• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Primer Perairan di Estuari Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Produktivitas Primer Perairan di Estuari Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Estuaria

Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut. Bentuk estuaria bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya aliran sungai, kisaran pasang surut dan bentuk garis pantai. Estuaria dari sungai yang besar dapat memodifikasi garis pantai dan topografi sublitoral melalui pengendapan dan erosi sedimen, sehingga garis pantai bergerak menjorok beberapa kilometer ke arah laut (Meadows dan Campbell, 1988 diacu oleh Dahuri, 2003).

Estuari merupakan daerah yang mempunyai sejumlah besar bahan organik, sejumlah besar organisme, dan produktivitas yang tinggi. Produktivitas primer di sekitar estuari bukan sumber bahan organik satu-satunya. Estuari berperan sebagai tempat penimbunan bahan-bahan organik yang di bawa oleh sungai atau dibawa masuk dari laut. Peranan produktivitas primer dalam sistem estuari sulit untuk diperhitungkan sumbangannya terhadap produksi organik total karena beberapa alasan. Alasan utama karena hanya sedikit herbivora yang langsung makan tumbuhan. Oleh karena itu, kebanyakan bahan tumbuhan harus dihancurkan dulu menjadi detritus sebelum memasuki berbagai jaringan makanan. Proses penguraian ini melibatkan kerja bakteri (Nybakken, 1992).

(2)

(ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisik dan biologinya tidak memperlihatkan karakteristik zona peralihan, tetapi lebih

cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik) (Rositasari dan Rahayu, 1994).

Tipe Estuaria

Perbedaan salinitas di wilayah estuaria mengakibatkan terjadinya proses pergerakan massa air. Air asin yang memiliki massa jenis lebih besar daripada air tawar, menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar menuju laut. Sistem sirkulasi dalam estuaria yang demikian inilah, yang menyebabkan terjadinya upwelling. Proses pergerakan antara massa air laut dan air tawar ini menyebabkan terjadinya stratifikasi yang kemudian mendasari tipe-tipe estuaria (Supriadi, 2001).

Berdasarkan sirkulasi air dan stratifikasi airnya estuaria terbagi 3 tipe yaitu: 1. Estuaria berstratifikasi sempurna/nyata atau estuaria baji garam, terdapat

batasan yang jelas antara air tawar dan air laut/asin. Air tawar dari sungai merupakan lapisan atas dan air laut menjadi lapisan bawah. Perubahan salinitas terjadi dengan cepat dari arah permukaan ke dasar. Estuaria ini ditemukan didaerah-daerah dimana aliran air tawar dan sebagian besar lebih dominan daripada intrusi air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut.

(3)

3. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal, dijumpai di lokasi-lokasi dimana arus pasang surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuaria tercampur dan tidak terdapat stratifikasi.

Adanya mekanisme pasang surut (pasut) dan aliran sungai menyebabkan pencampuran kedua massa air tawar dan air laut secara intensif di estuaria. Selain itu adanya hutan mangrove yang memiliki produksi primer tinggi di sungai besar menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi sehingga produktivitas sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Oleh karena itu, habitat estuaria menjadi sangat produktif hingga dapat berfungsi sebagai daerah pertumbuhan (nursery ground) bagi larva, post-larva dan juvenil dari berbagai jenis ikan, udang dan kerang-kerangan dan daerah penangkapan (fishing ground) (Dahuri, 2003).

Sifat Fisik Estuaria

Menurut Simanjuntak (2010) beberapa sifat fisik penting estuaria antara lain:

1. Salinitas

Estuaria memiliki peralihan (gradien) salinitas yang bervariasi, terutama tergantung pada permukaan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menyangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah. 2. Substrat

(4)

lumpur tersebut sebagian besar bersifat organik yang menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria.

3. Suhu

Suhu air di estuaria lebih bervariasi daripada diperairan pantai didekatnya. Hal ini terjadi karena di estuaria volume air lebih kecil, sedangkan luas permukaan lebih besar. Dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air estuaria lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Penyebab lain terjadinya variasi ini ialah masuknya air tawar dari sungai. Air tawar di sungai lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air laut. Suhu estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi pada musim panas daripada perairan pantai sekitarnya (Thoha, 2003 diacu oleh Simanjuntak, 2010).

4. Pasang surut

Arus pasang-surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan plankton. Disamping itu arus pasang-surut juga berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang sampai ke estuaria.

5. Sirkulasi air

Selang waktu mengalirnya air dari sungai kedalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.

6. Kekeruhan air

(5)

cahaya. Hal ini akan menghambat fotosintesis dan tumbuhan bentik yang mengakibatkan turunnya produktivitas.

7. Oksigen (O

2)

Air tawar dan air laut yang masuk secara teratur kedalam estuaria bersama dengan pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin biasanya akan mencukupi persediaan oksigen di dalam estuaria. Kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut di atas.

8. Penyimpanan Zat Hara

Estuaria berperan sangat besar sebagai penyimpan zat hara. Pohon mangrove dan lamun serta ganggang lainya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.

Biota Estuaria

Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna lautan, yaitu terdiri dari hewan stenohalin, yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas sampai 30 ‰ dan hewan eurihalin, yakni hewan khas laut yang mampu mentolerir penurunan salinitas hingga dibawah 30 ‰. Selanjutnya, komponen organisme air payau atau estuaria terdiri dari spesies yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas 5 dan 30 ‰. Spesies ini tidak ditemukan hidup di perairan laut maupun tawar. Komponen organisme air tawar biasanya terdiri dari hewan yang tidak mampu mentolerir perubahan salinitas di atas 5 ‰ dan penyebarannya hanya terbatas pada bagian hulu estuaria (Nybakken, 1992).

(6)

Jumlah spesies yang sedikit itu disebabkan oleh terjadinya fluktuasi besar kondisi lingkungan, terutama salinitas dan suhu pada saat terjadi pasang dan surut. Dengan demikian, beberapa spesies organisme yang dijumpai di estuari merupakan spesies yang telah mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan. Selain miskin dalam jumlah jenis organisme, estuaria juga miskin akan flora akuatik. Perairan estuaria sangat keruh, sehingga flora yang dominan umumnya tergolong jenis tumbuhan yang mencuat (Dahuri, 2003).

Produktivitas Primer

Menurut Sitanggang (2011) adanya kehidupan di bumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam menggunakan energi cahaya matahari untuk mensintesis molekul-molekul organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Proses ini adalah fotosintesis yang mempunyai persamaan umum:

6 CO2 + 6 H2O C2H12o6 + 6 O2

Menurut Michael (1994), diacu oleh Barus (2004), hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan sangat penting dalam pengaturan metabolisme komunitas, sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor temperatur. Laju fotosintesis bertambah 2–3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 10oC. Meskipun demikian, intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Secara sederhana dapat diuraikan bahwa dalam fotosintesis terjadi proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu

cahaya matahari

(7)

produk dari fotosintesis tersebut. Proses kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi. Apabila cahaya tidak ada maka proses fotosintesis akan terhambat, sementara aktivitas respirasi terus berlangsung.

Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang peranan penting bagi sumber daya perairan. Melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat hara khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan temperatur (Wetzel, 2001 diacu oleh Asriyana dan Yuliana, 2012).

Cuaca dapat mempengaruhi produktivitas primer melalui tutupan awan, dan secara tidak langsung melalui suhu. Awan dapat mengurangi penembusan cahaya ke permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer. Pada umumnya produktivitas primer di laut bebas relatif rendah karena jauh dari daratan yang menyediakan zat hara. Hal ini disebabkan volume air yang besar yang mampu mengencerkan kadar zat hara tersebut. Lingkungan eutrofik adalah lingkungan dengan sejumlah besar zat hara, contohnya danau dangkal, kolam dan rawa-rawa untuk lingkungan air tawar, dan estuaria untuk lingkungan laut. Kombinasi antara kandungan zat hara tinggi dari aliran sungai dan perairan dangkal yang teraduk baik, merupakan keadaan ideal untuk produktivitas tinggi. Lingkungan oligotrofik adalah lingkungan dengan produktivitas rendah, seperti

(8)

Dari hasil penelitian Galingging (2010) yang dilakukan di muara Sungai Asahan diperoleh nilai produktivitas primer berkisar antara 150,144 hingga 375,360 mg C/m3/hari dengan rata-rata tertinggi diperoleh pada stasiun 3 yang merupakan muara dan terendah pada stasiun 2 yang merupakan daerah pemukiman penduduk dan pelabuhan. Berdasarkan hasil uji statistik tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dari nilai produktivitas primer antar stasiun dan antar kedalaman. Dari hasil analisis ditemukan bahwa oksigen terlarut, fosfat, klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton berkorelasi sangat kuat dan positif dengan produktivitas primer.

Klorofil-a

Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros artinya hijau dan phyllos artinya daun. Istilah ini diperkenalkan pada tahun 1818, dan pigmen tersebut diekstrak dari tanaman dengan menggunakan pelarut organik. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil mempunyai rantai fitil (C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol (C20H39OH) jika terkena air dengan

katalisator klorofilase. Fitol adalah alkohol primer jenuh yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap O2 dalam proses reduksi klorofil (Muthalib, 2009

diacu oleh Banyo dan Ai, 2012).

Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil yaitu klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg) yang

(9)

bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-600 nm). Sedangkan cahaya berwarna biru dari spektrum tersebut diserap oleh karotenoid (Hasibuan, 2011).

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil-a berkaitan erat dengan produktifitas yang ditunjukkan dengan besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan pelagis. Produktifitas primer perairan pantai melebihi 60% dari produktifitas yang ada di laut (Inaku, 2011).

Klorofil menyebabkan cahaya berubah menjadi radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible). Misalnya, cahaya matahari mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang unsurnya tidak diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga fotosintesis disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis. Proses fotosintesis tumbuhan hanya dapat memanfaatkan sinar matahari dengan bentuk panjang gelombang antara 400–700 μm (Hasibuan, 2011).

Tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 untuk menghasilkan karbohidrat dan

(10)

elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible). Cahaya matahari mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi tidak semua panjang gelombang diserap dengan baik oleh klorofil. Klorofil dapat menampung cahaya yang diserap oleh pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis (Bahri, 2010 diacu oleh Banyo dan Ai, 2012).

Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi fisik-kimia perairan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2009) di Danau Toba Kecamatan Balige Kabupaten Tobasa Sumatera Utara, nilai rata-rata klorofil-a tertinggi ada pada stasiun 4 yang merupakan daerah kontrol yaitu 225,42 mg/m3. Tingginya konsentrasi klorofil-a di stasiun 4 merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan terhadap tingginya nilai Produktivitas Primer di stasiun 4.

Fitoplankton

Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen. Zooplankton adalah hewan-hewan laut yang bersifat planktonik. Plankton dapat dikelompokkan menjadi lima golongan berdasarkan ukurannya, yaitu megaplankton (>2 mm), makroplankton (0.2 mm–2 mm), mikroplankton (20 μm-0.2 mm), nanoplankton (2 μm-20 μm), dan ultraplankton (<2

(11)

daur hidupnya bersifat planktonik) dan meroplankton (sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonik) (Nybakken, 1992).

Menurut Wulandari (2009) fitoplankon dapat digunakan sebagai indikator terhadap kategori kesuburan perairan maupun sebagai indikator perairan yang tercemar atau tidak tercemar. Fitoplankton dengan kelimpahan yang tinggi umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai dimana terjadi air naik (up welling). Di kedua lokasi ini terjadi proses penyuburan karena masuknya zat-zat hara ke dalam lingkungan tersebut. Plankton di estuari umumnya mempunyai jumlah spesies yang sedikit tetapi jumlah individunya cukup banyak. Jumlah spesies yang sedikit itu disebabkan oleh terjadinya fluktuasi besar kondisi lingkungan, terutama salinitas`dan suhu pada saat terjadi pasang dan surut.

Fitoplankton merupakan sumber makanan utama bagi hampir semua hewan yang ada di laut. Konsentrasi dari pigmen hijau fotosintesis (klorofil-a) di perairan estuari, pantai dan laut merupakan indikator kelimpahan dan biomassa dari tumbuhan mikroskopis (fitoplankton) sebagai algae uniselular. Di samping itu, klorofil-a biasanya juga digunakan sebagai ukuran kualitas perairan yaitu sebagai petunjuk ketersediaan nutrient di perairan (Afdal dan Riyono, 2007).

(12)

Dari hasil penelitian Simanjuntak (2010) yang dilakukan di Muara Sungai Asahan, total kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu mulut muara yang merupakan jalur lalulintas keluar masuknya kapal kecil maupun besar dengan nilai 93142,857 individu/l. Hal ini didukung oleh nilai kandungan fosfat yang didapat pada stasiun penelitian termasuk kategori baik yaitu

rata-rata sebesar 0,139 mg/l, sedangkan kandungan fosfat yang optimum untuk

pertumbuhan plankton berkisar 0,27-5,51 mg/l.

Faktor Fisika-Kimia Perairan

Suhu

Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi (Brehm dan Maijering 1990 diacu oleh Barus, 2004).

Penetrasi cahaya

(13)

ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Suin, 2002).

Menurut Barus (2004) faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Dengan bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang mengakibatkan kolam air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.

Kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut, yang merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik, dan musim (Nybakken, 1992).

Salinitas

(14)

dan semua bahan organik telah dioksidasi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai. Nilai salinitas perairan laut 30 ‰ - 40 ‰, pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 ‰ - 80 ‰.

Derajat Keasaman (pH)

Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa membahayakan kelangsungan hidup organisma karena menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan organisma akuatik. Sementara pH yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

Oksigen Terlarut (DO)

(15)

Terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20oC. BOD (kebutuhan oksigen biologis) adalah jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh organisme dalam lingkungan air, pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang terdapat yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang terdapat dalam rumah tangga. Untuk produk-produk kimiawi, seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit dan bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme (Barus, 2004).

Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid merupakan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam air. Secara teoritis muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih

(16)

Kandungan Nitrat (NO3) dan Posfat (PO4)

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan pemupukan. Secara alamiah, kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah didaerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987 diacu oleh Sitorus 2009).

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai organisma akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan fosfat akan menyebabkan timbulnya proses eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004).

Karbon, oksigen dan hidrogen dibutuhkan dalam jumlah paling besar karena nutrien ini merupakan komponen penting dalam senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein, tetapi untuk elemen-elemen ini dapat diperoleh dengan mudah dari H2O (untuk hidrogen) dan CO2 (untuk karbon dan oksigen).

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, bentonit alam yang diperoleh dari daerah Muara Lembu Kabupaten Sengingi Propinsi Riau Daratan dapat

Komunikasi melalui internet dapat berupa melalui e-mail, yaitu surat elektronik yang dapat digunakan untuk menghubungi seseorang yang secara fisik berada ribu mil jauhnya,

kanannya. Segmen dilatasi ini disebut bulbus aortikus, dan pada potongan transversal menunjukkan bentuk yang oval. Aorta ascenden terdapat dalam pericardium. Batas-batas—aorta

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah

Setiap pola memiliki beberapa kemungkinan posisi yang berbeda untuk mengisi ruang kosong yang masih tersedia pada plat. Kemungkinan ini dibuat dengan cara melakukan rotasi

Selanjutnya dilakukan tahap deasetilasi kitin menjadi kitosan dengan menggunakan larutan basa konsentrasi tinggi yaitu 50% pada suhu 100 °C selama 6 jam.. Hasil

Berbagai metodologi pengajaran materi ilmu keislaman sudah mulai populer diantaranya dengan metode Iqro. Selanjutnya, berkembang pula metode pembelajaran

Data dalam penelitian ini berupa tuturan para peserta diskusi Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan di TV One setiap hari Selasa, pukul 19.30 WIB.Sumber data diambil