• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DINDING BATA MERAH DALAM MENAHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH DINDING BATA MERAH DALAM MENAHA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komponen Bangunan

Komponen bangunan secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu

Komponen Struktural dan Komponen Nonstruktural

( http://matakuliahteknik.blogspot.com/2010/04/komponen-bangun an.html).

Komponen struktural merupakan komponen pendukung utama berdirinya bangunan, sedangkan komponen non struktural ialah komponen yang tidak mendukung berdirinya suatu bangunan, atau biasa disebut komponen tambahan. Komponen Struktur dibagi menjadi dua, yaitu Struktur Bagian Atas dan Struktur Bagian Bawah.

2.1.1 Pengertian Struktur Atas Gedung

Struktur atas suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah (SNI 2002). Struktur atas ini terdiri atas kolom, pelat, balok, dinding geser dan tangga, yang masing-masing mempunyai peran yang sangat penting.

2.1.2 Komponen-Komponen Struktur Gedung Bagian Atas a) Kolom

(2)

manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.

Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan tegangan tekan dan tarik pada bangunan. Gambar 2.1 ini adalah contoh gambar struktur kolom.

Gambar 2.1 Kolom

Sumber : http://pu.bantulkab.go.id/filestorage/berita/2014/09/tn610/tn610_c.jpg

b)Balok

(3)

Gambar 2.2 Balok Sumber :

http://4.bp.blogspot.com/-0V7hx46iU1I/T1bR6EX0GSI/AAAAAAAAB3U/ugqA00r7lNc/s1600/balok+induk+1+bal +anak.jpg

c) Plat Lantai

Plat lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan.

Ketebalan plat lantai ditentukan oleh : a. Besar lendutan yang diijinkan

b. Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung c. Bahan konstruksi dan plat lantai

(4)

Gambar 2.3 Plat Lantai sebelum dicor

Sumber : https://rumahbagusku.files.wordpress.com/2012/04/platlantai.jpg

d) Tangga

(5)

bagian-bagiannya.

Gambar 2.4 Bagian-bagian tangga

Sumber : http://tekniksipilinfo.blogspot.com/2011/08/definisi-konstruksi-perhitungan-tangga.html

e)

Dinding Geser

(6)

tangga atau shaft guna menahan beban lateral tanpa mengganggu penyusunan ruang dalam bangunan.

f) Atap

Atap adalah bagian paling atas dari suatu bangunan, yang melindungi gedung dan penghuninya secara fisik maupun metafisik (mikrokosmos/makrokosmos). Permasalahan atap tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya. Di daerah tropis atap merupakan salah satu bagian terpenting. Struktur atap terbagi menjadi rangka atap dan penopang rangka atap. Rangka atap berfungsi menahan beban dari bahan penutup. Penopang rangka atap adalah balok kayu / baja yang disusun membentuk segitiga, disebut dengan istilah kuda-kuda.

2.2 Dinding

2.2.1 Pengertian Dinding

Dinding adalah salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan atau membentuk ruang. Dilihat dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi / pengisi (tidak menahan beban) dan ada yang berupa dinding struktural (bearing wall). Dinding pengisi / partisi yang sifatnya non struktural harus diperkuat dengan rangka (untuk kayu) dan kolom praktis/sloof/ringbalk (untuk bata).

Dinding memiliki berbagai jenis, antara lain adalah dinding beton, dinding bata, dinding batako, dinding kayu, dan dinding batu alam.

2.3 Bata Merah

2.3.1 Pengertian Bata Merah

(7)

dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

Gambar 2.5 Bata Merah

Sumber: https//:www.Batamerahputih.wordpress.com

2.3.2 Ketentuan Bata Merah

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pelaksanaan penelitian batu bata antara lain:

a. Pembuatan bata

Proses pembuatan bata merah, dari penggalian tanahnya, pencampurannya dengan air dan bahan-bahan lain jika perlu, hingga pemberian betuknya dapat dilakukan seluruhnya dengan tangan mempergunakan cetakan-cetakan kayu, atau pada prosesnya dipergunakan mesin-mesin (Yayasan Dana Normalisasi Indonesia, 1978).

b. Kualitas batu bata

Pembagian kualitas batu bata merah dapat dibagi atas tiga tingkatan dalam hal kuat tekan dan penyimpangan ukuran menurut SNI-10, 1978:9 yaitu:

(8)

2. Batu bata mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 80 kg/cm2 sampai 100 kg/cm2 dan ukurannya yang menyimpang satu buah dari sepuluh benda percobaan.

3. Batu bata merah mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-raat antara 60 kg/cm2 sampai 80 kg/cm2 dan ukurannya menyimpang dua buah dari sepuluh benda percobaan.

c. Standar batu bata

Batu bata merah adalah batu buatan yang terbuat dari suatu bahan yang dibuat oleh manusia supaya mempunyai sifat-sifat seperti batu. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan memanasi (membakar) atau dengan pengerjaan-pengerjaan kimia. (Djoko Soejoto dalam Nuraisyah Siregar, 2010).

Syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-1991 dan SII-0021-78 meliputi beberapa aspek seperti:

1. Pandangan luar

Batu bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak dan perubahan bentuk yang berlebihan, tidak mudah hancur atau patah, warnanya seragam, dan berbunyi nyaring bila dipukul.

2. Ukuran

Standar Bata Merah di Indonesia oleh Y.D.N.I (Yayasan Dana Normalisasi Indonesia) nomor 15-2094-1991 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah sebagai berikut:

(1) Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm

(9)

Standar ukuran batu bata menurur SII-0021078 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Modul standara ukuran batu bata merah sesuai dengan SII-0021-78

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

M-5a 65 90 190 Sedangkan selisih antara batu bata berukuran maksimum dengan batu bata berukuran minimum yang diperbolehkan, yaitu untuk panjang 10 mm, lebar 5 mm, dan tebal 4 mm.

Ukuran maksimum batu bata sesuai dengan SI-0021078 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Ukuran maksimum batu bata sesuai dengan SII-0021-78

Kelas

Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000

a. Sifat tampak

Batu bata harus berbentuk segi empat panjang, mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisinya harus datar

(10)

Standar batu bata merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standar Nasional) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk batu bata merah.

Ukuran batu bata berdasarkan SNI 15-2094-2000 sebagai berikut: Tabel 2.3. Ukuran batu bata berdasarkan SNI 15-2094-2000

(11)

Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20 %.

e. Garam yang membahayakan

Garam yang mudah larut dan membahayakan Magnesium sulfat (MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalium Sulfat (K2 SO4), dan kadar garam maksimum 1,0 % tidak boleh menyebabkan lebih dari 50 % permukaan batu bata tertutup dengan tebal akibat pengkistalan garam.

f. Kerapatan semu

(12)

2.4 Karakterisitik Material 2.4.1 Beton

1) Modulus Elastisitas

Nilai modulus elastisitas beton (Ec) ditentukan menurut SNI 03-2847-2013/SNI Beton pasal 8.5.1 sebagai berikut:

Ec = wc1.5 0,043

f ' c dimana:

Ec = modulus elastisitas pasangan dinding bata wc = berat volume beton

f’c = kuat tekan puncak beton.

2.4.2 Pasangan Dinding Bata

1) Modulus Elastisitas

FEMA-356 dalam https://wisuda.unud.ac.id>pdf merekomendasikan nilai modulus elastisita (Em) untuk pasangan dinding bata sebagai berikut: Em = 550 f’m

dimana:

Em = modulus elastisitas pasangan dinding bata F’m =kuat tekan puncak pasangan dinding bata

Laboratorium bahan Universitas Indonesia melakukan penelitian tentang modulus elastisitas pasangan dinding bata yang terdapat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Modulus Elastisitas Pasangan Bata Merah Berdasarkan Penelitian di Indonesia

No Jenis Pasangan E (MPa)

1 Tanpa Plesteran 2237,50

2 Dengan Plesteran 3201,86

3 Dengan Komprot + Plesteran 2135,80

(13)

Menurut Grimm (1975), nilai untuk kuat geser dari pasangan dinding bata ( ) berkisar antara 410 kN/mƮ 2 sampai 4690 kN/m2. (https://wisuda.unud.ac.id>pdf)

5. Kuat tarik diagonal

Grimn (1975) dalam https://wisuda.unud.ac.id>pdf merekomendasikan persamaan berikut yang digunakan untuk memperkirakan kuat Tarik diagonal dari pasangan dinding bata (fdt):

fdt = k

f ' m dimana:

fdt = kuat Tarik diagonal dari pasangan dinding bata, dalam satuan psi k = faktor konstanta, yang nilainya berkisar antara 2,5 sampai 4,5 f’m = kuat tekan puncak pasangan dinding bata, dalam satuan psi

2.5 Material properti yang digunakan

Leksono, dkk (2012), melakukan pengujian kuat tekan pada 2 jenis batu bata, yaitu batu bata produksi pabrik dan batu bata konvensional. Pengujian dilakukan pada 10 buah benda uji pada masing-masing jenis. Batu bata yang diuji dipotong melintang menjadi dua bagian, kemudian disambung menggunakan mortar perbandingan 1:5 setebal 1,5 cm, permukaan atas bawahnya juga diberi mortar agar permukaan rata. Pengujian dilakukan dengan menekan batu bata sampai mengalami kehancuran dan kemudian dicata kuat tekan maksimum yang tercapai.

Hasil pengujian menghasilkan beban maksimum untuk batu bata produksi pabrik adalah 7900 kg, sedangkan untuk batu bata konvensional adalah 3100 kg. Maka dengan membagi hasilnya dengan luas permukaan, didapatkan fbc = 7 MPa (batu bata produksi pabrik) dan fbc = 3 MPa (batu bata konvesional).

(14)

Nilai elastisitas batu bata pada perencanaan ini mengacu pada penelitian di Indonesia (Laboratorium Bahan Universitas Indonesia) yang terdapat pada Tabel 2.5 Modulus Elastisitas Pasangan Bata Merah Berdasarkan Penelitian di Indonesia. Dari Tabel 2.5 tersebut didapat Modulus elastisitas pasangan batu bata dengan plesteran sebesar 3201,86 MPa.

2.6 Koneksi dinding dengan struktur

Pada umumnya dinding pengisi dapat dibuat dari material tanah liat (batu bata), beton tanpa tulangan dengan bentuk dan ukuran yang bervarisi. Kekuatan dan kekakuan struktur pada portal dengan dinding pengisi dapat ditingkatkan dengan memberi perkuatan pada dinding pengisi. Perkuatan dinding dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan penambahan tulangan baja pada dinding pengisi. Paulay dan Prisstley (1992) dalam Suku (2007) dalam Hutasoit (2014) melaporkan bahwa dinding pengisi dengan tulangan (reinforced masonry) mempunyai tingkat daktilitas yang lebih tinggi dari dinding pengisi tanpa tulangan (unreinforced masonry). Suku (2007) dalam Hutasoit (2014) melakukan analisi perilaku model portal satu tingkat dengan satu bentang yang berdinding pengisi penuh dengan dan tanpa tulangan yang dibebani dengan beban lateral. Hasil analisis portal dengan dinding pengisi tanpa tulangan jika dibandingkan dengan portal terbuka menunjukan bahwa dengan adanya dinding pengisi meningkatkan kekuatan dan kekakuan struktur. Pada portal dengan dinding pengisi bertulang terlihat bahwa dengan pemasangan tulangan pada dinding pengisi dapat meningkatakan kekuatan, kekakuan, dan daktilitas struktur. Akibat pemasangan tulangan pada dinding pengisi dapat mengurangi retak yang menyebabkan terlepasnya panel dinding dengan kolom dan balok bawah portal.

(15)

akibat gempa’ untuk memastikan bahwa struktur bangunan bekerja sebagai satu kesatuan yang utuh, setiap bagian dinding tembok harus dibingkai dengan kolom dan balok dengan, atau kolom harus dipasang setiap jarak maksimum 3 m dengan dilengkapi balok sloof dan ringbalok. Besi tulangan dipasang sebagai agkur (stek) dan ditanam di dalam adukan siar horizontal di setiap 6 lapis bata (sekitar 35 cm) atau antara 5-8 susun pasangan bata dengan kedalaman (panjang penjangkaran) minimal 30 cm di setiap bagian untuk memperkuat hubungan antara dinding dengan kolom dan balok sehingga dapat bekerja sebagai satu kesatuan dalam menahan beban.

(16)

Gambar 2.6 Pemasangan Angkur Sumber : (Ismail. 2010.)

Ismail (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh angkur dari kolom ke dinding bata merah pada rumah sederhana akibat beban gempa dengan melakukan percobaan pada dua buah benda uji, benda uji yang pertama yaitu berupa dinding bata berukuran 1,5 m x 1,5 m yang dipasang menggunakan angkur (stek) dari kolom ke dinding (Gambar 2.13), dan benda uji yang ke dua tidak menggunakan angkur (stek) dari kolom ke dinding (Gambar 2.14). Pengujian ini dilakukan dengan cara pemberian beban lateral pada benda uji.

Gambar 2.7. Benda uji 1

Gambar 2.8. Benda uji 2

Sumber : (Ismail. 2010.)

(17)

mengakibatkan terpisahnya dinding bata dengan kolom, sedangkan benda uji yang tidak menggunakan angkur juga menghasilkan pola retak diagonal tetapi mengakibatkan terpisahnya antara dinding bata dengan kolom. Hal ini membuktikan bahwa pemasangan angkur (stek) dari dinding beta ke kolom berfungsi untuk mendukung aksi komposit satu sama lain dalam hal menahan beban gempa, dan juga dapat meningkatkan perkuatan hubungan antara dinding bata dengan kolom.

2.7 Konsep Pembebanan Pada Struktur (Beban Gravitasi)

Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup. Beban gravitasi merupakan tipe beban lateral yang bergerak secara vertikal (http://ardi-architec.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-sistem-struktur/).

Dalam melakukan analisis terhadap desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar adalah pemisahan antara beban – beban yang bersifat statis.

Beban statik adalah gaya yang bekerja secara terus menerus pada struktur. Jenis-jenis beban statis menurut Peraturan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPURG) 1987 dan Peraturan Beban Minimum untuk Bangunan Gedung dan Struktur lain (SNI-1727-2013) yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah:

2.7.1 Beban mati (Dead Load/DL)

Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan lain termasuk berat keran (SNI-1727-2013).

(18)

Beban mati pada perencanaan gedung ini terdiri atas berat sendiri struktur ditambah beban mati tambahan dan beban dinding pengisi. Ketentuan beban mati yang digunakan dalam perencanaan ini adalah ketentuan dari (PPURG) 1987 seperti Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Beban mati pada struktur

Beban Mati (DL) Besar Beban Satuan

Beton bertulang 2400 kg/m3

Keramik per cm tebal 24 kg/m2

Adukan per cm tebal 21 kg/m2

Langit - langit + Penggantung 18 kg/m2

Beban dinding bata merah ½ bata 250 kg/m2 konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati (SNI-1727-2013).

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap (PPIUG’ 83).

Ketentuan beban mati yang digunakan dalam perencanaan ini adalah ketentuan dari (SNI-1727-2013) seperti pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Beban hidup pada struktur

Beban Hidup (LL) Besar Beban Satuan

Ruang kantor 240 kg/m2

Koridor Lantai pertama 479 kg/m2

(19)

Atap Datar 100 kg/m2

Sumber : SNI-1727-2013

2.7.3 Kombinasi Pembebanan

Untuk pemodelan dalam perencanaan gedung ini berdasarkan SNI 1727 2013, maka kombinasi pembebanan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. 1,4 D

2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau S atau R)

2.8 Sistem Rangka Pemikul Momen

Sistem rangka pemikul momen adalah sistem rangka ruang dalam dimana komponen-komponen struktur dan joint-jointnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser, dan aksial. Di Indonesia ada 3 (tiga) macam sistem rangka pemikul momen yang digunakan yaitu, Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB), Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM), dan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) (https://www.slideshare.net/mobile/DeboraAllisaa/sistem-rangka-pemikul-momen). Pada perencanaan ini penulis merancang dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa.

Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa merupakan sistem yang memiliki deformasi inelastik dan tingkat daktilitas yang paling kecil tapi memiliki kekuatan yang besar, oleh karena itu desain SRPMB dapat mengabaikan persyaratan “Strong Column Weak Beam” yang dipakai untuk mendesain

struktur yang mengandalkan daktilitas yang tinggi

(20)

Menurut SNI 2847 2013, Rangka momen biasa (Ordinary moment frame) adalah rangka beton cor ditempat atau pracetak yang memenuhi persyaratan Pasal 1 sampai 18 (dalam SNI 2847 2013 halaman 1 sampai 170), dan dalam kasus rangka momen biasa yang ditetapkan sebagai Kategori Desain Seismik B, juga memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Balok harus mempunyai paling sedikit dua batang tulangan longitudinal yang menerus sepanjang kedua muka atas dan bawah. Tulangan ini harus disalurkan pada muka tumpuan.

b) Kolom yang mempunyai tinggi bersih kurang dari atau sama dengan lima kali dimensi c1 harus di desain untuk geser sesuai dengan ketentuannya yaitu øVn kolom yang menahan pengaruh gempa, E, tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari a dan b:

a. Geser yang terkait dengan pengembangan kekuatan momen nominal kolom pada setiap ujung terkekang dari panjang yang tak tertumpu akibat lentur kurvatur balik. Kekuatan lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, konsisten dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan kekuatan lentur tertinggi (Gambar 2.15). b. Geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain yang

(21)

Gambar

Gambar 2.1 Kolom
Gambar 2.2 Balok
Gambar 2.3 Plat Lantai sebelum dicor
Gambar 2.4 Bagian-bagian tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya – gaya pada kolom cukup besar untuk menahan beban gempa yang terjadi sehingga umumnya perlu menggunakan elemen – elemen struktur

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perilaku dan pengaruh dinding bata yang diskalakan terhadap ketahanan struktur bangunan dalam hal ini struktur beton

Oleh karena itu untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh bukaan jendela pada dinding pengisi terhadap kapasitas dan kekakuan struktur dalam menahan beban lateral maka

adalah beban yang lebih besar daripada standar beban angin untuk bangunan gedung menurut PMI 1983 sehingga diharapkan struktur yang terjadi mempunyai kekuatan maksimum..

Berdasarkan model yang dijelaskan di atas, untuk struktur rangka dengan dinding bata dalam penelitian ini didapatkan tinggi kontak antara dinding dan kolom untuk struktur

Komponen struktur primer gedung berupa balok dan kolom yang berfungsi sebagai penopang beban lanjutan dan pelat termasuk dalam struktur sekunder pada bangunan gedung yang

Pondasi merupakan struktur bawah suatu bangunan yang berfungsi untuk meneruskan berat dan beban bangunan pada tanah dasar. Dimensi. fondasi harus sedemikian, sehingga tanah dasar

Beban yang bekerja pada struktur ini terdiri dari beban mati yang berupa berat menara sendiri termasuk berat antene dan tangga.. Beban hidup berasal dari