1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 yang telah mengalami amandemen
sebanyak 4 kali, melalui pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Serta ayat 4 menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan nasional.
Sehubungan dengan itu, pemerintah terus melakukan upaya peningkatan
mutu penyelenggaraan pendidikan, antara lain dengan mengeluarkan program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang merupakan penggantian atas
pengurangan subsidi bahan bakar minyak dan sehubungan dengan penuntasan
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang ditujukan agar para siswa
memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu. Pemerintah
memprogramkan pemberian BOS bagi siswa SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB
negeri atau swasta dan Pesantren Salafiyah serta sekolah agama non Islam setara
SD dan SMP yang menyelenggarakan wajib belajar (wajar) pendidikan dasar 9
tahun. Sekolah wajib mendukung program tersebut dengan menggunakan dana
▸ Baca selengkapnya: sk pengangkatan bendahara sekolah
(2)Dasar inilah yang menjadi keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia nomor 76 tentang petunjuk teknis penggunaan
dan pertanggungjawaban keuangan dana bantuan operasional sekolah tahun
anggaran 2013. Peraturan yang menjadi latar belakang keluarnya dana BOS
adalah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (http://bos.kemdikbud.go.id, diunduh
tanggal 8 Desember 2013).
Salah satu indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun dapat
diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada tahun 2005
APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai
98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari
target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara
signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu,
mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan
orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 tahun 2009, standar biaya operasi
nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan
operasi nonpersonalia selama 1 tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana
pendidikan, agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara
teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah
program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan
program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan
investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan melalui
mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk dana penyesuaian
untuk bantuan operasional sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS
disalurkan dengan mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi.
Dalam mekanisme penyaluran dana BOS, banyak terjadi penyalahgunaan
dan penyimpangan, seperti yang terjadi di Gunungkidul dan Magelang dimana
dana BOS diselewengkan. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan RI
penyaluran dana BOS tidak tepat di 12 Sekolah Dasar dan 13 Sekolah Menengah
Pertama. Sementara itu, menurut laporan hasil pemeriksaan BPK, terdapat 48
sekolah yang melakukan pungutan liar terhadap siswa. Pungutan liar itu
dibedakan menjadi iuran rutin bulanan dan iuran sukarela yang dikenakan
berdasarkan kebutuhan sekolah dengan cara pembayaran diangsur. Jumlah
nominal pungutan liar tersebut tidak membedakan antara siswa dari kalangan
miskin dan siswa golongan kaya, Wibowo (2011)
Berbagai masalah penyelewengan dana BOS yang terjadi, seperti kasus
seorang Kepala SMP Negeri di Kabupaten Nias dituntut jaksa di pengadilan
tipikor Medan, 6 tahun 6 bulan penjara karena didakwa telah melakukan korupsi
dana BOS senilai Rp 301.371.500. Dalam perkara ini, Kepala SMP Negeri
tersebut menerima dana BOS Rp 800 juta pada tahun 2010 sampai dengan 2012.
Sebagai pengelola, Kepala SMP Negeri tersebut menggunakan sebagian dana
bantuan untuk kepentingan pribadi, mulai triwulan IV tahun 2010 sampai triwulan
penggunaan dana BOS. Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) bersama jaringan
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan komunitas orang tua siswa, menyatakan
87% sekolah tidak transparan dalam pengelolaan BOS. Jumlah tersebut
merupakan hasil uji akses yang dilakukan terhadap 222 sekolah sampel di 8
provinsi. Menurut Koordinator YSKK, "Dari 222 sekolah yang menjadi sampel,
87% diantaranya menolak memberikan informasi soal pengelolaan dana BOS,".
Pihak YSKK menyesalkan meski termasuk kedalam kategori informasi publik,
data dan informasi dana BOS masih sulit diakses. Koordinator YSKK
mengatakan, "Kita adakan uji akses serentak pada 21 Oktober 2013 lalu, di 8
provinsi, yakni Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Tengah, Lampung, Yogyakarta,
Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Timur. Ada 3 provinsi yang 100%
menolak memberikan informasi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
Untuk tingkat kabupaten dan kota terjadi di Sragen, Klaten, dan Karanganyar”.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesian Corruption Watch
(ICW) mengatakan transparansi data dan informasi pengelolaan dana BOS
diakuinya masih rendah. Kondisi tersebut membuka peluang terjadinya
penyelewengan. "Saat ini sudah ada 48 kasus penyelewengan dana BOS yang
melibatkan 179 kepala sekolah. Agar tak terulang lagi, harus dilakukan
perbaikan-perbaikan dalam hal keterbukaan dan kemudahan akses data informasi oleh
masyarakat,", Sunaryo (2013).
Ada juga kasus kesalahan yang terjadi karena tidak baiknya kinerja
bendahara dalam membuat laporan yang benar seperti yang diungkapkan oleh
Kadisdikpora Palangkaraya. Kadisdikpora tersebut mengakui adanya
membuat laporan yang benar, ada juga komite sekolah yang melakukan pungutan
dan itu terjadi dibeberapa sekolah. Bahkan yang lebih miris lagi terjadi di sekolah
unggulan yang mestinya pihak sekolah mengetahui aturan apa saja yang boleh
dibebankan kepada siswa (http://jppn.com, 04 April 2013, diunduh tanggal 11
Desember 2013).
Masih ada peristiwa dalam bentuk gagal menyusun laporan keuangan, dan
tidak sesuainya akumulasi perhitungan yang dilakukan oleh kepala sekolah,
dewan guru, dan komite sekolah yang mengakibatkan pihak Dinas Pendidikan
Sintang langsung mengambil tindakan tegas kepada kepala sekolah sehingga
kepala sekolah tersebut dimutasi (Kusmiyati, 2009).
Ketidakjelasan peran dari bendahara BOS juga terjadi di Kota Tebing
Tinggi. Peran bendahara diambil alih sepenuhnya oleh Kepala Sekolah, sehingga
terjadi tindak pidana korupsi. Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi telah menahan
Kepala SMP Negeri tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan terkait dugaan dana
BOS tahun 2009 sebesar Rp. 369 juta, dalam kasus pengadaan buku pelajaran
melalui dana BOS tahun 2009 di SMP Negeri tersebut yang dikerjakan oleh
kepala sekolah, terindikasi adanya kenaikan harga buku yang tidak signifikan.
Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi
dalam pelaksanaan pertanggungjawaban dana BOS SMP Negeri Tebing Tinggi
tersebut pada tahun 2009, yang dilakukan oleh kepala sekolah tersebut,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun
2001 tentang tindak pidana korupsi, (TT-02/DT.04/*MPC, 19 Januari 2010,
Peran bendahara diambil oleh kepala sekolah, dimana kejelasan peran dari
bendahara BOS tidak sesuai dengan Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) yang
disusun oleh bendahara sekolah, tim BOS, dan komite sekolah, akan tetapi dari
berbagai masalah diatas menunjukkan bahwa peran bendahara BOS diambil alih
oleh kepala sekolah, bahkan seringkali terjadi manipulasi dana di sejumlah
sekolah. Sesuai dengan peraturan bahwa dana BOS mestinya menjadi
kewenangan bendahara dan tim BOS sekolah untuk mengelola dana BOS. Dugaan
penyelewengan penggunaan dana BOS oleh kepala SD Negeri di Hutan Lindung
Kecamatan Muara Bulian Provinsi Jambi sejak Januari sampai dengan Maret
2012. Penyelewengan yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan memalsukan
tanda tangan bendahara dana BOS. Kepala sekolah tersebut memalsukan tanda
tangan bendahara BOS dikarenakan bendahara BOS telah berhenti dari tugasnya,
sehingga perlu melakukan tindakan pencairan dana yang seharusnya merupakan
tanggung jawab bendahara dana BOS (Hid, 2012).
Peran sebagai bendahara dana BOS yang diambil alih oleh kepala sekolah
sehingga bendahara dana BOS tersebut merasa dirinya sebagai pelengkap saja, hal
ini karena bendahara dana BOS yang sebelumnya dimutasi/alih tugas. Mulai dari
sini, kepala sekolah tersebut mengambil peran bendahara dana BOS tersebut.
Sehingga bendahara dana BOS yang baru tidak mengetahui berapa banyak dana
yang diambil dan dikeluarkan dalam pengelolaan dana BOS tersebut. Ini terjadi
pada satu sekolah dasar negeri di Bulak II, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten
Indramayu (Er, 2013).
Berbagai peristiwa diatas menunjukkan bahwa belum efektifnya bendahara
kegagalan ini juga banyak dipengaruhi oleh kemampuan bendahara dalam
menguasai teknologi dalam penyusunan laporan. Terlalu ikut campur tangan
kepala sekolah dalam pembuatan laporan keuangan dan juga dalam penggunaan
anggaran. Kurang koordinasi antara bendahara BOS, kepala sekolah, dewan guru
dan komite sekolah dalam penyusunan perencanaan, penggunaan anggaran
maupun pelaporan keuangan.
Adanya ketidakpuasan bendahara sehingga membuat kinerja bendahara
semakin berkurang yang mengakibatkan terjadi penyimpangan penggunaan dana
BOS. Berdasarkan hal inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan
peneliti memberi judul “Pengaruh Teknologi Informasi, Kepuasan Kerja, dan
Kejelasan Peran Terhadap Kinerja Bendahara Bantuan Operasional Sekolah Dasar
Negeri di Kabupaten Deli Serdang”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti merumuskan
permasalahan sebagai berikut ; (1) apakah terdapat pengaruh teknologi informasi
secara signifikan dan positif terhadap kinerja bendahara dana BOS di sekolah
Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang?; (2) apakah terdapat pengaruh kepuasan
kerja secara signifikan dan positif terhadap kinerja bendahara dana BOS di
sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang?; (3) apakah terdapat pengaruh
kejelasan peran secara signifikan dan positif terhadap terhadap kinerja bendahara
dana BOS di sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang?, dan; (4) apakah
ada pengaruh teknologi informasi, kepuasan kerja, kejelasan peran secara
1.3Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk; (1) menguji dan menganalisis
pengaruh teknologi informasi secara signifikan dan positif terhadap kinerja
bendahara dana BOS di sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli Serdang; (2)
menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja secara signifikan dan positif
terhadap kinerja bendahara dana BOS di sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Deli
Serdang; (3) menguji dan menganalisis pengaruh kejelasan peran secara signifikan
dan positif terhadap kinerja bendahara dana BOS di Sekolah Dasar Negeri
Kabupaten Deli Serdang; serta (4) menguji dan menganalisis pengaruh teknologi
informasi, kepuasan kerja dan kejelasan peran secara signifikan dan positif
terhadap kinerja bendahara dana BOS di sekolah dasar Negeri di Kabupaten Deli
Serdang secara simultan.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk; (1) kepala
sekolah, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam memperoleh
informasi serta dapat untuk merancang program-program perbaikan ke depan,
dalam pengelolaan dana BOS; (2) Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang
untuk dapat menyusun dan membuat rencana dan membuat pelatihan kepada
bendahara dana BOS sekolah agar dapat mencegah penyelewengan dan
ketidakmampuan bendahara BOS dalam menyusun laporan yang baik dan benar;
(3) bagi peneliti dan peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menambah
penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai
referensi mengenai dana BOS di sekolah dasar di Kabupaten Deli Serdang.
1.5Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Dalimunthe (2010) dengan judul “Analisis
Kepuasan Kerja, Kejelasan Peran, dan Kinerja Bendahara Bantuan Operasional
Sekolah di Sekolah Negeri Kota Medan”. Adapun perbedaan dalam penelitian ini
adalah terletak pada penambahan variabel independen yaitu teknologi informasi
dan variabel dependen yaitu kinerja, adapun alasan peneliti menambahkan
variabel teknologi informasi adalah bahwa peneliti melihat bahwa perlunya
keterbukaan informasi yang harus disampaikan oleh bendahara BOS, sedangkan
pada penelitian Dalimunthe (2010) tidak diketahui antara variabel independen dan
variabel dependen karena semua variabel saling mempengaruhi. Penelitian ini
dilakukan di sekolah dasar negeri Kabupaten Deli Serdang, sedangkan penelitian
Dalimunthe (2010) dilakukan pada sekolah dasar negeri Kota Medan. Pada
penelitian ini yang menjadi responden adalah kepala sekolah untuk variabel
kinerja bendahara dan bendahara dana BOS untuk variabel teknologi informasi,
kepuasan kerja, kejelasan peran. Sedangkan pada penelitian Dalimunthe (2010),
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian
Kriteria Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang
Variabel penelitian 1. Kepuasan kerja 2.Kejelasan peran
3.Kinerja bendahara BOS
Variabel independen: 1.Teknologi informasi 2.Kepuasan kerja 3.Kejelasan peran Variabel dependen: 1.Kinerja bendahara BOS Tempat penelitian Sekolah Dasar Negeri Kota
Medan
Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Deli Serdang Responden Bendahara Bos di Sekolah
Dasar Kota Medan