hasil

penelitiannya, sumber daya manusia merupakan merupakan

bagian terpenting yang menjadi kompetitif dalam organisasi

kesehatan. Oleh karena manajemen sumber daya manusia

sangat penting dalam mencapai visi dan misi suatu

organisasi. Menejemen mengevaluasi dan memastikan hasil

dan kualitas layanan terjamin optimal. Manajemen dari

kapasitas tenaga kerja manusia dapat mendukung kondisi

kerja yang optimal bagi perawat, sehingga meningkatkan

kepuasan kerja dan mencegah keluarnya kariawan. Selain

itu dari penelitian McCormack (1992) mengatakan bahwa

jumlah pasien dan perawat memiliki hubungan dengan

tanggung jawab dan kualitas dari perawatan, serta tingkat

stress perawat.

Menurut hasil penelitian Lammintakanen, Kivinen &

(15)

43 bagaimana memilih, mempertahankan, dan

mengembangkan suber daya manusia dalam suatu

organisasi. Kurangnya staf, kualitas dari staf, kurangnya

kerjasama dan berebagi pengetahuan antar profesi dapat

mempengaruhi kualitas pelayanan. Manajemen keperawatan

berkaitan erat dengan pengembangan strategi organisasi

dan proses pelaksanaannya.

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor

terpenting dalam menjamin kualitas layanan keperawatan.

Manejeman mengatur strategi dalam mengatur tenaga

keperawatan baik secara kualitas dan kuantitas. Selain itu

juga dapat dilakukan penelitia lanjut tentang keefektifan cara

perhitungan tenaga keperawatan yang sesuai untuk metode

keperawatan tim.

3. Ketua tim memiliki peran penting.

Hasil penelitian menunjukan ketua tim merupakan

salah satu yang memiliki peranan penting dalam metode

keperawatan tim adalah ketua tim. Ketiua tim bertanggung

jawab membuat rencana asuhan keperawatan, memberikan

penugasan, melakukan supervisi dan evaluasi kepada

(16)

44 koordinasi seluruh perawatan pasien dalam tim merupakan

tanggung jawab ketua tim (Swanburg, 2000). Hasil penelitian

ketua tim berperan mulai dari melakukan pengkajian,

membuat rencana tindakan sampai melakukan pengawasan

kepada anggota tim dalam pemberian asuhan keperawatan.

Penelitian menunjukan bahwa ketua tim diperlukan

dalam setiap shift karena ketua tim membantu anggota

dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga

mengurangi kesalahan. Seperti hasil penelitian Cioffi &

Ferguson (2009) menyatakan bahwa ketua tim merupakan

perawat yang berpengalaman mengidentifikasi, memberikan

bantuan dan dukungan bagi perawat lain untuk menghindari

kesalahan pemberian asuhan. Ketua tim dan perawat saling

mendukung dan perawat bisa saling belajar dari perawat

yang berpengalaman.

Hasil penelitian Castrele, Willemse, Verschueren &

Milisen (2008) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam

metode keperawatan tim memberikan dampak positif tidak

hanya kepada ketua tim tapi juga kepada anggota tim. Dari

sisi ketua tim menjadi lebih efektif, memiliki kesadaran diri,

memiliki komunikasi yang efektif. Untuk angota tim sendiri

(17)

45 berkomunikasi secara efektif. Bagi proses keperawatan

sendiri membuat komunikasi dengan pasien lebih baik,

kekonsistenan kualitas pelayanan, dan juga peningkatan

kolaborasi interdisiplin ilmu. Figur pemimpin sangat penting

terutama dalam mengelola metode yang ada juga sebagai

motivator bagi staf perawat dan juga pembentukan tim

(Evangelia & Thomai, 2012)

Hasil penelitian Eneh, Julkunen & Kvist (2012)

menunjukan bahwa pentingnya pengetahuan akan tentang

bagaimana menjadi pemimpin dapat meningkatkan kinerja

perawat dalam lingkungan kerja. Kepemimpinan berdampak

positif untuk memaksimalkan potensi staf perawat.

Kepemimpinan perlu melibatkan staf dalam mengmbil

keputusan dalam proses keperawatan. Penting adanya

komikasi dua arah antara pemimpin dan staf, juga sebagai

evaluasi dari staf perawat.

Proses keperawatan yang dilakukan dalam metode

keperawatan tim sangat erat dengan peran ketua tim. Ketua

tim memiliki peran yang luas mulai dari merencanakan

proses keperawatan sampai memastikan proses

keperawatan yang optimal dengan mengawasi dan

(18)

46 itu diperlukan ketua tim yang memilki pengalaman dan

kualitas yang baik sebagai perawat dan juga dalam

kepemimpinan. Hal ini perlu dukungan untuk menjaga dan

meningkatkan kualitas pelayanan dengan memberikan

pelatihan kepada ketua tim tentang metode keperawatan tim

dan tentang kepemimpinan.

4. Pemberian asuhan keperawatan lebih fokus

Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam metode

keperawatan tim perawat merasa lebih fokus dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Setiap

perawat memiliki pasien yang menjadi tanggung jawab

sehingga lebih fokus memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien yang menjadi tanggung jawab

masing-masing perawat.

Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang

dilakukan Fairbrother, Jones and Rivas (2010) dengan

melakukan uji coba menggunakan keperawatan tim di rumah

sakit Sydney Prince of Wales, Australia bahwa perawat

memiliki banyak waktu dengan pasien. Keuntungan yang

(19)

47 perawat, dokter juga pasien, dokumentasi, dan perancanaan

lebih baik.

Metode keperawatan tim dinilai lebih efektif dalam

pemberian asuhan keperawatan. Keefektifan keperawatan

tim yaitu dari sisi komunikasi dan kerja sama tim dalam

pemberian asuhan keperawatan (Hyrkas &

Appelqvist-Schmidlechner, 2003). Penelitian Cioffi & Ferguson (2009)

menggunakan metode keperawatan tim dalam, layanan

kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang

optimal dan professional.

Metode keperawatan tim memberikan dampak pisitif

bagi perkembangan pelayanan kesehatan terutama bagi

keperawatan. Oleh sebab itu penerapan metode tim menjadi

rekomendasi untuk dilanjutkan dan bagi rumah sakit yang

belum menerapkan, penelitian ini mendorong untuk

diterapkannya metode tim.

5. Perlunya pelatihan tentang SP2KP

Hasil penelitian menunjukan pelatihan diperlukan

mengenai SP2KP terutama metode keperawatan tim yang

sedang diterapkan rumah sakit. Pelatihan bertujuan unutk

(20)

48 memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan

metode keperawatan tim. Hasil selaras dengan penelitian

Miller, Riley & Davis (2009) yang meneliti dampak kerjasama

tim pada pemberian asuhan keperawatan dan keselamatan

pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukan pelatihan

individual keperawatan, komunikasi serta pelatihan dalam

tim sangat mempengaruhi kinerja baik secara individu

maupun dalam tim. Hasil penelitian Moore (2012)

mengatakan bahwa sikap yang kurang terkait lingkungan

dan kepuasa kerja dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan

pengawasan. Dukungan dari pihak managerial juga

diperlukan untuk mengadakan pelatihan.

Penelitian Reay & Sears (2013) menunjukan bahwa

pelatihan memiliki dampak positif bagi staf perawat.

Pelatihan yang konsisten dan terprogram dengan baik dapat

membangun tenaga kerja yang dapat bersaing dan memiliki

keunggulan klinis. Dalam pelatihan ditujukan untuk dapat

berkolaborasi dan berbagi pengalaman tentang praktik di

lapangan. Jadi diharapkan untuk staf manajer membuat

program yang efektif dan sesaui bagi keperluan, juga

(21)

49 mengikuti pelatihan juga harus membagi hasil pelatihan

kepada perawat lain sehingga bisa diterapkan dengan baik.

Peningkatan mutu pelayanan terutama dalam hal

keperawatan perlu menjadi perhatian penting. Kualitas

pelayanan dapat menambah nilai saing yang memiliki

keunggulan klinis sehingga perlu adanya pelatihan tentang

SP2KP terutama mengenai metode keperawatan tim secara

periodik yang dilaksanakan sesuai kebutuhan rumah sakit.

Pelatihan ini diharapkan akan mendorong perawat secara

individu dapat meningkatkan kinerja baik secara individual

maupun tim keperawatan. Selain itu dari institusi pendidikan

menyediakan mata kuliah atau pelatihan tentang SP2KP

untuk mempersiapkan calon perawat profesional.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Kendala dalam penelitian partisipan yang

direncanakan enam orang menjadi lima orang karena

partisipan tidak sesuai kriteria yang peneliti tentukan. Pada

saat penelitian banyak perawat baru dan perawat senior di

pindah ke ruangan lain. Waktu penelitian yang awalnya

direncanakan pada bulan September 2013 menjadi 25

Oktober 2013 kerena menunggu ijin dari direktur Rumah

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Rabu Tanggal Sepuluh Bulan September Tahun Dua Ribu Empat Belas yang bertanda tangan dibawah ini adalah Pokja IV ULP Kabupaten Dharmasraya Tahun Anggaran 2014

Sesuai rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah “untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca anak prasekolah melalui metode bermain”.

Tujuan Program Vucer yang berjudul "Pembuatan Mesin Pemeras Jahe untuk lndustri Kecil Kopi Jahe Bubuk" adalah untuk meningkatkan. produktivitas

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi psiokologis yang dialami oleh subyek 

(2) dapat dilakukan pelelangan kembali dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian ulang penyebab pelelangan ulang gagal apabila waktu masih.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan

*Alat Peraga Pendidikan *Elektrikal Mekanikal *Komputer *Laboratorium *Percetakan.. KLASIFIKASI ALAT PERAGA

[r]