• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Kotoran Ayam Dan Dolomit Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Fosfor Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Aplikasi Kotoran Ayam Dan Dolomit Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Fosfor Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Inceptisol

Menurut Soil Survey Staff (2014), tanah Inceptisol dicirikan sebagai berikut; a.) adanya horizon kambik dikedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral dan berada dibatas 25 cm dibawah permukaan tanah mineral; b.) adanya calcic, petrocalcic, gypsic, petrogypsic, atau placic di horizon atau terkandung dikedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral; c.) adanya horizon fragipan atau oksik, sombrik, atau spodik didalam 200 cm dari permukaan tanah mineral; d.) adanya horizon sulfirik dikedalaman 150 cm dari permukaan tanah mineral.

Inceptisol memiliki tekstur tanah yang beragam mulai dari kasar hingga halus dengan kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian lagi termasuk berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Warna tanah Inceptisol umumnya kelabu, coklat sampai hitam tergantung bahan induknya. Selain itu, Inceptisol mempunyai karakteristik horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan seperti karbonat atau silika amorf, beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi (Munir, 1996).

Inceptisol memiliki reaksi tanah (pH tanah) masam sampai agak masam (4.6 - 5.5), khususnya pada sebagian Eutrudepts pH tanahnya lebih tinggi yaitu dari agak masam sampai netral (5.6 - 6.8). Kandungan bahan organik sebagian besar rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kadar C-organik lapisan atas tanah (top soil) selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah

(2)

Jumlah basa-basa tukar di seluruh lapisan tanah Inceptisol tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbsi didominasi oleh ion Mg dan Ca, dengan ion K yang relatif rendah. Kapasitas tukar kation sedang sampai tinggi di semua lapisan tanah. Kejenuhan basa rendah sampai tinggi (Damanik dkk., 2010).

Inceptisol merupakan tanah terluas yang ada di bumi, menempati hampir 22% dari seluruh daratan di dunia. Letak geografisnya tersebar luas, mulai dari pinggiran sungai ke daerah hutan sampai lingkungan sekitar kutub. Seperti; terdapat di lembah Missisippi, Eropa Tengah, wilayah Amazon, wilayah Timur Laut India, Indonesia, dan sampai ke Alaska (Encyclopedia Britannica, 2010). Menurut Munir (1996) Inceptisol merupakan jenis tanah terluas di Indonesia yang mencapai sekitar 70,52 juta ha atau 37,5 % dari total area daratan di Indonesia. Menurut Subagyo dkk (2000) penyebaran Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada di Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya.

Meskipun penyebaran cukup luas dan potensial, tetapi bukan berarti Inceptisol dalam pemanfaatannya tidak memiliki permasalahan di lapangan. Umumnya lahan kering seperti Inceptisol memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan kandungan bahan organik rendah. Secara umum, pada tanah-tanah di daerah tropis, mengalami penurunan kadar bahan organik tanah yang dapat mencapai 30-60 % dalam waktu 10 tahun. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim (Suriadikarta dkk., 2002).

(3)

tanah Inceptisol di Indonesia masih dapat dikembangkan untuk budidaya pertanian sesuai dengan kemampuan lahan tersebut. Karena tanah Inceptisol sebagian besar terdiri atas bahan induk yang relatif resisten terhadap pelapukan sehingga fraksi liat yang dihasilkan oleh pelapukan relatif sedikit (Munir, 1996). Unsur Hara P

Unsur hara P didalam tanah bersumber pada larutan tanah yang berasal dari pelapukan bebatuan/bahan induk hasil mineralisasi P organik atau dekomposisi bagian tanaman yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah. Jumlah P dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen (N) dan kalium (K). Unsur hara P yang dapat diserap oleh tanaman berupa dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO4-) dan ion orthofosfat sekunder (HPO42-) (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Banyak tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki kandungan P rendah. Fiksasi P merupakan masalah utama pada tanah-tanah vulkanik dan tanah kering masam dengan tekstur liat yang mengandung banyak oksida Al dan Fe. Pemberian P dari pupuk kimia seperti: TSP, SP-36, atau rock fosfat dalam jumlah banyak diperlukan untuk mengatasi fiksasi P agar sebagian dari P yang diberikan tersedia bagi tanaman (Santoso dan Sofyan, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersedian P dalam tanah menurut Winarso (2005) adalah:

(4)

Disamping itu oksida hidrous dari Al dan Fe pada tipe liat 1:1 juga ikut menjerap P.

b. Reaksi tanah: Ketersediaan dari bentuk-bentuk P di dalam tanah sangat erat hubungannya dengan pH tanah. Pada kebanyakan tanah, ketersediaan P maksimum dijumpai pada kisaran pH antara 5.5-7. Ketersediaan P akan menurun bila pH tanah <5.5 atau >7. Adsorpsi P dalam larutan tanah oleh oksida Al dan Fe dapat menurun apabila pH meningkat. Apabila pH tanah makin tinggi, maka ketersediaan P juga akan berkurang yang terfiksasi oleh Ca dan Mg yang banyak pada tanah-tanah alkalis. P sangat rentan untuk diikat atau terjerap pada kondisi masam maupun alkalis. Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P yang terfiksasi. c. Waktu reaksi: Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin

banyak P yang terfiksasi. Apabila pada waktunya Al akan diganti oleh Fe, maka kemungkinan akan terjadi ikatan Fe-P yang lebih sukar terlarut jika dibandingkan dengan ikatan Al-P.

d. Temperatur: Tanah yang berada pada iklim panas umumnya lebih banyak mengikat P jika dibandingkan dengan tanah pada iklim sedang. Iklim panas akan menyebabkan kadar oksida hidrous Al dan Fe dalam tanah cukup tinggi.

(5)

Unsur hara P merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Tidak ada unsur hara lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal, oleh karena P dibutuhkan tanaman cukup tinggi. Fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintetis, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman lainnya yang membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan. Unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar, kemudian berpengaruh pada pertumbuhan bagian di atas tanah. Kekurangan unsur P dapat menunjukkan gejala menurunnya sintesis protein, seperti: lambatnya pertumbuhan bibit dan daun berwarna keunguan (Winarso, 2005).

Berdasarkan kelarutan dan ketersediaan di dalam tanah, bentuk P tanah dapat dibedakan menjadi: P yang larut di dalam air yaitu bentuk yang larut dan tersedia bagi tanaman, bentuk ikatan Al-P, bentuk ikatan Fe-P, dan bentuk ikatan Ca-P. Pada umumnya kadar P di dalam tanah kebanyakan terdapat dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman. Fosfat organik terlebih dahulu mengalami mineralisasi agar bisa digunakan tanaman (Damanik dkk., 2010).

(6)

Gambar 1. Hubungan pH tanah dengan penyerapan unsur hara oleh tanaman

Kelebihan unsur Fe tidak secara langsung meracuni tanaman atau organisme lain namun pada proses waktu yang agak lama, tanah yang memiliki kandungan Fe tinggi dapat menghambat serapan hara yang lain, dan dapat juga menyebabkan kekahatan P (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Unsur P diambil tanaman dalam bentuk ion orthosfosfat primer dan sekunder (H2PO4- atau HPO42-). Proporsi penyerapan kedua ion ini dipengaruhi pH pada area perakaran tanaman :

1. Pada pH yang rendah, ion orthofosfat primer (H2PO4-), lebih banyak diserap oleh tanaman, tetapi

2. Pada pH yang tinggi, ion orthofosfat sekunder (HPO42-) lebih banyak diserap oleh tanaman.

(7)

Kotoran Ayam

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari hewan ternak, berupa kotoran padat (feses) atau yang bercampur dengan sisa makanan maupun air seni (urine) hewan umumnya pada Sapi, Kambing, Ayam, dan Jangkrik. Kotoran tidak hanya mengandung unsur makro seperti N, P dan K, juga mengandung unsur mikro seperti Ca, Mg, dan Mn yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena kotoran hewan ternak memiliki pengaruh untuk jangka waktu yang lama (Andayani dan Sarido, 2013).

Perbandingan unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari perbandingan makanan dan jenis konsentrat yang diberikan. Jenis hewan ternak mempengaruhi kandungan unsur hara atau pupuk dari kotoran hewan yang dihasilkannya. Hal ini juga berkaitan dengan jenis pakan yang diberikan kepada hewan ternak tersebut. Pada umumnya kandungan hara yang terdapat pada pupuk kandang/kotoran hewan rata-rata 0.5% N, 0.25% P2O5, dan 0.5% K2O (Damanik dkk., 2010).

(8)

Pada penelitian Suryani (2010) menyatakan bahwa dengan pemberian kotoran ayam dengan dosis 15 ton/ha pada tanah Ultisol Mancang Langkat dapat meningkatkan pH tanah, ketersediaan hara P di tanah, berat kering tajuk, berat kering akar dan tinggi tanaman jagung. Menghasilkan kandungan hara P tanaman sebesar 0.184 % dengan serapan hara P di tanaman sebesar 3.21 g/tanaman.

Pemberian kotoran ayam dapat memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan pH tanah, P-tersedia tanah, N total tanah, dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman Jagung seperti pada tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar serta kadar dan serapan P tanaman. Kotoran ayam dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al dan Fe sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman (Nursyamsi dkk., 1995).

Kombinasi pemberian kotoran ayam dan pupuk SP-36 dapat meningkatkan ketersediaan P tanah dan serapan P pada tanaman jagung. Dengan semakin meningkat dosis yang diberikan maka semakin meningkat ketersediaan P tanah dan serapan hara P tanaman Jagung, pada penelitian ini kombinasi perlakuan

terbaik antara pupuk SP-36 dengan kotoran ayam adalah pada dosis pupuk SP-36 150 ppm/ha dan kotoran ayam 30 ton/ha (Hasibuan, 2013).

Kapur Dolomit

Dolomit berasal dari batu kapur dolomitik dengan rumus [CaMg(CO)3)2]. Dolomit sebenarnya tergolong kedalam pupuk mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Dolomit banyak digunakan sebagai bahan pengapuran pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah (Hasibuan, 2008).

(9)

diperlukan berasal dari hasil disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat dalam air laut. Jadi diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis garam-garaman seperti, MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukan tersebut berlangsung ratusan sampai ribuan tahun (Mediapura dkk., 1987).

Menurut Djuharingrum dan Rusmadi (2004) pada Penelitian Pusat Pengembangan Geologi menyatakan susunan senyawa dalam mineral Dolomit [CaMg(CO)3)2] adalah dengan komposisi sebagai berikut, yaitu Ca=21.73%, Mg=13.18%, CaO= 30.4%, MgO=21.7%, CO2=47.9%.

Pemberian bahan kapur akan meningkatkan pH tanah, suplai hara Mg dan Ca yang dapat menggeser kedudukan H+ di permukaan koloid sehingga menetralisir kemasaman tanah. Pengapuran juga bertujuan untuk mengurangi resiko keracunan Al, menambah ketersediaan unsur P tanah sebagai hasil pembebasan dari ikatan Al-P dan Fe-P, meningkatkan fiksasi N dan mineralisasi N, dan membantu penyempurnaan perombakan dengan disertai pelepasan hara dari bahan-bahan organik dan tubuh mikroba (Kuswandi, 1993).

(10)

Penelitian Lokasari (2009) menyatakan bahwa pemberian dolomit yang dikombinasikan dengan pupuk urea mampu meningkatkan tinggi tanaman Jagung, dolomit yang digunakan menurut perhitungan metode Aldd dan memberikan pengaruh lebih baik dari metode kurva Ca(OH)2 pH 6.5. Pada 1 minggu setelah aplikasi dolomit, berdasarkan kurva Ca(OH)2 pH 6.5 mampu meningkatkan pH tanah Ultisol, sedangkan pemberian dolomit berdasarkan metode Aldd tidak meningkatkan pH tanah. Namun pada 2 minggu setelah aplikasi dolomit, berdasarkan kurva Ca(OH)2 pH 6.5 meningkatkan pH tanah Ultisol mencapai 5.75. Sedangkan pemberian dolomit berdasarkan Aldd tidak memberikan peningkatan pH tanah.

Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Pertumbuhan tanaman adalah proses bertambahnya ukuran dari suatu organisme yang ditunjukkan pada bertambahnya protoplasma. Penambahan ini disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman seperti tinggi tanaman sebagai akibat dari metabolisme tanaman yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada daerah penanaman seperti; air, sinar matahari dan nutrisi dalam tanah (Irdiani, dkk., 2002).

(11)

adalah pada kisaran suhu 30oC - 32 oC dengan kapasitas air tanah antara 25 % sampai dengan 60 % (Rukmana, 1997).

Curah hujan yang ideal untuk tanaman Jagung adalah sekitar 100-125 mm per bulan dengan pendistribusian yang merata. Oleh karena itu, tanaman Jagung cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanah yang cocok untuk tanaman jagung yaitu tanah berdebu yang tinggi akan kandungan unsur hara dan bahan organik. Jagung membutuhkan tanah yang bertekstur lempung, lempung berdebu, atau lempung berpasir dengan struktur tanah yang remah, aerasi dan drainase baik, serta cukup air. Keadaan tanah demikian dapat memacu pertumbuhan dan produksi Jagung (Rukmana, 1997).

Gambar

Gambar 1. Hubungan pH tanah dengan penyerapan unsur hara oleh tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fakta diatas, masalah Fluor Albus pada ibu hamil merupakan masalah penting yang erat hubungannya dengan masalah mortalitas maternal, maka pada

This study is important because Lampung sastrawan who is a board of DKL also has responsibility and should be able to make efforts of the local

[r]

Kalimat yang sesuai dengan gambar disamping adalah.. Orang sedang bermain

Analysis of Contact Width and Contact Stress of Three Layer Corrugated Metal Gasket_2017 The Characteristics of Aluminum Casting Product Using Centifugal Casting

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan

PROGRAM PENGEMBANGAN MODEL OPERASIONAL BKB-POSYANDU-PADU - Kegiatan Pembinaan Dan Penguatan Kader Bina Balita. KEPALA SUB BIDANG

Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan3.