• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik Lingkungan: Analisis Dampak Pengusahaan Sarang Burung Walet di Kota Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Politik Lingkungan: Analisis Dampak Pengusahaan Sarang Burung Walet di Kota Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sebuah struktur kekuasaan penganut demokrasi, pasti memiliki badan eksekutif dan legislatif, sebagai aktor utama dalam menjalankan pemerintahan dengan menciptakan kebijakan. Secara teoritis, kebijakan dilahirkan dari suatu kebutuhan, dalam rangka melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat oleh pemerintah sebagai bentuk pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Seperti kita ketahui, bahwa setiap kebijakan itu merupakan bentuk intervensi yang dilakukan terus menerus oleh pemerintah demi mempengaruhi kehidupan masyarakat, yang lazimnya berbentuk pengaturan, penganggaran, maupun membuat regulasi dalam bentuk program. Jadi, pada dasarnya kebijakan publik merupakan sebuah bentuk pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat secara nyata.

Chandler & Plano berpendapat, bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.1

1

Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta : YPAPI. hlm 1

(2)

2

frekuensi yang tidak kecil. Sementara, secara teoritis, kebijakan merupakan sebuah jawaban atas masalah-masalah publik.

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28H Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kondisi lingkungan dewasa ini tidak mencerminkan seperti UU di atas. Rendahnya perhatian terhadap lingkungan dewasa ini cenderung disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.Ditambah lagi euphoria otonomi daerah yang memungkinkan daerah mengolah kebijakannya sendiri.

Kewenangan daerah dalam mengelola daerahnya ini sudah menjalani usia yang cukup lama. Namun, seringkali kebijakan di daerah, bermuara kepada kepentingan pemimpin, elit, maupun pengusaha. Sejatinya, setiap kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah selayaknya mengacu pada prinsip kebaikan bersama, tidak hanya mementingkan suatu kepentingan saja. Sebagaimana dalam pendekatan ilmu politik klasik yang mengatakan bahwa tujuan dari politik atau kebijakan itu adalah kebaikan bersama.Namun, prinsip kebaikan bersama saja sepertinya belum cukup.2

2

(3)

3

Hal yang sering tidak disadari oleh orang banyak bahwa setiap proses politik itu tidak menyentuh aspek lingkungan. Lingkungan merupakan tempat terjadinya seluruh kegiatan masyarakat, kegiatan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Bahwa lingkungan juga berhak mendapatkan keadilan, dari segala bentuk eksploitasi. Jika dilihat dari perspektif ilmu sosial, lingkungan merupakan wahana yang vital, yang secara langsung ataupun tidak, mampu berimplikasi pada segala aspek kehidupan. Bahwa setiap benda atau makhluk di alam berhak menikmati keutuhan bentuk kehidupannya sendiri, karena adanya prinsip ketergantungan timbal balik antara keduanya.

Menurut Sarwono Kusumaatmadja, secara politik, lingkungan boleh dibilang masih terpinggirkan. Hampir setiap kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan belum kelihatan. Akibatnya, kini lingkungan makin bertambah parah.Intervensi manusia terjadi dengan paradigma yang tidak didasarkan pada pertimbangan lingkungan. Bahkan, lingkungan masih dijadikan beban atau dianggap sebagai eksternalitas yang membebani. Persoalan yang sama juga terjadi ditingkat pengambilan keputusan. Para pengambil keputusan tidak mempertimbangkan persoalan lingkungan di dalamnya.3

Eksistensi dan keberlangsungan fungsi lingkungan, tidak dapat dilepaskan dari masalah kebijakan, serta masalah perumusan kebijakan dan atau pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa rusak atau lestarinya kondisi lingkungan, akan sangat

3 Sarwono Kusumaatmadja. Politik Lingkungan. (oleh: Ptri Dewanti, diakses dari Scribd pada tanggal 20-03-15

(4)

4

ditentukan oleh baik buruknya sistem dan mekanisme pengambilan keputusan secara nasional. Dengan kata lain, upaya peningkatan kualitas pembangunan sektor lingkungan alam maupun sosial melalui konsep pembangunan berkelanjutan, harus dimulai dari pembenahan sistem politik nasional baru kemudian bisa menyentuh kepada politik di lokal.4

Selain perkebunan, di Labuhan Batu juga terdapat pengusahaan dan budidaya sarang burung walet, yang memiliki daya jual yang tinggi. Banyak masyarakat yang menjadikan budidaya sarang burung walet ini sebagai mata pencaharian. Di Rantauprapat misalnya, keberadaan budidaya ini merupakan salah satu sumber ekonomi yang tinggi. Dari segi produksinya, burung walet ini diternakkan pada rumah toko (ruko) bertingkat. Dan yang menjadi masalah dalam hal ini ialah Dewasa ini, pembangunan di daerah juga masih banyak yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Pembangunan cenderung berorientasi hanya pada peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan anggaran di daerah. Pola pembangunan seperti ini tentu akan menuai masalah di masa yang akan datang, terutama pola pembangunan seperti ini masih banyak diadopsi daerah-daerah di Indonesia. Seperti di Kabupaten Labuhan Batu, yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara, yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Daerah ini merupakan kawasan perkebunan sawit dan karet, sebagai salah satu penyumbang pendapatan daerah yang terbesar bagi Labuhan Batu.

4

(5)

5

pemilihan tata ruang keberadaan pengusahaan ini terhadap lingkungan di Kota Rantauprapat. Pengusahaan ini masih banyak dijumpai di pusat kota, ada sekitar 30 ruko yang dijadikan tempat sarang burung walet ini, di mana tentu menimbulkan masalah-masalah lingkungan.

Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah hinggap di pohon. Burung Walet punya kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.5

Seperti dilansir dalam surat kabar republika, menurut peneliti burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nurjito, burung walet bisa menyebabkan 24 jenis penyakit pada manusia jika letak kandangnya tidak sesuai dengan aturan. Penyakit yang dapat ditimbulkan bisa menyerang otak, syaraf, dan penyakit lainnya yang ada pada burung walet. Penyakit itu disebarkan melalui air liur, napas, dan kotoran walet. Orang yang terkena virus dari burung walet biasanya merasa pusing, lemas, dan lelah. Jika virus tersebut menyerang syaraf, orang tersebut dapat menjadi lumpuh.6

6

(6)

6

Masalah seperti kesehatan lingkungan, di mana burung walet dan manusia hidup dalam satu udara. Padahal, jalan-jalan kota merupakan tempat orang berlalu-lalang, baik yang berjalan kaki maupun dengan kendaraan. Belum lagi polusi suara yang dihasilkan dari burung walet maupun dari rekaman suara untuk memancing burung walet tersebut. Jalan Ahmad Yani, Jalan Imam Bonjol, Jalan Ahmad Dahlan merupakan jalanan kota, di mana di jalan-jalan ini masih banyak dijumpai budidaya burung walet. Namun, sampai saat ini belum ada muncul tanggapan yang berarti baik dari masyarakat setempat. Padahal, keberlangsungan budidaya burung walet di tengah kota ini sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Kebijakan pemerintah Labuhan Batu dalam hal pengusahaan dan pengelolaan sarang burung walet ini tentu dapat dipermasalahkan. Mengingat tingginya daya jual sarang burung walet ini dan dampak yang ditimbulkannya atas lingkungan di perkotaan Rantauprapat. Sementara, pemerintah Labuhan Batu hanya mengatur tentang kebijakan retribusi atas pengusahaan ini, yaitu sebesar 10% dari nilai jual pengusahaan tersebut. Hal inilah yang mendasari penelitian ini dalam meneliti dampak pengusahaan dan budidaya sarang burung walet terhadap lingkungan di kota Rantauprapat di kecamatan Rantau Utara.

1.2 Perumusan Masalah

(7)

7

namun juga dengan binatang, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan alam.7

Melihat bahwa kajian terhadap politik lingkungan, khususnya di daerah masih sangat terbatas. Bahwa lingkungan sering diekspolitasi secara terus-menerus tanpa ada upaya maupun langkah-langkah konkrit untuk menjaga maupun memperjuangkan keadilan lingkungan. Lemahnya posisi tawar lingkungan tidak terlepas dari peran Kelangsungan lingkungan merupakan hal yang vital dalam perjalanan kehidupan manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Tentunya, kesehatan lingkungan harus selalu masuk sebagai prioritas utama dalam penyusunan kebijakan apapun. Terutama pada tingkat daerah, di mana kebijakan sering sekali tidak mendapatkan pengawasan dan evaluasi.

Adapun beberapa alasan penelitian ini dalam meneliti dampak sarang burung walet ini antara lain ialah dikarenakan sarang burung walet merupakan suatu pasar, tentunya ia memiliki nilai ekonomi yang besar. Tingginya permintaan dan penawaran terhadap sarang burung walet, menjadikan bisnis ini sangat menjanjikan. Di tambah lagi, regulasi yang menaungi bisnis ini masih kurang jelas. Masih banyak dijumpai praktik budidaya burung walet ini di tengah-tengah perkotaan khususnya di daerah. Kemudian, penelitian menunjukkan bahwa burung walet ini juga dapat membawa penyakit kepada manusia. Artinya, perlu regulasi yang ketat untuk kawasan budidaya ini. Kawasan pemukiman ataupun perkotaan bukanlah kawasan yang tepat untuk mebudidayakan burung walet.

7Nicholas Low & Brendan Gleeson. 2009. Politik Hijau : Kritik Terhadap Politik Konvensional Menuju Politik

(8)

8

pemerintah setempat beserta masyarakat untuk mewujudkan lingkungan yang sehat sebagai tempat mereka tinggal.

Proses pembuatan kebijakan publik yang menyentuh masyarakat sering sekali tidak menyentuh aspek lingkungan. Kebijakan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan terhadap lingkungan layak untuk dipelajari lebih lanjut. Seperti pada kasus di kota Rantauprapat, di mana pengusahaan dan budidaya burung walet ini masih banyak dijumpai di tengah kota. Masalah-masalah kesehatan dan ketentraman tentu menjadi hal pokok bagi masyarakat setempat. Untuk itu penelitianini ingin mengkaji dampak kebijakan pemerintah di daerah terhadap lingkungan. Adapun perumusan masalah yang ingin diteliti adalah apakah dampak yang dihasilkan dari pengelolaan dan budidaya sarang burung walet terhadap lingkungan di kota Rantauprapat di kecamatan Rantau Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan keberadaan sarang burung walet di kota Rantauprapat, kecamatan Rantau Utara

(9)

9

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu politik yang membahas tentang kebijakan terhadap lingkungan di kota Rantauprapat, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam ilmu politik tentang kajian politik lingkungan

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada masyarakat mengenai program dan kebijakan pengolahan lingkungan serta menjadi bahan kajian akademisi sebagai pembelajaran politik lingkungan. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir,

memperluas wawasan kajian ilmu politik lingkungan, serta melihat penerapan-penerapan konsep politik lingkungan di daerah.

1.5 Kerangka Teori dan Konsepsional

1.5.1 Teori Kebijakan Publik

Easton memberikan pengertian kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.8

8

Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta : YPAPI. hlm 2

(10)

10

ada kebijakan yang mengikat masyarakatnya. Terlepas dari dampak yang ditimbulkan dari kebijakan itu, pemerintah berhak untuk menjalankannya atau tidak.

Menurut Charles O. Jones (1997), kebijakan terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

1. Goal, tujuan yang diinginkan,

2. Plans, pengertian yang spesisifik untuk mencapai tujuan,

3. Decision, tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana,

melaksanakan dan mengevaluasi program,

4. Effect, akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder).9

Hubungan yang berlangsung antara pemerintah dengan masyarakat adalah melalui kebijakan, setiap keputusan-keputusan pemerintah untuk memecahkan masalah yang ada di masyarakat. Jones juga menambahkan bahwa kebijakan publik merupakan sebuah kesinambungan kegiatan pemerintah di masa lalu dengan melakukan perubahan sedikit demi sedikit. Tidak semua masalah akan menjadi masalah publik, dan tidak semua masalah akan menjadi isu, serta tidak semua isu menjadi agenda pemerintah. Beberapa tipe dari peristiwa dan isu yang penting dalam konteks politik, meliputi:

9

(11)

11

1. Peristiwa, kegiatan-kegiatan manusia atau alam yang dipandang memiliki konsekuensi pada kehidupan sosial

2. Masalah, kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan manusia yang harus diatasi atau dipecahkan

3. Masalah umum, kebutuhan manusia yang tidak dapat ddipecahkan secara pribadi

4. Isu, masalah publik yang bertentangan satu sama lain atau masalah publik yang diperdebatkan

5. Area isu, sekelompok masalah-masalah publik yang saling bertentangan.

Dalam hubungannya dengan manusia lain, perbuatan manusia mempunyai akibat bagi yang lain, sehingga untuk itu perlu diadakan pengontrolan dari manusia (masyarakat) itu sendiri. Apabila hasil dari pengontrolan itu terbatas, maka inilah yang disebut “masalah pribadi”, sedang bila hasilnya luas, maka disebut “masalah publik” 10

Kesalahan utama dari paradigma neoinstitusionalisme pada dasarnya terletak pada pengabaian terhadap relasi kuasa dalam teritori politik tertentu dan mengalihkannya hanya pada persoalan pilihan rasional dan teknokrasi.Padahal, perlu dicatat bahwa persoalan sebenarnya bukan saja pada persoalan kebijakan-kebijakan tepat manakah yang perlu diambil (rational choice) tapi pada perebutan kepentingan antar kekuatan sosial—sesuai dengan entitas aslinya— yang merupakan bentuk khusus pendistribusian kekuasaan. Logika yang

10

(12)

12

politik, secara implisit menuju logika anti-demokrasi—artinya perspektif neoinstitusionalis—hanya menerima demokrasi sejauh para teknokrat dapat menjalankan kebijakan-kebijakan yang diambilnya dengan baik, tanpa menyertakan kepentingan-kepentingan kelompok lain atas nama good

governance. Lebih ringkasnya, neoinstitusionalisme mereduksi politik hanya

pada persoalan pilihan rasional dan teknokrasi, yang abai terhadap perebutan kekuasan yang menyejarah dan spesifik.11

1.5.2 Konsep Politik Lingkungan

Politik lingkungan acapkali disamakan pengertiannya dengan ekologi politik. Beberapa definisi tentang ekologi politik yang asumsinya adalah sama yaitu: “environmental change and ecological conditions are (to some extent) the product of political processes”12

Menurut Vandana Siva (1993), akar krisis ekologis terletak pada kelalaian pihak penguasa dalam menyingkirkan hak-hak komunitas lokal untuk

Jika keadaan lingkungan adalah produk dari proses-proses politik, maka tidak terlepas pula dalam hal ini adalah keterlibatan proses-proses dialektik dalam politik ekonomi. Perhatian tertentu difokuskan pada konflik yang di timbulkan karena adanya akses lingkungan yang dihubungkan ke sistem politik dan hubungannya dengan ekonomi.

12Sansen Situmorang. 2008. Ekologi Politik : Gagasan CSR Dalam Meredam Gejolak Sosial Masyarakat Lokal.

(13)

13

berpartisipasi secara aktif dalam kebijakan lingkungan.13Paterson mengatakan bahwa politik lingkungan adalah suatu pendekatan yang menggabungkan masalah lingkungan dengan politik ekonomi untuk mewakili suatu pergantian tensi yang dinamik antara lingkungan dan manusia, dan antara kelompok yangbermacam-macam di dalam masyarakat dalam skala dari individu lokal kepada transnasional secara keseluruhan.14

Sementara menurut Bryant, politik lingkungan boleh didefenisikan sebagai usaha untuk memahami sumber-sumber politik, kondisi dan menjadi suatu jaringan dari pergantian lingkungan. Bryant memusatkan kajian politik lingkungannya dengan meneliti operasional dalam pengelolaan hutan dalam kasus Indonesia. Dari defenisi di atas, jelaslah, bahwa defenisi Bryant yang menekankan bahwa politik hal yang pertama atas politik lingkungan, yang berbasis aspek pembangunan dan berwawasan lestari. Ada dua alasan rasional untuk kondisi ini. Pertama, bahwa tekanan politik dan ekonomi dari pemerintah Soeharto mewarnai secara mendalam dalam pengelolaan hutan sejak tiga dekade pemerintahannya (1966-1998). Kedua, implikasi dari tekanan politik dan ekonomi atas perspektif lingkungan telah diabaikan oleh birokrat kehutanan, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan hutan.15

13

Umar Syadat Hasibuan. 2008. Green Politics dan Penyelesaian Persoalan Lingkungan Hidup di Indonesia.

Melalu

14

Herman Hidayat. 2008. Politik Lingkungan: Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm 9

15

(14)

14

Mengamati skala sosial dan lingkungan yang berbeda, politik lingkungan menjelaskan sekurangnya tiga penelitian area yang berbeda. Pertama, penelitian ke dalam sumber yang kontekstual perubahan lingkungan yang menguji pengaruh lingkungan secara umum pada suatu negara, hubungan antar negara, dan kapitalisme global. Judul ini merefleksikan pengaruh yang tumbuh dari kekuatan nasional dan transnasional atas lingkungan dari suatu dunia yang saling bertambah ketergantungan, baik secara politik dan ekonomi. Kedua, area penelitian mencari tahu suatu lokasi dari aspek-aspek yang khusus mengenai perubahan lingkungan, yaitu dengan studi suatu konflik atas akses sumber-sumber lingkungan. Ilmuwan memperoleh pandangan bagaimana kontekstual pelaku berpengaruh atas kondisi sosio-lingkungan yang khusus, hubungan, dan menekankan perjuangan lokasi yang khusus atas lingkungan. Mengambil, baik sejarah maupun dinamika konflik, penelitian area ini menggambarkan bagaimana para petani yang miskin dan marsyarakat lokal tanpa kekuasaan berperang melindungi fondasi lingkungan atas kehidupannya. Ketiga, penelitian area ini menjelaskan jaringan politik dari perubahan lingkungan atas hubungan sosio-ekonomi dan politik.16

1.5.3 Teori Ekonomi Politik

Kita tahu bahwa perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada produsen dan konsumen yang berinteraksi satu sama lain melalui mekanisme pasar. Di sana sini diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Campur tangan

16

(15)

15

pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna. Selain itu, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mengatasi eksternalitas dan untuk pengadaan barang-barang publik. Berbagai keputusan yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijakan publik bukan karena kebijakan itu sudah diundangkan, atau karena kebijakan tersebut dilaksanakan oleh publik, melainkan karena isi kebijakan itu sendiri yang menyangkut bonum commune atau kesejahteraan umum.17

Saat ini terdapat kecenderungan di mana dua kondisi yang kelihatannya berkontradiksi, namun sebenarnya berjalan beriringan. Di satu sisi, hampir semua negara secara ekonomi terintegrasi dengan pasar global, namun di sisi lain kekuasaan politik di dalamnya makin terlokalisasi. Maksud dari kekuasaan yang terlokalisasi ini adalah tersebarnya kekuasaan yang tidak hanya terdapat di pemerintahan pusat, namun juga di wilayah-wilayah dibawahnya, seperti provinsi dan kabupaten/kota. Hal itu terutama pada negara-negara pasca otoritarian seperti Indonesia. Bahwa globalisasi dan lokalisasi berjalan berkelindan satu sama lain. Konsekuensinya, perubahan ekonomi, politik, dan sosial di tingkat lokal pada dasarnya juga dipengaruhi oleh perubahan ekonomi politik di tingkat global.18

17

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga. hlm 11

(16)

16

Secara fundamental, politik adalah kontestasi untuk memperebutkan kekuasaan dan sumber daya alam secara konkrit dan nyata antar kekuatan sosial dan kepentingan di lokus lokal, nasional ataupun internasional yang saling terkait.19

Penganut neoinstitusionalisme melihat bahwa perubahan sosial akan lebih banyak dilakukan oleh elit yang berwawasan luas dan maju. Oleh karenanya, perspektif ini dengan sengaja mengabaikan analisis yang menekankan pada kekuatan-kekuatan sosial dan dimensi sejarah. Aspek penting dari teori modernisasi melihat bahwa negara netral dari segala kepentingan dan dari sanalah peran agen (aktor) untuk menjadi penting untuk pembangunan dan modernisasi. Dalam hal ini, peran para teknokratik menjadi penting untuk mengerahkan jalan modernisasi ekonomi dan politik sehingga para penganut institusionalisme ini percaya bahwa segala problem sosial dan politik bisa diselesaikan dengan pendekatan teknokratis.

Kekuasaan yang makin terlokalisasi menunjukkan bahwa arena kontestasi kekuasaan itu tidak hanya di tingkat nasional dan internasional, namun juga ada di tingkat lokal. Adanya kekuasaan politik di tingkat lokal memberikan kewenangan pada pemerintahan lokal untuk terlibat dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan. Inilah dasar argumen ekonomi politik menurut Hadiz tentang kontestasi politik lokal.

20

19

Vedi R. Hadiz. 2010. Localising Power in Post-Authoritarian: A Southeast Asia Perspective. Stanfort: Stanfort University Press. hlm 2

20

(17)

17

Perubahan institusional via desentralisasi yang dikombinasikan dengan demokrasi, gagal mengatasi relasi kekuasaan predatoris lama. Dalam kasus desentralisasi, hal itu membuat jaringan oligarki lama lebih terlokalkan, karena itu kekuatannya bisa saja otonom dari pusat ataupun berelasi dengan elit di pusat. Oligarki ini mengangkangi perubahan institusi, bahkan mereka justru memanfaatkannya untuk bertransformasi. Karakter mereka tetap sama, yaitu merampok sumber daya ekonomi politik publik melalui kekuasaan. Dalam bahasa lain, elemen-elemen itu tetap hidup dengan bentuk jaringan patronase baru yang bersifat desentralistik, lebih cair, dan saling bersaing satu sama lain. Kekuatan ini yang kemudian membajak agenda desentralisasi sehingga terbentuk problem-problem lain, seperti politik uang, tumbuhnya koersi preman dan KKN semakin tumbuh subur.21

Persoalan menonjol di Indonesia adalah besarnya grup-grup bisnis di dalam pasar yang bukan hasil persaingan atau melalui penentuan pemerintah dalam bentuk penguasaan pasar. Sebenarnya “kerjasama” pemerintah dan swasta berlangsung dimana-mana dan juga di Indonesia di masa-masa 1950-an sampai 1960-an. Persoalannya kini adalah karena magnitude kegiatan yang jauh lebih besar, yang pada gilirannya dapat terjadi karena transformasi ekonomi yang dihasilkan Orde Baru. Sementara itu berbeda dengan masa-masa 1950-an (Politik Benteng) dan 1960-an (Aslam dan Karkam di masa Soeharto), serta

21

(18)

18

akhir 1970-an (UP3DN) maka pihak swasta yang menonjol bergerak sekarang adalah dari kelompok nonpribumi.22

1. Jalur pembayaran pajak, dan

Sementara grup bisnis terutama berfungsi sebagai “kapten-kapten” pertumbuhan maka hubungannya dengan soal kemiskinan dan keadilan lebih berdimensi politis dan sosial ketimbang ekonomis. Maksudnya, bila kita tidak keluar dari jalur Pareto Optimum, maka grup bisnis dapat berperan melalui dua jalur:

2. Jalur peningkatan kesejahteraan pegawai serta pemberian saham kepada pegawai, yang di luar negeri disebut sebagai ESOP (Employee Stock Ownership Program).23

1.5.4 Studi Terdahulu

Penelitian skripsi alumni departemen ilmu politik tahun 2009, Benjamin Rumapea, yang berjudul: Politik Pembangunan Daerah: Peranan Bappeda Kabupaten Samosir Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan

Berwawasan Lingkungan. Di mana penelitian ini menggunakan konsep politik lingkungan dan konsep politik pembangunan dan pembangunan berkelanjutan sebagai landasan teori dalam penelitiannya. Penelitian terdahulu ini

22Sjahrir. 1995. Mikro-Makro Ekonomi Indonesia. Jakarta: UI-Press. hlm 259 23

(19)

19

membahaspembangunan di daerah Kabupaten Samosir, yang dilakukan Bappeda dan dengan memperhatikan wawasan lingkungan yang berkelanjutan.

Kajian dengan tema lingkungan hidup ini bertujuan untuk membuka wawasan tentang lingkungan hidup yang dewasa ini masih sangat terbatas dijumpai.Lingkungan hidup di Kabupaten Samosir merupakan sesuatu yang memiliki daya jual yang tinggi. Sebagaimana Kabupaten Samosir merupakan kawasan pariwisata yang terkenal di Sumatera Utara. Posisi yang sangat vital ini tentu harus diimbangi dengan pembangunan yang berkelanjutan terhadap Kabupaten tersebut. Namun juga tidak menghilangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.

Adapun Kabupaten Samosir merupakan salah satu kawasan wisata yang potensial di Sumatera Utara. Namun demikian, kawasan pariwisata tersebut juga merupakan kawasan pemukiman penduduk. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah setempat untuk dapat mengakomodasi kepentingan kedua pihak. Kawasan pariwisata membutuhkan perhatian pemerintah dalam hal menjaga dan membangun kawasan yang layak untuk dikunjungi wisatawan. Namun, masalah yang kemudian muncul ialah ketentraman masyarakat. Di sisi lain, pemukiman masyarakat juga layak mendapat perhatian pemerintah. Misalnya dalam hal kesehatan lingkungan, ketentraman lingkungan.

(20)

20

dan Pembangunan Nasional.Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Samosir bersama Pemerintah Kabupaten Samosir tentunya sudah membentuk dan merencanakan beberapa rencana strategis dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup. Sebagaimana visi dari pemerintah Kabupaten Samosir, “Samosir Menjadi Daerah Tujuan Wisata Lingkugan yang Inovatif Tahun 2015”,

Untuk itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana politik pembangunan di daerah Kabupaten Samosir, dalam konteks kawasan pariwisata dan juga kawasan pemukiman. Di mana dalam hal pembangunan ini, peneliti ingin melihat peran dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Samosir dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup. Penelitian ini juga didedikasikan demi kesinambungan lingkungan Kabupaten Samosir sebagai kawasan pariwisata, sekaligus kawasan pemukiman yang terkenal di Sumatera Utara.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

(21)

21

makna ataupun dampak yang dirasakan oleh masyarakat atas kebijakan pemerintah. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kota Rantauprapat di kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dalam hal pengumpulan data maupun informasi, maka perumusan lokasi penelitian iniyaitu pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Labuhan Batu, DPRD Kabupaten Labuhan Batu, pengusaha burung walet, serta masyarakat di kota Rantauprapat, Kecamatan Rantau Utara.

(22)

22

burung adalah justifikasi bahwa lingkungan Kota Rantauprapat harus mendapat keadilan.

Ketidaknyaman yang ditimbulkan keberadaan budidaya burung walet ini layak untuk mendapat sorotan yang tajam.Selanjutnya, daerah Labuhan Batu, khususnya Rantauprapat merupakan salah satu daerah pemasok sarang burung walet yang besar.Dibuktikan dari menjamurnya bisnis ini di pedesaan sampai ke perkotaan.Adapun harga jual dari sarang burung walet ini bukanlah kecil, namun pemerintah Kabupaten Labuhan Batu hanya memiliki regulasi retribusi pajak saja, yaitu sebesar 10%.Sementara, dampak terhadap lingkungan di Kota Rantauprapat selama ini tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah setempat.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Dataakandikumpulkan dari beragam sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian, akan di-review semua data tersebut, diberikan makna, dan diolah ke dalam kategori-kategori yang melintasi semua sumber data. Terdapat tiga macam cara untuk memperoleh data, ataupun informasi-informasi, keterangan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan penelitian yang akan dibahas. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:

(23)

23

dengan politik lingkungan dan kebijakan publik, nantinya dikembangkan kerangka-kerangka teoritis dan konsepsional yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Studi Lapangan, dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan yang berhubungan dengan kebijakan politik lingkungan di kota Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu.

Dari data-data lapangan ini nantinya didapatkan hasil-hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan seperti yang tercantum dalam penelitian ini. Pengambilan data ke lapangan digunakan dua data sumber, yaitu:

(24)

24

yaitu, Bapak Muksin, dan Bapak Ibnu Akbar S.Sos, M.M, selaku Lurah Cendana di Kecamatan Rantau Utara.

b. Data Sekunder, berupa pengumpulan informasi tambahan dari dokumen, buku, koran, maupun artikel-artikel yang berhubungan dalam judul dan perumusan masalah dalam penelitian, maupun lampiran-lampiran dan undang-undang yang mengatur program tersebut sehingga diperoleh deskripsi implementasi program, seperti BPS Labuhan Batu dan Kecamatan Rantau Utara.

3. Observasi, yaitu dengan mendatangi secara langsung lingkungan jalanan kota, tempat-tempat budidaya burung walet, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Labuhan Batu.

1.7 Teknik Analisis Data

(25)

25

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran mengenai isi pokok dari penelitian ini, maka penulis akan mempermudah dengan membagi sistematika penulisan kedalam empat bagian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, tujuan mengapa diadakan penelitian ini, manfaat penelitian dan metode penelitian serta kerangka serta konsep teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.

BAB II : PROFIL KOTA RANTAUPRAPAT DAN KEBERADAAN

BUDIDAYA SARANG BURUNG WALET DI KOTA RANTAUPRAPAT

Dalam bab ini akan di uraikan tentang gambaran kondisi umum lokasi penelitian yang menggambarkan keadaan geografis, demografis, ekonomi, dan sosial politik Kota Rantauprapat, serta deskripsi tentang pengelolaan dan budidaya sarang burung walet di Kota Rantauprapat.

BAB III : ANALISIS DAMPAK PENGUSAHAAN SARANG BURUNG

WALET DI KOTA RANTAUPRAPAT

Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian dan juga menganalisis data-data yang telah dapat kemudian akan disajikan untuk mendapatkan kesimpulan mengenai dampak yang dihasilkan dari pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet di Kota Rantauprapat.

(26)

26

Referensi

Dokumen terkait

Section 4 describes some results obtained from processing a full frame of VHR TerraSAR-X data that covers the metropolitan area of Barcelona (Spain) using the PSI technique.. A

: Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling dengan criteria tertentu yaitu penentuan sampel dipilih berdasarkan kriteria, yaitu setiap gugus terwakili meliputi :

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yang mana bentuk penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas (PTK), dimana pelaksanaannya menyajikan semua temuan

Hasil penelitian mendapatkan ada perbedaan kontrol diri pada remaja yang berasal dari keluarga utuh dan bercerai, yakni remaja dari keluarga utuh memiliki kontrol diri yang lebih

berjudul “ Gambaran Penyebab kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Pabelan Kabupaten Semarang ”. Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi sebahagian

Thus the energy of such a determinant is to be considered the energy of the promoted reference state; the pro- motion energy of the atom is then given by the difference of this

Hasil penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa ternyata motif-motif -10 Pribnow box (GATACT), motif -35 box (TTGACA), dan konsensus pengikatan zif23 (CCCACGCGCGTGGGA