• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

HUKUM INTERNASIONAL

“Hukum Udara”

SEKSI

KELOMPOK VII

Nama

:

a)

Nama (NIM)

b)

Nama (NIM)

c)

Nama (NIM)

d)

Nama (NIM)

e)

Nama (NIM)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA

(2)

Kata Pengantar

Puji dan Syukur kami Panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya kami dapat menyelesaikan tugas hukum internasional dengan tema “Hukum Udara” ini tepat pada waktunya. Kami berharap tugas ini dapat memberikan suatu dampak positif dan pembelajaran bagi kita semua.

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...ii

Bab I. Pendahuluan...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

Bab II. Pembahasan...2

A. Pengertian hukum udara dan ruang angkasa...2

B. Status yuridis hukum luar angkasa...2

C. Resolusi-Resolusi Majelis Umum...3

D. Prinsip Umum Hukum Angkasa berdasarkan Outer Space Treaty...7

E. Hak dan Kewajiban Negara...9

Bab III. Penutup...11

A. Kesimpulan...11

B. Saran...11

(4)

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Hukum Udara dan angkasa luar (antariksa) merupakan salah satu cabang ilmu hukum internasional yang relatif baru, karena baru mulai berkembang pada permulaan abad ke-20 setelah munculnya pesawat udara. Oleh karena itu berbeda dengan hukum laut yang pada umumnya bersumber pada hukum kebiasaan, hukum udara dan angkasa luar terutama didasarkan pada ketentuan-ketentuan konvensional, sedangkan hukum kebiasaan hanya mempunyai peranan tambahan dalam pembentukan hukum udara dan angkasa luar.

Pada awalnya banyak yang berpendapat bahwa ruang udara mempunyai status yang analog dengan laut yaitu kedaulatan territorial Negara atas ruang udara di atasnya dengan ketinggian tertentu dan selanjutnya berlaku regime kebebasan seperti kedaulatan negara atas laut wilayah yang dilanjutkan dengan regime kebebasan di laut lepas. Pendapat yang diformulasikan dalam bentuk ini masih diperdebatkan dalam forum internasional karena banyak Negara menganggap ruang udara dalam keseluruhannya tetap ditundukkan pada kedaulatan Negara yang berada di bawahnya.1

Sebagai akibat dari kemajuan teknologi penerbangan yang serba canggih, manusia mulai melakukan kegiatan-kegiatan angkasa luar. Peluncuran satelit buatan Sputnik 1 pada permulaan bulan Oktober 1957, peluncuran astronot pertama Yuri Gagarin dalam pesawat ruang angkasa pada tahun 1961, dan terutama pendaratan di bulan oleh misi Appolo XI tahun 1969, menyebabkan orang berpikir bahwa ruang angkasa luar, seperti halnya dengan laut lepas, tidak mungkin dimiliki oleh Negara manapun juga.2

B. Rumusan Masalah

Tugas untuk paper kelompok ini adalah hukum udara yang akan juga dipresentasikan per kelompok. Isi paper ini antara lain mencakup:

1. Pengaturan hukum ruang angkasa menurut hukum internasional? 2. Prinsip-prinsip dalam hukum ruang angkasa internasional?

3. Hak dan kewajiban Negara menurut hukum ruang angkasa internasional?

1 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Dinamika Global, Penerbit: PT. Alumni, Bandung, cetakanb ke- 7, 2010, hlm. 379.

(5)

4. Hal-hal lain yang dianggap penting oleh kelompok ini?

Bab II. Pembahasan

A. Pengertian hukum udara dan ruang angkasa

Hukum Udara adalah serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum, publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan internasional.3

Hukum Ruang Angkasa adalah hukum yang ditujukan untuk mengatur hubungan antara Negara-negara, untuk menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari segala aktivitas yang tertuju kepada ruang angkasa dan di ruang angkasa serta aktivitas itu demi kepentingan seluruh umat manusia, untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan, terrestrial dan non-terrestrial, di manapun aktivitas itu dilakukan.4

B. Status yuridis hukum luar angkasa

Pasal 1 konvensi paris 1919 secara tegas menyatakan bahwa Negara-negara pihak mengakui bahwa tiap-tiap Negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara ang terdapat di atas wilayah. Konvensi Chicago 1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam konvensi paris 1919. Kedua konvensi tersebut dengan sengaja menjelaskan bahwa wilayah Negara juga terdiri dari laut wilayahnya yang berdekatan.5

Hal ini juga dinyatakan oleh pasal 2 konvensi jenewa mengenai laut wilayah dan oleh pasal 2 ayat 2 konvensi PBB tentang hukum laut 1982.6 Ketentuan-ketentuan yang berlaku

terhadap navigasi udara, termasuk udara diatas laut wilayah, sama sekali berbeda dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur pelayaran maritime. Terutama tidak ada norma-norma hukum kebiasaan yang memperolehkan secara bebas lintas terbang diatas wilayah Negara,yang dapat disamakan dengan prinsip hak lintas damai di perairan nasional suatu Negara.

3 AK, Syahmin and Utama, Meria and Idris, Akhmad, Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Penerbit: Unit Penelitian Fakultas Hukum Unsri dan Unsri Press, Palembang, 2012, hlm. 15.

4 John C. Cooper, Aerospace Law – Subject Matter and Terminology, Recueil des course, JALC, 2003, hlm., 89.

5 Boer Mauna, Op. Cit., hlm., 389.

(6)

2. Ruang Udara Internasional

Kedaulatan teritorial suatu Negara berhenti pada batas-batas luar dari laut wilayahnya. Kedaulatan ini tidak berlaku terhadap ruang udara yang terdapat diatas laut lepas atau zona-zona dimana Negara-negara pantai hanya mempunyai hak-hak berdaulat seperti atas landas kontinen. Atas alasan keamanan, status kebebasan yang berlaku dilaut lepas tidak pula mungkin bersifat absolute. Pasal 12 konvensi Chicago dengan alasan keamanan tersebut menyatakan bahwa diatas laut lepas ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh ICAO sehubungan dengan penerbangan dan maneuver pesawat-pesawat yang terdapat dalam annex dari konvensi.7

Namun internasionalisasi dinilai kurang lengkap. Pertama karena kekuasaan pengaturan oleh ICAO terbatas pada penerbangan sipil dan tidak berlaku terhadap pesawat-pesawat udara public walaupun majelis dari ICAO talah menyarankan kepada Negara-negara pihak untuk memasukkan dalam legislasi nasionalnya masing-masing ketentuan-ketentuan yang juga diberlakukan kepada pesawat-pesawat public yaitu ketentuan-ketentuan udara seperti yang terdapat dalam annek II dari konvensi. ICAO tidak mempunyai wewenang pelaksanaan, kepada masing-masing pihaklah diberikan wewenang untuk mengambil tindakan agar pesawat udara yang mempunyai kebangsaan dari Negara tersebut yang berada diatas laut lepas atau zona eksklusif menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku (pasal 12 konvensi).8

C. Resolusi-Resolusi Majelis Umum

Hukum angkasa luar ini berbeda dari cabang-cabang hukum internasional lainnya mempunyai ciri-ciri khusus yaitu sifat hukumnya yang asli, menyangkut kepentingan yang bersifat universal dan peranan penting yang diamainkan oleh Negara-negara adi daya uni soviet dan amerika serikat. Ciri-ciri khas ini terutama peranan kedua Negara adi daya tersebut telah menyebabkan prosedur pembuatan hukum antariksa cukup unik yang dimulai dengan perundingan-perundingan bilateral antara kedua Negara diatas yang dilanjutkan dengan pembahasan-pembahasan di majelis umum PBB. Majelis umum merumuskan

7 Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Udara dan Angkasa, Penerbit: PT Alumni, Bandung, Edisi Baru, 2009, hlm., 101.

(7)

prinsip-prinsip umum yang dimuat oleh resolusi-resolusi dan perjanjian-perjanjian yang

Pada tahun 1961 di tahun peluncuran yuri Gagarin dengan pesawat ruang angkasanya, majelis umum pada tanggal 20 desember 1961 menerima resolusi pertamanya bersifat substantive yang mencanangkan prinsip kebebasan ruang angkasa. Dua tahun kemudian pada tahun 1963, majelis umum menerima deklarasi prinsip-prinsip yuridik yang mengatur kegiatan-kegiatan Negara di bidang eksplorasi dan penggunaan angkasa luar . deklarasi yang juga diterima oleh amerika serikat dan uni soviet tersebut talah memungkinkan masyarakat internasional untuk merumuskan suatu perjanjian internasional umum mengenai ruang angkasa. Berkat perundingan-perundingan yang berhasil dengan baik antara uni soviet dan amerika serikat dan hasil-hasil karya dari komite penggunaan secara damai angkasa luar, akhirnya majelis umum pada tanggal 19 desember 1966 menerima perjanjian internasional mengenai prinsip-prinsip yang mengatur kegiatan-kegiatan Negara dibidang eksplorasi dan penggunaan angkasa luar termasuk bulan dan benda-benda angkasa alamiah lainnya. Perjanjian ini dapat dianggap sebagai dokumen hukum induk bagi kegiatan-kegiatan di ruang angkasa luar.

Perjanjian ini secara serentak dibuka untuk penandatanganan di London, moskow dan Washington tanggal 27 januari 1967 dan dengan cepat mulai berlaku tanggal 10 oktober tahun yang sama. Sesuai dengan namanya dan atas keinginan uni soviet dokumen hukum tersebut hanya semacam kerangka yang menyebutkan prinsip-prinsip umum yang selanjutnya harus diperjelas, dirinci dan dilaksanakan.

Perjanjian-perjanjian Internasional Yang Diterima Majelis Umum sebagai kelanjutan deklarasi 1963 dan perjanjian internasional 1967. Majelis umum menerima 4 perjanjian tambahan yang melengkapi dari mengembangkan dokumen-dokumen yang telah ada yaitu:

(8)

1) Persetujuan mengenai penyelamatan astronot, pengembalian astronot dan resitusi benda-benda yang diluncurkan keruang angkasa tanggal 22 april 1968, Res. No.2345 (XXII). 2) Konvensi mengenai tanggung jawab internasional untuk kerugian yang disebabkan

benda-benda spasil tanggal 29 maret 1972, Res. 2223 (XXIX) 19 desember 1966.

3) Konvensi mengenai imatrikulasi benda-benda yang duiluncurkan ke angkasa luar tanggal 14 januari 1975, Res. 3235 (XXIX).

4) Persetujuan yang mengatur kegiatan-kegiatan Negara di bulan dan benda-benda ruang angkasa lain, tanggal 18 desember 1979, Res 34/68.

Komite Penggunaan Secara Damai Ruang Angkasa Luar. Pada tahun 1958 segera setelah peluncuran satelit buatan pertama. Majelis umum PBB memutuskan untuk mendirikan suatu AD Hoc Commite On the Peacefull Usus of the outer Space untuk membahas :

1) Kegiatan-kegiatan dan sumber-sumber PBB, badan-badan khusus dan badan-badan internasional lainnya mengenai penggunaan secara damai ruang angkasa luar.

2) Kerjasama internasional dan program-program di bidang yang kiranya dapat dilakukan dibawah naungan PBB.

3) Pengaturan-pengaturan organisasi untuk mempermudah kerjasama internasional dalam rangka PBB.

4) Masalah-masalah hukum yang dapat muncul dalam kegiatan eksplorasi ruang angkasa 5) Ada Juga Beberapa Teori Yang Dilahirkan Dari Organisasi Internasional, Perjanjian

Internasional, Cara Bekerja Sebuah Pesawat Angkasa, Cara Bekerja Transmisi Gelombang Radio, Teori Orbit Satelit. Antara lain:

1. Teori ICAO (International Civil Aviation Organization).

(9)

reaksi udara menurut teknologi penerbangan berkisar 25 mil sampai 30 mil dari permukaan bumi atau sekitar 60.000 kaki.

2. Teori Transmisi Radio

Teori ini didasarkan pada sifat gelombang yang memancar melalui perantaraan konduktor atmosfir udara dapat ditentukan bahwa batas ruang angkasa dimulai dari batas maksimum udara dimana gelombang radio tidak dapat menembus batas tersebut melainkan kembali memantul ke bumi ketinggian berdasarkan teori berkisar 150 mil sampai 300 mil dari permukaan bumi.

3. Teori Outer Space Treaty 1967.

Teori ini memberi batas antara ruang udara dan ruang angkasa berdasarkan teori titik terendah orbit suatu satelit atau suatu space objects. Pembatasan teori outer space treaty bersifat tidak pasti. Hal ini bergantung pada karakteristik suatu satelit buatan dan kepadatan atmosfir di suatu orbit pada waktu tertentu. Menurut teori ini, ruang angkasa dimulai pada ketinggian 80 Km diatas permukaan bumi yang merupakan batas ketinggian minimum (lower limit) dari suatu orbit satelit.

4. Teori GSO (Geo Stationary Orbit).

Teori ini dipakai oleh negara-negara “kolong” dimana negaranya dilalui garis khatulistiwa termasuk Indonesia untuk memperjuangkan klaim hak-hak berdaulat, mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam di ruang angkasa yang berbentuk cincin ketinggian berkisar 36.000 km dari permukaan bumi. Teori ini lahir dari kegigihan perjuangan negara-negara equator (khatulistiwa) untuk memperoleh preferential rights atas GSO.10

5. Teori Pesawat Lockheed U-2

Teori ini milik Amerika Serikat dengan kemampuan terbang berkisar 78. 000 kaki. Pesawat LU-2 jenis pengintai ini ditembak jatuh oleh USSR. Sehingga menimbulkan perang argumentasi antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Pihak Uni Soviet memprotes Amerika karena pesawat udaranya telah memasuki wilayah udara Uni Soviet. Sebaliknya, Amerika berdalih bahwa pesawatnya terbang pada ketinnggian yang dikategorikan sebagai wilayah ruang angkasa yang bebas dari klaim kedaulatan dari negara manapun.

(10)

6. Teori Space Shuttle atau teori Orbiter.

Untuk memperkuat argumentasi yuridis masalah status hukum pesawat ulang-alik yang banyak menimbulkan silang pendapat di kalangan ilmuan hukum udara. Beberapa ilmuan hukum udara masih belum bisa menarik kesimpulan tentang penundukan hukum atas pesawat ulang alik. Di satu sisi tunduk pada hukum ruang angkasa dan di sisi lain tunduk pada hukum udara internasional. Karena sifat-sifat kendaraan tersebut selalu berubah-ubah, kadang sifatnya sebagai pesawat angkasa dan juga sebagai pesawat udara biasa (K Martono, 1987). Untuk memperkuat argumen yuridis berkenaan dengan batas delimitasi ruang udara dan ruang angkasa dapat dilihat dari proses kerja pesawat ulang alik pada saat menjalankan misinya. Meluncur ke ruang angkasa melalui tiga tahapan yakni tahap ascend/launching (peluncuran), tahap orbital (penempatan ke orbit), dan tahap descend (pulang turun kembali ke bumi memasuki atmosfir). Turunya pesawat dengan gaya aerodinamis menggunakan reaksi udara mirip pesawat udara komersial biasa. Dari proses kerja pesawat ini dapat diambil teori penentuan delimitasi ruang udara dan ruang angkasa. Teori tersebut adalah batas ruang udara berlaku pada saat tangki luar bahan bakar pecah dan terbakar disusul dua roket pendorong lepas pada ketinggian 50 mil dari permukaan bumi.

D. Prinsip Umum Hukum Angkasa berdasarkan Outer Space Treaty

Pertama: larangan pemilikan nasional atas ruang angkassa dan benda-benda langit (non-apptoptiation). Hal ini tercantum dalam pasal 2 Outer Space Treaty (OST) yang berbunyi: “ruang angkasa teermasuk bulan dan benda-benda langit lainnya tidak dapat dijadikan milik nasonal baik melalui pernyataan kedaulatan, penggunaan, ataupun pendudukan melalui cara lain apapun.

Kedua: hak-hak yang sama bagi semua Negara untuk secara bebas memanfaatkan ruang angkasa

Ketiga: kebebasan melakukan penyelidikan ilmiah di ruang angkasa; melindungi hak-hak berdaulat Negara atas objek-objek ruang angkasa yang diluncurkan oleh mereka

Keempat: kerjasama Negara-negara dengan tujuan, memberikan bantuan kepada awak pesawat ruang angkasa daloam suatu peristiwa darurat

Secara keseluruhan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Space Treaty 1967 meliputi:11

(11)

a) Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, bulan dan benda-benda ruang angkasa lainnya bagi semua Negara untuk tujuan damai dan kerjasama internasional (pasal 1 dan 2 Article I Space Traty 1967). Terkandung juga dalam prinsip ini bahwa untuk merealisasikan kebebasan ekploitasi ruang angkasa, maka ruang angkasa dan benda-benda angkasa lainnya tidak boleh dijadikan sebagai objek kepemilikan yaitu dengan melakukan sebuah klaim kedaulatan suatu Negara (Article II Space Treaty 1967); b) Pelaksanaan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa harus sesuai dengan hukum

internasional dan piagam PBB;

c) Larangan penempatan senjata-senjata di ruang angkasa;

d) Pemberian bantuan kepada astronot dan pemberitahuan mengenai gejala-gejala yang membahayakan di ruang angkasa;

e) Tanggung jawab internasional harus dilakukan oleh Negara yang melaksanakan kegiatan di ruang angkasa;

f) Ganti rugi atas kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan di ruang angkasa; g) Jurisdiksi Negara peluncur atas person dan objek yang diluncurkan;

h) Prinsip pencegahan terhadap pencemaran terhadap pencemaran dan kontaminasi dari ruang angkasa dan benda-benda ruang angkasa;

i) Prinsip tentang keharusan memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal PBB dan masyarakat internasional mengenai maksud dan tujuan serta hasil dari kegiatan ruang angkasa;

j) Prinsip penggunaan sistem ruang angkasa secara bersama.

Konvensi Chicago 1944 memiliki 4 prinsip yaitu:12

a) Airspace Soverignty b) Nationality of Aircraft

c) Condition to Fulfill with the Respect to Aircraft or by Their Operators d) International Cooperation and Facilitation

(12)

E. Hak dan Kewajiban Negara

Hak Negara:

1) Hak untuk melakukan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa.dalam hal ini setiap Negara dapat secara bebas untuk mengeksplorasi dan menggunakan ruang angkasa untuk kepentingan negaranya maupun kepentingan internasional namun harus dilakukan dengan tujuan damai dan bukan untuk menguasai atau untuk hal-hal yang tidak baik dan merugikan.

2) Hak untuk memperoleh ganti rugi bila mengalami kerugian akibat benda-benda angkasa. Dalam hal ini Negara yang mengalami kerugian akibat benda-benda langit milik Negara lain berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Seperti misalnya jatuhnya roket suatu Negara ke wilayah Negara lain dan mengakibatkan kerugian bagi Negara tersebut, maka Negara yang mengalami kerugian dapat menuntut ganti rugi kepada Negara peluncur roket tersebut.

3) mempunyai yurisdiksi dan wewenang untuk mengawasi benda antariksa termasuk personil didalamnya. Dalam hal ini Negara-negara yang memiliki benda-benda ruang angkasa dapat secara bebas mengawasi benda antariksanya dan personil didalamnya tanpa ada yurisdiksi karena ruang angkasa adalah milik bersama bukan milik salah satu / beberapa Negara saja

4) Hak untuk mengakses benda-benda langit dan benda-benda angkasa Negara lain. Dalam hal ini setiap Negara bebas mengakses benda langit Negara manapun dengan seijin Negara yang bersangkutan namun dalam beberapa hal seperti untuk mengakses ISS (International Space Station) tidak perlu mendapatkan izin karena ISS merupakan milik bersama, dan penggunaannya bersifat umum.

Kewajiban Negara:

1) Tunduk pada ketentuan hukum internasional dan PBB. Dalam PBB yang mengatur urusan ini adalah badan PBB yaitu UN-COPUOS United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space dan UNOOSA (United Nations Office for Outer Space Affairs)

(13)

yang meluncurkan benda-benda angkasanya ke ruang angkasa, maka Negara tersebut harus membawa kembali benda-benda angkasanya ke bumi setelah penggunaannya selesai

3) Bertanggung jawab secara internasional terhadap benda-benda angkasanya. Dalam hal ini jika benda angkasa suatu Negara jatuh dan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi Negara lain, maka Negara pemilik benda-benda angkasa tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang di derita oleh Negara yang mengalami kerugian akibat jatuhnya benda-benda angkasa milik Negara peluncur / pengirim benda-benda angkasa

4) Mendaftarkan dan memberitahukan benda-benda angkasanya. Dalam hal ini Negara harus mendaftarkan benda-benda angkasanya kepada komite internasional / PBB yang mengatur tentang ruang angkasa dan memberitahukannya kepada public akan benda-benda angkasa yang dimilikinya

5) Melakukan perlindungan dan pelestarian lingkungan. Dalam hal ini dalam kepemilikan benda-benda ruang angkasa suatu Negara tidak boleh menimbulkan kerusakan lingkungan baik di bumi maupun di ruang angkasa

6) Melakukan pengawasan dan control terhadap benda-benda angkasanya. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus sehingga jika benda-benda angkasa miliknya mengalami masalah Negara pemilik dapat segera mengatassinya

7) Melaakukan kerjasama internasional. Kerjasama internasonal dalam hal ini salah satunya adalah dalam menolong astronot yang mengalami masalah di ruang angkasa, selain itu dalam pembuatan benda-benda angkasa juga diperlukan kerjasama internasional seperti dalam pembuatan ISS (International Space Station).

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan

(14)

B. Saran

(15)

Daftar Pustaka

AK, Syahmin and Utama, Meria and Idris, Akhmad, 2012, Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Penerbit: Unit Penelitian Fakultas Hukum Unsri dan Unsri Press, Palembang.

Boer Mauna, 2010, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Dinamika Global. Penerbit: PT. Alumni, Bandung, cetakanb ke- 7.

Hall Bronner, R, 2003, Freedom of the Air on the Convention on the Law of the Sea, AJIL, Vol 71.

Ida Bagus Rahmadi Supancana, 2008, Perkembangan Pengaturan GSO dalam Forum Internasional dalam E. Saefullah dan Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Perkembangannya, Penerbit: Remadja Karya, Bandung, (Edisi baru).

John C. Cooper, 2003, Aerospace Law – Subject Matter and Terminology, Recueil des course, JALC.

Juajir Sumardi, 1996, Hukum Ruang Angkasa (suatu pengantar), Pradnya Paramita, Jakarta.

Mieke Komar Kantaatmadja, 2009, Hukum Udara dan Angkasa, Penerbit: PT Alumni, Bandung, Edisi Baru.

T.May Rudy, 2002, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung.

http://www.oosa.unvienna.org/

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi keruangangkasaan yang semakin berkembang pesat dari tahun ke tahun menyebabkan semakin meluasnya pengeksplorasian yang dilakukan oleh umat manusia bukan hanya

Pada tahun yang sama, Majelis Umum PBB, dalam resolusi 2444 (XXIII) mendukung rekomendasi dari Konperensi agar Sekretaris Jenderal PBB, setelah melakukan konsultasi dengan

PERATURAN BUPATI BOJONEGORO NOMOR : 57 TAHUN 2020 TANGGAL : 7 DESEMBER 2020 SEKSI PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN

Tiga tahun setelah PBB berdiri, Majelis Umum mencanangkan Pernyataan Umum tentang HAM (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948. Dapat dikatakan bahwa

Dalam putusan tersebut, majelis hakim telah menyatakan bahwa PT Ang- kasa Pura Logistik telah terbukti mela- kukan pelanggaran atas Undang-undang Nomor 5 tahun

di berbagai lembaga yang ada sebelum UU No. 10/2004 diundangkan dan dikenal dengan keputusan yang bersifat tidak mengatur. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan