• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah

Sejak otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia maka sejak saat itu hingga kini telah banyak peraturan serta perundang-undangan yang dibuat.

Peraturan tersebut mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, serta peraturan menteri. Kesemuanya dibuat agar pelaksanaan otonomi dapat berjalan dengan baik. Seperti diketahui, hal yang paling penting dari adanya otonomi daerah ini adalah pada bidang keuangan. Bidang keuangan merupakan kunci dari penentu berhasil atau tidaknya otonomi daerah ditetapkan di daerah- daerah di Indonesia.

Era pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru mulai tahun 1975 sampai dengan 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara tahun 1999 hingga 2004, dan era pasca transisi adalah masa setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 tahun 2004, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, serta Undang-undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004.

Perubahan Undang-undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 menimbulkan implikasi perlunya dilakukan revisi peraturan perundang-undangan dibawahnya terkait dengan

(2)

Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002. Sementara itu, pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pada dasarnya PP Nomor 24 Tahun 2005 mengatur tentang standar akuntansi, sedangkan Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 lebih banyak mengatur tentang sistem akuntansi pemerintah daerah.

Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti dari PP Nomor 105 tahun 2000 dan Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002. PP Nomor 58 tahun 2005 merupakan pengganti dari PP Nomor 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang selama ini dijadikan sebagai landasan hukum dalam penyusunan APBD, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah. Substansi materi kedua peraturan pemerintah tersebut adalah memiliki persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan filosofis yang mengedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas.

Sedangkan perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi pemikiran yang lebih mempertegas dan menjelaskan pengelolaan keuangan daerah, sistem dan prosedur serta kebijakan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dibidang penatausahaan, akuntansi, pelaporan dan pertanggung jawaban keuangan daerah.

Tujuan dikeluarkannya PP Nomor 58 tahun 2005 dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dapat menyusun laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yaitu PP Nomor 24 tahun 2005 yang merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyajikan

(3)

keuangan yang standar, bagaimana perlakuan akuntansi, serta kebijakan akuntansi. Khusus untuk Pemerintah Aceh mengenai regulasi tentang keuangan daerah telah diatur dalam Qanun Nomor 7 tahun 2002 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan. Dalam qanun ini dikatakan bahwa Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum dalam pengelolaan keuangan. Asas dalam pengelolaan keuangan adalah tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan, dengan APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan. Setiap rancangan ABPD harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. DPRD, aparat pengawasan fungsional, dan masyarakat dapat mengawasi mengenai pelaksanaan APBD. Adapun bentuk pertanggungjawaban kepala daerah mengenai pelaksanaan APBD adalah dalam bentuk: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan.

2. Keuangan Daerah

a. Pengertian Keuangan Daerah

Mamesah (dalam Halim, 2007:23) menyatakan bahwa “keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku”.

Pemerintah daerah selaku pengelola dana publik harus menyediakan informasi

(4)

keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat dipercaya. Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki sistem informasi akuntansi yang handal.

Dari definisi tersebut, selanjutnya Halim (2007:25) menyatakan terdapat dua hal yang perlu dijelaskan adalah:

1) maksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber- sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima suber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan kekayaan daerah, dan

2) maksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraaan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi.

Kewajiban tersebut akan menurunkan kekayaan daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Menurut Munir, dkk (2004:96) “Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat, kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi Pendapatan dan Belanja Daerah”.

b. Sistem Pelaporan Akuntansi Keuangan Daerah

Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan laporan kinerja. Entitas pelaporan yang dimaksud adalah

(5)

pemerintah daerah. Dilingkungan pemerintah daerah yang merupakan entitas akuntansi adalah Bendahara Umum Daerah (BUD). Laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai pertanggung- jawaban pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dipimpinnya. Laporan Keuangan SKPD juga dilampiri dengan laporan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) bentuk ringkas. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah dan menyampaikannya kepada Bupati paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(6)

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) berdasarkan Laporan Keuangan SKPD serta Laporan Keuangan Bendahara Umum Daerah (BUD). Laporan Keuangan tersebut disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk memenuhi pertangungjawaban pelaksanaan APBD. Laporan keuangan pemerintah daerah juga dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan perusahaan daerah yang disusun oleh Bupati/Walikota selaku wakil pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan pemerintah daerah yang dipisahkan.

Bupati/Walikota memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan pemerintah darah berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta koreksi lain berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit BPK, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun rancangan peraturan daerah tentang pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD. Raperda tersebut disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Raperda yang telah disetujui bersama dengan DPRD, untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur.

3. Kinerja Keuangan Daerah a. Kinerja Keuangan Daerah

Tahap setelah operasionalisasi anggaran adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi kepala satuan kerja dan unit organisasi yang dipimpinnya.

Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan

(7)

kepala satuan kerja dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.

Akuntabilitas bukan sekadar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien , dan efektif.

b. Definisi dan Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Bastian (2001 : 329) menjelaskan “kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang teruang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi”. Definsi yang dirumuskan oleh beberapa peneliti mengenai pengukuran kinerja cukup beragam, namun tetap bermuara pada satu kesepakatan bahwa dengan mengukur kinerja maka proses pertanggungjawaban pengelolaan atas segala kegiatannya kepada stakeholders dapat menjadi lebih objektif.

Sistem pengukuran kinerja dapat membantu pengeloala dalam memonitor implementasi strategi organisasi dengan cara membandingkan antara hasil (output) aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Dengan kata lain, pengukuran kinerja merupakan suatu metoda untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sistem pengukuran kinerja yang baik juga akan membantu bagi pegawai untuk menunjukkan kepada publik dan pengambil kebijakan bahwa jasa publik telah diselenggarakan secara baik, sehingga pada akhirnya akan membentuk kepercayaan publik.

(8)

Secara spesifik tujuan pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan. Dengan:

4. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;

5. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;

6. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;

7. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;

8. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;

9. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

10. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam APBD yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat.

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan

(9)

laporan pertanggung jawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Salah satu cara untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Hasil rasio keuangan ini selanjutnya akan digunakan untuk tolok ukur dalam:

1. mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.

2. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya.

3. Menilai kemandirian keuangan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah.

4. Menilai kemampuan pemerintah daerah dalam kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (pembayaran utang).

Penggunaan analisa rasio terhadap laporan keuangan pemerintah daerah belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisa rasio terhadap APBD perlu dilakukan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan lembaga perusahaan yang bersifat komersil. Analisa rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaiman kecenderungan yang terjadi.

(10)

Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan yang dimiliki daerah lain terdekat ataupun yang potensi daerahnya relative sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Dalam penerapan rasio keuangan, pemerintah harus melakukan beberapa analisis rasio yang berguna untuk menilai bagaimana prospek, perkembangan dan kesehatan keuangan pemerintah daerah. Beberapa perbandingan pos-pos laporan keuangan pemerintah daerah, khususnya APBD, adalah sebagai berikut:

1. Dari format laporan realisasi APBD, terdapat dua perhitungan, yaitu:

a. Perbandingan realisasi terhadap anggarannya.

b. Perbandingan realisasi tahun ini terhadap realisasi tahun sebelumnya.

2. Dari data APBD terdapat empat perhitungan perbandingan, yaitu:

a. Kemandirian Keuangan Daerah.

b. Efektifitas Pendapatan Asli Daerah.

c. Efisiensi Pendapatan Asli Daerah.

d. Keserasian Belanja.

3. Dari adaptasi terhadap rasio keuangan sektor bisnis, terdapat tiga perhitungan perbandingan, yaitu yang merupakan rasio analisis aset:

a. Likuiditas.

b. Solvabilitas.

c. Leverage.

(11)

Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan ability (knowladge + skill), sedangkan faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) sumber daya aparatur pemerintah dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah untuk mencapai tujuan pemerintah, yaitu good governance.

Menurut Mardiasmo (2002:121) “Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial”.

Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertangggungjawaban Kepala Daerah berupa Perhitungan APBD. Pengukuran kinerja yang digunakan secara umum oleh perusahaan yang berorientasi pada pencapaian laba antara lain melalui penetapan rasio keuangan. Rasio yang dimaksud dalam laporan keuangan adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya. Suatu rasio tersebut diperbandingkan dengan perusahaan lainnya yang sejenis, sehingga adanya perbandingan ini maka perusahaan tersebut dapat mengevaluasi situasi perusahaan dan kinerjanya.

(12)

c. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah

Analisis laporan keuangan merupakan upaya untuk mengidentifikasi ciri- ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan pemerintah daerah, dengan menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih rinci dan meliha hubungan natar pos untuk mengetahui kondisi keuangan, sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Hasil analisis laporan keuangan tersebut diharapkan dapat meminimalkan atau menghilangkan penilaian yang bersifat dugaan semata, ketidakpastian, pertimbangan pribadi dan kesalahan proses akuntansi.

Beberapa rasio laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah

Perbandingan ini digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan (berdasarkan potensi riil daerah). Kemampuan daerah dalam melaksanakan tugasnya dikatakan efektif jika hasil perhitungannya minimal sebesar 1 atau 100%.

daerah rill

potensi n

berdasarka ditetapkan

yg PAD Penerimaan et

T

PAD Penerimaan alisasi

s Efektifita Rasio

arg

= Re

2. Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah

Perhitungan ini menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh PAD dengan realisasi pendapatan diterima.

Suatu pemerintah daerah dikatakan efisien dalam melakukan pungutan PAD

(13)

jika hasil perhitungannya kurang dari 1 atau lebih kecil dari 100%. Semakin kecil hasil perhitungannya, berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

PAD Penerimaan alisasi

PAD memungut untuk

n dikeluarka yang

Biaya Efisiensi

Rasio

= Re

3. Rasio Keserasian Belanja

Rasio keserasian ini digunakan untuk mengukur keserasian belanja yang direalisasikan oleh pemda. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006, belanja dibagi ke dalam dua kelompok: belanja tidak langsung dan belanja langsung. Berdasarkan konsep tersebut maka perbandingan yang serasi adalah bila belanja langsung lebih besar dan semakin besar dibandingkan belanja tidak langsung.

Langsung Tidak

Belanja

Langsung Belanja

Keserasian

Rasio =

4. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Perbandingan ini digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya.

Pinjaman ovinsi

Pusat ah Pemer Bantuan

n PAD Kemandiria Rasio

= +

Pr / int

5. Rasio Likuiditas

Perhitungan likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar utang jangka pendeknya.

Pendek Jangka

g U

Persediaan lancar

Aktiva Lancar

Rasio

tan

)

( −

=

kas setara dan Kas Kas

Rasio =

(14)

6. Rasio Solvabilitas

Perhitungan solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar semua utangnya yang akan jatuh tempo.

g U Total

Aktiva Total

as Solvabilit Rasio

= tan

Akurasi hasil analisis laporan keuangan sangat tergantung pada akurasi dan validitas laporan keuangan pemerintah daerah. Analisis laporan keuangan itu sendiri mengandung keterbatasan inheren, antara lain adalah:

1. Sifat laporan keuangan adalah historis.

Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai transaksi dan kejadian pada masa lalu. Oleh karena itu, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai laporan mengenai keadaan saat ini.

2. Informasi dalam laporan keuangan adalah bertujuan umum.

Informasi dalam laporan keuangan tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi secara khusus bagi setiap kelompok pengguna laporan keuangan.

3. Penggunaan taksiran dalam laporan keuangan.

Didalam penyusunan laporan keuangan tidak dapat dihindari adanya penggunaan estimasi akuntansi, yang cenderung bersifat subyektif.

Misalnya, estimasi atas kemungkinan tidak tertagihnya piutang, estimasi masa manfaat atau umur ekonomis asset tetap, dan lain-lain.

(15)

4. Hakikat laporan keuangan adalah informasi kuantitatif.

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, terutama berupa informasi kuantitatif yang bersifat keuangan. Oleh sebab itu, hasil analisis laporan keuang dengan sendirinya juga bersifat kuantitatif.

5. Laporan keuangan lebih menggambarkan kinerja keuangan.

Laporan keuangan yang menjadi objek analisis adalah laporan keuangan yang lebih menggambarkan kinerja keuangan. Meskipun APBD disusun dengan pendekatan kinerja, akan tetapi kinerjja pelaksanaan program dan kegiatan tidak dapat dilihat dalam laporan realisasi anggaran, melainkan dalam laporan kinerja intasnsi pemerintah. Dengan demikian, analisis laporan keuangan dapat dikatakan lebih cenderung pada analisis kinerja keuangan.

(16)

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu No Nama

Peneliti

Tempat

& Tahun Penelitian

Judul Penelitian

Rasio yang digunakan

Hasil Penelitian 1. Mouna

Fachrizal Ridwan

Kabupaten Aceh Timur Provinsi NAD (2008)

Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Sebelum dan Sesudah

Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Timur)

Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Tingkat

Kemandirian Pembiayaan, Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran,

Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan

Daerah, Rasio Aktifitas (Rasio Keserasian, Rasio

Pertumbuhan)

Pemerintah

Daerah Aceh Timur kurang memanfaatkan potensi

pendapatan asli daerah (pajak) setelah

berlakunya otonomi

khusus, padahal pada hakikatnya pajak

merupakan pendapatan

utama setiap daerah.

2. Lilasafrida Ginting

Kabupaten Karo Sumatera Utara (2009)

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Karo Sumatera Utara

Sebelum dan Sesudah

Otonomi Daerah

Rasio

Desentralisasi Fiskal, Rasio Tingkat

Kemandirian Pembiayaan, Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran, Rasio

Kemandirian Keuangan

Daerah, Rasio Aktifitas (Rasio Keserasian) dan Rasio

Pertumbuhan

Otonomi daerah ternyata tidak memperbaiki atau menaikkan secara

keseluruhan rata-rata kinerja keuangan di Kabupaten

Karo.

(17)

C. Kerangka Konseptual

Keterangan Gambar:

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam pelaksaan APBD yang terdiri dari: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Pada penelitian ini, variabel data yang digunakan adalah Laporan Keuangan yang berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca yang mana data tersebut berkaitan dengan rasio-rasio yang digunakan dalam analisis yang dilakukan. Rasio-rasio yang digunakan tersebut yaitu Rasio Efektifitas PAD, Rasio Efisiensi PAD, Rasio Keserasian, Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Likuiditas, dan Rasio Solvabilitas.

Hasil analisis rasio tersebut untuk melihat bagaimana kemampuan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan.

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Analisis Laporan Keuangann

Rasio-rasio Keuangan:

Rasio Efektifitas PAD Rasio Efisiensi PAD Rasio Keserasian

Rasio Kemandirian Daerah Rasio Likuiditas

Rasio Solvabilitas Laporan Realisasi

Anggaran Neraca

Laporan Arus Kas

Catatan Atas Laporan

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Referensi

Dokumen terkait

 Nera3a modal adala, s*at* 3atatan -ang mem*at transaksi modal0 Transaksi modal men*n+*kkan per*ba,an ,arta keka-aan .aset/ negara di l*ar negeri dan aset asing di negara terseb*t

Berikan tanda  dalam kotak yang tersedia bila keterampilan/tugas telah dikerjakan dengan memuaskan, dan berikan tanda  bila tidak dikerjakan dengan memuaskan serta

Namun faktanya, penyidik tetap memaksakan diri untuk melanjutkan perkara TPPU yang dituduhkan kepada Pemohon yang merupakan follow up crime dari predikat crime-nya

Jika terdapat hanya sedikit atau tidak ada hasil penelitian ilmiah atau pengetahuan berdasar perkiraan rasional dalam hubungan dengan sebab-sebab gejala, konselor

48,10% dan Pembimbng/Instruktur menjawab sebesar 53,30%. Ketiga WHUGDSDW UHOHYDQVL antara tingkat keterampilan mahasiswa dalam memenuhi harapan lembaga mitra. Hal

Pemodifikasian variabel baru ini dilakukan dengan dengan menghasilkan matriks loading yang sparse sehingga variabel lama yang tidak efektif (memiliki nilai loading sama

Perbedaan utama antara derajat bakar tinggi dan rendah bahan bakar LWR adalah kandungan bahan fisil berbeda, implikasi pada kekritisan dan perisai, nuklida produk fisi lebih

Sistem Pengendalian Intern yang dimaksud dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus