• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UPAH MINIMUM, PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR INDUSTRI DAN INFLASI TERHADAP KEPESERTAAN BPJS KETENAGAKERJAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH UPAH MINIMUM, PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR INDUSTRI DAN INFLASI TERHADAP KEPESERTAAN BPJS KETENAGAKERJAAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH UPAH MINIMUM, PRODUK DOMESTIK BRUTO SEKTOR INDUSTRI DAN INFLASI TERHADAP KEPESERTAAN

BPJS KETENAGAKERJAAN

(Studi pada Peserta BPJS Ketenagakerjaan Penerima Upah Tahun 2000-2017)

Yosep Agung Supriyanto 222015010@student.uksw.edu Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT

The purpose of this study is to find out and analyze the effect of minimum wages, industrial sector of GDP and inflation on the wage earning participants of BPJS Ketenagakerjaan from 2000-2017. This study used secondary data sourced from the Annual Report of PT. Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan from 2000-2017 and Badan Pusat Statistik (BPS) in 2018 and 2019. The analysis used in this study is a time series analysis, with 18 observation. The minimum wage and industrial sector of GDP have a significant positive influence on the wage earning participants of BPJS Ketenagakerjaan from 2000-2017. While the inflation variable didn’t has effect on the wage earning participants of BPJS Ketenagakerjaan from 2000-2017.

Keywords: Partisipation of BPJS Ketenagakerjaan, Minimum Wages, Industrial Sector of GDP, Inflation.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari upah minimum, PDB sektor industri dan inflasi terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari Laporan Tahunan PT.

Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan tahun 2000-2017 dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 dan 2019. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis time series, yaitu data 18 tahun (2000-2017). Upah minimum

(2)

2

dan PDB sektor industri memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017. Sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017.

Kata kunci: Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Upah Minimum, PDB Sektor Industri, Inflasi.

PENDAHULUAN

Dalam rangka melaksanakan tujuan negara yang telah tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah dengan gencar melaksanakan pembangunan disegala bidang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini tenaga kerja merupakan salah satu bagian terpenting dari proses produksi juga tak luput dari perhatian pemerintah. Perusahaan, dalam hal ini adalah sebagai pemberi kerja tentu berkewajiban untuk memberikan rasa aman pada pekerjanya agar produktivitas pekerjanya juga akan meningkat. Salah satu hal yang dapat meningkatkan produktivitas dari pekerja adalah ada tidaknya jaminan sosial yang didapatkan ketika melaksanakan proses produksi. Jaminan sosial juga merupakan bentuk perhatian dari perusahaan untuk para pekerjanya, khususnya jaminan sosial ketenagakerjaan.

Terjaminnya dasar kehidupan layak bagi masyarakat terlihat pada adanya perlindungan sosial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dinyatakan bahwa sistem jaminan sosial nasional yaitu program yang diselenggarakan oleh negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;

untuk mewujudkan tujuan dari sistem jaminan sosial nasional tersebut, diperlukan badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum dengan berdasarkan prinsip kegotongroyongan, keterbukaan, dana amanat, nirlaba, akuntabilitas, kehati- hatian, profitabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk kepentingan peserta.

(3)

3

BPJS Ketenagakerjaan pada awalnya disebut PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek (Persero) dan mulai resmi disebut BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014. Sebagai salah satu badan penyelenggara jaminan sosial seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan dibentuk untuk menyelenggarakan 4 (empat) program jaminan sosial, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bersifat wajib bagi pekerja, dengan maksud agar terlindungi dari berbagai resiko sosial ekonomi yang bisa sewaktu- waktu menimpa. Namun demikian, penerapan dalam proses kepesertaan tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat dan pemerintah serta kelayakan dalam penyelenggaraan program. Setiap individu dalam masyarakat, dalam hal ini juga termasuk orang asing yang bekerja paling sedikit 6 (enam) bulan di Indonesia dan yang telah membayar iuran sudah dapat disebut peserta BPJS Ketenagakerjaan. Peserta BPJS Ketenagakerjaan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Peserta Penerima Upah (PU) dan Peserta Bukan Penerima Upah (BPU). Peserta yang termasuk dalam kategori Penerima Upah (PU) adalah mereka yang bekerja dengan memperoleh gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja (BPJS Ketenagakerjaan 2019). Kondisi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan terhadap jumlah pekerja penerima upah di Indonesia selama 18 tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel berikut.

(4)

4 Tabel 1

Pekerja Penerima Upah dan Peserta Aktif BPJS Ketenagakerjaan Penerima Upah tahun 2000-2017

Tahun

Pekerja Penerima Upah (buruh/karyawan/

pegawai)

Peserta BPJS Ketenagakerjaan

Penerima Upah

Proporsi Peserta BPJS Ketenagakerjaan Penerima Upah terha-

dap jumlah Pekerja Penerima Upah (%)

2000 29.498.039 8.104.333 27,47

2001 26.579.000 8.450.425 31,79

2002 25.049.793 8.018.710 32,01

2003 24.149.886 8.332.057 34,50

2004 25.459.554 7.762.219 30,49

2005 26.027.953 7.791.730 29,94

2006 26.821.889 7.665.985 28,58

2007 28.042.390 7.857.111 28,02

2008 28.183.773 8.092.360 28,71

2009 29.114.041 8.292.914 28,48

2010 32.521.517 9.464.157 29,10

2011 36.912.535 10.116.935 27,41

2012 40.868.630 11.094.713 27,15

2013 41.123.849 11.927.458 29,00

2014 42.382.148 16.100.961 37,99

2015 44.434.390 18.988.996 42,73

2016 45.827.785 21.254.010 46,38

2017 48.047.068 24.527.863 51,05

Sumber : BPS (2018) dan Laporan Tahunan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan tahun 2000-2017, data diolah.

Besarnya jumlah pekerja penerima upah cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, begitu pula halnya dengan jumlah peserta aktif BPJS

(5)

5

Ketenagakerjaan penerima upah yang dari tahun ketahun mengalami peningkatan.

Kenaikan peserta aktif penerima upah terbesar terjadi di tahun 2014, yaitu sebesar 25,92% dari tahun 2013 atau naik dari angka 11,93 juta jiwa menjadi 16,10 juta jiwa ditahun 2014. Pada tahun itu pula terjadi transformasi dari PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Perubahan tersebut memberikan dampak secara signifikan terhadap kenaikan jumlah peserta penerima upah BPJS Ketenagakerjaan. Meski kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mengalami peningkatan, namun angka tersebut masihlah rendah jika dibanding jumlah pekerja penerima upah di Indonesia. Terlihat dari tahun 2000-2016, belum ada 50% dari pekerja penerima upah yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Baru ditahun 2017 mampu mencapai angka 51,05%. Hal tersebut membuktikan bahwa masih rendahnya kesadaran baik dari pihak perusahaan maupun pekerja dalam menanggapi jaminan sosial. Hal ini juga yang menjadikan masalah karena pada dasarnya sudah ditetapkan oleh undang-undang bahwa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah kewajiban bagi pekerja, namun saat melihat proporsi dari pekerja penerima upah terhadap peserta BPJS Ketenagakerjaan, faktanya tidak demikian. Tentu hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sehingga mendorong perusahaan maupun tenaga kerja untuk mendaftarkan dirinya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah upah minimum, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri dan inflasi.

Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin maraknya perusahaan-perusahaan industri, tentu jaminan sosial menjadi hal penting yang wajib diperhatikan bagi pemberi kerja dan pekerja. Beberapa penelitian terdahulu telah mengungkap pengaruh upah minimum terhadap kepesertaan suatu program jaminan sosial atau asuransi jiwa. Penelitian Rohmawati et al. (2014) di Surakarta, Ariska et al. (2016) di Kabupaten Jember, Puspitasari (2017) di Kabupaten Jamber dan Hasibuan (2017) di Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan bahwa upah minimum memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepesertaan jaminan sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi upah yang diterima masyarakat akan meningkatkan kepesertaan dari suatu jaminan sosial.

(6)

6

Melihat dari sisi internasional, penelitian Burić et al. (2017) di 6 negara Balkan Barat tahun 2005-2015 menemukan pengaruh positif antara upah minimum terhadap kepesertaan asuransi jiwa yang berlaku di negara masing-masing.

Namun penelitian dari Gultom (2016) di Indonesia, Prasetyo (2016) di Kabupaten Sintang tahun 2015 dan Pangestika et al. (2017) di Kota Pekalongan mengungkapkan bahwa upah minimum tidak berpengaruh terhadap kepesertaan jaminan sosial. Saat kondisi upah mengalami kenaikan maupun penurunan, hal tersebut tidak ada pengaruhnya bagi kepesertaan jaminan sosial. Hasil penelitian yang berbeda menjadi pendorong untuk melakukan penelitian tentang pengaruh upah minimum terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017.

Melihat dari sisi Produk Domestik Bruto (PDB), penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan perbedaan hasil. Penelitian Ward dan Zurbruegg (2002) di 37 negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Asia periode 1987 – 1998, Kugler dan Ofoghi (2005) di Inggris selama periode 1966-2003, Adams et al., (2005) pada Swedia untuk periode 1830-1998, Arena (2006) di 56 negara industri dan berkembang, Njegomir dan Stojić (2010) di Yugoslavia untuk periode 2004-2008, Kjosevaki (2012) pada 14 negara Eropa Tengah dan Tenggara tahun 1998-2010, Zouhaier (2014) pada 23 negara anggota OECD tahun 1990-2011 dan Burić et al. (2017) di 6 negara Balkan Barat periode 2005-2015, menunjukkan bahwa PDB memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepesertaan jaminan sosial atau asuransi jiwa. Tidak hanya dikawasan internasional, Prihantoro et al. (2013) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan bahwa PDB Indonesia pada tahun 2006-2011 memiliki pengaruh positif terhadap kepesertaan asuransi jiwa. Hasil berbeda ditemukan oleh Gultom (2016) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara PDB dengan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 1997-2015. Hasil penelitian yang berbeda ini menjadi pendorong untuk melakukan penelitian ulang tentang pengaruh PDB terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017.

(7)

7

Penelitian mengenai pengaruh inflasi terhadap kepesertaan jaminan sosial yang dilakukan oleh Boubaker dan Sghaier (2012) dalam jangka panjang pada 14 negara maju tahun 1965-2008 dan Prihantoro et al. (2013) di Indonesia tahun 2006-2011 menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara tingkat inflasi dengan kepesertaan jaminan sosial. Saat terjadi inflasi tinggi, akan menurunkan minat atau permintaan keikutsertaan pada program jaminan sosial.

Namun hasil berbeda ditemukan oleh Nesterova (2008) dari data historis 11 tahun terhadap 14 negara di Eropa Timur dan Kjosevaki (2012) pada 14 negara Eropa Tengah dan Tenggara tahun 1998-2010 yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap kepesertaan jaminan sosial. Hal inilah yang mendorong penelitian ini dilakukan dengan melihat pengaruh inflasi Indonesia terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017.

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh upah minimum, PDB sektor industri dan inflasi terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, khususnya BPJS Ketenagakerjaan agar mengeluarkan kebijakan yang tepat dengan melihat faktor-faktor makro ekonomi di Indonesia, sehingga perusahaan maupun pekerja akan semakin tertarik untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Bagi perusahaan, diharapkan semakin sadar akan pentingnya jaminan sosial, sehingga perusahaan akan mengikutsertkan seluruh pekerjanya pada program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

BPJS Ketenagakerjaan pada awalnya disebut PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek (Persero). PT Jamsostek (Persero) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. BPJS Ketenagakerjaan, sebagai salah satu badan penyelenggara jaminan sosial dibentuk

(8)

8

untuk menyelenggarakan 4 (empat) program jaminan sosial ketenagakerjaan, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Berkembangnya dunia industri tentu membutuhkan tenaga kerja yang tak sedikit. Kepesertaan Penerima Upah dapat mengikuti 4 program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP). Dengan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, diharapkan pekerja tidak lagi khawatir mengenai resiko keselamatan kerja yang sewaktu-waktu dapat menimpa. Dalam penelitian ini berfokus pada peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah dengan satuan orang. Peserta yang termasuk dalam kategori Penerima Upah (PU) adalah mereka yang bekerja dengan memperoleh gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja (BPJS Ketenagakerjaan 2019).

Pengaruh Upah Minimum terhadap Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Penelitian Rohmawati et al. (2014) di Surakarta menyatakan bahwa pendapatan/upah yang diterima masyarakat berpengaruh positif terhadap keikutsertaan dalam jaminan kesehatan nasional. Begitu juga dengan penelitian Ariska et al. (2016) di Kabupaten Jember menyatakan bahwa pendapatan/upah berpengaruh positif terhadap kesadaran akan jaminan sosial, saat masyarakat memiliki pendapatan tinggi, masyarakat memiliki kesadaran akan jaminan sosial.

Penelitian di Kabupaten Jamber tersebut dilanjutkan oleh Puspitasari (2017) yang menyatakan pula bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap partisipasi kepesertaan jaminan kesehatan nasional. Hasibuan (2017) dalam penelitiannya di Provinsi DKI Jakarta juga menyatakan adanya pengaruh positif antara upah dengan kesadaran perusahaan untuk mendaftarkan pekerjanya pada program jaminan sosial. Melihat dari sisi internasional, penelitian Burić et al. (2017) di 6 negara Balkan Barat tahun 2005-2015 menyatakan bahwa upah berpengaruh positif terhadap permintaan asuransi jiwa. Semakin tinggi upah yang diterima,

(9)

9

semakin tinggi pula kesadaran untuk mendaftar pada program jaminan sosial di perusahaan asuransi jiwa.

Sedangkan penelitian dari Gultom (2016) di Indonesia menyatakan bahwa kenaikan upah minimum tidak berpengaruh terhadap kepesertaan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 1997-2015. Selanjutnya penelitian Prasetyo (2016) di Kabupaten Sintang tahun 2015 juga menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara upah dengan kepesertaan jaminan sosial BPJS Kesehatan.

Demikian pula Pangestika et al. (2017) dalam penelitiannya di Kota Pekalongan menyatakan bahwa kenaikan upah minimum setiap tahunnya tidak berpengaruh terhadap kepesertaan jaminan sosial BPJS Kesehatan.

Dalam penelitian ini, upah minimum yang digunakan adalah upah minimum di Indonesia dengan satuan rupiah. Berdasarkan temuan sebelumnya, rumusan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Upah minimum berpengaruh terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Industri terhadap Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

Penelitian Ward dan Zurbruegg (2002) di 37 negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Asia, periode 1987 – 1998 menunjukkan hasil bahwa PDB berpengaruh positif dan mampu mendorong kepesertaan asuransi jiwa. Demikian pula penelitian dari Kugler dan Ofoghi (2005) di Inggris selama periode 1966-2003 untuk asuransi jangka panjang, dan selama periode 1971-2003 untuk asuransi umum. Hasilnya adalah ada pengaruh positif antara PDB dengan kepesertaan asuransi jiwa dan memiliki hubungan timbal balik. Penelitian Adams et al., (2005) melakukan analisis yang mirip dengan Kugler dan Ofoghi (2005) tetapi fokus pada Swedia untuk periode 1830-1998. Hasil penelitiannya adalah asuransi jjiwa dipengaruhi oleh PDB secara positif. Hasil yang sama dikemukakan oleh Arena (2006) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik secara positif antara PDB dan perkembangan asuransi jiwa di 56 negara industri dan berkembang dengan

(10)

10

menggunakan data historis selama 28 tahun (1976 – 2004). Njegomir dan Stojić (2010) dalam studi mereka meneliti dampak asuransi terhadap PDB di Yugoslavia untuk periode 2004-2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa industri asuransi memberikan efek positif pada PDB baik sebagai penyedia manajemen risiko, kompensasi dan investor institusi. Penelitian Kjosevaki (2012) pada 14 negara Eropa Tengah dan tenggara tahun 1998-2010 menyatakan bahwa adanya pengaruh positif antara PDB terhadap permintaan asuransi jiwa. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Zouhaier (2014) pada 23 negara anggota OECD tahun 1990-2011 menyatakan bahwa adanya pengaruh positif antara PDB dengan asuransi jiwa. Demikian pula penelitian Burić et al. (2017) yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif signifikan antara PDB dengan asuransi jiwa di 6 negara Balkan Barat periode 2005-2015. Di Indonesia, Prihantoro et al. (2013) dalam penelitiannya tahun 2006-2011 menyatakan bahwa produk domestik bruto memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan asuransi jiwa dibandingkan dengan beberapa faktor lain.

Temuan berbeda berdasarkan penelitian di Indonesia menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara PDB dengan kepesertaan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan tahun 1997-2015 (Gultom 2016). Hasil tersebut sangat bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya di negara lain. Jika Gultom menggunakan PDB total dan peserta BPJS Ketenagakerjaan secara total, maka penelitian kali ini menggunakan PDB sektor industri dengan satuan miliar rupiah.

Hipotesis yang dirumuskan:

H2 : PDB Sektor Industri berpengaruh terhadap Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Pengaruh Inflasi terhadap Kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan

Penelitian Boubaker dan Sghaier (2012) pada 14 negara maju tahun 1965- 2008 menyatakan adanya pengaruh negatif signifikan antara inflasi dengan keikutsertaan pada asuransi non-jiwa dalam jangka panjang. Sedangkan Prihantoro et al. (2013), yang dalam penelitiannya di Indonesia tahun 2006-2011 menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap

(11)

11

keikutsertaan program asuransi jiwa. Tingginya tingkat inflasi akan menurunkan kemampuan dan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, termasuk program asuransi jiwa.

Hasil berbeda diungkapkan penelitian dari Nesterova (2008) yang melakukan penelitian dengan menggunakan data historis 11 tahun terhadap 14 negara di Eropa Timur yang menunjukkan bahwa inflasi memiliki pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap permintaan asuransi jiwa. Begitu pula dengan penelitian Kjosevaki (2012) pada 14 negara Eropa Tengah dan Tenggara tahun 1998-2010 yang menyatakan bahwa adanya pengaruh negatif dari inflasi namun tidak signifikan terhadap penggunaan asuransi jiwa.

Pada penelitian ini tingkat inflasi Indonesia tahun 2000-2017 diukur dengan satuan persen (%). Rumusan hipotesisnya:

H3 : Inflasi berpengaruh terhadap Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Model

Kerangka model dalam penelitian ini adalah bahwa kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dipengaruhi oleh upah minimum, PDB sektor industri dan inflasi. Model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1 Model Penelitian METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan menggunakan pedekatan secara kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, dengan menggunakan metode analisis statistik regresi berganda.

Upah Minimum

PDB Sektor Industri

Inflasi

Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

(12)

12

Variabel – variabel penelitian yang digunakan pada penelitian terdiri dari variabel terikat yaitu variabel kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah dan variabel bebas terdiri: upah minimum, PDB sektor industri dan inflasi. Pada penelitian kali ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari Laporan Tahunan PT. Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan dari tahun 2000-2017 dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 dan 2019.

Data yang dienelisis merupakan data time series, yaitu data 18 tahun (2000-2017). Guna mengetahui besarnya pengaruh variabel terikat terhadap variabel bebas, maka pada penelitian ini memakai model Regresi Linier Berganda (Multiple Regression) dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Regresi linier, dimana sebuah variabel terikat (variabel Y) dihubungkan dengan dua atau lebih variabel bebas (variabel X) dapat disebut juga dengan regresi linier berganda. Secara umum, bentuk persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Yt = ß0 + ß1X1t + ß2X2t + ß3X3t + et...1 dimana:

Y = Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah (jiwa) X1 = Upah minimum (rupiah)

X2 = PDB sektor industri (miliar rupiah) X3 = Inflasi (%)

β0 = intersept (konstanta)

β1, β2, β3 = koefisien regresi variabel bebas

e = error term

Untuk mencapai tujuan penelitian, analisis data pada penelitian dilakukan melalui model ekonometrika dengan bantuan program Eviews 9. Adapun tahap- tahap analisis meliputi uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis.

(13)

13 Alat Analisis

Sebelum melakukan analisis data, dipastikan terlebih dahulu bahwa data yang akan digunakan telah lolos uji asumsi klasik, yaitu data terdistribusi normal, data terbebas dari gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi (Gujarati 2012). Setelah data sudah lolos uji asumsi klasik, kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik memberikan kepastian bahwa persamaan regresi yang diperoleh mempunyai ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten.

Pengujian asumsi klasik dibutuhkan untuk mengetahui apakah data berdistribusi secara normal dan hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi (Gujarati 2012). Berikut adalah hasil uji normalitas data:

Uji Normalitas

Tujuan dilakukannya pengujian normalitas adalah untuk melihat normal tidaknya data yang dianalisis. Model regresi yang baik semestinya mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam uji normalitas, dapat dilihat melalui uji Jerque-Bera (JB–test). Jika diketahui bahwa nilai probability > α = 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal. Namun jika nilai probability < α = 0,05, maka data tersebut tidak berdistribusi secara normal (Gujarati 2012).

(14)

14

0 1 2 3 4 5 6

-0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

Series: Residuals Sample 2000 2017 Observations 18 Mean -2.47e-15 Median -0.009717 Maximum 0.257461 Minimum -0.226510 Std. Dev. 0.120738 Skewness 0.355420 Kurtosis 3.011295 Jarque-Bera 0.379066 Probability 0.827345

Sumber : Lampiran 1

Gambar 2 Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas melalui uji Jerque-Bera (JB–test) diketahui bahwa nilai probability > α, yaitu 0,8273 > 0,05, maka data berdistribusi normal (Gujarati 2012).

Uji Multikoliniearitas

Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak. Seharusnya, model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Menurut Gujarati (2012), jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih dari 0,8 maka dapat disimpulkan bahwa model mengalami masalah multikolinearitas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi kurang dari 0,8 maka model bebas dari multikolinearitas.

Tabel 2

Hasil Uji Multikoliniearitas

UMP PDBLN INFLASI

UMP 1 -0.15185221154 0.11483248737

PDBLN -0.15185221154 1 -0.51772522005

INFLASI 0.11483248737 -0.51772522005 1

Sumber : Lampiran 2

(15)

15

Uji multikoliearitas menyatakan koefisien korelasi dari masing-masing variabel bebas adalah kurang dari 0,8 yang berarti model bebas dari multikolinearitas (Gujarati 2012)

Uji Heteroskedastisitas

Pengertian dari heteroskedastisitas adalah kondisi dimana penyebaran data yang tidak sama atau tidak samanya variansi sehingga uji siginifikansi tidak valid.

Tujuan dari uji heteroskedastisitas guna mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian residual (kesalahan penganggu) dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Gujarati 2012). Dalam menguji heteroskedastisitas ini menggunakan White test, dimana jika Prob. Chi-Square <

α = 0,05, maka terjadi gejala heteroskedastisitas, sebaliknya jika Prob. Chi- Square > α = 0,05, maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas (homoskedastisitas).

Tabel 3

Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 3.703100 Prob. F(9,8) 0.0394

Obs*R-squared 14.51567 Prob. Chi-Square(9) 0.1051 Scaled explained SS 8.830674 Prob. Chi-Square(9) 0.4530

Sumber : Lampiran 3

Uji heterokedastisitas menggunakan White test menghasilkan nilai Prob.

Chi-Square > α, yaitu 0,4530 > 0,05, maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas atau data tersebut homoskedastisitas (Gujarati 2012).

Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut deret waktu. Pengujian yang sering dilakukan untuk

(16)

16

mendeteksi autokorelasi adalah Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dimana jika Prob. Chi-Square < α = 0,05, maka terjadi gejala autokorelasi, sebaliknya jika Prob. Chi-Square > α = 0,05, maka tidak terjadi gejala autokorelasi (Gujarati 2012).

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.451177 Prob. F(2,12) 0.6473

Obs*R-squared 1.258869 Prob. Chi-Square(2) 0.5329

Sumber : Lampiran 4

Uji autokorelasi menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test menunjukkan Prob. Chi-Square > α, yaitu 0,5329 > 0,05, maka penelitian ini bebas autokorelasi (Gujarati 2012).

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai probability. Apabila nilai probability < α = 0,05, maka koefisien variabel tersebut signifikan mempengaruhi variabel terikat dan sebaliknya (Gujarati 2012). Hasil dari uji t tersebut dapat dilihat dari hasil regresi pengolahan data berikut.

Tabel 5

Hasil Regresi Pengolahan Data

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

UMP 2.69E-15 7.19E-16 3.745822 0.0022

PDBLN 0.460292 0.049197 9.356148 0.0000

INFLASI -0.003867 0.009891 -0.390939 0.7017

C 9.895961 0.712413 13.89077 0.0000

Sumber : Lampiran 5

(17)

17

Variabel upah minimum menunjukkan nilai probability 0,0022, lebih kecil dari α = 0,05, sehingga variabel upah minimum berpengaruh positif signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah. Ini berarti saat upah minimum mengalami kenaikan, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah juga mengalami kenaikan.

Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Rohmawati et al. (2014) di Surakarta, Ariska et al. (2016) di Kabupaten Jember, Puspitasari (2017) di Kabupaten Jamber dan Hasibuan (2017) di Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa kenaikan dari upah/pendapatan berpengaruh positif secara signifikan terhadap keikutsertaan pekerja menjadi peserta jaminan sosial/asuransi jiwa.

Upah minimum di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah provinsi masing- masing berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan mengalami perubahan setiap tahun dan selalu meningkat setiap tahun.

Upah minimum yang banyak pihak dianggap membebani perusahaan dan dapat mengakibatkan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dalam kasus di Indonesia, hasil perhitungan menunjukkan pengaruhnya positif signifikan. Hal ini terjadi karena pasar tenaga kerja di Indonesia cenderung merupakan pasar monopsoni. Jumlah pencari kerja sangat banyak sementara jumlah perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja relatif sedikit. Pada Grafik 1 di bawah, penetapan upah pada saat MEL = MRPL berada di titik A. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penetapan upah pada pasar monopsoni adalah W0 dengan kesempatan kerja E0. Pada saat pemerintah menetapkan upah minimum sebesar Wm (berada di atas W0), yang terjadi ialah bukan pemutusan hubungan kerja, namun justru kesempatan kerja bertamnbah dari E0 menjadi Em (Ehrenberg dan Smith 2012). Dengan tambahan kesempatan kerja, dapat dimengerti jika peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah juga meningkat.

(18)

18

Grafik 1

Upah Minimum pada Pasar Monopsoni (Ehrenberg dan Smith 2012)

Variabel PDB sektor industri menunjukkan nilai probability 0,0000, lebih kecil dari α = 0,05, sehingga variabel PDB sektor industri berpengaruh positif signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah. Ini berarti saat PDB sektor industri mengalami kenaikan, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah juga mengalami kenaikan.

Melihat penelitian sebelumnya, tampak bahwa PDB negara juga akan berimbas pada keikutsertaan masyarakat pada asuransi jiwa. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Ward dan Zurbruegg (2002) di 37 negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan Asia periode 1987 – 1998, Kugler dan Ofoghi (2005) di Inggris selama periode 1966-2003, Adams et al., (2005) pada Swedia untuk periode 1830-1998, Arena (2006) di 56 negara industri dan berkembang, Njegomir dan Stojić (2010) di Yugoslavia untuk periode 2004-2008, Kjosevaki (2012) pada 14 negara Eropa Tengah dan tenggara tahun 1998-2010, Zouhaier (2014) pada 23 negara anggota OECD tahun 1990-2011, Burić et al. (2017) di 6 negara Balkan Barat periode 2005-2015 dan penelitian Prihantoro et al. (2013) di Indonesia.

(19)

19

Sumbangan PDB sektor industri pengolahan terhadap total PDB Indonesia dari tahun 2000-2017 mencapai angka sekitar 20% dan kerap masuk dalam jajaran sektor penyumbang PDB tertinggi (BPS 2019). Hal ini tidak lepas dari perkembangan industri di Indonesia.

Pemberi kerja pada perusahaan industri besar dan sedang diwajibkan untuk mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah (Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011). Diketahui bahwa jumlah industri besar dan sedang di Indonesia berfluktuasi setiap tahun. (BPS 2019). Peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah didominasi para pekerja yang bekerja pada industri besar dan sedang (BPJS Ketenagakerjaan 2019).

Sumber : BPS 2019, data diolah

Grafik 2

Jumlah Industri Besar dan Sedang tahun 2000-2017 (unit)

Walaupun jumlah industri beasr dan sedang Indonesia mengalami fluktuasi, namun jumlah tenaga kerja pada industri besar dan sedang cenderung mengalami kenaikan.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

Jumlah Industri Besar- Sedang

(20)

20 Sumber: BPS 2019, data diolah.

Grafik 3

Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang tahun 2000-2017

Jumlah industri besar dan sedang berfluktuasi sementara jumlah tenaga kerja terus mengalami peningkatan sehingga jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah juga mengalami peningkatan.

Variabel inflasi menunjukkan nilai probability 0,7017, lebih besar dari α = 0,05, artinya variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah. Ini berarti perubahan angka inflasi pengaruhnya tidak signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah.

Inflasi Indonesia dari tahun 2000-2017 berfluktuasi setiap tahun atau dapat dikatakan tidak stabil. Dari tahun 2000-2017 diketahui bahwa inflasi tertinggi terjadi ditahun 2005 dengan tingkat inflasi sebesar 17,11% dan terendah terjadi ditahun 2009 dengan tingkat inflasi sebesar 2,78% (BPS 2019). Inflasi tinggi menyebabkan perusahaan terdorong untuk menyerap tenaga kerja karena dengan harga barang naik keuntungan bertambah dan produksi meningkat. Pada saat inflasi rendah, keuntungan menurun, perusahaan mengurangi produksi dan melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja (PHK).

0 1 000 000 2 000 000 3 000 000 4 000 000 5 000 000 6 000 000

Tenaga Kerja Industri Besar-Sedang

(21)

21 Sumber : BPS 2019, data diolah.

Grafik 4

Tingkat Inflasi Indonesia 2000-2017

Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan setiap tahun cenderung mengalami kenaikan (BPJS Ketenagakerjaan 2019). Saat masih bernama PT Jamsostek (Persero), kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 mengalami penurunan. Sejak tahun 2007 , kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah terus mengalami peningkatan dan meningkat tajam setelah berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan tahun 2014.

Tingkat inflasi yang berfluktuasi, sementara kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan trendnya meningkat, sehingga dapat dimengerti jika inflasi pengaruhnya tidak signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Nesterova (2008) data historis 11 tahun terhadap 14 negara di Eropa Timur, Boubaker dan Sghaier (2012) dalam jangka pendek dan Kjosevaki (2012) pada 14 negara Eropa Tengah dan Tenggara tahun 1998-2010 yang menyatakan bahwa infalsi tidak berpengaruh terhadap kepesertaan jaminan sosial di tempat yang mereka teliti.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016

Tingkat Inflasi

(22)

22 KESIMPULAN DAN SARAN

Upah minimum berpengaruh positif signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017. Kenaikan upah minimum tidak menyebabkan PHK karena pasar tenaga kerja Indonesia cenderung merupakan pasar monopsoni, sehingga kesempatan kerja bertambah dan kepsertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah juga meningkat.

PDB sektor industri berpengaruh positif signifikan terhadap kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tahun 2000-2017. Kenaikan PDB sektor industri didorong oleh perkembangan industri besar dan sedang Indonesia. Jumlah industri besar dan sedang berfluktuasi namun jumlah tenaga kerja terus meningkat, sehingga peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah juga meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Mike, Jonas Andersson, Lars-Fredrik Andersson, and Magnus Lindmark.

2005. The Historical Relation between Banking , Insurance , and Economic Growth in Sweden : 1830 to 1998. University of Wales Swansea Working Paper, UK.

Arena, Marco. 2006. Does Insurance Market Activity Promote Economic Growth? A Cross Country Study for Industrialized and Developing Countries. World Bank Policy Research Working Paper No. WPS4098.

Ariska, Nova, Eri Witcahyo, and Erdi Istiaji. 2016. Analisis Demand Masyarakat Pesisir Terhadap Kepesertaan Pada Jaminan Kesehatan Nasional Di Kecamatan Puger Kabupaten Jember Tahun 2016 (Demand Analysis of Membership in Coastal Community to the National Health Insurance at Puger Subdistrict Jember 2016). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2016 Universitas Jember.

Boubaker, Heni, and Nadia Sghaier. 2012. How Do the Interest Rate and the Inflation Rate Affect the Non-Life Insurance Premiums? Bulletin Français D’Actuariat 12 (24): 87–111. http://www.ressources- actuarielles.net/EXT/IA/sitebfa.nsf/0/C99AEA67ECBF21ECC1257AA3006

(23)

23

E93DD/$FILE/24_Article4.pdf?OpenElement.

Burić, Milijana Novović, Julija Cerović Smolović, Milena Lipovina Božović, and Ana Lalević Filipović. 2017. Impact of Economic Factors on Life Insurance Development in Western Balkan Countries. Zbornik Radova Ekonomskog Fakulteta u Rijeci: Časopis Za Ekonomsku Teoriju i Praksu / Proceedings of Rijeka Faculty of Economics: Journal of Economics and Business 35 (2):

331–52. https://doi.org/10.18045/zbefri.2017.2.331.

Ehrenberg, R. G., and R. S. Smith. 2012. Modern Labor Economics: Theory Public Policy. Pearson Education, Inc. New York City.

Gujarati, Damodar N. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat, Buku 2, Edisi 5 terjemahan Mangunsong, R.C.

Gultom, Ratih Yasnuarni. 2016. Pengaruh Perkembangan Makro Ekonomi Indonesia terhadap Pertumbuhan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Jurnal Institut BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2016 Volume 1.

Hasibuan, Zharifah Putri Masturah. 2017. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Tenaga Kerja Yang Memengaruhi Perusahaan Menyediakan Jaminan Kesehatan Di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Institut Pertanian Bogor.

Kjosevski, Jordan. 2012. The Determinants of Life Insurance Demand in Central and Southeastern Europe. International Journal of Economics and Finance 4 (3): 237–47. https://doi.org/10.5539/ijef.v4n3p237.

Kugler, Maurice, and Reza Ofoghi. 2010. Does Insurance Promote Economic Growth: The Evidence from Ex-Yugoslavia Region. Ekonomska Misao i

Praksa 1 (January 2016): 31–48.

http://hrcak.srce.hr/index.php?show=clanak&id_clanak_jezik=83216.

Nesterova, Daria. 2008. Determinants of The Demand for Life Insurance:

Evidence From Selected CIS and CEE Countries. National University Kyiv- Mohyl Academy 14–15.

Njegomir, Vladimir, and Dragan Stojic. 2010. Determinants of Insurance Market Attractiveness For Foreing Investments : The Case Of Ex-Yugoslavia.

Ekonomska Istraživanja, Vol. 23 (2010) No. 3(96-110) Monopolies 22: 96–

110.

(24)

24

Pangestika, Viona Febya, Sutopo Patria Jati, and Ayun Sriatmi. 2017. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepesertaan Sektor Informal Dalam BPJS Kesehatan Mandiri Di Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal) Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 ISSN: 2356-3346 5: 39–49.

https://media.neliti.com/media/publications/163373-ID-faktor-faktor-yang- berhubungan-dengan-ke.pdf.

Prasetyo, Budi. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Mandiri pada Masyarakat Kelurahan Tanjung Puri Tahun 2015. Jurnal Wawasan Kesehatan – ISSN 2087 – 4995 Volume 3 81-89, Nomor 1.

Prihantoro, Imam Basuki, and Kasir Iskandar. 2013. Analisis Faktor-Faktor Makro Ekonomi dan Demografi terhadap Fungsi Permintaan Asuransi Jiwa di Indonesia. Jurnal Asuransi dan Manajemen Risiko 1 No: 1: 16–41.

Puspitasari, Yuli. 2017. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Pada Pekerja Bukan Penerima Upah Di Desa Kasiyan Timur Wilayah Kerja Puskesmas Kasiyan Kabupaten Jember Tahun 2016. Digital Respiratory Universitas Jember.

http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/80978.

Rohmawati, Desy. 2014. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Sosial Ekonomi dengan Pemilihan Jenis Iuran Keikutsertaan JKN Mandiri pada Wilayah Cakupan JKN Tertinggi di Surakarta. Artikel Penelitian Universitas Muhammadiya Surakarta.

Ward, Damian, and Ralf Zurbruegg. 2002. Law, Politics and Life Insurance Consumption in Asia.: UEA Library Search - Books, Articles and More. The Geneva Papers on Risk and Insurance 27 (3): 395–412.

http://eds.b.ebscohost.com/eds/pdfviewer/pdfviewer?sid=bf920622-4a83- 46fb-84b9-b0977828ee58%40sessionmgr103&vid=0&hid=121.

Zouhaier, Hadhek. 2014. Insurance and Economic Growth. Journal of Public Economics 38 (2): 249–64. https://doi.org/10.1016/0047-2727(89)90028-5.

Badan Pusat Statistik. 2019a. Inflasi Indonesia. Retrieved January 11, 2019, from

(25)

25 https://www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2019b. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Status Pekerjaan Utama. Retrieved January 11, 2019, from https://www.bps.go.id Badan Pusat Statistik. 2019c. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan.

Retrieved January 11, 2019, from https://www.bps.go.id

Badan Pusat Statistik. 2019d. Upah Minimum Indonesia. Retrieved January 11, 2019, from https://www.bps.go.id

BPJS Ketenagakerjaan. 2006. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2007. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2008. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2009. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2010. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2011. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2012. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2013. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2014. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2015. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2016. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2017. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan. 2019. Peserta Penerima Upah dan Bukan Penerima Upah.

Retrieved from https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id

Republik Indonesia. 1995. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (c.1).

(26)

26 LAMPIRAN

Lampiran 1

0 1 2 3 4 5 6

-0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

Series: Residuals Sample 2000 2017 Observations 18 Mean -2.47e-15 Median -0.009717 Maximum 0.257461 Minimum -0.226510 Std. Dev. 0.120738 Skewness 0.355420 Kurtosis 3.011295 Jarque-Bera 0.379066 Probability 0.827345

Sumber : Hasil pengolahan data dengan Eviews 9

Gambar 2 Hasil Uji Normalitas

(27)

27 Lampiran 2

Tabel 2

Hasil Uji Multikoliniearitas

UMP PDBLN INFLASI

UMP 1 -0.15185221154 0.11483248737

PDBLN -0.15185221154 1 -0.51772522005

INFLASI 0.11483248737 -0.51772522005 1

Sumber : Hasil pengolahan data dengan Eviews 9

(28)

28 Lampiran 3

Tabel 3

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 3.703100 Prob. F(9,8) 0.0394

Obs*R-squared 14.51567 Prob. Chi-Square(9) 0.1051 Scaled explained SS 8.830674 Prob. Chi-Square(9) 0.4530

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 04/22/19 Time: 01:49 Sample: 2000 2017

Included observations: 18

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.795903 5.948950 -0.301886 0.7704

UMP^2 -1.67E-30 1.77E-30 -0.942932 0.3733

UMP*PDBLN -6.21E-18 1.73E-16 -0.035965 0.9722 UMP*INFLASI -1.19E-17 4.19E-17 -0.283176 0.7842

UMP -1.12E-18 2.64E-15 -0.000425 0.9997

PDBLN^2 -0.005509 0.030681 -0.179554 0.8620 PDBLN*INFLASI -0.007707 0.002438 -3.161099 0.0134

PDBLN 0.208844 0.855614 0.244087 0.8133

INFLASI^2 -0.000133 0.000252 -0.529317 0.6110

INFLASI 0.103746 0.034972 2.966558 0.0180

R-squared 0.806426 Mean dependent var 0.013768 Adjusted R-squared 0.588656 S.D. dependent var 0.020092 S.E. of regression 0.012886 Akaike info criterion -5.565182 Sum squared resid 0.001328 Schwarz criterion -5.070531 Log likelihood 60.08664 Hannan-Quinn criter. -5.496976 F-statistic 3.703100 Durbin-Watson stat 1.891769 Prob(F-statistic) 0.039417

Sumber : Hasil pengolahan data dengan Eviews 9

(29)

29 Lampiran 4

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.451177 Prob. F(2,12) 0.6473

Obs*R-squared 1.258869 Prob. Chi-Square(2) 0.5329

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/22/19 Time: 01:49 Sample: 2000 2017

Included observations: 18

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

UMP -7.26E-17 8.11E-16 -0.089550 0.9301 PDBLN -0.019390 0.056311 -0.344335 0.7366 INFLASI -0.003042 0.011373 -0.267475 0.7936

C 0.278258 0.816616 0.340745 0.7392

RESID(-1) 0.019659 0.340887 0.057669 0.9550 RESID(-2) -0.375668 0.417231 -0.900384 0.3856

R-squared 0.069937 Mean dependent var -2.96E-15 Adjusted R-squared -0.317589 S.D. dependent var 0.120738 S.E. of regression 0.138590 Akaike info criterion -0.853386 Sum squared resid 0.230488 Schwarz criterion -0.556595 Log likelihood 13.68047 Hannan-Quinn criter. -0.812462 F-statistic 0.180471 Durbin-Watson stat 2.002399 Prob(F-statistic) 0.964681

Sumber : Hasil pengolahan data dengan Eviews 9

(30)

30 Lampiran 5

Tabel 5

Hasil Regresi Pengolahan Data

Dependent Variable: BPJSTKPU Method: Least Squares

Date: 04/22/19 Time: 01:46 Sample: 2000 2017

Included observations: 18

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

UMP 2.69E-15 7.19E-16 3.745822 0.0022

PDBLN 0.460292 0.049197 9.356148 0.0000

INFLASI -0.003867 0.009891 -0.390939 0.7017

C 9.895961 0.712413 13.89077 0.0000

R-squared 0.901241 Mean dependent var 16.16337 Adjusted R-squared 0.880079 S.D. dependent var 0.384198 S.E. of regression 0.133047 Akaike info criterion -1.003105 Sum squared resid 0.247820 Schwarz criterion -0.805244 Log likelihood 13.02794 Hannan-Quinn criter. -0.975822 F-statistic 42.58652 Durbin-Watson stat 1.735082 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Hasil pengolahan data dengan Eviews 9

Gambar

Gambar 1  Model Penelitian  METODE PENELITIAN
Gambar 2  Hasil Uji Normalitas

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Menurut Amalia Levanoni, sikap para petinggi Mamlûk yang se­ belumnya menyerahkan urusan kepemimpinan kepada Syajarat al­ Durr dan tanggapan Syajarat al­Durr yang menerima

Inovasi merupakan salah satu yang harus dikembangkan dalam dunia bisnis, agar selalu muncul gagasan-gagasan baru yang dapat terus memperbaharui produk ataupun

Penampilan Beberapa Genotip Jagung Protein Mutu Tinggi (QPM) pada Lahan Kering dan Lahan Sawah.. Badan Penelitian

An alternative approach to data acquisition and presentation is to break the life cycle of building materials into several phases and to calculate the total impact value as the

Menurut saya produk makanan dan minuman yang ditawarkan foodcourt Kampung Kuliner Binjai mengalami perkembangan dari... Variabel

Puji syukur kepada Allah SWT, atas anugerah serta perlindungan-Nya penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Batang mempunyai peran dan fungsi yang penting bagi tumbuhan. Batang berguna untuk menopang agar tumbuhan dapat tegak, mengangkut air dan zat-zat makanan, menyimpan makanan

Diperlukan strategi kolaboratif (collaborative strategies) yang melibatkan berbagai unsur - dunia usaha, perguruan tinggi, LSM atau organisasi lainnya, bahkan