• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL UNTUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL UNTUK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL UNTUK PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM TAHUN PERTAMA MENGIKUTI KELAS BILINGUAL

Ari Wibowo, MPd. MSi.

ABSTRAK

Pada analisis regresi, skala pengukuran variabel respon adalah kontinu, baik berskala interval ataupun rasio. Namun demikian, adakalanya skala pengukuran variabel respon yang ditelaah berupa variabel kategorik, baik berskala nominal ataupun ordinal.

Metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data ketika variabel respon mempunyai skala ordinal adalah regresi ordinal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prilaku awal dan karakteristik mahasiswa jurusan PAI. Analisis regresi logistik ordinal diterapkan untuk pemodelan variabel respon berskala ordinal berupa tingkat kesiapan mahasiswa jurusan PAI tahun pertama mengikuti kelas bilingual. Sedangkan variabel penjelas yang diteliti adalah latar belakang pendidikan mahasiswa yang meliputi kluster dan status sekolah.

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kesiapan mahasiswa jurusan PAI tahun pertama mengikuti kelas bilingual yang merupakan hasil konversi nilai akhir mahasiswa yang berupa huruf mutu pada matakuliah Bahasa Arab dan Inggris pada semester pertama tahun akademik 2013/2014. Data tersebut mencakup keseluruhan data mahasiswa jurusan PAI angkatan tahun 2013 yang berjumlah 416 mahasiswa. Variabel respon berupa tingkat kesiapan mahasiswa jurusan PAI tahun pertama mengikuti kelas bilingual. Skor untuk masing-masing kategori tersebut adalah Sangat Siap = 5, Siap = 4, Antara Siap dan Tidak = 3, Tidak Siap = 2, dan Sangat Tidak Siap = 1. Sedangkan variabel penjelas untuk masing-masing variabel respon meliputi: (1) Kluster sekolah pada jenjang sebelumnya {0 : MA, 1 : SMA, 2 : SMK} dan (2) Status sekolah pada jenjang sebelumnya {0 : Negeri, 1 : Swasta}.

Berdasarkan regresi logistik ordinal, variabel penjelas kluster sekolah berpengaruh nyata terhadap kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Arab, sedangkan variabel penjelas status sekolah tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan selang kepercayaan 95% dari nilai rasio odds, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang berasal dari MA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.310 - 0.831 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.385 - 1.077 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Variabel penjelas kluster dan status sekolah berpengaruh nyata terhadap kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Inggris. Berdasarkan selang kepercayaan 95% dari nilai rasio odds, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang berasal dari MA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris pada level rendah 0.942 - 2.689 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris pada level rendah 0.409 - 1.219 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Selain itu, mahasiswa yang berasal dari sekolah Negeri mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.424 - 0.986 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari sekolah Swasta.

PENDAHULUAN

Saat ini analisis regresi telah dikenal secara luas sebagai metode yang dapat digunakan untuk menelaah hubungan antara variabel respon (response variable) dengan satu atau lebih

(2)

variabel penjelas (explanatory variable). Istilah variabel terikat (dependent variable) terkadang digunakan sebagai nama lain dari variabel respon, demikian pula istilah variabel bebas (independent variable) terkadang digunakan sebagai nama lain dari variabel penjelas. Pada analisis regresi, skala pengukuran variabel respon adalah kontinu, baik berskala interval ataupun rasio. Namun demikian, adakalanya skala pengukuran variabel respon yang ditelaah berupa variabel kategorik, baik berskala nominal ataupun ordinal.

Metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data ketika variabel respon mempunyai skala ordinal adalah regresi ordinal. Pada metode ini, variabel bebasnya bisa merupakan kovariat (jika menggunakan skala interval atau rasio) atau bisa merupakan faktor (jika menggunakan skala nominal atau ordinal). Asumsi sebaran data pada regresi ordinal lebih longgar jika dibandingkan dengan analisis regresi. Karena jika data mempunyai skala ordinal maka akan sangat sulit untuk memperoleh kondisi sebaran normal, sehingga asumsi kenormalan tidak berlaku pada metode regresi ordinal.

Model rancangan pembelajaran menurut Dick & Carey (1996) terdiri atas sembilan langkah. Kesembilan langkah tersebut menunjukkan hubungan yang sangat jelas, dan tidak teputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat

pada Dick and Carey (1996) sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya. Tahapan pengembangan sistem pembelajaran tersebut disajikan pada gambar

berikut.

Gambar 1 Model rancangan pembelajaran Dick & Carey (1996)

Penelitian terhadap langkah ketiga model di atas, yaitu untuk mengidentifikasi prilaku

(3)

tersebut akan dimulai dengan pengajaran berbasis mata kuliah dengan menggunakan pengantar bahasa asing yaitu bahasa Arab dan Inggris. Bahasa Arab akan digunakan sebagai bahasa pengantar mata kuliah keagamaan sedangkan bahasa Inggris akan digunakan sebagai pengantar mata kuliah non-keagamaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prilaku awal dan karakteristik mahasiswa jurusan PAI. Analisis regresi logistik ordinal diterapkan untuk pemodelan variabel respon berskala ordinal berupa tingkat kesiapan mahasiswa jurusan PAI tahun pertama mengikuti kelas bilingual. Variabel respon tersebut diperoleh dari hasil reduksi terhadap nilai mutu matakuliah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris pada semester pertama. Sedangkan variabel penjelas yang diteliti adalah latar belakang pendidikan mahasiswa yang meliputi kluster dan status sekolah.

METODE PENELITIAN

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kesiapan mahasiswa jurusan PAI tahun pertama mengikuti kelas bilingual yang merupakan hasil konversi nilai akhir mahasiswa yang berupa huruf mutu pada matakuliah Bahasa Arab dan Inggris pada semester pertama tahun akademik 2013/2014. Data tersebut mencakup keseluruhan data mahasiswa

jurusan PAI angkatan tahun 2013 yang berjumlah 416 mahasiswa.

Variabel respon berupa tingkat kesiapan mahasiswa jurusan PAI tahun pertama

mengikuti kelas bilingual. Skor untuk masing-masing kategori tersebut adalah Sangat Siap = 5, Siap = 4, Antara Siap dan Tidak = 3, Tidak Siap = 2, dan Sangat Tidak Siap = 1. Sedangkan variabel penjelas untuk masing-masing variabel respon meliputi: (1) Kluster sekolah pada jenjang sebelumnya {0 : MA, 1 : SMA, 2 : SMK} dan (2) Status sekolah pada jenjang sebelumnya {0 : Negeri, 1 : Swasta}.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif

Mahasiswa yang menjadi objek penelitian adalah mahasiswa jurusan PAI angkatan 2013 yang mengikuti kelas Bahasa Arab I dan Bahasa Inggris I di FITK IAIN Surakarta yaitu

(4)

Gambar 2 Diagram Lingkaran Kluster Sekolah Asal Mahasiswa Jurusan PAI Angkatan Tahun 2014

Persentase perolehan nilai akhir Bahasa Arab dan Bahasa Inggris mahasiswa PAI Angkatan tahun 2014 pada semester pertama berupa huruf mutu mulai dari A+ sampai dengan C- dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persentase Perolehan Huruf Mutu Matakuliah Bahasa Arab (BA) dan Inggris (BI) pada Semester Pertama

MK A+ A A- B+ B B- C+ C C-

BA 1.73 8.42 15.10 19.55 13.86 15.35 10.40 6.68 8.91 BI 8.21 16.17 22.39 20.15 11.19 12.44 5.22 3.23 1.00

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai Bahasa Inggris I cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan nilai Bahasa Arab I. Hal ini terlihat dari tingginya perolehan nilai A+, A, dan A- yang mencapai 46.77% . Namun untuk nilai Bahasa Arab I, persentase mahasiswa dengan huruf mutu C+, C dan C- cukup besar, yaitu mencapai 25.99%.

B. Regresi Logistik Ordinal untuk Mengkaji Pengaruh Kluster dan Status Sekolah Terhadap Kesiapan Mahasiswa Mengikuti Kelas Bilingual

Konversi level tingkat kesiapan mahasiswa mengikuti kelas bilingual (kelas berbahasa Arab dan Inggris) berdasarkan perolehan nilai atau huruf mutu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Level Tingkat Kesiapan Berdasarkan Perolehan Nilai atau Huruf Mutu

Level Tingkat Kesiapan Nilai Huruf Mutu

V 4.00 A+

3.75 A

IV 3.50 A-

3.25 B+

III 3.00 B

II 2.75 B-

2.50 C+

I 2.25 C

(5)

1. Kesiapan Mengikuti Kelas Berbahasa Arab

Hasil analisis regresi logistik ordinal memperlihatkan bahwa model dengan semua peubah penjelas lebih baik jika dibandingkan dengan model tanpa peubah penjelas dan model dengan peubah penjelas pada level mahasiswa. Hasil uji perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji perbandingan pada model regresi logistik ordinal –2 log Likelihood Deviance Nilai p Model tanpa peubah penjelas 1222.063

Model dengan peubah penjelas 1215.047 30.5296 0.0326

Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa hasil perbandingan antara model tanpa peubah penjelas dengan model yang ditambahkan peubah penjelas menghasilkan nilai p sebesar 0.0326, artinya model dengan peubah penjelas lebih baik daripada model tanpa peubah penjelas. Dengan kata lain, peubah penjelas kluster sekolah yang dimasukkan kedalam model memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Arab. Hasil pendugaan parameter regresi logistik ordinal dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai dugaan parameter regresi logistik ordinal

Penduga Galat Baku Nilai p

Intercept -1.2202 0.2309 <.0001

Intercept 0.1405 0.2190 0.5211

Intercept 0.7045 0.2217 0.0015

Intercept 2.6851 0.2635 <.0001

kluster : 0 -0.6788 0.2516 0.0070

kluster : 1 -0.4397 0.2624 0.0937

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa peubah penjelas kluster MA memberikan hasil yang signifikan terhadap kategori nilai akhir Bahasa Arab I pada taraf 5%, kecuali kluster SMA yang nyata pada taraf 10%. Hasil ini mengonfirmasi pernyataan sebelumnya bahwa pengabaian struktur berjenjang cenderung membawa kepada penolakan hipotesis nol.

Hasil output SAS versi 9.1 memberikan informasi fungsi logit yang terbentuk adalah sebagai berikut:

g(x) = log    

 

 

 

x j j Y P

j Y P

) (

(6)

g(x) = αj – 0.6788 kluster(MA) – 0.4397 kluster(SMA)

Jika kluster berubah maka logit akan naik. Dengan demikian kluster sekolah berpengaruh terhadap peluang kumulatif kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Arab. Hasil AIC memperlihatkan bahwa nilai AIC dengan intersep (1227.047) lebih kecil dari nilai AIC tanpa

intersep (1230.063). Hal tersebut berarti model itu sudah baik.

Walaupun pada uji kelayakan model terlihat bahwa model agak kurang baik dengan nilai p pada uji Pearson 0.0318 < α = 5% dan nilai p Deviance sebesar 0.0326 < α = 5%. Hal tersebut berarti H0 ditolak yang berarti model agak kurang baik. Namun demikian pada keseluruhan G = 7.0162 dengan nilai p = 0.0300 < α = 5% artinya model signifikan. Pada analisis effect dapat dilihat bahwa faktor klusterlah yang paling signifikan pada uji parsial dengan nilai p = 0.0251 < α = 5%.

(7)

Tabel 6 Dugaan model peluang kumulatif kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab untuk masing-masing kluster sekolah

MA SMA SMK

P(Y<=1) 0.1302 0.1598 0.2279

P(Y<=2) 0.3687 0.4259 0.5352

P(Y<=3) 0.5066 0.5659 0.6693

P(Y<=4) 0.8814 0.9042 0.9361

P (Y<=5) 1 1 1

Sedangkan peluang untuk masing-masing kategori respon adalah selisih dari peluang

kumulatif. Sebagai contoh, peluang dugaan bahwa seorang mahasiswa dengan latar belakang pendidikan MA mempunyai tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level menengah (level 3) adalah:

) 2 ( ˆ ) 3 ( ˆ ) 3 ( ˆ

ˆ3P Y P Y P Y

 = 0.5066 – 0.3687 = 0.1379

Secara lengkap peluang dugaan kesiapan mahasiswa menurut kluster sekolah mengikuti kelas berbahasa Arab untuk masing-masing kategori respon disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Peluang dugaan kesiapan mahasiswa menurut kluster sekolah mengikuti kelas berbahasa Arab untuk masing-masing kategori respon

MA SMA SMK

P(Y=1) 0.1302 0.1598 0.2279

P(Y=2) 0.2385 0.2661 0.3073

P(Y=3) 0.1379 0.14 0.1341

P(Y=4) 0.3748 0.3383 0.2668

P (Y=5) 0.1186 0.0958 0.0639

Berdasarkan tabel tersebut dapat diperoleh informasi bahwa peluang dugaan bahwa seorang mahasiswa yang berasal dari MA mempunyai tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab paling tinggi (level 5) adalah sebesar 11.86%. Sedangkan peluang dugaan untuk mahasiswa yang berasal dari SMA sebesar 9.58% dan mahasiswa yang berasal dari SMK sebesar 6.39%.

(8)

Tabel 8 Rasio odds model regresi logistik ordinal

Pengaruh Penduga Rasio Odds

SK 95% Wald bagi Rasio Odds

Lower Upper

kluster MA vs SMK 0.507 0.310 0.831

kluster SMA vs SMK 0.644 0.385 1.077

Berdasarkan selang kepercayaan 95% dari nilai rasio odds, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang berasal dari MA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.310 - 0.831 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang

berasal dari SMK. Sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.385 - 1.077 kali

dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK.

2. Kesiapan Mengikuti Kelas Berbahasa Inggris

Hasil analisis regresi logistik ordinal memperlihatkan bahwa model dengan semua peubah penjelas lebih baik jika dibandingkan dengan model tanpa peubah penjelas dan model dengan peubah penjelas pada level mahasiswa. Hasil uji perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil uji perbandingan pada model regresi logistik ordinal –2 log Likelihood Deviance Nilai p Model tanpa peubah penjelas 1119.815

Model dengan peubah penjelas 1104.378 26.7910 0.0612

Berdasarkan Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa hasil perbandingan antara model tanpa peubah penjelas dengan model yang ditambahkan peubah penjelas menghasilkan nilai p sebesar 0.0612, artinya model dengan peubah penjelas lebih baik daripada model tanpa peubah penjelas. Dengan kata lain, semua peubah penjelas yang dimasukkan kedalam model, yaitu peubah kluster dan status sekolkah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Inggris. Hasil pendugaan parameter regresi logistik ordinal dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai dugaan parameter regresi logistik ordinal

Penduga Galat Baku Nilai p

(9)

Penduga Galat Baku Nilai p

Intercept -1.1074 0.2495 <.0001

Intercept -0.5226 0.2433 0.0317

Intercept 1.3891 0.2529 <.0001

kluster : 0 0.4650 0.2676 0.0822

kluster : 1 -0.3476 0.2783 0.2117

status : 0 -0.4357 0.2154 0.0431

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa peubah penjelas kluster MA memberikan hasil yang signifikan terhadap kategori nilai akhir Bahasa Arab I pada taraf 5%, kecuali kluster SMA yang nyata pada taraf 10%. Hasil ini mengonfirmasi pernyataan sebelumnya bahwa pengabaian struktur berjenjang cenderung membawa kepada penolakan hipotesis nol.

Hasil output SAS versi 9.1 memberikan informasi fungsi logit yang terbentuk adalah

-2.9771 + 0.4650 kluster(MA)– 0.3476 kluster(SMA) – 0.4357 status(Negeri)

 log

-1.1074 + 0.4650 kluster(MA) – 0.3476 kluster(SMA) – 0.4357 status(Negeri)

 log

-0.5226+ 0.4650 kluster(MA)– 0.3476 kluster(SMA) – 0.4357 status(Negeri)

 log

1.3891 + 0.4650 kluster(MA) – 0.3476 kluster(SMA) – 0.4357 status(Negeri)

Jika kluster berubah maka logit akan naik. Dengan demikian kluster sekolah berpengaruh terhadap peluang kumulatif kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Arab. Hasil AIC

memperlihatkan bahwa nilai AIC dengan intersep (1114.382) lebih kecil dari nilai AIC tanpa intersep (1127.815). Hal tersebut berarti model itu sudah baik.

(10)

dengan nilai p = 0.0002 < α = 5% artinya model signifikan. Pada analisis effect dapat dilihat bahwa faktor statuslah yang paling signifikan pada uji parsial dengan nilai p = 0.0431 < α = 5%.

Berdasarkan model di atas dapat diketahui model peluang kumulatif untuk masing-

Sedangkan dugaan model peluang kumulatif untuk kluster sekolah MA dengan status sekolah

Swasta (kluster(MA) = 1, kluster(SMA) = 0, dan status(Negeri) = 0) adalah:

Sehingga didapatkan dugaan model peluang kumulatif kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris untuk masing-masing kluster dan status sekolah sebagaimana disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Dugaan model peluang kumulatif kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris untuk masing-masing kluster dan status sekolah

MA SMA SMK

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta P(Y<=1) 0.0498 0.0750 0.0228 0.0347 0.0319 0.0485 P(Y<=2) 0.2539 0.3447 0.1312 0.1892 0.1761 0.2484 P(Y<=3) 0.3791 0.4856 0.2132 0.2952 0.2772 0.3722 P(Y<=4) 0.8051 0.8646 0.6470 0.7391 0.7218 0.8005

P (Y<=5) 1 1 1 1 1 1

Sedangkan peluang untuk masing-masing kategori respon adalah selisih dari peluang kumulatif. Sebagai contoh, peluang dugaan bahwa seorang mahasiswa dengan latar belakang

pendidikan MA dengan status sekolah Negeri mempunyai tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris pada level menengah (level 3) adalah:

)

Secara lengkap peluang dugaan kesiapan mahasiswa menurut kluster dan status sekolah

(11)

Tabel 12 Peluang dugaan kesiapan mahasiswa menurut kluster dan status sekolah mengikuti kelas berbahasa Inggris untuk masing-masing kategori respon

MA SMA SMK

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta P(Y=1) 0.0498 0.0750 0.0227 0.0347 0.0319 0.0485 P(Y=2) 0.2040 0.2697 0.1084 0.1545 0.1442 0.1999 P(Y=3) 0.1253 0.1409 0.0820 0.1060 0.1011 0.1239 P(Y=4) 0.4260 0.3790 0.4338 0.4439 0.4446 0.4282 P (Y=5) 0.1949 0.1354 0.3530 0.2609 0.2782 0.1996

Berdasarkan tabel tersebut dapat diperoleh informasi bahwa peluang dugaan terbesar bahwa seorang mahasiswa mempunyai tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris paling tinggi (level 5) adalah mahasiswa yang berasal dari SMA Negeri dengan peluang sebesar 35.30%. Selanjutnya diikuti secara berturut-turut oleh mahasiswa yang berasal dari SMK Negeri dan SMA Swasta dengan peluang masing-masing sebesar 27.82% dan 26.09%. Selanjutnya peluang dugaan mahasiswa yang berasal SMK Swasta dan MA Negeri relatif sama yaitu sekitar 20%. Sedangkan peluang dugaan terkecil bahwa seorang mahasiswa mempunyai tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris paling tinggi (level 5) adalah mahasiswa yang berasal dari MA Swasta dengan peluang sebesar 13.54%.

Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik ordinal dapat dilakuan dengan menggunakan nilai rasio oddsnya. Nilai rasio odds beserta selang kepercayaannya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Rasio odds model regresi logistik ordinal

Pengaruh Penduga Rasio Odds

SK 95% Wald bagi Rasio Odds

Lower Upper

kluster MA vs SMK 1.592 0.942 2.689

kluster SMA vs SMK 0.706 0.409 1.219

status Negeri vs Swasta 0.647 0.424 0.986

(12)

dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Selain itu, mahasiswa yang berasal dari sekolah Negeri mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.424 - 0.986 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari sekolah Swasta.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut.

1. Berdasarkan regresi logistik ordinal, variabel penjelas kluster sekolah berpengaruh nyata terhadap kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Arab, sedangkan variabel penjelas status sekolah tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan selang kepercayaan 95% dari nilai rasio odds, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang berasal dari MA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.310 - 0.831 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.385 - 1.077 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK.

2. Variabel penjelas kluster dan status sekolah berpengaruh nyata terhadap kesiapan mahasiswa mengikuti kelas berbahasa Inggris. Berdasarkan selang kepercayaan 95% dari nilai rasio odds, dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang berasal dari MA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Inggris pada level rendah 0.942 - 2.689 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Sedangkan mahasiswa yang berasal dari SMA mempunyai peluang memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa

Inggris pada level rendah 0.409 - 1.219 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari SMK. Selain itu, mahasiswa yang berasal dari sekolah Negeri mempunyai peluang

memiliki tingkat kesiapan mengikuti kelas berbahasa Arab pada level rendah 0.424 - 0.986 kali dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari sekolah Swasta.

DAFTAR PUSTAKA

Addison PA, Hutcheson VK. 2001. The Importance of Prior Knowledge to New Learning. http://otl.curtin.edu.au/events/conferences/tlf/tlf2001/addison.html [29 Mei 2014]

Agresti, A. 1996. An Introduction to Categorical Data Analysis. John Wiley & sons Inc.

Agresti A. 2002. Categorical Data Analysis SecondEdition. New Jersey : John Wiley and Sons. Dick, W., & Carey, L. .1996. The systematic design of instruction. 4th ed. New York, NY:

(13)

Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression. Ed ke-2. New York : John Wiley and Sons.

Iin Maena. 2010. Penerapan Regresi Logistik Ordinal Multilevel Terhadap Nilai Akhir Metode Statistika FMIPA IPB [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Jonassen J, Grabowski B. 1993. Handbook of Individual Differences, Learning and Instruction: Part VII, Prior Knowledge. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates.

McCullagh, P , and Nelder, J.A. (1989) : Generalized Linier Models. Second Edition. Chapman & Hall

Norusis MJ. 2010. SPSS Statistics Guides: Ordinal Regression. http://www.norusis.com/pdf/ASPC_v13.pdf [29 Mei 2014]

Rektor IAIN Surakarta. 2014. Peraturan Rektor IAIN Surakarta Nomor 113 Tahun 2014 tentang Standar Kompetensi Lulusan Program Sarjana S1 IAIN Surakarta.

Sartini. 2009. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Motivasi Belajar dan Jenis Kelamin Mahasiswa Terhadap Keberhasilan Mahasiswa Akuntansi Dalam Mengikuti Kelas Akuntansi Pengantar: Studi Kasus Pada Mahasiswa Akuntansi UAD. Program Studi

Akuntansi – Fakultas Ekonomi. Universitas Ahmad Dahlan.

http://archive.eprints.uad.ac.id/Sartini-PengaruhLatarBelakangPendidikanMotivasiBelajarDanJenisKelaminMahasiswaTerhadapK eberhasilanMahasiswaAkuntansi.pdf [4 Juni 2014]

Gambar

Gambar 1 Model rancangan pembelajaran Dick & Carey (1996)
Gambar 2 Diagram Lingkaran Kluster Sekolah Asal Mahasiswa Jurusan PAI Angkatan Tahun 2014
Tabel 5 Nilai dugaan parameter regresi logistik ordinal
Tabel 7 Peluang dugaan kesiapan mahasiswa menurut kluster sekolah mengikuti kelas berbahasa Arab untuk masing-masing kategori respon
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan adanya hubungan positif dan sangat signifikan antara stres akademik dengan kecenderungan perilaku agresif pada siswa SMA Negeri 1

Kualitas layanan dapat diukur dengan menggunakan dimensi ServQual, yaitu suatu model yang telah banyak digunakan untuk mengukur kualitas layanan yang pertama kali

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yang berasal dari wawancara langsung dengan petani, dimana wawancara disertai dengan daftar pertanyaan berupa

Hasil analisis yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan terhadap hasil penelitian ini diketahui bahwa, Persepsi warga belajar terhadap pelaksanaan

Terimakasih saya ucapkan kepada ibu dan bapak dosen jurusan Teknik Arsitektur UIN Maliki Malang atas bimbingan, perhatian, dukungan, dan motivasi selama saya menuntut ilmu

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian kausal yaitu penelitian untuk mengetahui pengaruh antara satu atau lebih variabel

Penulis sangat tertarik sekali untuk mengadakan penelitian tentang hubungan paparan getaran mesin gerinda terhadap keluhan subyektif hand arm vibration syndrome