• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Program E-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat. Skripsi. Oleh: Dian Khairani Siregar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Efektivitas Program E-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat. Skripsi. Oleh: Dian Khairani Siregar"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Program E-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat

Skripsi

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Oleh:

Dian Khairani Siregar 150903026

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

Pegentasan kemiskinan merupakan salah satu usaha yang sampai dengan saat ini masih dilakukan oleh pemerintah. Program e-Warong KUBE PKH merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mensinergikan bantuan yang yang diberikan oleh pemerintah, dengan tujuan untuk mengentaskan kemiskinan.

Penggunaan sistem elektronik pada program ini nyatanya masih mendapatkan kekurangan yaitu masih terdapat saldo Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang kosong.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang digunkan untuk menggambarkan efektivitas program e-Warong KUBE-PKH dengan menggunakan teknik wawancara, obsevasi, serta dokumentasi yang difokuskan pada e-Warong KUBE- PKH yang berada di Kecamatan Medan Barat. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan pendekatan proses untuk melihat efektivitas melalui lingkungan internal organisasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas program e-Warong KUBE-PKH dalam upaya mengentaskan kemiskinan pada Kecamatan Medan Barat sudah cukup efektif, hal ini dikarenakan e-Warong yang berada di Kecamatan Medan Barat mempunyai lingkungan internal organisasi yang baik, disamping itu juga melalui sarana usaha yang didirikan secara gotong royong dapat menambah penghasilan anggota KUBE setiap bulannya, serta dengan adanya program ini dapat membantu meringankan beban pengeluaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dan dapat memberdayakan masyarakat yaitu Keluaraga Penerima Manfaat (KPM) merasa lebih dihargai karena tidak hanya diam dirumah, mereka sudah mempunyai usaha bersama melalui modal yang diberikan oleh pemerintah. Namun, dalam pelaksanaan program e-Warong KUBE-PKH masih terdapat kekurangan yaitu saldo kosong, meskipun sudah jarang terjadi dan telah dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.

Kata Kunci: Efektivitas, e-Warong KUBE-PKH, Kemiskinan

(7)

ii ABSTRACT

Poverty alleviation is one of the efforts that until now is still carried out by the government. The e-Warong KUBE PKH program is a program that aims to synergize the assistance provided by the government, with the aim of alleviating poverty. The use of an electronic system in this program in fact still lacks, namely there is still an empty balance of Beneficiary Families (KPM).

The method used in this study is a descriptive method with a qualitative approach, which is used to describe the effectiveness of e-Warong KUBE-PKHprogram by using interview techniques, observation, and documentation focused on e-Warong KUBE-PKH in Medan District West. In this study the author also uses a process approach to see effectiveness through the organization's internal environment.

The results of the research showed that the effectiveness of e-Warong KUBE-PKH program in an effort to alleviate poverty in the Medan City Social Service was quite effective, this was because e-Warong in the District of West Medan had a good internal organizational environment, besides that also through business facilities established by mutual cooperation can increase the income of KUBE members every month, and the existence of this program can help ease the burden of spending on Beneficiary Families (KPM). However, in the implementation of e- Warong KUBE-PKH program there are still shortcomings, namely the empty balance, although it has rarely happened and efforts have been made to overcome the problems that occur.

Keywords: Effectiveness, e-Warong KUBE-PKH, Poverty

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ Efektivitas Program E-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Dinas Sosial Kota Medan”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Publik.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun segi bahasa dan penulisan yang digunakan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Banyak doa, motivasi, yang diberikan kepada penulis hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada kedua orang tua tersayang yaitu Buhori Muslim Siregar dan Herlina Muslimah Nainggolan, serta keempat saudara kandung penulis, yaitu Dewi Tamora Siregar, Deva Yanti Siregar, Doli Mora Siregar, dan Daffa Al Syauqi Siregar. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendoakan dan memberikan kasih sayang kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(9)

iv

2. Bapak Dr. Muriyanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Umatera Utara.

3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah membimbing dan memberikan arahan serta masukan bagi penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini hingga skripsi ini selesai.

4. Seluruh Dosen FISIP USU Program Studi Ilmu Administrasi Publik yang telah memberikan begitu banyak ilmu selama perkuliahan berlangsung.

5. Seluruh pegawai Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Terimakasih kepada Kak Dian dan Bang Suhendri yang selalu sabar dan telah banyak membantu penulis mulai dari proses penyusunan administrasi dari awal perkuliahan hingga saat ini.

6. Bapak Ir. H. Endar Sutan Lubis, M.Si selaku Kepala Dinas Sosial Kota Medan dan Bapak Fakhruddin, SH selaku Sekretaris Dinas Sosial Kota Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Dinas Sosial Kota Medan.

7. Seluruh pegawai Dinas Sosial Kota Medan, terkhusus Bidang Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin (PFM), Ibu Bungamin Br. Surbakti selaku Kasi Pemberdayaan Masyarakat, Penyaluran Bantuan Stimulan & Penataan Lingkungan.

8. Ibu Sri Juliati Astuti, dan Ibu Sasriana selaku pemilik e-Warong yang berada di Kecamatan Medan Barat, serta Bapak Ikhwan selaku Koordinator PKH Kecamatan Medan Barat, dan Bapak Budiono yang

(10)

v

merupakan Pendamping Sosial e-Warong Kecamatan Medan Barat, yang telah memberikan informasi, dan meluangkan waktu untuk saya.

9. Ibu Khalisni dan Bapak Budi selaku Petugas Bantuan Sosial BRI.

10. M. Sapril Manurung, yang selalu sabar mendengar keluhan penulis, yang selalu sabar ketika saya marah, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, serta merelakan waktunya untuk menemani penulis hingga skripsi ini selesai.

11. Sahabat penulis, khususnya Rani Gabrella yang selama ini selalu menemani saya, serta kepada Septina Kholida Harahap, Emi Br Sembiring, dan Yessy Beby Emelya Siregar yang selalu saling memberikan motivas, semoga kita semua sukses. Amin ya Rabal Alamin.

12. Atika Sri Wahyuni, sahabat sekamar penulis yang selalu mendengarkan keluhan penulis setiap hari, dan memberikan motivasi kepada penulis.

13. Seluruh anggota KOS 76, khususnya untuk Ecia, Ika, Mari, Uci, Hafsah yang sudah berhasil membuat kos ini lebih berwarna selama 4 Tahun.

14. Anggota PKL Squad, Emi Br Sembiring, Yessy beby Emelya Siregar, Rani Gabrella, Septina Kholida Harahap, Kristin Maredes Sirait, Riski Ananda, Rahmayuni Simbolon, Leli, Yulia, yang telah memberikan arti kebersamaan selama kita di Tongging.

15. Dicky Harahap yang merupakan sahabat penulis sejak kecil sampai dengan sebesar ini, semoga akan selalu jadi sahabat. Amin

16. Dea Lora Veni yang juga merupakan sahabat penulis dari SMA yang selalu sabar dan bersedia untuk membantu penulis.

(11)

vi

17. Nova Sagita dan Indra Hermansyah Putra, yang merupakan teman senasib sepenanggungan penulis.

18. Seluruh teman-teman Administrasi Publik Stambuk 2015 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

19. Seluruh keluarga besar penulis, yaitu Tulang, Tua, Bou, Uda. Terkhusus untuk Tulang Calvin, yang sudah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 23 April 2019 Penulis

Dian Khairani Siregar

(12)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tinjauan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kemiskinan ... 10

2.2 Kebijakan Publik ... 11

2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 11

2.2.2 Ciri-Ciri Kebijakan Publik ... 12

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Publik ... 13

2.3 Pemberdayaan Masyarakat... 14

2.3.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ... 14

2.3.2 Tahapan Pemberdayaan ... 15

2.3.3 Peranan Dalam Pemberdayaan ... 16

2.4 Inovasi Pelayanan Publik ... 17

2.4.1 Pengertian Inovasi ... 17

2.4.2 Inovasi DalamPelayanan Publik ... 18

2.4.3 Manfaat Teknologi Dalam Inovasi... 19

2.5Efektivitas Kebijakan Publik ... 20

2.5.1 Pengertian Efektivitas ... 20

2.5.2 Kriteria Pengukuran Efektivitas ... 21

2.5.3 Pendekatan Efektivitas ... 23

2.6 E-Government ... 24

(13)

viii

2.6.1 Pengertian E-Government ... 25

2.6.2Manfaat E-Government ... 26

2.6.3 Klasifikasi E-Government ... 27

2.6.4 Prinsip E-Government ... 28

2.7 Program ... 29

2.8 Defenisi Konsep ... 29

2.9 Hipotesis Kerja ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Bentuk Penelitian ... 32

3.2. Lokasi Penelitian ... 32

3.3. Informan Penelitian ... 33

3.4. Tekink Pengumpulan Data ... 37

3.5. Tekinik Analisis Data ... 38

3.6. Teknik Keabsahan Data ... 39

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Medan ... 41

4.1.1 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Medan ... 42

4.1.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Medan... 43

4.1.3 Kepegawaian Dinas Sosial Kota Medan ... 45

4.2 Program e-Warong KUBE-PKH ... 46

4.3 Efektivitas Program e-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat... 57

4.3.1 Efektivitas Program e-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat Berkaitan Dengan Prosedur Pelayanan ... 58

4.3.2 Efektivitas Program e-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat Berkaitan Dengan Efisiensi Pelayanan ... 69

4.3.3 Efektivitas Program e-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat Berkaitan Dengan Semangat Kerjasama dan Loyalitas Kelompok Kerja ... 73

(14)

ix

4.3.4 Efektivitas Program e-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat

Berkaitan Dengan Hubungan Antara Atasan dan Bawahan ... 81

4.4.5 Efektivitas Program e-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat Berkaitan Dengan Sarana dan Prasarana... 86

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93

5.1.1 Efisiensi Dalam Pelayanan ... 93

5.1.2 Prosedur Pelayanan ... 94

5.1.3 Semangat Kerjasama dan Loyalitas Kelompok Kerja ... 95

5.1.4 Hubungan Antara Atasan dan Bawahan ... 95

5.1.5 Sarana dan Prasarana... 95

5.2 Saran ... 96

5.2.1 Efisiensi Dalam Pelayanan ... 96

5.2.2 Prosedur Pelayanan ... 96

5.2.3 Semangat Kerjasama dan Loyalitas Kelompok Kerja ... 97

5.2.4 Hubungan Antara Atasan dan Bawahan ... 97

5.2.5 Sarana dan Prasarana... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN

(15)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ... 33

Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian ... 35

Tabel 4.1 Daftar Pegawai Dinas Sosial Kota Medan ... 44

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Pegawai DinasSosial Kota Medan ... 46

Tabel 4.3 Jumlah e-Warong KUBE-PKH di Kota Medan ... 49

Tabel 4.4 Jumlah Keluarga Penerima Manfaat ... 64

(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kantor Dinas Sosial Kota Medan... 40

Gambar 4.2 E-Warong KUBE-PKH Wonosobo... 54

Gambar 4.3 E-Warong Sukaria, Kecamatan Medan Barat... 55

Gambar 4.4 Berita Acara Serah Terima Barang... 60

Gambar 4.5 Buku Transaksi KPM... 63

Gambar 4.6 Keluarga Penerima Manfaat... 65

Gambar 4.7 Struk Pembelian Bahan Pangan Non Tunai... 72

Gambar 4.8 Bukti Pemesanan Beras... 76

Gambar 4.9 Absen Anggota e-Warong KUBE-PKH... 79

Gambar 4.10 Kerjasama Anggota e-Warong... 82

Gambar 4.11 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)... 85

Gambar 4.12 Mesin Electric Data Capture (EDC)... 86

Gambar 4.13 Pendistribusian Beras... 87

Gambar 4.14 Akses Jalan Lokasi e-Warong... 89

(17)

1 BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemberantasan kemiskinan menjadi target penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, hal ini dikarenakan tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan keberhasilan negara mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

Kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada maret 2018 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 25,95 juta orang, jumlah ini menunjukkan kemiskinan di Indonesia berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang.

(https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/persentase-penduduk-

miskin-maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html diakses pada 21 Desember 2018).

Dari data di atas, menunjukkan bahwa pemberantasan kemiskinan menjadi prioritas pemerintah, hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya program penanggulangan kemiskinan yang diciptakan, yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(18)

2 Pemberantasan kemiskinan seharusnya dilakukan tidak hanya dengan memberikan bantuan uang begitu saja, akan tetapi pemerintah harusnya sudah memikirkan bagaimana agar bantuan yang diberikan dapat disinergikan.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin bahwa Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.

Adapun program yang telah dilakukan Pemerintah sebagai upaya menangani permasalahan kemiskinan yaitu dengan menciptakan program untuk mengurangi beban pengeluaran para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) seperti Pemberian Bantuan Kesehatan (Jamkes-mas) 2005, Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2006, Jaminan Kesehatan (Askes-kin) 2006, Bantuan Beras Untuk Rakyat Miskin (RASKIN) 2007, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri 2007, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2007, Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2007, serta Program Keluarga Harapan (PKH) 2007.

Salah satu program penanggulangan kemisikinan yaitu Program Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk miskin sekaligus sebagai upaya memotong rantai kemiskinan. Sasaran PKH merupakan keluarga miskin yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil atau menyusui, serta anak berusia nol (0) sampai dengan enam (6) tahun. Adapun

(19)

3 komponen pendidikan dengan kriteria anak dengan usia enam (6) sampai dua puluh satu (21) tahun, yang belum menyelesaikan wajib belajar selama dua belas (12) tahun dan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (enam puluh) tahun, serta penyandang disabilitas.

Meskipun PKH telah berlangsung selama dua belas (12) tahun, namun ada beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya seperti komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam mendukung PKH masih kurang, proses validasi sasaran tidak selalu mengikuti ketentuan sehingga hasil validasi tidak lengkap, proses verifikasi atas komitmen peserta PKH terhadap kesehatan dan pendidikan belum optimal, kebijakan yang ditetapkan Kementerian Sosial (Kemensos) sering kali berubah sehingga penyaluran bantuan menjadi kurang efektif, dan monitoring rutin/berkala dan evaluasi belum dilaksanakan sesuai dengan pedoman umum (pedum). (http://www.bpk.go.id/news/efektivitas-program-keluarga-harapan, diakses pada 21 Desember 2018)

Program-program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan nyatanya belum mampu secara signifikan menurunkan jumlah penduduk miskin sehingga memunculkan pertanyaan tentang sebab banyaknya program penanggulangan kemiskinan yang tidak efektif. Oleh sebab itu, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan, agar kesejahteraan masyarakat miskin dapat tercapai.

Dalam meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan kemiskinan.

Dalam Perpres tersebut diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat yang keanggotaanya terdiri dari pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan di Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk Tim Koordinasi Penanggulagan Kemiskinan (TKPK) (dalam Kemkominfo, 2011:17).

Dalam koordinasi percepatan penanggulangan kemiskinan, Presiden Joko Widodo memberikan arahan tentang mekanisme bantuan sosial non tunai dalam kaitannya dengan perluasan keuangan inklusif pada April 2016. Sejalan dengan arahan presiden, Kementerian Sosial menciptakan program penanganan

(20)

4 kemiskinan yang bersinergi agar hasilnya memberikan dampak luas, efisien dan efektif. Program yang diciptakan oleh kementrian sosial, yaitu penyaluran bantuan sosial non tunai yang disebut dengan E-Warong KUBE-PKH. Program e-Warong pertama diresmikan di Kota Malang, yang merupakan program penanganan kemiskinan yang disinergikan, agar selanjutnya dapat memberikan dampak yang luas, efisien dan efektif. Program ini merupakan pengalihan bantuan sosial tunai ke bantuan sosial non tunai berbasis teknologi. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan efektivitas bantuan sosial dan memperluas cakupan pelayanan keuangan inklusif, sehinga dapat memberdayakan masyarakat sebagai pelaku dari program tersebut.

Program e-Warong KUBE-PKH merupakan metode yang digunakan untuk mengimplementasikan Peraturan Menteri Sosial Nomor 25 Tahun 2016 Tentang

“Bantuan Pengembangan Sarana Usaha Melalui Elektronik Warung Gotong Royong Kelompok Usaha Bersama”. Program ini merupakan tindak lanjut dari upaya mengentaskan kemiskinan melalui sinergi Program Keluarga Harapan (PKH) dengan program Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Elektronik Warung Gotong Royong Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disebut e-Warong KUBE PKH adalah sarana usaha yang didirikan oleh KUBE di bidang jasa sebagai sarana pencairan bantuan sosial berupa bahan pangan pokok dan/atau uang tunai secara elektronik, kebutuhan usaha, serta pemasaran hasil produksi anggota KUBE yang secara khusus diluncurkan untuk mencegah distribusi bantuan pemerintah yang tidak efektif. (http://simontok.kemsos.go.id/home/book/Bahan%20Diskusi%20E- Warong,%202017.pdf diakses pada 22 Desember 2018)

Program e-Warong merupakan hasil kerja sama Kementerian Sosial (Kemensos) dengan bank pelaksana (BNI dan BRI), Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), dan Koperasi Masyarakat Indonesia Sejahtera (KMIS) untuk pendistribusian bantuan sosial PKH secara non tunai. Untuk

(21)

5 mengakses bantuan ini, keluarga penerima manfaat yang selanjutnya disebut dengan KPM mendapatkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai sarana untuk mencairkan bantuan.

Program e-Warong KUBE-PKH yang telah diluncurkan oleh Kementerian Sosial akan menjadi agen pembayaran keuangan sekaligus perpanjangan tangan dari perbankan serta penyedia bahan pangan yang bekerja sama dengan Perusahaan Umum (Perum Bulog) bagi penerima manfaat program bantuan pangan, sehingga KPM tidak lagi menjadi penonton dalam bantuan sosial, tetapi berperan aktif dalam pengelolaan bantuan sosial itu sendiri. Selain itu, gagasan pembentukan e-Warong KUBE-PKH juga berawal dari pemberdayaan masyarakat yang telah terbentuk yaitu Kelompok Usaha Bersama atau sering disebut dengan KUBE. E-Warong KUBE-PKH merupakan warung sembako biasa namun dalam proses transaksinya yang berbeda yakni berupa non tunai atau elektronik yang bertujuan agar bantuan yang diterima masyarakat tepat sasaran, meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengembangkan usaha, serta sebagai sarana untuk memasarkan hasil produksi masyarakat sekitar terutama untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Kota Medan merupakan salah satu daerah yang ikut menjalankan program e-Warong KUBE-PKH, yang mana program ini diresmikan pada 14 Oktober 2016 oleh Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa didampingi Walikota Medan Drs. H. T. Dzulmi Eldin di Jalan Menteng Raya Gang Rahayu, Kelurahan Binjai, Medan Denai. Dalam hal ini, pemerintah akan memberikan bansos dan subsidi melalui warung tersebut kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

Bantuan secara non tunai tersebut ada pada kartu sesuai dengan nama penerima sehingga ketepatan sasaran akan terkawal .

(http://www.pemkomedan.go.id/artikel-15840-mensos-luncurkan-e-warong-di- medan-denai.html, diakses pada 3 Desember 2018).

Dalam pelaksanaan program e-Warong, masih terdapat berbagai permasalahan seperti kurang layaknya bangunan e-Warong yang sudah didirikan

(22)

6 dikarenakan keterbatasan waktu dan keterlambatan pencairan dana, serta permasalahan terkait sumber daya manusia (SDM) dimana pendamping serta pengurus e-Warong masih sangat membutuhkan pendampingan berupa pelatihan yang dapat meningkatkan pemahamanan serta pengetahuan khususnya dalam manajemen e-Warong. Sementara itu, permasalahan khusus yang harus diselesaikan adalah mengenai manfaat dari e-Warong yang belum sepenuhnya dapat dipahami oleh KPM. Selain itu, belum terserapnya pengetahuan mengenai sistem pembelanjaan dan pembayaran melalui e-Warong yang manfaatnya untuk para pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) itu sendiri.

Adapun kendala lain yang dihadapai dalam penerapan program e-Warong KUBE-PKH yaitu tujuan dari pengelolaan e-Warong yang belum tercapai. Hal ini dkarenakan adanya perbedaan persepsi antar stakeholder terkait, seperti pihak Bank BRI dan Perum Bulog, sehingga dalam proses pelaksanaan tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Permasalahan ini dikarenakan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang diberikan oleh Kementerian Sosial sangat terlambat, sehingga pada proses pelaksanaan tidak terarah dengan baik (Maya Yusnita. dkk, 2017:3).

Keluhan lainnya disampaikan juga oleh pendamping PKH, yaitu tentang sulitnya memberikan bimbingan di masyarakat karena latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Seharusnya pendamping PKH diberikan pelatihan atau bimbingan teknis karena banyak masukan bahwa untuk membimbing di lapangan mereka merasa belum terlalui menguasainya, serta permasalahan yang dihadapi dalam penerapan progra e-Warong adalah minimnya fasilitas transaksi.

(http://www.tribunnews.com/regional/2017/08/29/program-e-warung-bisa-bantu- rakyat-miskin diakses pada 01 November 2018).

Keberadaan program e-Warong KUBE-PKH nyatanya harus mampu memberikan kemandirian kepada masyarakat, oleh karena itu setiap KPM harus mampu memahami apa yang menjadi tujuan dari program ini. Keseriusan pemerintah menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan, hal ini dikarenakan perlunya kerjasama dan koordinasi yang dibangun antara pemerintah pusat dan

(23)

7 pemerintah daerah untuk mencapai tujuan dari program e-Warong KUBE-PKH di Kota Medan.

Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program e-Warong di Kota Medan juga disampaikan oleh Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan (F-PKB) ketika meninjau secara langsung pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kota Medan. Dalam kesempatan tersebut, warga yang juga merupakan KPM mengeluhkan tidak adanya saldo pada kartu yang dimilikinya. Selain itu, para penyalur bantuan yang terdiri dari agen BRI- Link dan e-Warong kerap melakukan persaingan usaha yang cukup ketat dengan tidak hanya memberikan item bantuan yang diwajibkan oleh Pemerintah. Sejauh ini, item yang diwajibkan oleh pemerintah untuk diberikan pada KPM hanya beras dan telur. Hal ini merupakan keinginan pemerintah untuk membantu pangan masyarakat yang bernutrisi, namun kenyataan di lapangan, bahwa bantuan bisa berupa kebutuhan pokok lainnya seperti sabun, minyak goreng dan lainnya.

(http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/16/keluarga-penerima-manfaat- bpnt-keluhkan-kartu-tidak-ada-saldo diakses pada 23 Desember 2018).

Dalam melaksanakan program e-Warong KUBE-PKH di Kota Medan, masih terdapat berbagai kendala yang harus dihadapi oleh Keluarga Penerima Manfaat. Oleh sebab itu dibutuhkan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk bekerjasama dalam melaksanakan dan mengembangkan program ini agar dapat berjalan dengan efektif. Pemerintah harus mampu mengontrol pelaksanaan program e-Warong agar berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Sosial.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan dalam program e-Warong KUBE-PKH di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana Efektivitas program e-Warong KUBE-PKH di Kota Medan, serta apakah program ini telah berhasil mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Efektivitas Program E-Warong KUBE-PKH Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat”

(24)

8 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah

“Bagaimana efektivitas program E-Warong KUBE-PKH dalam upaya mengentaskan kemiskinan pada Kecamatan Medan Barat?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan efektivitas program E-Warong KUBE-PKH dalam upaya mengentaskan kemiskinan pada Kecamatan Medan Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah khazanah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik khususnya yang berkaitan dengan Kebijakan Pemerintah.

2. Manfaat akademis, diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi akademisi/ pihak-pihak yang berkompeten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai efektivitas program E-Warong KUBE-PKH pada Kecamatan Medan Barat.

(25)

9 3. Manfaat praktis, penelitian diharapkan mampu memberikan masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mencapai efektivitas program E- Warong KUBE-PKH dalam upaya mengentaskan kemiskinan Pada Kecamatan Medan Barat.

(26)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka sangat diperlukan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan dalam usulan penelitian. Tinjauan pustaka memerlukan teori dan konsep yang menjadi landasan dalam menganalisis masalah. Penggunaan kata- kata atau istilah seperti tinjauan pustaka merupakan bentuk upaya studi kepustakaan yang dilakukan oleh seorang peneliti yang merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

2.1 Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, khususnya pada negara-negara yang berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sampai dengan saat ini terus berupaya dalam mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak BPS & Depsos (dalam Suharto, 2009:134). Sementara itu Ellis (dalam Suharto, 2009:132) menyatakan bahwa dimensi kemiskinan meyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial psikologis. Adapun ciri kemiskinan menurut Su harto (2009:132), yaitu:

a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, dan papan).

b. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).

c. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

e. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber daya alam.

f. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

g. Ketiadaan akses terhadap kegiatan lapangan kerja dan mata pencarian yang berkesinambungan.

(27)

11 h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan soaial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kemiskinan bersifat multidimensi, yang artinya kemiskinan tidak hanya terfokus pada satu aspek saja, meskipun pada kenyataannya kemiskinan kerap sekali dikaitkan dengan keadaan ekonomi yang dialami oleh seseorang, yaitu ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Indonesia, pemerintah harus fokus pada lingkungan sosial yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga dapat ditemukan kebijakan yang terbaik dalam upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia.

2.2 Kebijakan Publik

2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik

Pemerintah bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan publik melalui suatu kebijkan. Kebijakan yang dipilih merupakan kebijakan yang dinilai paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan publik yang ada. Kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh pemerintah baik dari tingkat pusat maupun tingkat terendah atau badan/lembaga/organ supra-negara Wibawa (dalam Setyawan, 2017:17). Sementara itu, Woll (dalam Tangkilisan, 2003:2) mengungkapkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Menurut Wilson (dalam Wahab, 2008:13) Kebijakan publik merupakan tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan, dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang terjadi. Sementara Woll (dalam

(28)

12 Tangkilisan, 2003:2) mengungkapkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Menurut Jones (dalam Tangkilisan, 2003:3) Kebijakan terdiri dari komponen-komponen:

a. Goal, atau tujuan yang diinginkan,

b. Plans, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan, c. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan,

d. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

e. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder).

Dari pengertian yang telah diungkapkan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik adalah tindakan yang telah diputuskan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah yang ada di kehidupan masyarakat dengan tujuan tertentu. Kebijakan yang telah dibuat pemerintah ini kemudian akan diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2.2 Ciri-Ciri Kebijakan Publik

Wahab (dalam Setyawan, 2017:22) mengemukakan ciri-ciri dari kebijakan publik, yaitu:

1. Kebijakan publik merupakan aktivitas yang sengaja dilakukan dan mengarah kepada tujuan tertentu. Bukan hanya sekedar aktivitas atau perilaku menyimpang dan serba acak, (at random) asal-asalan dan serba kebetulan. Sehingga segala bentuk kebijakan baik dalam bidang pembangunan, sosial politik, hukum, ekonomi, dan sebagainya merupakan aktivitas atau tindakan yang sudah direncanakan (by planed).

2. Kebijakan publik merupakan aktivitas yang memiliki pola dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya yang memiliki arah dan tujuan yang jelas, dilakukan oleh pejabat-pejabat negara atau pemerintah. Kebijakan publik bukan keputusan yang berdiri sendiri serta keputusan individu- individu saja.

3. Kebijakan publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang tertentu, bukan hanya apa yang diinginkannya. Sehingga harus ada aksi nyata dalam menangani permasalahan yang terjadi. Kebijakan publik

(29)

13 tidak cukup dengan kata-kata melainkan harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif dapat pula berbentuk negatif.

Dalam kebijakan yang berbentuk positif, pemerintah akan mengambil peran dalam tindakan-tindakan tertentu guna menyelesaikan suatu permsalahan yang ada. Sedangkan kebijakan publik yang berbentuk negatif, pemerintah tidak mengambil keputusan untuk mengambil tindakan terhadap suatu masalah yang sebenarnya membutuhkan campur tangan pemerintah.

Dari ciri-ciri kebijakan publik yang telah diungkapkan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merupakan aktvitas yang dilakukan oleh pemerintah secara terencana untuk mencapai tujuannya, serta mempunyai keterkaitan dengan pemerintah, dan dapat memberikan dampak yang postif maupun negatif.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Publik

Ripley (dalam Setyawan, 2017:25) menyatakan bahwa secara umum faktor- faktor yang memengaruhi kebijakan publik ada empat, yaitu:

a. lingkungan tempat kebijakan publik dibuat

b. Anggapan dan gambaran pembuat kebijakan publik terhadap lingkungan c. Aktivitas pemerintah perihal kebijakan publik

d. Aktivitas masyarakat perihal kebijakan publik.

Lingkungan tempat kebijakan publik dibagi menjadi tiga (3) golongan, yaitu lingkungan umum di luar pemerintahan, lingkungan di dalam pemerintahan, dan lingkungan khusus dari kebijakan publik tertentu. Kebijakan publik juga dipengaruhi oleh anggapan dan gambaran pembuat kebijakan publik terhadap lingkungan, yakni apabila anggapan dan gambaran benar, maka kebijakan akan valid dan tepat sasaran. Sementara itu kebijakan publik sebagai aktivitas pemerintah, hal ini dikarenakan kebijakan publik merupakan interaksi pemerintah dengan masyarakat dalam lingkup tertentu guna menyusun suatu kebijakan umum dan dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat, yang artinya bahwa kebijakan yang

(30)

14 dibuat pemerintah sedikit banyaknya akan mendasarkan pada aktivitas masyarakat dalam sektor tertentu.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan dipengaruhi oleh masyarakat, hal ini dikarenakan masyarakat menjadi sasaran dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Lingkungan juga merupakan hal yang dapat mempengarui kebijakan yang akan diambil, hal ini dkarenakan dengan megetahui kondisi lingkungan akan mengetahui apakah kebijakan yang dipilih telat tepat untuk dilaksanakan.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kapasitas dari masyarakat Dengan adanya pemberdayaan diharapkan dapat menciptakan kemandirian pada masyarakat miskin untuk meningkatkan perekonomiannya.

2.3.1 Pengertian Pemberdayaan

Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pengertian tersebut dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh kemampuan, dan atau proses pemberian kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka (Suparjan dan Hempri, 2003: 43).

Menurut Parson (dalam Sumodiningrat, 2009:7) bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadiaan- kejadiaan serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupanya.

(31)

15 Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatianya. Sementara itu Sumaryadi, (2005:11) mengungkapkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah “upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan langkah memperkuat kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan”.

Dari pengertian di atas maka dapat diungkapkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan dorongan yang dapat memotivasi, serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang nantinya akan menciptakan kemandirian untuk mengembangkan daya yang dimilikinya.

2.3.2 Tahapan Pemberdayaan

Dalam pemberdayaan membutuhkan beberapa tahapan, hal ini dikarenakan dibutuhkan penyesuain dalam memberdayakan seseorang atau sekelompok orang. pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi Sumodiningrat (dalam Ambar Teguh, 2004: 82).

Adapun tahapan yang harus dilalui dalam pemberdayaan menurut Sumodiningrat ( dalam Ambar Teguh, 2004: 82), yaitu:

1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga meningkatkan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pemberdayaan tidak bersifat instan, yang artinya pemberdayaan memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri. Pemberdayaan juga memerlukan komitmen pemerintah yaitu

(32)

16 untuk turut mendukung masyarakat dalam meningkatkan keterampilan yang dimilikinya, agar selanjutnya dengan pemberdayaan yang dilakukan, dapat memberikan kemandirian pada masyarakat.

2.3.3 Pentingnya Keterlibatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Dalam melakukan pemberdayaan, tentunya perlu melibatkan berbagai pihak yang akan mendukung pelaksananaan pemberdayaan kepada msyarakat, hal ini dikarenakan pemberdayaan tidak bisa dilakukan tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Menurut Noor (2011: 97) bahwa pemberdayaan masyarakat harus melibatkan berbagai potensi yang ada dalam masyarakat, beberapa elemen yang terkait, yaitu:

1. Peranan Pemerintah dalam artian birokrasi pemerintah harus dapat menyesuaikan dengan misi ini, mampu membangun partisipasi, membuka dialog dengan masyarakat, menciptakan instrument peraturan dan pengaturan mekanisme pasar yang memihak golongan masyarakat bawah.

2. Organisasi-organisasi kemasyarakatan diluar lingkunan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi kemasyarakatan nasional maupun lokal.

3. Lembaga masyarakat yang tumbuh dari dan didalam masyarakat itu sendiri (local community organization) seperti BPD, PKK, Karang Taruna dan sebagainya.

4. Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat yang merupakan organisasi sosial berwatak ekonomi dan merupakan bangun usaha yang sesuai untuk demokrasi ekonomi Indonesia.

5. Pendamping diperlukan karena masyarakat miskin biasanya mempuyai keterbatasan dalam pengembangan diri dan kelompoknya.

6. Pemeberdayaan harus tercermin dalam proses perencanaan pembangunan nasional sebagai proses bottom-up.

7. Keterlibatan masyarakat yang lebih mampu khususnya dunia usaha dan swasta.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan masyarakat harus didukung oleh berbagai pihak yang mempunyai keterkaitan, bukan hanya pemerintah saja, tetapi juga pihak swasta yang harus turut untuk mendukung pemberdayaan masyarakat. Dalam melakukan pemberdayaan, masyarakat harus

(33)

17 mempunyai peran yang aktif, misalnya dalam bantuan usaha yang diberikan oleh pemerintah. Program e-Warong KUBE-PKH merupakan salah satu program yang dibuat oleh pemerintah untuk memberdayakan masyarakat melalui modal usaha yang diberikan oleh pemerintah untuk meningkatkan perekonomiannya. Dalam program e-Warong, masyarakat menjadi pengelola warung itu sendiri, sehinga anggota akan berusaha untuk mengembangkan warungnya secara mandiri.

2.4 Inovasi Pelayanan Publik

Penerapan ide dan gagasan baru dalam penyelenggaraan pelayanan publik dimaksudkan untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih baik dalam menyelenggarakan pelayanan dan dalam tataran manajemen organisasi yang lebih luas. Perlunya inovasi dalam pelayanan publik, agar mampu memberikan perubahan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik agar lebih efektif dan efisien.

2.4.1 Pengertian Inovasi

Kata inovasi dapat diartikan sebagai “proses” atau “hasil” pengembangan dan pemanfaatan dari pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki proses, dan sistem, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Menurut (Sedarmayanti, 2009: 231) inovasi meliputi penciptaan sesuatu yang tidak ada saat ini dan dapat berupa penciptaan kecil atau sesuatu yang monumental. Inovasi sukses memiliki lima karakteristik berikut: Cukup baru bagi pasar; Berdasarkan teknologi yang telah diteliti dan dites; Menghemat uang pengguna inovasi; Memenuhi kebutuhan pelanggan; Mendukung praktek yang ada. Sementara itu menurut Fontana (2009:20), inovasi adalah kesuksesan ekonomi dan sosial berkat diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam mentransformasi input menjadi output yang menciptakan perubahan besar dalam hubungan antara nilaiguna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau pengguna,komunitas, dan lingkungan.

(34)

18 Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, dapat diungkapkan bahwa inovasi adalah hadirnya ide-ide baru yang dapat menciptakan perubahan dan memperbaiki sistem yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dari pelayanan publik. Dengan adanya inovasi didalam organisasi diharapkan dapat memberikan perubahan yang lebih baik untuk organisasi untuk mengembangkan dan mencapai tujuan dari organisasinya.

2.4.2 Pengertian Inovasi dalam Pelayanan Publik

Menurut Hutagalung (2018:36) bahwa inovasi pelayanan publik merupakan terobosan jenis pelayanan yang baik, yang merupakan ide kreatif dan/atau adaptasi atau modifikasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat.

Sementara itu Yogi (dalam Hutagalung, 2018:35) berpendapat bahwa inovasi dalam pelayanan publik merupakan prestasi dalam meraih efisiensi dan alat baru dala pelayanan masyarakat.

Inovasi meliputi penciptaan sesuatu yang tidak ada saat ini dan dapat berupa penciptaan kecil atau sesuatu yang monumental. Inovasi sukses memiliki lima karakteristik berikut: Cukup baru bagi pasar; Berdasarkan teknologi yang telah diteliti dan dites; Menghemat uang pengguna inovasi; Memenuhi kebutuhan pelanggan; Mendukung praktek yang ada (dalam Sedarmayanti, 2009:231).

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa inovasi pelayanan publik merupakan suatu ide yang dibuat oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas dari pelayanan agar lebih efektif dan efisien. Dengan adanya sebuah inovasi ini, diharapkan akan memberikan perbaikan terhadap pemberian pelayanan kepada masyarakat.

(35)

19 2.4.3 Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Inovasi Pelayanan Publik

Inovasi merupakan hadirnya ide baru dalam suatu lingkungan organisasi, yang biasanya mempunyai kaitan yang erat dengan teknologi dan informasi.

Dengan adanya teknologi diharapkan mampu memberika perubahan yang positif kepada lingkungan organisasi, hal ini dikarenakan teknologi merupakan salah satu pelayanan yang dinilai dapat memberikan kemudahan dan dapat memperbaiki layanan publik.

Manfaat teknologi dan komunikasi menurut Heeks (dalam Hutagalung, 2018:26) dibagikan dalam dua kelompok, yaitu:

1. Manfaat pada Tingkat Proses

a. Menghemat biaya: mengurangi biaya transaksi bagi masyarakat untuk akses informasi, serta mengurangi biaya bagi pemerintah untuk menyediakan informasi.

b. Menghemat waktu: mempercepat proses internal dan proses pertukaran data dengan instansi lain.

c. Mengurangi keterbatasan: dimana pun, kapanpun informasi dan layanan pemerintah dapat diakses oleh masyrakat.

d. Keputusan yang lebih baik: pimpinan dapat mengontrol kinerja, mengontrol kegiatan, ataupun mengontrol kebutuhan.

2. Manfaat pada Tingkat Pengelolaan

a. Mengubah perilaku aparatur: mengurangi interes pribadi serta meningkatkan interes rasional atau nasional. Misalnya dalam mengurangi tindakan korupsi, mengurangi pemalsuan, kerja lebih efektif dan efisien dan perlakuan terhadap masyrakat yang lebih setara dalam pelaynan publik.

b. Mengubah perilaku masyarakat: partisipasi yang lebih besar terhadap proses pemerintahan dan memperluas kesempatan untuk mengambil bagian dalam pelayanan pengadaan barang dan jasa.

c. Pemberdayaan: meningkatkan keseimbangan kekuatan antar kelompok, melalui kemudahan, akses ke informasi pemerintahan.

Pemberdayaan aparatur lebih meningkatkan melalui akses ke informasi yang dibutuhkan mereka dalam menjalankan tugas.

Dari penjelasan di atas, dapat diungkapkan bahwa teknologi dan informasi memberikan manfaat dalam mendorong efektivitas suatu organisasi, yang mana

(36)

20 dengan adanya penggunaan teknologi akan menghemat biaya maupun waktu, serta dapat mengurangi penyelewengan dalam organisasi, dimana dengan adanya peran teknologi akan menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam organisasi. Oleh karena itu, dengan Adanya pemberian bantuan sosial non tunai dengan sistem teknologi diharapkan menciptakan efektivitas pemberian bantuan, yang mana bantuan mampu memberikan perubahan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

2.5 Efektivitas Kebijakan Publik

Efektivitas merupakan salah satu hal yang penting dalam organisasi, hal ini dikarenakan efektivitas dapat memberikan gambaran terhadap suatu keberhasilan program yang dijalankan. Stoner (dalam Tangkilisan, 2005:138) menekankan bahwa pentingnya efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan- tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci kesuksesan dari suatu organisasi.

Pada dasarnya efektivitas berasal dari kata “efek” dan digunakan sebagai istilah hubungan sebab akibat. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan (Pasolong, 2007:4).

2.5.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas merupakan kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya (Kurniawan, 2005:109).

Semantara itu Argris (dalam Tangkilisan, 2005:139) menyatakan bahwa efektivitas adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia.

(37)

21 Georgopualos dan Tannebaum (dalam Tangkilisan, 2005:139) mengukapkan bahwa efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan sistem sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan- tujuannya tanpa pemborosan dan menghindari ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-anggotanya.

Sementara itu (Martani dan Lubis, 1987:55), menyatakan bahwa dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya”.

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembaga atau organisasi dapat tercapai. Hal tersebut sangat penting peranannya di dalam setiap lembaga atau organisasi dan berguna untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh suatu lembaga atau organisasi itu sendiri (Sedarmayanti, 2006:61).

Dari pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran keberhasilan dari organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini penilaian efektivitas suatu program perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak dan manfaat yang dihasilkan oleh program tersebut.

2.5.2 Kriteria Pengukuran Efektivitas

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Indikator tentang efektivitas dijelaskan oleh beberapa ahli, yang mana hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang sejauh mana organisasi berhasil mencapai tujuan dari program yang dijalankan.

Kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh (Siagian, 1978 : 77), yaitu:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.

(38)

22 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah

“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana Universitas Sumatera Utaraakan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.

6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.

8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Sementara itu, Azhar Kasim (1993:16) dalam upaya mengukur efektivitas, terdapat 3 (tiga) metode dasar yang dapat dijadikan instrument yaitu:

1. Model Sistem Rasional, dalam sistem ini menekankan pada produktivitas dan efisiensi.

2. Model Sistem Alamiah, dalam sistem ini menekankan pada segi moral dan kekompakannya dari anggota organisasi.

3. Model Sistem terbuka, dalam sistem ini menekankan pada dimensi perolehan sumber daya dan kemampuan mengadaptasi diri terhadap lingkungannya.

Steers (dalam Tangkilisan, 2005: 140) mengemukakan bahwa ada lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu:

1. Produktivitas

2. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas 3. Kepuasan kerja

4. Kemampuan berlaba 5. Pencarian sumber daya

(39)

23 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran efektivitas yang digunakan mempunya kriteria yang berbeda-beda, namun pada dasarnya pengukuran efektivitas dilihat dari bagaimana organisasi menciptakan lingkungan kerja yang baik, sehingga akan mempermudah dalam proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran efektvitas organisasi pada dasarnya dilihat dari hasil yang dicapai dari tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.5.3 Pendekatan Efektivitas

Efektivitas merupakan hal yang sangat penting dalam organisasi, hal ini dikarenakan efektivitas menjadi hasil dari keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Pengukuran efektivitas bukanlah hal yang sederhana mengingat perbedaan tujuan dari organisasi yang berbeda. Hari Lubis dan Martani Huseini (1987:55), menyebutkan tiga pendekatan utama dalam pengukuran efektifitas organisasi, yaitu: Pendekatan efektivitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda dari lembaga, dimana lembaga mendapatkan input atau masukan berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam lembaga mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali pada lingkungannya. Berikut tiga (3) pendekatan utama dalam pengukuran efektifitas organisasi menurut Martani Huseini dan hari Lubis (1987:55), yaitu:

1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Pendekatan ini dilakukan melalui indikator internal seperti efesiensi dalam pelayanan, prosedur pelayanan, semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja,

(40)

24 hubungan antara atasan dan bawahan, serta sarana dan prasarana yang tersedia.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.

Dari ketiga pendekatan di atas, dapat dikemukakan bahwa efektivitas organisasi akan memberikan gambaran bagaimana organisasi mampu menciptakan lingkungan organisasi yang baik, dengan bagaimana cara yang dilakukan organisasi dalam mencapai hasil dari program yang telah diciptakan oleh organisasi dalam mencapai tujuannya.

Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan proses (process approach) untuk mengukur efektivitas program e-Warong KUBE-PKH dalam upaya mengentaskan kemiskinan pada Dinas Sosial Kota Medan. Pendekatan proses (process approach ) menganggap efektivitas sebagai efesiensi dan kondisi kesehatan organisasi internal, yaitu kegiatan dan proses internal organisasi yang berjalan dengan lancar. Pendekatan proses (process approach) menggambarkan kegiatan internal organisasi dan mengukur efektivitas melalui indikator internal seperti efesiensi dalam pelayanan, prosedur pelayanan, semangat kerjasama dan loyalitas kelompok kerja, hubungan antara atasan dan bawahan, serta sarana dan prasarana yang tersedia.

2.6 E-Government

E-Government dalam pelayanan publik menjadi mengemuka setelah sistem teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology/ICT) menjadi alat yang digunakan untuk memudahkan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang lebih efektif dan efesien. Pelayanan

(41)

25 publik bebasis teknologi bertujuan untuk menciptakan pelayanan yang transparan, sehingga semua masyarakat dapat mengaksesnya.

2.6.1 Pengertian E-Government

E-Government merupakan singkatan dari Electronic Government. E- Government adalah salah satu bentuk atau model sistem pemerintahan yang berlandaskan pada kekuatan teknologi digital, yang mana semua pekerjaan administrasi, pelayanan terhadap masyarakat, pengawasan dan pengendalian dilakukan dalam satu sistem.

Menurut Maureen Brown (dalam Mulyadi, dkk, 2018:78) Strategi pelayanan dengan konsep e-Government merupakan penggunaan teknologi terutama aplikasi internet berbasis web untuk meningkatkan akses dan layanan pemerintah kepada warga negara, rekan bisnis, pekerja, dan entitas pemerintah yang lain.

Menurut zainal (dalam Mulyadi, dkk 2018:79) e-Government adalah sistem manajemen informasi dan layanan masyarakat yang berbasis internet untuk merekam dan melacak informasi publik dan memberi akses pelayanan publik oleh instansi pemerintah. Sementara itu, Depkomenfo (dalam Wibawa 2009:114) mendefinisikan E-Goverment adalah pelayanan publik yang diselenggarakan melalui situs pemerintah dimana domain yang digunakan juga menunjukkan domain pemerintah Indonesia.

Indrajit (2002:36) mengemukakan bahwa e-Government merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan, dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet) dengan tujuan memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan. E- Government adalah penyelenggaraan kepemerintahan berbasiskan elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan publik secara efisien, efektif dan interaktif.

Konsep e-Government ditetapkan dengan tujuan bahwa hubungan pemerintah baik dengan masyarakatnya maupun pelaku bisnis dapat berlangsung secara efisien, efektif dan ekonomis. Hal ini perlu mengingat dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga pemerintah harus dapat menyesuaikan fungsinya dalam negara agar masyarakat dapat menikmati haknya dan menjalankan kewajibannya dengan nyaman dan aman.

(42)

26 Dalam hal ini tujuan pengembangan e-Government (dalam Main, 2010: 3) adalah:

1. Untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efisien dan efektif.

2. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah.

Dari uraian yang telah disampaikan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa e-Government adalah pelayanan publik yang berbasis teknologi dengan tujuan untuk memudahkan akses masyarakat dalam pelayanan publik, serta meningkatkan kualitas dari penyelenggaraan pemerintahan, sehingga mendorong pemerintah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

2.6.2 Manfaat E-Government

Pemanfaatan e-Government untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan pembiayaan yang efektif, memberikan akses yang dapat memudahkan masyarakat melalui aplikasi maupun web dengan melakukan penyesuaian kepada masyarakat, serta memberikan pelayanan yang mudah dan cepat. Menurut Indrajit (2016:4) manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-Government bagi suatu negara, antara lain:

1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para Stakeholder (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.

2. Meningkatkan trasnparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah dalam rangka penerapan konsep Good Governance.

3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi,relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholder untuk keperluan aktivitas sehari-hari.

4. Mengurangi peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan.

5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.

6. Serta memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.

(43)

27 Dari uraian manfaat e-Government yang telah disampaikan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa e-Government merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, memberikan pelayanan yang efektif dan efesien, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, hal ini dikarenakan dengan adanya e-Government dapat meningkatkan transparansi dalam pelayanan publik.

2.6.3 Klasifikasi E-Government

E-Government merupakan suatu inovasi pemanfaatan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan pemerintah dengan pihak yang berkaitan agara lebih transparan dan akuntabel. Pemanfaatan teknologi dan infomrasi yang dilakukan oleh pemerintah dapat memberikan pelayanan yang lebih baik, dan lebih terkendali. (Indrajit, 2002:41) mengemukakan klasifikasi e- Government adalah sebagai berikut:

a. Government to citizen/government to customer (G2C) tipe ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat. Dengan kata lain, tujuan utama dari dibangunnya aplikasi e- Government bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari.

b. Government to Business (G2B) adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah.

c. Government to Goverment (G2G) adalah memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basis data terintegrasi. Contoh: konsultasi secara online,blogging untuk kalanganlegislatif, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.

d. Government to employees (G2E) adalah aplikasi e-Government yang juga diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para

(44)

28 pegawai negeri atau karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayan masyarakat.

Dengan adanya berbagai macam aplikasi e-Government yang telah diuraikan di atas, dapat menjelaskan berbagai fungsi dari setiap aplikasi e- Government yang dilakukan oleh suatu negara. Program e-Warong KUBE PKH menjadi salah satu program pemerintah yang berbasis teknologi. Program ini dapat diklasifikasikan pada program Government to Citizen, dimana pemerintah menerapkan dan membangun teknologi informasi kepada masyarakat.

2.6.4 Prinsip E-Government

Prinsip adalah suatu pernyataan yang mendasar atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Indrajit (2016:30) mengemukakan bahwa terdapat empat prinsip e- Government, yaitu:

a. Fokus pada perbaikan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini karena begitu banyaknya jenis pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. karena begitu banyak jenis pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya, maka harus dipikirkan pelayanan mana yang akan menjadi prioritas.

b. Bangunlah sebuah lingkungan yang kompetetif bahwa misi untuk melayani masyarakat tidak hanya diserahkan, dibebani, atau menjadi hak dan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi sektor swasta dan non komersial diberikan kesempatan untuk melakukannya.

c. Berikan penghargaan pada inovasi, dan berilah ruang kesempatan bagi kesalahan. Konsep e-Government merupakan sebuah pendekatan yang masih baru, dimana semua negara sedang melakukannya.

d. Tekankan pada pencapaian efisiensi. Pemberian pelayanan dengan memanfaatkan teknologi digital atau internet tidak selamanya menjadi jalur alternatif, tetapi juga harus efiesien.

Keempat prinsip yang telah dikemukakan di atas dapat menjadi pondasi yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan publik yang berbasis teknologi. Prinsip ini membutuhkan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, maupun dengan pihak swasta, dan lembaga non komerisal.

Gambar

Tabel 3.1: Matriks Informan Penelitian
Gambar 4.1:  Kantor Dinas Sosial Kota Medan
Tabel 4.1:  Daftar Pegawai Dinas Sosial Kota Medan
Tabel 4.2: Tingkat Pendidikan Pegawai
+7

Referensi

Dokumen terkait