• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI HADIST DARI SEGI KUANTITAS S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KLASIFIKASI HADIST DARI SEGI KUANTITAS S"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI HADIST DARI SEGI KUANTITAS SANADNYA

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar belakang.

Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus.

Hadis dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an karena, hadis diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi s.a.w. :

ر انلا نم هدعقم أوبتيلف ادمعتم يلع ب ذك نم

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka disediakan”

Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Penulisan itupun hanya bersifat dan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, Hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafadz yang diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.

(2)

Berangkat dari hal tersebut di atas, maka untuk memahami Hadits ditinjau dari kuantitas sanad, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Hadits ditinjau dari kuantitas

sanadnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Ada berapa kelompokkah Hadits itu bila ditinjau dari segi kuantitas sanadnya ?

2. Bagaimana ketentuan umum dari hadist ahad itu ?

3. Bagaimanakah kedudukan hadits mutawatir dan hadits ahad itu?

1.2. Tujuan

1. Mengetahui ada berapa kelompok hadist bila ditinjau dari segi kuantitas sanadnya.

2. Mengetahui ketentuan umum dari hadist ahad.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Hadist Ditinjau dari Segi Kuantitas Sanadnya.

Para ulama' berbeda pendapat tentang pembagian Hadits ditinjau dari sudut kuantitas atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita ini. Diantara mereka ada yang mengelompokkannya menjadi tiga bagian, yaitu Hadits Mutawatir, Hadits Masyhur dan Hadits Ahad, dan ada pula yang membaginya menjadi dua bagian yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.

Ulama' golongan pertama, yang menjadikan Hadits Masyhur berdiri sendiri, tidak termasuk bagian dari Hadits Ahad, diikuti oleh sebagian ulama' ushul, diantaranya adalah Abu Bakar al-Jashshash (305-307 H). Sedangkan golongan ulama' kedua, yang menjadikan Hadits Masyhur sebagai bagian dari Hadits Ahad, diikuti oleh kebanyakan ulama' ushul dan ulama' kalam. Mereka membagi Hadits menjadi dua bagian, yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad. Berdasarkan pembagian ini, maka Hadits Masyhur, Hadits Aziz dan Hadits Gharib merupakan bagian dari Hadits Ahad. Berangkat dari hal tersebut, guna memahami Hadits secara mudah dan benar,maka dalam pembahasan makalah ini penulis mengikuti pendapat yang kedua.

1. Hadits Mutawatir

Mutawatir menurut bahasa berarti "mutatabbi'" yaitu yang (datang) berturut-turut dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan pengertian Hadits Mutawatir secara terminologi adalah :

مهؤطاوت عنتمي عمج هاور ىذلا ثيدحلا وه رتاوتملا ثيدحلاف

بذكلا ىلع

هاهتنم ىلإ دنسلا لوأ نم مهلثم عمج نع

1 ] 1 [

(4)

Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta dari awal sanad sampai akhir sanad. Berdasarkan definisi tersebut, ada empat hal yang harus terpenuhi pada sesuatu Hadits yang dikategorikan Mutawatir, yaitu : Pertama, Hadits itu harus diriwayatkan oleh banyak orang. Kedua, Hadits itu diterima dari banyak orang pula. Ketiga, ukuran banyak di sini jumlahnya relatif, dengan ukuran berdasarkan sudut pandang kebiasaan masyarakat, bahwa mereka tidak mungkin sebelumnya melakukan kesepakatan untuk berdusta, dan keempat, Hadits itu diperoleh melalui pengamatan panca indera, bukan atas dasar penafsiran mereka2[2].

Syarat-syarat Hadits Mutawatir

Dengan memperhatikan ta'rif di atas, maka suatu Hadits baru bisa dikatakan Mutawatir bila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) panca indera. Artinya bahwa berita yang disampaikan oleh para perawi harus berdasarkan hasil pengamatan panca indera. Dengan kata lain berita yang mereka sampaikan harus benar-benar hasil pendengarannya, penglihatannya, penciumannya atau sentuhannya.

2. Adanya kesamaan atau keseimbangan jumlah sanad pada tiap thabaqahnya. Jumlah sanad Mutawatir antara satu thabaqah (tingkatan) dengan thabaqah lainnya harus seimbang. Misalnya, jika sanad pada thabaqah pertama 10 orang, maka pada thabaqah-thabaqah berikutnya juga masing-masing harus 10, atau 9, atau 11 orang. Dengan demikian, bila suatu Hadits diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian diterima oleh sepuluh tabi'in dan selanjutnya hanya diterima oleh empat tabi' at-tabi'in, tidak digolongkan Hadits Mutawatir, sebab jumlah sanadnya tidak seimbang antara thabaqah pertama dengan thabaqah-thabaqah berikutnya.

3. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka untuk bersepakat bohong (berdusta). Dalam hal ini para ulama' berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta :

(5)

- Abu at-Thayyib menentukan sekurang-kurangnnya 4 orang. Karena diqiyaskan dengan

banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.

- Ash-habu as-Syafi'i menentukan 5 orang, karena mengqiyaskan dengan jumlah para nabi yang

mendapat gelar Ulul Azmi

- Sebagian ulama' menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, berdasarkan ketentuan yang

difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Anfal : 65 tentang sugesti Allah kepada orang mukmin yang tahan uji, yang berjumlah 20 orang saja dapat mengalahkan 200 orang3[3].

: لافأنلا) نيتئام اوبلغي نورباص نورشع مكنم نكي نإ

65

(

Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus musuh (al-Anfal : 65)

- Ulama' yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Karena mereka

mengqiyaskan dengan firman Allah :

: لافأنلا) نينمؤملا نم كعبتا نمو هللا كبسح يبنلا اهيأ اي

64

(

Wahai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang mengikutimu (menjadi penolongmu).

- Dan ulama' yang lain berpendapat bahwa jumlah tersebut sekurang-kurangnya 70 orang4[4].

Karena mereka mengqiyaskan dengan firman Allah :

انتاقيمل لجر نيعبس هموق ىسوم راتخاو

Sedangkan Hadits Mutawatir terbagi kepada dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdzi dan Mutawatir Ma'nawi5[5]. Adapun yang dimaksud dengan Hadits Mutawatir Lafdzi dan Ma'nawi

adalah :

Hadits Mutawatir Lafdzi adalah Hadits yang Mutawatir lafadz dan maknanya Contoh dari Hadits Mutawatir Lafdzi ini yaitu :

3[3] Fatchur Rahman, 1974, Ikhtisar Musthalahul Hadits, PT al-Ma'arif, Bandung, hal : 79.

4[4] Nuruddin 'Atar, 1997, Manhajun al-Naqdi fi Ulumil Haditsi, Dar al-Fikr al-Mu'asir, Beirut, hal :405.

5[5] A. Qadir Hasan, 1990, Ilmu Mushthalah Hadits, CV Diponegoro, Bandung, hal : 44.

(6)

(ىراخبلا) رانلا نم هدعقم أوبتيلف ادمعتم يلع بذك نم

Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menduduki tempat di neraka. (HR. Bukhori)

Menurut Abu Bakar al-Bazzar, Hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama' mengatakan bahwa Hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafadz dan makna yang sama. Hadits tersebut terdapat pada 10 kitab Hadits ; al-Bukhori, Muslim, Darimi, Abu Dawuf, Ibnu Majah, Turmudzi, Thayalisi, Abu Hanifah, al-Tabrhani, al-Hikam.

هطفل نود هانعم رتاوتام وه يونعملا رتاوتملا

7 ] 7 [

Hadits Mutawatir Ma'nawi adalah Hadits yang Mutawatir maknanya bukan lafadznya Contoh dari Hadits Mutawatir Ma'nawi tersebut adalah :

لإ هئاعد نم ئيش ىف هيطبا ضايب يؤر ىتح هدي م.ص عفر ام

ءافستسلا ىف

(

هيلع قفتم

)

Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam berdo'a selain dalam shalat istisqa dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih kedua ketiaknya

Hadits-hadits yang semakna dengan Hadits tersebut banyak sekali (kalau dikumpulkan ada 100 Hadits), antara lain :

هيبكنم ودح هدي عفري ناك

Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau

2. Hadits Ahad

Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah :

(7)

ناك ءاوس رتوتملا ثي دحلا غلبم هتاور غلبي مل ىذلا ثيدحلاوه دحلا ثي دحلا

ل ىتلا دادعلا نم كل ذ ريغ ىلا ةسمخوا ةعبرا واا ةثلثوا نينثا وا دحاو ىوارلا

.

رتوتملا ربخ ىف لخ د ثيدحلا ناب رعشت

Artinya : “Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir”.

Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut

Hadits Ahad adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits Mutawatir8[8] Atau dengan kata lain, Hadits Ahad adalah suatu Hadits yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita Hadits Mutawatir, baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa Hadits tersebut masuk ke dalam Hadits Mutawatir9[9]. Dan Hadits Ahad itu dapat dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu Hadits Masyhur, Hadits 'Aziz dan Hadits Gharib. 1. Hadits Masyhur

Adapun yang dimaksud dengan Hadits Masyhur adalah :

رثكاف ةث لثلا هاور ىذلا ثي دحلا وه ضيفتشملا ثي دحلا وا روهشملا ثي دحلا

رتوتلا ةجرد لصي مل

.

Hadits Masyhur adalah Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih – dalam tiap thabaqah – serta belum mencapai derajat Mutawatir.

Ditinjau dari segi kualitasnya, Hadits Masyhur ada yang Shahih, ada yang Hasan dan ada yang Dho'if10[10]. Hadits Masyhur yang Shahih artinya Hadits Masyhur yang memenuhi

syarat-syarat keshahihannya, Hadits Masyhur yang Hasan artinya Hadits Masyhur yang kualitas perawinya di bawah kualitas perawi Hadits Masyhur yang Shahih, sedangkan Hadits Masyhur

8[8]Ibid, hal : 22.

9[9] Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, 2000, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, hal : 74.

(8)

yang Dho'if artinya Hadits Masyhur yang tidak memiliki syarat-syarat atau kurang salah satu syaratnya dari syarat Hadits Shahih.

Menurut ulama' fiqhi, Hadits Masyhur itu adalah muradhif dengan Hadits Musthafid, sedangkan ulama' yang lain membedakannya. Suatu Hadits dikatakan musthafid bila jumlah rawi-rawinya tiga orang atau lebih sedikit, sejak dari thabaqah pertama sampai thabaqah terakhir. Sedang Hadits Masyhur lebih umum daripada Hadits Musthafid, yakni jumlah rawi-rawi dalam tiap thabaqah tidak harus selalu sama banyaknya, atau seimbang. Karena itu, dalam Hadits Masyhur bisa terjadi jumlah rawi-rawinya dalam thabaqah pertama adalah sahabat, thabaqah kedua thabi'i, thabaqah ketiga tabi'it tabi'in dan thabaqah keempat adalah orang-orang setelah tabi'it tabi'in, terdiri dari seorang saja, baru kemudian jumlah rawi-rawi dalam thabaqah kelima dan seterusnya banyak sekali11[11].

Adapun contoh dari Hadits Masyhur tersebut adalah :

(هيلع قفتم) ىوأن ام ءرما لكل امأنإو تاينلاب لامعلا امأنإ

Hanyasanya amal-amal itu dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap seseorang itu memperoleh apa yang ia niatkan (Muttafaqun Alaihi)

Hadits tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh al-Qamah sendiri, pada thabaqah ketiga

diriwayatkan oleh orang banyak, antara lain : Abd al-Wahhab, Malik, Hammad dan Sufyan. Hadits tersebut biasa disebut Hadits Masyhur, atau disebut Hadits Gharib pada awalnya dan Masyhur pada akhirnya12[12].

Istilah Masyhur yang diterapkan pada suatu Hadits, kadang-kadang bukan untuk memberikan sifat-sifat Hadits menurut ketetapan di atas, yakni banyaknya rawi yang

meriwayatkan suatu Hadits, tetapi diterapkan juga untuk memberikan sifat suatu Hadits yang mempunyai ketenaran di kalangan para ahli ilmu tertentu atau di kalangan masyarakat ramai. Dari sisi ini, maka Hadits Masyhur terbagi kepada :

 Masyhur di kalangan para muhadditsin dan lainnya (golongan ulama' ahli ilmu dan orang umum)

11[11] Fatchur Rahman, Op-Cit, hal : 86.

(9)

 Masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya masyhur di kalangan ahli Hadits saja, atau ahli Fiqih saja, atau ahli Tasawuf saja, atau ahli Nahwu saja dan lain sebagainya.

 Masyhur di kalangan orang-orang umum saja.

2. Hadits 'Aziz

Ulama' Hadits memberikan ta'rif Hadits 'Aziz adalah :

دعب هاور مث ةدحاو ةقبط يف ناك ولو نانثا هارىذلا ثي دحلا وه زيزعلا ثي دحلا

ةع امج كلاذ

Artinya: “Hadis ‘Aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, kendati dua orang rawi itu pada satu tingkatan saja, dan setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.”

Dari definisi tersebut, kiranyanya dapat disimpulkan bahwa suatu Hadits dikatakan 'Aziz bukan saja yang meriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap thabaqat, yakni sejak dari thabaqat pertama sampai thabaqat terakhir, tetapi sewaktu kedua thabaqat didapati dua orang perawi, tetap dapat dikategorikan sebagai Hadits 'Aziz. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Ibnu Hibban mengatakan bahwa Hadits 'Aziz yang hanya diriwayatkan dari dan kepada dua orang perawi pada setiap thabaqat tidak mungkin terjadi. Secara teori memang ada kemungkinan, tetapi sulit untuk dibuktikan13[13].

Dari pemahaman seperti ini, bisa saja terjadi suatu Hadits yang pada mulanya tergolong sebagai Hadits 'Aziz, karena hanya diriwayatkan oleh dua rawi, tetapi berubah menjadi Hadits Masyhur, karena perawi pada thabaqat lainnya berjumlah banyak.

Dalam Hadits 'Aziz terdapat Hadits 'Aziz yang Shahih, ada yang Hasan dan ada pula yang Dha'if14[14]. Hadits 'Aziz yang Shahih, Hasan dan Dha'if tergantung kepada terpenuhi atau

tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Hadits Shahih, Hasan dan Dha'if.

Contoh 1 : Hadits 'Aziz pada thabaqah pertama

13[13] Munzier Suparta, 2003, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal : 116.

(10)

:

موي نوقب اسا اين دلا ىف نورخ لا نحن مللس و هيلع هللا يلص هللا لوسر لاق

(

ةريره وبأو ةفي ذح نع ةمايقلا

)

Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda, “ Kita adalah orang-orang yang paling akhir (di dunia) dan yang paling terdahulu dihari kiamat.” (HR. Hudzaifah dan Abu Hurairah).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat (thabaqah) pertama yakni Hudzaifah Ibn al-Yaman dan Abu Hurairah. Hadits tersebut pada thabaqah kedua sudah menjadi masyhur sebab melalui periwayatan Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh tujuh orang, yaitu Abu Salamah, Abu Hazim, Thawus, al-'Araj, Abu Shalih, Humam dan Abd al-Rahman.

Contoh 2 : Hadits 'Aziz pada thabaqah kedua

هدلوو هدلاوو هسفأن نم هيلإ بحا نوكا ىتح مكدحا نمؤي ل

نيعمجا سانلاو

(هيلع قفتم)

Tidak sempurna iman salah seorang darimu sehingga aku lebih dicintainya dari pada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya (Muttafaqun

'Alihi)

Hadits tersebut diterima oleh sahabat Anas Ibnu Malik (thabaqah pertama), kemudian diterima oleh Qatadah dan Abd Aziz (thabaqah kedua).

Dari Qatadah diterima oleh Husein al-Mu'allim dan Syu'bah, sedang dari Abd al-Aziz diriwayatkan oleh Abd al-Warits dam Ismail Ibnu Ulaiyah (thabaqah III). Pada thabaqah IV, Hadits itu diterima masing-masing oleh Yahya Ibn Ja'far dan juga Yahya Ibnu Sa'id dari Syu'bah, oleh Zubair Ibnu Harab dari Ismail, oleh Syaiban Ibnu Abi Syaibah dari Abd al-Warits.

3. Hadits Gharib

Adapun pengertian Hadits Gharib adalah :

(11)

Hadits Gharib adalah Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi karena tidak ada orang lain yang meriwayatkannya, atau menyendiri dalam hal penambahan terhadap matan atau

sanadnya.

Hadis Gharib menurut bahasa adalah Hadist yang terpisah atau yang menyendiri dari yang lain. Para ulama memberikan batasan sebagai berikut :

عقو عضم يا ىف دحاو صحش هتي اورب درفنا يذللا ثي دحلا وه بيرغلا ثي دحلا

.

دنسلا نم د رفتلا

Artinya: “Hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan maupun sanad ‘’

Contoh hadis gharib:

:

و هيلع هللا ىلص هللا لوس تعمس لاق هنع هللاىض باطخلا نبا رمع نع

:

ىون ام ئرما لكل امنا و تاينلا اب لامعل ا امنا لوقي ملس

(

امه ريغ و ملسم و ىراخبلا هاور

)

Artinya: “Dari Umar bin Khattab, katanya, aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (memperoleh) apa yang diniatkan.”(HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).

Adapun maksud dari penyendirian rawi yaitu penyendirian rawi dalam meriwayatkan Hadits itu, dapat mengenai personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan si rawi, artinya sifat atau keadaan si rawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan Hadits tersebut.

Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi seperti tertera di atas, maka Hadits Gharib ini terbagi menjadi dua macam, yaitu Gharib Mutlaq dan Gharib Nisbi.

a. Gharib Mutlaq

Dikatakan Gharib Mutlaq, artinya penyendirian itu terjadi berkaitan dengan keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan Hadits tersebut kecuali dirinya sendiri.

(12)

قفتم) ناميلا نم ةبعش ءايحلاو ةبعش نوعبسو عضب ناميلا

(هعلع

Iman itu bercabang-cabang menjadi 73 cabang, malu itu salah satu cabang dari iman (Muttafaqun 'Alaihi)

Hadits tersebut diterima oleh Abu Hurairah dan Abu Hurairah (sahabat) hanya diterima oleh Abu Shalih (tabi'in) dari Abu Shalih hanya diterima oleh Abdullah Ibn Dinar (tabi'u al-tabi'in) yang darinya juga hanya diriwayatkan oleh Sulaiman ibn Bilal, dan dari Sulaiman diterima oleh Abu Amir. Baru setelah dari Abu Amir Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ubaidillah Ibn Sa'id dan Abdun Ibn Humaid yang dari keduanya, kemudian diterima oleh Muslim.

Mengenai Gharib Mutlaq ini, para ulama' berbeda pendapat, apakah penyendirian pada thabaqah sahabat juga termasuk ke dalam kategori Hadits Gharib atau tidak. Dengan kata lain, apakah kajian tentang keghariban Hadits itu juga termasuk pada thabaqah sahabat atau tidak. Menurut sebagian ulama', keghariban sahabat juga termasuk, sehingga apabila suatu Hadits diterima dari Rasulullah hanya oleh seorang sahabat (misalnya oleh Abu Hurairah sendiri atau oleh 'Aisyah sendiri), Hadits tersebut juga disebut Gharib, meskipun pada thabaqah-thabaqah berikutnya diterima oleh beberpa orang.

Menurut sebagian ulama' lainnya berpendapat bahwa, penyendirian sahabat tidak termasuk ke dalam Hadits Gharib. Keghariban Hadits menurut mereka hanya diukur pada thabaqah tabi'in (misalnya pada Ibn Syihab az-Zuhri) dan thabaqah-thabaqah berikutnya. Dengan demikian, suatu Hadits baru bisa dikatagorikan ke dalam Hadits Gharib apabila terjadi

penyendirian pada thabaqah tabi'in atau thabaqah-thabaqah berikutnya. b. Hadits Gharib Nisbi

Disebut Hadits Gharib Nisbi, arti katanya Gharib adalah yang relatif. Ini maksudnya, penyendirian itu bukan pada perawi atau sanadnya, melainkan mengenai sifat atau keadaan tertentu seorang rawi :

(13)

نارقلاو قب رطفلاو ىحأضلا ىف ءارقي م.ص هللا لوسر ناك

(ملسم هجرخا) رمقلا قشأناو ةعاسلا برتقاو ديجملا

Konon Rasulullah SAW pada hari raya Qurban dan hari raya Idul Fitri membaca surat Qaaf dan surat al-Qamar (Akhrajahu Muslim)

2. Penyendirian tentang kota atau tempat tinggal tertentu, yakni Hadits yang hanya diriwayatkan

oleh para rawi dari kota atau daerah tertentu saja, misalnya Basrah, Kufah atau Madinah saja. Contoh :

هنم رسيت امو باتكلا ةحتافب ءارقأن نا م.ص هللا لوسر اأنرما

(وواد وبا هاور)

Rasulullah memerintahkan kepada kita agar membaca al-Fatihah dan surat mudah dari al-Qur'an (HR. Abu Dawud)

Hadits ini diterima oleh Abu Dawud dari Abu Walid al-Thayalisi dari Hamam dan Qatadah dari Abu Nasharah dan Sa'id yang kesemuanya berasal dari Bashrah.

3. Penyendirian tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu. Contoh :

رمتو قبوسب ةيفص ىلعَ م

م لووام م.ص ىبنلا نأ

Sesungguhnya Nabi SAW mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan jamuan makanan yang terbuat dari tepung gandum dan kurma

Dalam sanad Hadits tersebut, terdapat seorang rawi bernama Wa'il yang meriwayatkan Hadits tersebut dari anaknya (Bakr Ibn Wa'il). Sedang perawi yang lain tidak ada yang meriwayatkan demikian

Adapun penyendirian pada segi matan, artinya matan Hadits yang diriwayatkan itu berbeda dengan periwayatan rawi-rawi lain.

(14)

Dilihat dari sudut keghariban pada sanad dan pada matan, Hadits Gharib terbagi kepada dua macam. Pertama, keghariban pada sanad dan matan secara bersama-sama, dan kedua, keghariban pada sanad saja15[15].

Yang dimaksud dengan Gharib pada sanad dan matan secara bersama-sama adalah Hadits Gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu silsilah sanad dengan satu matan Haditsnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Gharib pada sanad saja adalah Hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh banyak sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang sahabat yang lain yang tidak populer. Periwayatan Hadits melalui sahabat yang lain seperti ini disebut sebagai Hadits Gharib pada sanad.

Dari pembahasan tentang Hadits Gharib tersebut, jelasnya pada Hadits Gharib mempunyai beberapa hukum (nilai) diantaranya :

1. Shahih, yaitu jika perawinya mencapai dhabith yang sempurna dan tidak ditentang oleh perawi yang lebih kuat dari padanya.

2. Hasan, yaitu jika dia mendekati derajat yang di atas dan tidak ditentang oleh orang yang lebih rajah dari padanya.

3. Syad, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang dia adalah orang kepercayaan.

4. Munkar, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang diapun adalah orang yang lemah.

5. Matruk, yaitu jika dia tertuduh dusta walaupun tidak ditentang oleh orang lain.

Oleh karena yang demikian, terbagilah Hadits Gharib kepada tiga bagian, yaitu :

1. Gharib Shahih, yaitu segala Hadits Gharib yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

2. Gharib Hasan, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam sunan at-Turmudzi

(15)

3. Gharib Dha'if, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam sunan-sunan lain dan dalam musnad-musnad16[16]

Untuk menetapkan suatu Hadits itu Gharib, hendaklah diperiksa lebih dulu pada kitab-kitab Hadits, semisal kitab-kitab Jami' dan kitab-kitab Musnad, apakah Hadits tersebut mempunyai sanad lain selain sanad yang dicari kegharibannya itu, atau tidak. Kalau ada hilanglah kegharibannya.

Cara untuk melakukan pemeriksaan terhadap Hadits yang diperkirakan Gharib dengan maksud apakah Hadits tersebut mempunyai mutabi' atau syahid, disebut i'tibar. Jadi yang dimaksud dengan i'tibar di sini adalah :

ءازجلاو دأناسملاو عماوجلا نم ثيدحلا قرط ععببتت رابتعلا

امهنم ئيش هل سيل وأ ,ادهاش وأ اعباتم هل نأ ملعيع ىتح

I'tibar adalah meneliti jalan-jalan Hadits dalam kitab-kitab Jami' Musnad dan kitab-kitab juz untuk mengetahui apakah Hadits yang disangka fard (gharib) itu, ada mutabi'nya atau tidak.17

[17]

2.2. Ketentuan umum Hadits Ahad

Pembagian Hadits Ahad kepada Masyhur, 'Aziz dan Gharib tidak bertentangan dengan pembagian Hadits Ahad kepada Shahih, Hasan dan Dha'if. Sebab membagi Hadits Ahad kepada tiga macam tersebut, bukan bertujuan langsung untuk menentukan maqbul dan mardudnya suatu Hadits, tetapi bertujuan untuk mengetahui banyak atau sedikitnya suatu sanad. Sedang membagi Hadits Ahad kepada Shahih, Dha'if dan Hasan adalah bertujuan untuk menentukan dapat

diterima atau ditolaknya suatu Hadits.

Dengan demikian, Hadits Masyhur, 'Aziz itu masing-masing ada yang Shahih, Hasan dan Dha'if. Juga tidak setiap Hadits Gharib itu tentu Dha'if. Ia adakalanya Shahih, apabila memenuhi syarat-syarat yang dapat diterima dan tidak bertentangan dengan Hadits yang lebih rajih. Hanya saja pada umumnya, Hadits Gharib itu Dha'if, dan kalaupun ada yang Shahih, itupun hanya sedikit.

16[16] M. Hasbi ash-Shiddieqy, 1987, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, hal 84.

(16)

Contoh Hadits Gharib yang Shahih adalah Hadits Ibnu Mas'ud RA :

اهاعوف يتلاقم عمس ادبع هللارض

ض أن : معلص هللا لوسر لاق

اهعمس امك اهادضأف

Rasulullah SAW bersabda : Allah mencemerlangkan seorang hamba yang mendengarkan pembicaraan-pembicaraanku, lalu dipeliharanya, kemudian disampaikannya seperti yang

diterimanya.

2.3. Kedudukan Hadits Mutawatir Dan Hadits Ahad

Hadits Mutawatir jumlahnya banyak sekali dan sudah pasti shahih, sehingga tidak dibahas lagi dalam ilmu isnad/musthalahul Hadits, karena ilmu Hadits membahas siapakah perawi Hadits itu, seorang muslim, adil, dlabith ataukah tidak, bersambung-sambung sanadnya atau tidak dan seterusnya. Hanya yang perlu dibahas di dalam Hadits Mutawatir adalah apakah jumlah perawi yang meriwayatkan itu sudah cukup banyak atau belum, mungkinkah yang sama memberitakan itu atau tidak, baik berdusta dengan jalan mufakat atau karena kebetulan saja, demikian pula keadaan yang melatar belakangi berita itu, terutama kalau bilangan perawi itu tidak begitu banyak jumlahnya. Karena Hadits Mutawatir sudah pasti shahih, wajib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah. Dan Hadits Mutawatir memberikan faedah qat'i (yakin), sehingga bagi orang yang mengingkari Hadits mutawatir dihukumi keluar agama Islam dan termasuk kafir18[18]. Sedangkan menurut M. Ajaj al-Khotib, bahwa Hadits Mutawatir

merupakan suatu perintah atau larangan yang harus diikuti dan diamalkan oleh setiap orang muslim19[19].

Sedangkan Hadits Ahad memberikan faedah dhanni (diduga keras akan kebenarannya) wajib diamalkan kalau sudah diakui akan keshahihannya dalam ilmu Hadits dan Ushul

Fiqh20[20]. Para muhaqqin menetapkan bahwa Hadits Ahad yang shahih diamalkan dalam bidang

amaliah, baik masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil 18[18] Moh Anwar Bc Hk, 1981, Ilmu Musthalah Hadits, al-Ikhlas, Surabaya, hal : 31.

19[19] Muhammad Ajaj al-Khotib, Op-Cit, hal : 316.

(17)

yang qat'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni. Oleh karena itu,

mempercayai suatu i'tikad yang hanya berdasarkan dalil dhanni tidak dapat dipersalahkan. Dan Hadits Ahad tidak dapat menghapuskan hukum dari al-Qur'an, karena al-Qur'an adalah

Mutawatir, demikian pendapat imam Syafi'i. Dan menurut Ahlu al-Dhahir (pengikut madzhab ad-Dahahiri) bahwa Hadits Ahad juga tidak boleh dipakai untuk mentakhsiskan ayat-ayat al-Qur'an yang 'am, pendapat ini dikuti oleh sebagian ulama' pengikut Hambali.

2.4.Perbedaan Hadis Mutawatir dengan Hadis Ahad.

a Dari segi jumlah rawi, hadis mutawatir diriwayatkan oleh para perawi yang jumlahnya sangat

banyak pada setiap tingkatan sehingga menurut adat kebiasaan, mustahil mereka sepakat untuk berdusta, sedangkan hadsi ahad diriwayatkan oleh para rawi dalam jumlah yang menurut adat kebiasaan nasih memungkinkan mereka untuk sepakat berdusta.

b Dari segi pengetahuan yang dihasilkan, hadis mutawatir menghasilkan ilmu qat’i (pasti) atau

ilmu daruri (mendesak untuk diyakini) bahwa Hadist itu sungguh-sungguh dari Rasulullah, sehingga dapat dipastikan kebenarannya, sedangkan hadis ahad menghasilkan ilmu zanni(bersifat dugaan), bahwa hadis itu berasal dari Rasulullah SAW. Sehingga kebenarannya masih berupa dugaan pula.

c Dari segi kedudukan, hadis mutawatir sebagai sumber ajaran agama Islam memiliki kedudukan

yang lebih tinggi dari pada hadis ahad. Sedangkan kedudukan hadis ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di bawah kedudukan hadis mutawatir.

d Dari segi kebenaran keterangan matan, dapat ditegaskan bahwa keterangan matan hadis

(18)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hadist di tinjau dari kuantitasnya adalah dilihat dari sanadnya yaitu ada dua yakni Hadits Mutawatir dan Hadist ahad

 Hadits Mutawatir yang memberikan faedah qat'i (yakin), wajib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik

dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah.

 Hadits Ahad memberikan faedah dhanni wajib diamalkan, baik dalam bidang amaliah,

masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah-masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang qat'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni.

3.2 Saran

(19)

bagi kami yang brsifat membantu agar kami tidak melakaukan kesalahan yang sama dalam penyusunan mkalah yang akan datang .

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad dan M. Mudzakir. 2000. Ulumul Hadits. Pustaka Setia: Bandung.

Ajaj al-Khotib, Muhammad.Ushulu al-Hadisi : Ulumuhu wa Musthalahuhu. Dar al-Manarah : Jeddah, Makkah

Al-Jawaby, Muhammad Thahir. Matnul Hadisi an-Nabawy as-Syarif. Mu'assasah al-Karim Abdullah: Tunisia.

Al-'Aththar, Abdul an-Nashir Taffiqul.Úlumus as-Sunnah wa Dusturu al-Ummah. Anwar, Moh, Bc Hk.1981. Ilmu Musthalah Hadits, al-Ikhlas: Surabaya.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1987. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang:Jakarta. At-Thahhan, Mahmud.Taisiiru Musthalahul Hadisi.

'Atar, Nuruddin. 1997. Manhajun al-Naqdi fi Ulumil Haditsi. Dar al-Fikr al-Mu'asir: Beirut

.

Hasan, A. Qadir. 1990. Ilmu Mushthalah Hadits. CV Diponegoro; Bandung. Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits. PT al-Ma'arif: Bandung.

Ranuwijaya, Utang. 2001. Ilmu Hadits, Gaya Media Pratama: Jakarta. Soetari, Endang. 1997. Ilmu Hadits. Amal Bakti Press:Bandung.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

gave treatment by using guided questions in learning writing narrative text ability. Based on the result, the researcher concluded that there was

The result of the effect on implementing non- treatment of DRTA method on students reading comprehension for the control group of the composite comparing score for both pre-test

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan yang ditemukan di Taman Kanak-kanak Kebon Baru Utara Kecamatan Kesambi Kota Cirebon yaitu

Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.. JURUSAN TEKNIK SIPIL

Dalam penetapan biaya pendidikan yang dibebankan ke mahasiswa, Politeknik Indonusa Surakarta belum dapat menetapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT), sehingga mahasiswa

[r]

perang dalam bentuk ketegangan sebagai perwujudan dari konflik-konflik kepentingan dan perebutan supremasi serta perbedaan ideologi antara blok barat yang dipimpin oleh Amerika