Metode Penentuan Harga Jual (Pricing Method) pada Industri Kesehatan
Ade Heryana, SST, MKM
Dosen Prodi Kesmas, Unversitas Esa Unggul Email: heryana@esaunggul.ac.id
HARGA JUAL PRODUK/JASA
Seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan berhubungan dengan
harga jual produk/jasa. Dalam penjualan obat, kita mengenal ada istilah Harga Eceran Tertinggi
(HET) yaitu harga jual maksimal yang ditetapkan bagi apotik untuk menjual obat. Sehingga
ketika Anda membeli obat di apotik, sejumlah uang harus dikeluarkan untuk mendapatkan obat
tersebut tanpa melebihi HET. Dalam pelayanan klinik rawat jalan, terdapat harga pelayanan
yang bervariasi dari satu jasa ke jasa yang lain. Begitu pula pelayanan diagnostik seperti
laboratorium klinik, radiologi, USG, dan sebagainya.
Harga jual merupakan nilai finansial yang ditetapkan oleh penyedia produk/jasa yang
besarnya sudah menutupi biaya-biaya yang dibutuhkan serta keuntungan yang diharapkan
dengan memperhatikan faktor-faktor antara lain pelanggan, kompetitor, dan kemampuan.
Pasien yang dikenakan harga obat Rp 100.000,- oleh apotik maka harga tersebut sudah
menutupi berbagai biaya (variabel dan tetap) serta telah memperhitungkan keuntungan per
obat.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL
Dalam menentukan harga jual, manajemen perusahaan akan menentukan berbagai
faktor sebagai berikut:
1. Harga
Faktor harga ada dua hal yang diperhatikan yaitu harga jual kompetitor, dan harga
untuk memperoleh sumberdaya (upah minimum, harga beli bahan baku, harga/tarif bahan
bakar, dan sebagainya). Perusahaan harus mempertimbangkan harga jual pesaing, agar
tidak melebihi atau terlalu di bawah kompetitor. Harga yang melebihi pesaing akan
mengurangi penjualan, sedangkan yang terlalu rendah akan menghilangkan kesempatan
mendapat untuk yang lebih besar. Sedangkan harga untuk mendapatkan sumberdaya akan
Misalnya sebuah Rumah Sakit melakukan survey atau ghost shopping untuk mengetahui harga pesaing bertujuan untuk menentukan harga jual. Ketika harga Pertamax
atau Upah Minimum Provinsi naik, sebuah rumah sakit harus berfikir ulang untuk
mempertahankan harga pelayanan.
2. Aksesibilitas
Faktor aksesibilitas merupakan kemudahan produk/jasa untuk diperoleh oleh
konsumen. Semakin langka produk/jasa, maka harga jual semakin mahal. Kelangkaan
produk bisa disebabkan oleh lokasi yang jauh atau supply produk/jasa yang kurang.
Pemeriksaan dokter spesialis lebih mahal karena keterbatasan tenaga medis dan
kelangkaan jasa pelayanannya. Pelayanan kesehatan juga dapat menentukan harga
berdasarkan lokasi konsumen (disebut diskriminasi harga), semakin jauh harga semakin
mahal. Hal terakhir untuk saat ini dipengaruhi oleh kecenderungan penyediaan produk/jasa
secara online sehingga bisa memangkas biaya operasional.
3. Produk/Jasa
Berkaitan dengan produk/jasa, hal yang harus diperhatikan adalah jenis produk/jasa
lainnya, dan inovasi produk/jasa. Pada perusahaan yang menghasilkan varian produk/jasa,
penentuan harga satu produk bisa ditentukan oleh produk/jasa lainnya. Terdapat
produk/jasa yang saling melengkapi/suplementer (seperti antara konsultasi dokter umum
dengan pemeriksaan laboratorium) atau produk/jasa yang saling menggantikan/
komplementer (seperti obat generik dengan obat bermerk dagang). Faktor penambahan
inovasi produk/jasa juga menentukan harga jual (misalnya pemeriksaan hematologi secara
manual dengan otomatis, atau harga obat maag pelepasan lambat dengan obat maag tanpa
pelepasan lambat).
4. Stakeholder
Stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan produk/jasa yang
dihasilkan, antara lain konsumen, karyawan, pemilik, pemasok, dan pemerintah.
Konsumen merupakan stakeholder yang paling berperan dalam penentuan harga
produk/jasa karena umumnya tujuan perusahaan terutama pelayanan kesehatan adalah
memuaskan pasien. Karyawan dapat menentukan harga jual berdasarkan jumlah karyawan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/jasa. Campur tangan pemilik dalam
menentukan harga, meskipun jarang, umumnya masih terjadi terutama pada perusahaan
skala kecil atau keluarga. Pemasok berperan dalam menyediakan bahan baku dan
yang berhubungan dunia usaha, seperti perpajakan, upah minimum, kebijakan anti
monopoli, kenaikan harga bahan bakar dan energi, dan sebagainya.
5. Kondisi ekonomi makro
Beberapa kondisi ekonomi makro turun mempengaruhi penetapan harga oleh
perusahaan seperti inflasi, penurunan nilai tukar mata uang (misal: Rupiah terhadap US
Dollar), petumbuhan ekonomi, dan sebagainya).
HUBUNGAN HARGA DENGAN STRUKTUR PASAR
Sebagian besar perusahaan berusaha memperoleh profit (kecuali organisasi/institusi
nirlaba), yang merupakan ekspresi dari selisih antara pendapatan (revenue) dengan biaya-biaya
(costs). Sementara kita ketahuih bahwa pendapatan merupakan perkalian antara jumlah unit
produk/jasa dengan harga jual. Dengan demikian, harga jual memegang peranan penting
terhadap profit. Menurut Henry Ford, sebuah bisnis yang baik adalah yang dapat memberi
keuntungan (profit) kepada penjual dan pembeli.
Pertemuan antara penjual (sisi penawaran/supply) dengan pembeli (sisi permintaan/
demand) dalam ilmu ekonomi disebut dengan pasar. Jumlah penjual dan pembeli menentukan
hubungan dan kompetisi dalam pasar, yang disebut dengan struktur pasar. Karena terdapat
unsur kompetisi, maka struktur pasar menentukan harga jual produk/jasa.
Menurut Hansen, Mowen & Guan (2009), pasar dapat dibedakan berdasarkan 1) jumlah
pembeli dan penjual; 2) tingkat keunikan produk/jasa; dan 3) kemudahan bagi penjual untuk
keluar-masuk ke pasar. Umumnya terdapat empat jenis pasar yaitu:
1. Pasar persaingan sempurna (perfectly competitive market)
2. Pasar monopoli (monopoly)
3. Pasar persaingan monopolistik (monopolistic)
4. Pasar oligopoly (oligopoli)
Perbedaan/persamaam keempat jenis pasar tersebut dan pengaruhnya terhadap harga jual
produk/jasa dijelaskan pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Jenis Pasar dan Pengaruhnya terhadap Harga Jual
Persaingan Sempurna
Monopolistik Oligopoli Monopoli Jumlah pembeli
dan penjual
Sama-sama banyak, sehingga sulit untuk mempengaruhi pasar
Persaingan Sempurna
Monopolistik Oligopoli Monopoli Tingkat
homogenitas produk/jasa
Homogen, tidak unik Produk berbeda-beda sesuai karakteristiknya
Produk agak unik Produk unik
Kemudahan keluar-masuk pasar bagi penjual
Mudah Relatif mudah Sulit, karena memerlukan biaya tinggi
Sulit, karena inovasi, kebijakan, hak paten, teknologi tinggi Biaya khusus yang dibutuhkan
Tidak ada Biaya iklan, biaya voucher, biaya untuk membedakan produk
Biaya iklan, biaya voucher, biaya untuk membedakan produk, biaya potongan harga
Biaya legal dan lobby Pengaruh terhadap harga jual produk/jasa Perusahaan tidak dapat menetapkan harga lebih tinggi atau lebih rendah dibanding harga pasar Selama konsumen mau membayar harga kunikan produk/jasa, maka perusahaan dapat menaikkan harga sedikit di atas harga pasar Perusahaan oligopolis memiliki kekuatan pasar untuk mengatur harga, sehingga terdapat price leader, dan price folowwer Perusahaan dapat menetapkan harga “agak” tinggi dibanding harga pada pasar persaingan sempurna Contoh pada bidang kesehatan
- Pasar layanan dokter umum - Pasar pemeriksaan rontgen thorax - Pasar obat bebas - Pasar asuransi kesehatan swasta
- Pasar medical check up
- Pasar perguruan tinggi kesehatan - Pasar obat analgetik bermerk - Pasar asuransi kesehatan sosial (BPJS Kesehatan)
- Pasar layanan kesehatan online - Pasar medical evacuation
- Pasar layanan dokter sub spesialis - Pasar layanan pemeriksaan radiologi teknologi tinggi
- Pasar obat paten (masih dalam hak paten)
METODE PENENTUAN HARGA JUAL
Perusahaan menggunakan berbagai cara/metode untuk menentukan harga dan sering
disebut dengan pricing policy atau pricing method. Terdapat beberapa metode untuk menentukan harga yaitu 1) Cost-based pricing; 2) Target costing and pricing; 3) Penetration pricing; dan 4) Price skimming (Hansen, Mowen & Guan, 2009).
Cost-based Pricing
Metode ini merupakan teknik penentuan harga yang mempertimbangkan atau
memperhitungkan seluruh biaya untuk menghasilkan produk (disebut base cost atau biaya dasar), kemudian ditambahkan dengan profit yang diinginkan dan biaya tambahan (disebut
markup). Markup harga pada dasarnya merupakan persentase dari biaya dasar.
a. Markup terhadap harga pokok penjualan (cost of good sold) dengan formula sebagai berikut:
𝑀𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 =(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑑𝑚𝑖𝑛&𝑢𝑚𝑢𝑚 + 𝑜𝑒𝑝𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒)𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Dimana,
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 + 𝑇𝐾 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 + 𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑
Terlihat bahwa markup harga pokok penjualan hanya memperhitungkan biaya
administrasi & umum serta operating income, sehingga tidak menggambarkan profit yang
sebenarnya atau pure profit (Hansen, Mowen & Guan, 2009). Cara lain untuk memastikan bahwa markup benar-benar sesuai profit adalah berdasarkan biaya material.
b. Markup terhadap biaya material, dengan formula sebagai berikut:
𝑀𝑎𝑟𝑘𝑢𝑝 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 =(𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝐾𝐿 + 𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 + 𝐴𝑑𝑚𝑖𝑛&𝑈𝑚𝑢𝑚 + 𝑂𝑝𝑟. 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒)𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
Teknik markup digunakan bila 1) biaya tenaga kerja langsung bervariasi terhadap biaya
material, dan 2) perusahaan sulit menghitung harga pokok penjualan.
Contoh Soal-1 (Markup harga)
Sebuah perusahaan distributor operating theatre lights (seperangkat lampu untuk kamar bedah) melakukan penjualan dan instalasi lampu di sebuah rumah sakit tipe A. Biaya perakitan lampu rata-rata Rp 120.000 per jam. Tahun lalu perusahaan ini mengeluarkan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 735.000.000. Biaya overhead dikeluarkan sebanyak Rp 490.000.000,- meliputi biaya utilitas, peralatan ringan, sewa kantor, dan sebagainya. Berdasarkan laporan laba/rugi diperoleh informasi sebagai berikut:
Pendapatan Rp 3.503.500.000
Harga pokok penjualan
Material langsung Rp 1.225.000.000 Tanaga kerja langsung Rp 735.000.000
Overhead Rp 490.000.000 Rp 2.450.000.000
Pendapatan kotor Rp Rp 1.053.500.000
Biaya administrasi & umum Rp 250.000.000 Operating income (profit) Rp 803.500.000
Tentukan markup terhadap harga pokok penjualan dan terhadap biaya material berdasarkan data dan informasi di atas!
Jawab:
1. Markup terhadap harga pokok penjualan:
= (250.000.000 + 803.500.000)/2.450.000.000 = 0,43 atau 43%
2. Markup terhadap biaya material:
% markup = (Biaya TKL + OH + Adum + Opr. Income)/Biaya material
= (735.000.000+490.000.000+250.000.000+803.500.000)/1.225.000.000 = 1,86 atau 186%
Contoh soal-2 (Menentukan harga dengan cost-based/markup)
Perusahaan sebagaimana contoh soal 1, bermaksud memperluas pasar dengan mengikuti tender pengadaa lampu operasi yang dikendalikan secara otomatis dengan aplikasi komputer di rumah sakit khusus mata. Biaya material per tahun yang dibutuhkan diperkirakan Rp 400.000,- dengan instalasi dibutuhkan sekitar 2,5 jam, dan biaya overhead diperkirakan 65% dari biaya Tenaga Kerja langsung. Berdasarkan markup harga pokok penjualan sebesar 43%, tentukan harga yang sebaiknya ditawarkan !
Jawab:
Biaya material = Rp 400.000,-
Biaya tenaga kerja langsung (Rp 120.000 x 2,5 jam) = Rp 300.000,- Biaya overhead (65% x Rp 300.000) = Rp 195.000,- +
Perkiraan biaya per unit = Rp 895.000,- Tambahkan: markup 43% (43% x Rp 895.000) = Rp 384.900,- +
Harga yang ditawarkan = Rp 1.279.900,-
Pertanyaannya adalah apakah dengan harga yang ditetapkan pada contoh soal di atas
(Rp 1.279.900,-) menjamin perusahaan akan mendapat keuntungan? Ternyata tidak. Jika unit
lampu operasi yang dipasang hanya sedikit, maka belum tentu perusahaan mendapat untung. Untuk itu biasanya perusahaan akan malakukan “markup tambahan” untuk mencegah kerugian. Beberapa perusahaan bahkan menerapkan markup 100% terhadap harga pokok
penjualan, misalnya toko grosir pakaian, atau toko alkes.
Hampir sebagian besar perusahaan pelayanan kesehatan menggunakan metode
cost-based karena berdasarkan ciri-ciri industri ini yaitu tidak seimbangnya informasi pelayanan
kesehatan antara pemberi pelayanan kesehatan dengan penerima pelayanan kesehatan atau
pasien (disebut asymmetric information). Namun pada pemberian pelayanan kesehatan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak dan mempengaruhi kesejahteraan serta hak pelayanan
kesehatan bagi warga, pemerintah ikut campur menentukan harga. Sehingga perlu digunakan
Target Costing and Pricing
Metode ini merupakan kebalikan dari teknik based-cost pricing di atas. Pada teknik ini, bagian pemasaran memegang peranan penting dalam menentukan harga yang diinginkan oleh
konsumen (willing to pay). Sehingga target costing adalah metode pricing yang dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu harga jual produk/jasa untuk kemudian menghitung biaya
untuk menghasilkan produk/jasa berdasarkan harga yang ditetapkan tersebut. Saat ini sejalan
dengan peran konsumen yang tinggi, perusahaan memiliki kecenderungan untuk menetapkan
harga menggunakan metode target costing. Contoh pada industri pelayanan kesehatan adalah
pada penentuan harga medical check up untuk perusahaan, harga pelayanan untuk Jaminan
Kesehatan Nasional, harga pelayanan kesehatan pada pasar persaingan sempurna, dan
sebagainya.
Contoh soal-3 (Menentukan harga dengan target costing)
Sebagaimana contoh soal 2, jika pihak rumah sakit menetapkan harga penawaran maksimal Rp 1.100.000,- per unit, dengan markup harga tetap 43% apakah perusahaan harus mundur dari tender lampu operasi ?
Jawab:
Perusahaan tidak perlu mundur, selama ia dapat mengatur biaya untuk menghasilkan produk/jasa, misalnya:
Harga maksimal ditetapkan RS Rp 1.100.000,- Perkiraan biaya per unit (Rp 1.100.000/1,43) Rp 769.230,- Perkiraan biaya per unit sebelumnya Rp 895.000,- Selisih harga jual Rp 125.770,-
Hal ini berarti perusahaan sebaiknya mengurangi biaya-biaya minimal Rp 125.770,- per unit, dengan cara antara lain:
1. Dengan mengurangi biaya material (mengajukan potongan harga ke supplier) Biaya material (dikurangi Rp 125.770,-) = Rp 274.230,- Biaya tenaga kerja langsung (Rp 120.000 x 2,5 jam) = Rp 300.000,- Biaya overhead (65% x Rp 300.000) = Rp 195.000,- + Perkiraan biaya per unit = Rp 769.230,- Tambahkan: markup 43% (43% x Rp 769.230) = Rp 330.770,- +
Harga yang ditawarkan = Rp 1.100.000,-
2. Dengan mengurangi waktu pemasangan setara dengan selisih harga. Selisih harga jual = Rp 125.770,-
Biaya pasang per jam = Rp 120.000,-
Jumlah jam dikurangi = Rp 125.770 / Rp 120.000 = 1,05 jam ~ 1 jam, sehingga Biaya pemasangan menjadi Rp 120.000,- per 1,5 jam
Biaya material = Rp 400.000,-
Biaya overhead (65% x Rp 300.000) = Rp 195.000,- + Perkiraan biaya per unit = Rp 775.000,- Tambahkan: markup 43% (43% x Rp 775.000) = Rp 333.250,- +
Harga yang ditawarkan = Rp 1.108.250,-
Selisih harga Rp 8.250,- dapat dikurangkan terhadap biaya lain.
Contoh soal-4 (Menentukan harga dengan target costing)
Berdasarkan soal no-3 di atas, tentukan:
1. Biaya overhead yang sebaiknya disesuaikan agar perusahaan dapat menawarkan produk dengan harga minimal Rp 1.100.000,-
2. Persentase markup harga pokok, agar perusahaan dapat menawarkan produk dengan harga minimal Rp 1.100.000,-
Metode lain
Metode penetapan harga dengan target costing akan efektif berjalan dengan baik jika
dikombinasikan dengan metode lain yaitu penetration price (harga penetrasi) dan price skimming.
Penetration pricing adalah metode menetapkan harga rendah pada produk/jasa yang baru diperkenalkan/dijual ke masyarakat, yang bertujuan untuk memperoleh pangsa pasar atau
konsumen baru, meskipun dapat terjadi biaya tidak tertutupi. Penetration pricing hanya
dilakukan sekali saja, berbeda dengan predatory pricing yang dilakukan tidak hanya saat peluncuran produk baru (Hansen, Mowen & Guan, 2009).
Price skimming merupakan kebalikan dari penetration pricing, yakni perusahaan menetapkan harga tinggi saat peluncuran produk/jasa baru. Tujuan metode harga ini adalah
untuk menutupi biaya pengembangan produk yang unik dan mahal, sehingga metode ini cocok
diterapkan jika produk/jasa benar-benar baru, hanya sekelompok kecil konsumen yang
memerlukan, dan dikembangkan dengan biaya yang sangat mahal (Hansen, Mowen & Guan, 2009). Contoh nyata adalah obat dengan hak paten atau disebut “obat paten”. Obat ini dikembangkan dengan penelitian yang ketat dan mahal sehingga dihasilkan obat dengan
kandungan zat khasiat yang benar-benar baru. Pasien yang membutuhkan umumnya hanya
sedikit karena berdasarkan rekomendasi dokter dan dengan penyakit yang umumnya jarang.
Sehingga obat paten saat diluncurkan pertama kali di pasaran memiliki harga yang relatif