• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia Pada Anak Usia 2—3 Tahun Melalui Permainan Dan Nyanyian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia Pada Anak Usia 2—3 Tahun Melalui Permainan Dan Nyanyian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi 2007: 588). Konsep memudahkan peneliti dalam mengembangkan pemahaman dan gagasan peneliti terhadap penelitian ini.

2.1.1 Bahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak

Semua orang menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Tanpa bahasa orang tidak dapat menyampaikan suatu maksud kepada orang lain. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Alwi 2007: 88).

(2)

yaitu dilihat dari segi sosial bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat komunikasi di dalam masyarakat.

Bahasa memudahkan anak mengekspresikan perasaan, gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar diterima secara sosial, sedangkan pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak (Tarigan 1988: 98). Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Kapasitas bawaan sejak lahir mempelajari bahasa, tidak terbatas pada suatu bahasa tertentu. Manusia dilengkapi dengan kemampuan mempelajari suatu bahasa sejak lahir, tetapi ternyata manusia masih harus mempelajarinya dari seseorang, yaitu dari anggota masyarakat tempat orang tersebut hidup (Harding dan Riley 1986 dalam Tarigan 1988: 6).

2.1.2 Kosa Kata

Kosa kata adalah perbendaharaan kata (Alwi 2007: 597). Setiap bahasa di dunia ini pasti memiliki kosa kata sebagai perbendaharaan kata dari bahasa tersebut. Berdasarkan Kamus Linguistik kosa kata adalah kumpulan kata; khazanah kata; dan leksikon (Kridalaksana 2008: 137).

Istilah kosa kata juga dijelaskan oleh Zainuddin (1992), yaitu:

(3)

Misalnya, nama suatu benda yang terbuat dari selembar papan yang berkaki adalah meja. Jadi, pengertian selembar papan yang berkaki istilahnya meja. 2. Dalam bidang tertentu terdapat pula istilah tertentu. Misalnya dalam bidang

ekonomi, untuk mewakili suatu pengertian jumlah tetap benda-benda yang boleh diimpor adalah kuota impor. Jadi kuota impor merupakan istilah khusus dalam bidang ekonomi. Jadi, istilah sebuah kata atau lebih mengungkapkan suatu pengertian dalam hal atau bidang tertentu.

Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung atas kuantitas dan kualitas kosa kata yang dimilikinya. Semakin kaya kosa kata yang dimiliki maka semakin besar pula kemungkinan terampil berbahasa. Bila anak-anak tumbuh, berkembang, dan menjadi dewasa dalam lingkungan hidup yang berkecukupan, yang memberikan lebih banyak kesempatan untuk memasuki taman kanak-kanak, menemani orang tua mereka berbelanja ke toko atau ke pasar, dan mendapat kesempatan yang lebih banyak menghadiri pertunjukan, pameran, kebun binatang, taman, teater anak-anak, maka jelas bahwa kosa kata mereka akan mencerminkan aneka pengalaman yang lebih luas cakrawalanya (Tarigan 1984: 6).

Tarigan (1984: 3) menjelaskan tentang kosa kata dasar, yaitu kosa kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Kosa kata dasar menurut Tarigan terdiri atas:

(4)

2. Nama-nama bagian tubuh, misalnya kepala, rambut, mata, telinga, hidung, mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada, perut, pinggang, paha, kaki, betis, telapak, punggung, darah, napas.

3. Kata ganti diri (diri, penunjuk), misalnya saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sini, sana.

4. Kata bilangan, misalnya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, seratus, dua puluh, dua ratus, seratus, seribu, dua ribu, sejuta, dua juta.

5. Kata kerja, misalnya makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat, mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, menangkap, lari. 6. Kata keadaan, misalnya suka, duka, senang, susah, lapar, kenyang, haus,

sakit, sehat, bersih, kotor, jauh, dekat, cepat, lambat, besar, kecil, banyak, sedikit, terang, gelap, siang, malam, rajin, malas, kaya, miskin, tua, muda, hidup, mati.

7. Benda-benda, misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang, matahari, binatang, tumbuh-tumbuhan.

2.1.3 Permainan

(5)

membutuhkan bahasa baik untuk menyampaikan aturan permainan, cara bermain suatu permainan, maupun untuk berkomunikasi saat permainan sedang berlangsung. Selain itu, melalui permainan juga seorang anak dapat memperoleh berbagai kosa kata baru.

2.1.4 Nyanyian

Nyanyian adalah hasil menyanyi, yang dinyanyikan, lagu, komponen musik pendek yang terdiri atas lirik dan lagu (Alwi 2007: 790). Dalam penelitian ini selain menggunakan permainan sebagai media pemerolehan kosa kata pada anak juga menggunakan nyanyian sebagai medianya.

(6)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan penghasilan bahasa pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh (Kridalaksana 2008: 178). Pemerolehan bahasa atau akuisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika anak memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer 2009: 167). Pemerolehan bahasa tidak sama dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa menyangkut proses-proses yang berlaku di dalam otak (pusat bahasa) pada waktu seseorang sedang mempelajari bahasa baru, biasanya bahasa asing (tapi bisa juga bahasa ibunya yang menjadi bahasa nasionalnya), setelah anak (seseorang) itu selesai memperoleh bahasa ibunya dengan sempurna (Simanjuntak 2009: 104). Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri atas dua buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat.

2.2.2 Psikolinguistik

Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata

(7)

sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materialnya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya juga berbeda.

Meskipun cara dan tujuannya berbeda, tetapi banyak juga bagian-bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya kerja sama di antara kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa (Chaer 2009: 5).

Istilah psikolinguistik lahir pada tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku

(8)

2.2.3 Psikolinguistik Behaviorisme

Psikolinguistik behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikolinguistik perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Teori behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009: 3). Watson dikenal sebagai Bapak Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori

Stimulus- Respons Bond. Menurut behaviorisme yang dianut Watson tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Psikologi menurut teori ini hanya mengkaji benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian ini.

(9)

karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior) agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.

Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respons) dan proses peniruan-peniruan (Chaer 2009: 222— 223).

2.3 Tinjauan Pustaka

(10)

Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, sumber relevan yang menjadi bahan referensi dalam penelitian ini adalah:

Suyono dalam Jurnal Penelitian Kependidikan tahun 19 nomor 1, April 2009 yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Kosakata Berbasis Audio-Visual untuk Peningkatan Kompetensi Bahasa Indonesia Anak Usia Dini

mengatakan pembelajaran kosakata yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi berbahasa siswa dapat dilakukan dengan metode bermain dan bernyanyi. Bermain dapat mendorong minat anak untuk bereksplorasi lebih jauh. Lebih-lebih kegiatan bermain peran. Hasil studi para ahli tentang dramatisasi cerita menunjukkan cerita didramatisasikan anak merupakan media utama untuk mengekspresikan perkembangan kapasitas keberaksaraan anak atau literacy capacities.Belajar melalui bernyanyi merupakan salah satu metode “pengenalan” kosakata pada anak yang sangat efektif. Menyanyi menjadikan kata-kata lebih bermakna bahkan hingga anak-anak itu beranjak remaja. Kehadiran ritmik, pengulangan, dan pola rima di dalam nyanyian merupakan bentuk “pengajaran” bahasa tertua yang berisi budaya untuk konsumsi anak. Anak-anak, secara alami, telah menyerap informasi yang terkandung dalam nyanyian sehingga memudahkan mereka mengingat kata-kata tertentu, seperti nyanyian yang berisi angka (satu, dua, tiga, dan sebagainya).

(11)

disertai dengan tingkah laku nonverbal yang khas ini telah diberikan beberapa saat saja setelah seorang anak-anak dilahirkan. Dengan piranti pemerolehan bahasa bawaannya ternyata anak-anak kemudian mampu membedakan antara komunikasi yang serius dan main-main dalam waktu yang relatif singkat sehingga permainan bahasa itu sendiri tidak mengganggu anak-anak dalam menguasai kosa kata dan elemen-elemen gramatika bahasa secara natural.

Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” mengatakan bahwa kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar.

Fauzie (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0—5 Tahun: Analisis Psikolinguistik” membahas tentang tahap-tahap perkembangan bahasa anak. Tahap-tahap perkembangan bahasa anak terdiri atas dua tahap, yakni (1) tahap perkembangan prasekolah, yang meliputi tahap perkembangan meraban (pralinguistik), tahap linguistik I (holofrastik), tahap linguistik ilmu, tahap linguistik III (perkembangan tata bahasa), tahap kompetensi penuh, dan (2) tahap perkembangan ujaran kombinatori, yang meliputi tahap perkembangan negatif (penyangkalan), tahap perkembangan interogatif (pertanyaan), dan perkembangan sistem bunyi.

(12)

pemerolehan bahasa Batak Toba anak usia 1—5 tahun, yakni tahap holofrastik, tahap dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, dan tahap tata bahasa menjelang dewasa.

Listari (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Morfologi Bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun di Desa Sialang Pamoran Labuhan Batu Selatan” menjelaskan bahwa pada usia lima tahun, anak-anak sudah sampai pada tahap perkembangan morfologi. Dalam perkembangan morfologi khususnya reduplikasi atau kata ulang anak usia lima tahun sudah mulai mengucapkan atau menggunakan kata ulang pada saat seorang anak berkomunikasi pada lawan bicaranya, baik kepada anak-anak sebayanya ataupun kepada orang dewasa. Kata ulang yang terjadi pada anak tersebut terjadi secara alamiah.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Syaiful (2000: 197) dalam jurnal [ CITATION Wir \l 1033 ]bahwa pendekatan eksperimen mempunyai kelebihan yaitu 1) Menjadikan siswa lebih percaya diri

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Telah dilakukan penelitian studi komunitas makrozoobentos pada tiga aliran sumber air panas di Sumatera Barat, yaitu di Desa Aia Angek Kabupaten Tanah Datar, Desa

Proses discovery dalam kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui 2 tahap, yakni survey dan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan survey terhadap komunitas masjid

“ PENERAPAN MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP ALAT PEREDARAN DARAH DALAM PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SDN PAULAN KECAMATAN COLOMADU TAHUN

Ciri fisik atau karakteristik kain yang sudah dilakukan proses pembatikan dan penyablonan sebagai pembeda produk batik (tulis, cap, kombinasi) dengan tiruan batik

Menurut Arikunto (2009:16-22) terdapat empat tahapan yang lazim dilalui dalam penelitian tindakan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Perencanaan

kepemimpinan kepala bidang perencanaan di Perum Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah ?”. 1.3