• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bitumen Padat Dan Gas Metan Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bitumen Padat Dan Gas Metan Batubara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN TERHADAP

BITUMEN PADAT DAN GAS METAN BATUBARA DI INDONESIA

Asep Suryana dan Fatimah

(Kelompok Program Penelitian Energi Fosil, Pusat Sumber Daya Geologi)

SARI

Salah satu langkah utama dalam Kebijakan Energi Nasional adalah melakukan diversifikasi energi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan gas konvensional. Diantara sekian banyak sumber energi non konvesional adalah bitumen padat dan gas metan batubara atau Coal Bed Methane (CBM).

Bitumen Padat tersebar pada pulau-pulau utama di Indonesia. Keberadaan bitumen padat umumnya berasosiasi dengan batubara, walaupun tidak harus selalu demikian. Eksplorasi bitumen padat telah dilaksanakan oleh Pusat Sumber Daya Geologi sejak tahun 2000 dengan perkiraan sumber daya bitumen padat sampai tahun 2007 sebesar 11,2 juta ton. Kandungan minyak pada conto bitumen padat Indonesia sangat bervariasi mulai dari 1 lt/ton hingga 248 lt/ton.

Wilayah Indonesia yang memiliki sumberdaya batubara yang berlimpah secara otomatis berpotensi memiliki Gas metan batubara (CBM) yang berlimpah pula. Studi awal menghasilkan perkiraan sumber daya CBM Indonesia sekitar 453.30 TCF.

1. PENDAHULUAN

Krisis energi yang telah berlangsung beberapa tahun melahirkan kebijakan strategis di bidang energi, diantaranya adalah melakukan diversifikasi energi, dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan gas bumi konvensional. Salah satu sasarannya adalah dengan mengurangi konsumsi minyak dari 54% pada tahun 2005 menjadi 20% pada tahun 2025.

Berkaitan dengan kebijakan diversifikasi energi, kiranya perlu dilakukan eksplorasi sumber daya energi fosil diluar energi konvensional, diantaranya adalah bitumen padat dan gas metan batubara atau Coal Bed Methane (CBM).

2. BITUMEN PADAT

Bitumen padat adalah batuan sedimen yang mengandung material organik, yang akan menghasilkan minyak melalui proses penyulingan atau

retort. Umumnya batuan yang

dikategorikan sebagai bitumen padat berupa serpih, namun batuan lain pun dapat juga dikategorikan sebagai bitumen padat dengan syarat memiliki sejumlah material organik yang dapat menghasilkan minyak dengan retorting proses.

(2)

tidak harus selalu berasosiasi dengan batubara, walaupun pada umumnya keberadaan bitumen padat seringkali berada diantara lapisan batubara

(interburden). Namun ada pula endapan

bitumen padat yang secara stratigrafi berada di bawah lapisan batubara, misalnya bitumen padat Formasi Sangkarewang yang lebih tua umurnya dari batubara Formasi Sawahlunto (Cekungan Ombilin). Disinilah perlunya penyelidikan khusus mengenai bitumen padat untuk mencermati sebaran bitumen padat tersebut.

Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan penyelidikan mengenai endapan bitumen padat sejak tahun 2000. Sampai saat ini (2008) setidaknya telah ada 50 (lima puluh) program penyelidikan bitumen padat yang tersebar pada beberapa daerah di Indonesia, dengan tingkat penyelidikan yang berbeda-beda, mulai dari Penyelidikan Pendahuluan sampai pada penyelidikan dengan menggunakan metode outcrop drilling. Tabel 1 menyajikan ringkasan hasil kegiatan penyelidikan bitumen padat yang dilakukan Pusat Sumber Daya Geologi sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2007, sedangkan Gambar 2 memperlihatkan peta indeks lokasi penyelidikan bitumen padat.

Hasil berbagai penyelidikan menunjukkan bahwa endapan bitumen padat tersebar di hampir seluruh pulau utama di Indonesia dengan ketebalan lapisan bervariasi mulai dari beberapa centimeter sampai lebih dari 100 meter.

Analisa retort dari berbagai conto bitumen padat memberikan hasil yang sangat bervariasi, mulai dari 1 lt/ton hingga mencapai 248 lt/ton (daerah Pasar Wajo, Sulawesi Tenggara). Hasil analisa ini tentu saja sangat dipengaruhi

oleh jumlah kandungan material organik serta komposisi material organiknya.

Sumber daya bitumen padat Indonesia sampai dengan tahun 2007 adalah sebesar 11,24 juta ton, dengan rincian 10,09 juta ton sumber daya hipotetik dan 1,15 juta ton sumber daya tereka.

3. Gas Metan Batubara

Gas metan batubara atau Coal Bed Methane (CBM) merupakan gas dengan komponen utama metana (CH4)

yang terperangkap dalam lapisan batubara, baik itu dalam pori batubara maupun dalam rekahan batubara. Gas tersebut terperangkap dalam batubara pada saat proses pembatubaraan

(coalification).

Keberadaan CBM ini sangat membahayakan keamanan tambang. Beberapa kasus kecelakaan tambang batubara terjadi karena ledakan yang diakibatkan terbangnya gas metan ini ke udara. Dengan alasan keamanan, alangkah baiknya apabila CBM ini diambil sebelum dilakukan penambangan batubara. Hal ini juga memberikan keuntungan lain yaitu pasokan gas metan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.

3.1. Penyelidik terdahulu

Advanced Resources

International Inc. (ARII) telah melakukan study awal mengenai potensi CBM di Indonesia yang meliputi 11 cekungan batubara (Gambar 3) dengan total sumber daya CBM sebesar 453,30 TCF (Tabel 2). Namun hasil ini dianggap belum mewakili potensi CBM Indonesia keseluruhan mengingat masih banyak cekungan batubara Indonesia yang tidak termasuk dalam study ini.

(3)

Terdapat beberapa parameter penting yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian potensi CBM (Sumaatmadja, 2006), diantaranya:

a. Rank atau tingkat kematangan batubara, yang ditunjukkan dengan nilai vitrinit reflectance (Ro) batubara. Batubara dengan rank menengah Ro 0,55% - 2 % memiliki kapasitas serapan gas metan yang baik

b. Kedalaman lapisan batubara, yang ideal untuk tersimpannya gas metan adalah antara 300 m sampai 1000 meter. Pada kedalaman kurang dari 300 meter, gas metan sangat mudah terlepas ke udara sehingga tidak dapat diharapkan tersimpan pada batubara dengan baik; sedangkan pada kedalaman lebih dari 1000 meter kapasitas serapan batubara akan terganggu oleh temperatur yang tinggi.

c. Tekanan. Makin besar tekanan makin besar kapasitas serapan gas tetapi dengan kecepatan yang makin berkurang sewaktu mendekati batas jenuhnya.

d. Temperatur. Makin tinggi temperatur makin kecil kapasitas serapannya atau mempertinggi desorpsi gasnya.

e. Mineral matter. Makin tinggi kandungan mineral matternya, makin kecil kapasitas serapan gasnya. Kandungan abu dan sulfur termasuk dalam mineral matter.

f. Moisture. Makin tinggi kandungan air dalam batubara maka makin kecil kapasitas serapannya.

g. Komposisi maceral batubara. Liptinite (Type II dari organik matter) yang banyak mengandung hidrogen akan paling banyak menghasilkan gas metana disusul

dengan vitrinite (Type III organik matter).

3.3. Potensi batubara bawah permukaan

Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan kajian mengenai potensi batubara bawah permukaan mulai kedalaman 100 meter sampai dengan 500 meter pada beberapa daerah di sisi timur Pulau Kalimantan, mulai dari Cekungan Tarakan di utara sampai dengan Cekungan Barito & Asam-asam di selatan (Fatimah, 2004, 2005, 2006; Susilawati, 2005). Hasil dari kajian ini disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa sumber daya batubara pada kedalaman 300-500 meter adalah sebesar 2.883,359 juta ton, suatu angka yang cukup memberikan harapan akan potensi CBM yang cukup besar.

Khusus untuk Sumatera Selatan, data potensi batubara bawah permukaan diperoleh dari proyek kerja sama ”Joint Study on Coal Resources and Reserves Evaluation System” antara Pusat Sumber Daya Geologi dengan Pemerintah Jepang (yang diwakili NEDO). Hasil kegiatan ini tertera pada Tabel 5, yang menunjukkan potensi batubara bawah permukaan untuk tiap daerah.

3.4. Penyelidikan CBM Pusat Sumber Daya Geologi

(4)

batubara daerah Loa Lepu menunjukkan bahwa batubara di daerah ini mengandung gas CO2 sebesar 2,50 juta

m3, gas N2 sebesar 16,04 juta m3 dan gas

CH4 sebesar 3,31 juta m3 (Cahyono,

2006). Sedangkan batubara daerah Buana Jaya mengandung 13,14 juta m3 gas CO2, 3,42 juta m3 gas N2 dan 14,66

juta m3 gas CH4 (Wibisono, 2007).

Kajian potensi CBM berupa kompilasi data sekunder yang disertai pengumpulan conto batubara secara acak

(random sampling) serta pengukuran

kandungan gas (sorption isotherm) juga dilakukan pada beberapa blok penyelidikan di Kalimantan Selatan yaitu Blok Tempirak, Blok Rantau, Blok Sebambam dan Blok Satui (Sumaatmadja, 2006). Hasil kajian ini menunjukkan bahwa terdapat potensi CBM pada blok-blok tersebut yaitu 3.87 BCF pada Blok Tempirak, 19.22 BCF pada Blok Rantau, 5.79 BCF pada Blok Sebambam dan 12.9 BCF pada Blok Satui. Perhitungan kandungan gas dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah parameter, antara lain: kadar abu, sulfur, bulk density, ketebalan batubara, nilai sorption isotherm, serta luas daerah potensi.

4. PENUTUP

Penyelidikan bitumen padat maupun gas metan batubara masih sangat perlu dilakukan di Indonesia mengingat masih banyak daerah yang belum terinventarisir terutama daera-daerah remote yang masih sulit dijangkau, karena keterbatasan infrastruktur. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Pusat Sumber Daya Geologi memiliki kewajiban untuk melakukan penyelidikan mengenai bitumen padat dan gas metan batubara agar komoditi-komoditi ini dapat

bernilai guna untuk dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Kepala Pusat Sumber Daya Geologi, Dr. Hadiyanto, MSc., yang telah mengijinkan dimuatnya tulisan ini. Terima kasih juga dihaturkan kepada Sigit Arso Wibisono, ST. Yang telah banyak membantu penulis terutama dalam pembuatan peta.

DAFTAR PUSTAKA

Amarullah, D., 2003. Penyelidikan Pendahuluan Endapan Bitumen Padat Daerah Bungamas, Lahat dan Fajar Bulan Kabupaten Lahat,

Provinsi Sumatera Selatan.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2006. Inventarisasi Bitumen Padat dengan Outcrop Drilling Daerah Muara Selaya dan Sekitarnya,

Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Pusat Sumberdaya Geologi, Bandung.

ARII, 2003. CBM Potential Indonesia. Advanced Resources International Inc.

Cahyono, EB., 2002. Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Ampah dan Sekitarnya, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan

Tengah. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. ---, 2005. Inventarisasi dan evaluasi

endapan bitumen padat di daerah Kabupaten Lampung Tengah dan

Kabupaten Lampung Utara.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

(5)

Provinsi Kalimantan Timur. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. Dinarna, TA., 2000. Pemetaan Serpih

Bitumen Padat di Daerah Camba, Kabupaten Maros, Provinsi

Sulawesi Selatan. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2002. Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Kalibawang dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2004. Inventarisasi Bitumen Padat dengan Metode Outcrop Drilling di Daerah Petai, Kabupaten

Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Fatimah, 2004. Kajian Zonasi Daerah Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam di Bagian Selatan Provinsi

Kalimantan Timur. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2005. Kajian Zonasi Daerah Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam di Provinsi Kalimantan

Timur Bagian Utara. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2006. Survei Pendahuluan Bitumen Padat di Daerah Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara,

Provinsi Bengkulu. Pusat

Sumberdaya Geologi, Bandung. ---, 2006. Kajian Zonasi Daerah

Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam, Cekungan Tarakan,

Provinsi Kalimantan Timur. Pusat

Sumberdaya Geologi, Bandung. Ibrahim, D., 2001. Penyelidikan

Pendahuluan Endapan Bitumen Padat di Daerah Kandui dan

Sekitarnya, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan

Tengah. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. ---, 2005. Survei Pendahuluan Bitumen

Padat Daerah Bukit Susah, Kabupaten Kuantan Singingi,

Provinsi Riau. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Ilyas, S., 2000. Laporan Serpih Bitumen di Daerah Talawi Kotamadya

Sawahlunto, Sumatera Barat.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral. Bandung.

Subarnas, A., 2002. Laporan Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Air Napal dan Sekitarnya, Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan, Provinsi

Bengkulu. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. Sukardjo, 2000. Pemetaan Serpih

Bitumen di Daerah Lok Paikat, Piani dan Bungur, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan

Selatan. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. Sumaatmadja, E.R., 2006. Kajian

Potensi Gas Methan Dalam Batubara di Cekungan Barito

Provinsi Kalimantan Selatan.

Pusat Sumberdaya Geologi, Bandung.

Suryana, A., 2002. Laporan Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Sampolawa dan Sekitarnya, Kabupaten Buton,

Sulawesi Tenggara. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2002. Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Kapontori dan Sekitarnya, Kabupaten Buton, Sulawesi

Tenggara. Direktorat Inventarisasi

(6)

---, 2003. Inventarisasi Bitumen Padat dengan Outcrop Drilling di Daerah Buton Selatan, Sulawesi

Tenggara. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. ---, 2005. Inventarisasi Bitumen Padat

dengan Outcrop Drilling di Daerah Kalisusu, Sulawesi

Tenggara. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. ---, 2006. Inventarisasi Bitumen Padat

dengan Outcrop Drilling di Daerah Sungai Rumbai, Provinsi

Jambi. Pusat Sumberdaya Geologi,

Bandung

Susilawati, S.S., 2005. Kajian Zonasi Daerah Potensi Batubara Untuk Tambang Dalam di Provinsi Kalimantan Selatan Bagian

Tengah. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. Tim Inventarisasi Bitumen Padat

Loajanan, 2002. Laporan Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Loajanan dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kodya Samarinda, Kalimantan

Timur. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral, Bandung. Tjahyono, JAE., 2002. Inventarisasi

Bitumen Padat daerah Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa

Tengah. Direktorat Inventarisasi

Sumberdaya Mineral.

---, 2004. Survey Pendahuluan Bitumen Padat di daerah Sendangharjo, Kabupaten Blora,

Provinsi Jawa Tengah. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2005. Survey Pendahuluan Bitumen Padat Daerah S. Bengalun Kabupaten Kutai Timur,

Provinsi Kalimantan Timur.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Tobing, SM., 2002. Inventarisasi endapan bitumen padat (Cannel Coal) daerah Wangon dan sekitarnya, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, Provinsi

Jawa Tengah. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2003. Inventarisasi Bitumen Padat dengan Outcrop Drilling di Daerah Ayah, Kabupaten

Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

---, 2004. Inventarisasi Bitumen Padat dengan Outcrop Drilling Daerah Sampolawa, Kabupaten Buton,

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Triono, U. dan Sumaatmadja, ER., 2000.

Penyelidikan Endapan Serpih Bitumen di Daerah Sepaso dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Besar, Provinsi

Kalimantan Timur. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Triono, U., 2001. Penyelidikan Pendahuluan Endapan Bitumen Padat di Daerah Ayah dan Sekitarnya, Kabupaten Kebumen,

Provinsi Jawa Tengah. Direktorat

Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Bandung.

Wibisono, S.A., 2007. Pengukuran Kandungan Gas Dalam Lapisan Batubara Daerah Buanajaya, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Provinsi Kalimantan Timur. Pusat

(7)

Gambar 1. Peta Sebaran Bitumen Padat di Indonesia

LAUT DANDA

KEP. ARU

P. PELENG P. MISOOL P. WAIGEO

102° 106° 110° 114° 118° 122° 126° 130° 134° 138°

(8)
(9)

Gambar 3. Potensi CBM Indonesia (ARII, 2003)

Total Resources =

453.30 TCF

Central Sumatera

(52.50)

South Sumatera

(183.00)

Bengkulu

(3.60)

North Tarakan

(17.50)

Berau

(8.40)

Kutei

(80.40)

Barito

(101.60)

Jatibarang

(0.80)

Pasir/ Asem

(3.00)

Southwest Sulawesi

(2.00)

Ombilin

(10)

Tabel 1. Hasil penyelidikan bitumen padat Pusat Sumberdaya Geologi sampai tahun 2007

No. Lokasi Provinsi Oil Yield (Lt / Ton)

Sumber daya (Juta Ton) Sumber Data Hipotetik Tereka Total

1 Maros Sulawesi Selatan 12 0,84 - 0,84 Dinarna, 2000 2 Pangkep Sulawesi Selatan 4 2,63 - 2,63 Tjahyono, 2000 3 Lok Paikat Kalimantan Selatan 1-102 6,40 - 6,40 Sukardjo, 2000

4 Sepaso Kalimantan Timur - - - - Triono, 2000

5 Kotabaru Kalimantan Selatan 7-100 4,50 - 4,50 2000

6 Kiliranjau Sumatera Barat - - - - Tobing, 2000

7 Kotabuluh Sumatera Utara - - - - Subarnas, 2000

8 Kandui Kalimantan Tengah 2-5 - - - Ibrahim, 2001

9 Kebon Tinggi Riau dan Sumbar 1-140 236,86 - 236,86 Amarullah, 2001 10 Tapin Kalimantan Selatan 1-102 2,40 2,40 Triono, 2001 11 Pasar Wajo Sulawesi Tenggara 14-248 40,59 - 40,59 Suarnas, 2001 12 Talawi Sumatera Barat 5-50 1.003,86 - 1.003,86 Ilyas, 2001

13 Tangko Riau 5-212 57,49 - 57,49 Amarullah, 2001

14 Tiga Binanga Sumatera Utara - 152,82 - 152,82 2001

15 Ayah Jawa Tengah 8-140 3,23 - 3,23 Triono, 2001

16 Air Napal Bengkulu 70-150 0,54 - 0,54 Suarnas, 2002 17 Ampah Kalimantan Tengah 5-10 9,81 - 9,81 Cahyono, 2002 18 Banjarnegara Jawa Tengah 0-5 - - - Tjahyono, 2002 19 Bentarsari Jawa Tengah 5-30 24,54 - 24,54 Dinarna, 2002 20 Galugur Sumatera Barat 15-60 3,35 - 3,35 Wijaya, 2002

21 Kalibawang DIY - - - - Dinarna, 2002

22 Loa Janan Kalimantan Timur 5-15 1,17 - 1,17 Sumantri, 2002 23 Mengkua Limun Jambi 20-30 14,70 - 14,70 Subakti, 2002

24 Muara Uya Kalimantan Selatan 4 - - - 2002

25 Sampolawa Sulawesi Tenggara 5-180 7,69 - - Suryana, 2002

(11)

Tabel 1. Hasil penyelidikan bitumen padat Pusat Sumberdaya Geologi sampai tahun 2007 (lanjutan)

No. Lokasi Provinsi Oil Yield (Lt / Ton)

Sumber Daya (Juta Ton) Sumber Data Hipotetik Tereka Total

27 Kapontori Sulawesi Tenggara 60-127 18,86 - 18,86 Suryana, 2002

28 Ayah Jawa Tengah 7-50 - 7,26 7,26 Tobing, 2003

29 Bunga Mas Sumatera Selatan - - - - Amarullah, 2003

30 Enrekang Sulawesi Selatan 20 - - - Triono, 2003

31 Buton Selatan Sulawesi Tenggara 30-90 - 60,99 60,99 Suryana, 2003

31 Blora Jawa Tengah - - - - Tjahyono, 2004

32 Petai Riau 25-65 255,41 - 255,41 Amarullah, 2004

33 Petai Riau 20-65 30,64 30,64 Dinarna, 2004

34 Sampolawa Sulawesi Tenggara 5-40 - 4,63 4,63 Tobing, 2004 35 Kalisusu Sulawesi Tenggara 5-40 9,60 - 9,60 Triono, 2004 36 Bengalun Kalimantan Timur 5-30 30,05 - 30,05 Tjahyono, 2005 37 Bukit Susah Riau 10-110 1,07 - 1,07 Ibrahim, 2005 38 Kalisusu Sulawesi Tenggara 20-190 - 11,17 11,17 Suryana, 2005

39 Padang Ratu Lampung - 1,99 - 1,99 Cahyono, 2005

40 Sungai Dareh Sumatera Barat 18-60 3.992,22 794,68 4.793,90 Tobing, 2005

41 Taba Penanjung Bengkulu - - - - Fatimah, 2006

42 Sungai Rumbai Jambi 2-70 - 232,63 232,63 Suryana, 2006 43 Muara Silaya Riau 3-20 - 3,35 3,35 Amarullah, 2006 44 Padang Lawas Sumatera Barat 2-78 2.801,18 - 2.801,18 Tobing, 2006

45 Meulaboh NAD 25-35 5,86 - 5,86 Wijaya, 2007

46 Talawi Sumatera Barat 5-30 1.392,08 - 1.392,08 Amarullah, 2007

47 Bukit Sousa Riau 30-40 - 6,41 6,41 Cahyono, 2007

48 Sanggau Kalimantan Barat 10-24 8,04 - 8,04 Ibrahim, 2007

(12)

Tabel 2. Potensi CBM Indonesia (ARII, 2003)

No Basin Coal Bearing Formation

Coal Thickness

(ft)

Coal Rank ro (%)

Depth (ft)

Gas Content (ft3/ton)

Ash (%)

moist (%)

co2 (%)

area (mi2)

gas in place (tft3) 1 South

Sumatra

Muara

Enim 120 0.47 2500 223 10 7.5 3 7350 183

2 Barito Warukin 90 0.45 3000 195 10 10 2 6330 102

3 Kutai Balikpapan 70 0.5 3000 195 10 5 2 6100 80.4

4 Central Sumatra

Muara

Enim 50 0.4 2500 223 10 10 2 5150 52.5

5 North

Tarakan Tabul 48 0.45 2300 147 12 6 5 2734 17.5

6 Berau Lati 80 0.45 2200 144 10 7.5 2 780 8.4

7 Ombilin Sawah

Tambang 80 0.8 2500 267 10 3 50 47 0.5

8 Pasir-Asam2 Warukin 50 0.45 2300 164 7.5 7.5 2 385 3.0

9 NW Java Talang Akar 20 0.70 5000 422 15 3 5 100 0.8

10 Sulawesi Toraja 20 0.55 2000 223 15 4 5 500 2

11 Bengkulu Lemau 40 0.4 2000 133 10 10 5 772 3.6

T O T A L

(13)

Tabel 3. Potensi batubara untuk tambang dalam di Kalimantan Timur

Wilayah Kajian

Sumber daya Hipotetik (Juta Ton)

Total (JutaTon) 100-200 m 200-300 m 300-400 m 400-500 m 100-500 m Bontang 66,592 60,862 55,704 51,063 234,221

Santan 37,123 33,411 30,069 25,809 126,410 Long Lees 360,110 281,734 139,703 77,869 859,416 Long Nah 201,371 70,178 68,058 66,150 405,757 Marah Haloq 306,597 214,618 150,233 105,163 776,611 Marangkayu 33,229 32,044 31,361 31,361 127,995 Muara Wahau 1.019,867 1.009,669 999,572 989,576 4.018,684 S. Krassi 32,737 31,442 31,523 30,145 125,847

Bukit Suharto 3.261,126

Lolo 98,072

Liburdinding 31,408

TOTAL 2.057,626 1.733,958 1.506,223 1.377,136 7.125,676

Tabel 4. Potensi batubara Kalimantan Selatan pada kedalaman 300-1000 m

Block

Sumber daya (Ton) 100-300 m

(Susilawati, 2005)

300 – 1000 m (Sumaatmadja, 2006)

Tempirak - 126.530.352

Rantau 151.242.965 582.062.000

Sebambam 160.715.456 183.464.617

Banjarbaru 1.349.882 -

Tanjung 95.606.845 -

Amuntai 24.873.050 -

Satui - Kintap 96.924.115 425.030.892

Gambar

Gambar 1. Peta Sebaran Bitumen Padat di Indonesia
Gambar 2. Indeks lokasi penyelidikan bitumen padat
Tabel 1. Hasil penyelidikan bitumen padat Pusat Sumberdaya Geologi sampai tahun 2007
Tabel 1. Hasil penyelidikan bitumen padat Pusat Sumberdaya Geologi sampai tahun 2007 (lanjutan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Didapatkan lima lapisan batubara pada Formasi Muara Enim dan Kasai dengan ketebalan mulai dari 0,2 m sampai 1,5 meter dan kualitas batubaranya merupakan batubara

Survey geofisika dengan metode seismik refraksi adalah bertujuan untuk : 1. Mendeteksi struktur geologi di bawah permukaan dangkal, misalnya patahan. Menentukan kedalaman di

batubara bersistem di daerah ini adalah untuk mengumpulkan data geologi endapan batubara dalam rangka inventarisasi potensi endapan batubara di seluruh Cekungan Sumatera

Dari analisis 3 penampang seismik ini, Lapisan batuan yang pertama berada mulai di permukaan dan yang terdalam berada pada kedalaman 100 meter dengan

Didapatkan lima lapisan batubara pada Formasi Muara Enim dan Kasai dengan ketebalan mulai dari 0,2 m sampai 1,5 meter dan kualitas batubaranya merupakan batubara

Dugaan intrusi air laut terjadi di daerah Malalayang I Timur sejauh ≤ 300 meter dari garis pantai dengan kedalaman ≥ 10 meter di bawah permukaan tanah dan di daerah

Transek dilakukan pada lereng terumbu Pulau Burung, Pulau Cemara Kecil, dan Pulau Menjangan Kecil pada sisi barat (windward) dan sisi timur (leeward) dimulai dari kedalaman

651 tergolong baik dan 20.15% disisi timur pada kedalaman 3 meter tergolong kritis, sedangkan pada kedalaman 10 meter yang mempunyai tutupan terumbu karang baik berada di sisi