• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori yang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.

2.1.1 Teori Agensi

Jensen dan Meckling mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk melakukan pelayanan kepada mereka yang melibatkan beberapa otoritas pengambilan keputusan kepada agent. Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia, perspektif keagenan (agency theory) dapat digunakan disektor publik.Undang-Undang tersebut memisahkan dengan tegas antara fungsi pemerintah daerah (eksekutif) dengan fungsi perwakilan rakyat (legislatif).

Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan.Pemerintah bertindak sebagai agent yang menerima amanah dari rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan dan masyarakat yang

(2)

diwakili oleh DPR bertindak sebagai principal dalam mengawasi aktivitas pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.Principalmemberikan sumber daya dan wewenang pengaturan kepada agent (dalam bentuk pajak dan lain- lain). Sebagai wujud pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan, agent memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap principal.

(Santoso dan Pambelum, 2008 : 4).

2.1.2 Teori Otonomi Daerah

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dikenal dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, merupakan pijakan hukum atas implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah. Sedangkan Undang-Undang No.

33 Tahun 2004 akan tercipta peningkatan kemampuan keuangan daerah.

Oleh karena itu, otonomi daerah diharapkan bisa menjadi jembatan bagi pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi, efisiensi pelayanan publik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal

Desentralisasi fiskal adalah konsekuensi logis dari otonomi daerah.Bowman dan Hawton (1983) menyatakan bahwa tidak satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan secara efektif ataupun dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program- programnya secara efisien melalui sistem sentralisasi. Oleh karena itu perlu

(3)

ada distribusi atau pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah dan pihak lain yang berkepentingan atau biasa disebut dengan sistem desentralisasi. Dengan sistem ini, daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal sehingga kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu dan berdampak pada kemampuan daerah dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.

“Perangkat yang digunakan untuk mendukung berjalannya desentralisasi lembaga-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisiensi, efektif, transparan, dan akuntabel sehingga cita-cita reformasi yaitu menciptakan good governance benar-benar tercapai” (Mardiasmo, 2004 : 3).

Good Governance tersebut akan mencerminkan kinerja pemerintah daerah

yang lebih maksimal, sehingga berpengaruh positif terhadap peningkatan pembangunan daerah.

Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi (Halim, 2001:167) adalah sebagai berikut.

1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar. Dengan demikian, peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

(4)

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.

Menurut Mardiasmo (2011) anggaran merupakan “pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial ”.

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 ada enam fungsi APBD yang wajib diterapkan dalam setiap penyusunan APBD yaitu:

a. Fungsi Otorisasi

Anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Otorisasi sendiri mempunyai makna

“pemberian kekuasaan”, hal ini jika dikaitkan dengan APBD, seseorang atau satuan kerja diberi kekuasaan untuk melaksanakan setiap anggaran, pendapatan, belanja dan pembiayaan yang telah dianggarkan dalam APBD.

Bagi SKPD yang mengaggarkan pendapatan dan telah ditampung dalam APBD, sudah seharusnya mengupayakan seoptimal mungkin untuk merealisasikan pendapatan yang menjadi tanggung jawab SKPD tersebut.

(5)

b. Fungsi Perencanaan

Anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merancanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Ketika APBD telah ditetapkan, menjadi kewajiban setiap penggunan anggaran untuk membuat anggaran kas agar kegiatan yang telah dianggarakan dalam APBD dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam hal ini tentu saja dengan memperhatikan cash inflow dan ketersediaan uang kas di kas daerah.

c. Fungsi Pengawasan

Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dokumen perda tentang APBD memuat program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran. Terhadap program dan kegiatan yang dianggarkan dalam APBD tersebut merupakan implementasi dan pelaksanaan atas urusan pemerintahan yang telah diserahkan dari pusat kepada daerah baik itu urusan wajib maupun urusan pilihan.

d. Fungsi Alokasi

Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Seyogyanya, ketika menyusun program dan kegiatan yang akan dianggarkan dalam APBD, pemerintah lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang dapat menyerap

(6)

tenaga kerja, sehingga pada akhirnya secara signifikan akan mengurangi pengangguran di daerah yang bersangkutan.

e. Fungsi Distribusi

Kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Dalam penerapan fungsi distribusi perancangan APBD harus lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang output-nya dapat dinikmati oleh masyarakat. Kata kuncinya: masyarakat harus mempunyai kesempatan yang sama dalam mengakses manfaat output dari proses kegiatan yang didanai dari ‘uang rakyat’ tersebut.

f. Fungsi Stabilisasi

Anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Dengan fungsi stabilisasi ini, APBD sejatinya dapat digunakan untuk menciptakan stabilitas ekonomi pada tingkat lokal. Pengimplementasian fungsi stabilisasi dapat melalui kebijakan pengalokasian belanja subsidi dalam APBD.

Alokasi anggaran belanja subsidi diberikan kepada lembaga / perusahaan yang memproduksi barang / jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Subsidi ini pada dasarnya diberikan untuk bantuan biaya produksi pada lembaga / perusahaan. Dengan diberikannya subsidi tersebut keuntungan perusahaan tidak akan berkurang namun harga barang / jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat. pengalokasian belanja subsidi dalam APBD maka daya beli masyarakat akan semakin baik dan penghasilannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.

(7)

2.1.4 Laporan Realisasi Anggaran

Menurut Dedi Nordiawan (2010:122) Laporan realisasi anggaran adalah : “ Laporan yang menyajikan ikhitsar sumber, alokasi dan pemakain sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah (pusat atau daerah), dalam satu periode pelaporan.”. Unsur yang dicakup secara langsung oleh LRA terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.. Sebaliknya, semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali merupakan definisi dari belanja daerah. Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil. Pembiayaan daerah adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran.

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, pendapatan daerah terdiri atas:

(8)

a. Pendapatan asli daerah (PAD) b. Dana perimbangan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya.

Tidak jauh berbeda, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010, pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan asli daerah (PAD)

b. Pendapatan transfer, termasuk dana perimbangan dan pendapatan transfer lainnya

c. Lain-lain pendapatan yang sah, merupakan pendapatan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam PAD dan pendapatan transfer. Yang termasuk dalam pendapatan jenis ini adalah hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya.

Dana perimbangan termasuk dari pendapatan transfer yang merupakan pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana perimbangan terdiri atas:

1) Dana bagi hasil (DBH) yang merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil

(9)

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri atas DBH pajak dan bukan DBH bukan pajak (sumber daya alam).

2) Dana alokasi umum (DAU) yang merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemertaan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

3) Dana alokasi khusus (DAK) yang merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantui mendanai kegiatan khusus daerah dan menjadi prioritas nasional.

Ketergantungan fiskal daerah juga dapat dilihat dari laporan realisasi anggaran. Dengan membandingkan PAD dan dana perimbangan dengan total pendapatan, dapat diketahui apakah pemerintah daerah sudah dapat mandiri atau masih bergantung pada pemerintah pusat.

Belanja dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Belanja pegawai yang tidak langsung yang seringkali disebut dengan belanja pegawai merupakan pengeluaran rutin yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang ada di daerah yang dinyatakan dalam satuan rupiah untuk membiayai kebutuhan pegawainya.

b. Belanja langsung, terdiri dari :

(10)

1. Belanja Barang

Belanja barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang jasa dan jasa yang habis pakai dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran.

2. Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, antara lain pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal. Belanja modal, terdiri dari :

a. Belanja Modal Tanah

Dalam belanja modal tanah diisi jumlah biaya yang diperlukan baik pengadaan,pembeliaan, pembebanan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah.

b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Jumlah biaya yang digunakan untuk pengadaan alat-alat dan mesin yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan sampai siap untuk digunakan. Dalam jumlah belanja ini termasuk biaya untuk penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin dan diharapkan dapat meningkatkan nilai aktiva, serta seluruh biaya pendukung yang diperlukan.

(11)

c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja modal gedung dan bangunan termasuk jumlah biaya yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan kegiatan pembangunan gedung dan bangunan.

d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Biaya yang digunakan untuk pengembalian penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan prasejarah dan sarana yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan pengairan (termasuk jaringan air bersih), jaringan instalasi distribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain yang berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik distribusi instalasi.

e. Belanja Modal Fisik Lainnya

Biaya yang digunakan untuk perolehan melalui pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, dan irigasi) dan belanja modal non fisik, yang termasuk dalam belanja modal ini antara lain: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang museum, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah.

Untuk belanja daerah, sesuai dengan Permendagri 13 Tahun 2006, belanja daerah terdiri atas:

(12)

a. Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

b. Belanja langsung, merupakan belanja yang diaggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

Sedangkan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja terdiri atas:

a. Belanja operasi, merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat / daerah yang memberi manfaat jangka pendek.

b. Belanja modal, merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

c. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat / daerah.

Secara ideal, belanja operasi dan belanja modal harus seimbang. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keserasian belanja suatu daerah. Jika keserasian tidak tercapai, berarti suatu daerah lebih berfokus pada kegiatan rutin atau kegiatan fisik.

(13)

2.1.5 Kosep Pembangunan Manusia

Todaro dan Smith (2006 : 109-132) menjelaskan bagaimana paradigma pembangunan telah banyak mengalami pergeseran, yaitu dari pembangunan yang berorientasi pada produksi (production centered development) pada tahun 1960-an ke paradigma pembangunan yang berorientasi pada distribusi (distribution growth development) pada tahun 1970-an. Selanjutnya, pada tahun 1980-an muncul paradigma pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic need development), dan akhirnya pada tahun 1990-an paradigma pembangunan terpusat pada pembangunan manusia (human centered development).

United Nations Development Programme merumuskan bahwa pembangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choice), yang dapat dilihat sebagai proses ke arah

“perluasan pilihan” dan sekaligus taraf yang dicapai dari upaya tersebut.

Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya.

Sebagaimana laporan UNDP tahun 1995, dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

(14)

a) Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;

b) Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata;

c) Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;

d) Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu:

produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;

e) Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai oleh UNDP ini mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1990.IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia.Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards).Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur

(15)

berdasarkan rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah; serta hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada paritas daya beli (purchasing power parity).

Badan Pusat Statistik (BPS) sudah melakukan penyempurnaan IPM dengan metodologi baru pada tahun 2014 dengan perubahan pada indikator dan metode perhitungan yang digunakan.IPM yang awalnya menggunakan Angka Melek Huruf sebagai indikator untuk kesejahteraan di bidang pendidikan, kini berubah menjadi Angka Harapan Lama Sekolah.Begitu juga dengan PDB per kapita sebagai indikator standar hidup yang layak diganti dengan PNB per kapita.Dalam metode perhitungan, IPM dengan metode lama yang menggunakan metode agregasi, kini diubah menjadi metode rata-rata geometrik.

Alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM adalah karena beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM.Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan.Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik.Begitu juga dengan PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM saat ini menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.

(16)

Setiap komponen IPM distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum sebelum digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia.Dimensi dan rumus yang digunakan dalam perhitungan IPM sebagai berikut :

• Dimensi Kesehatan :

Pada metode baru dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia untuk dimensi kesehatan terdapat variabelAngka Harapan Hidup saat Lahir yang didefnisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir.AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat.AHH dihitung dari hasil sensus dan survei kependudukan.

• Dimensi Pendidikan :

Pada dimensi pendidikan terdapat dua variabel yang mempengaruhi perhitungan Indeks Pendidikan yaitu, Angka Harapan Lama Sekolah dan Angka Rata-rata Lama Sekolah. Angka Harapan Lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas.HLS dapat digunakan untuk

(17)

mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.

Salah satu variabel yang lainnya yaitu, Rata-rata Lama Sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas.

Dari dua variabel yang terdapat pada dimensi pendidikan tersebut maka Indeks pendidikan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

• Dimensi Pengeluaran :

Pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity atau PPP).Rata-rata pengeluaran per kapita setahun dihitung dari level provinsi hingga level kabupaten/kota.Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012 = 100.Perhitungan paritas daya beli

(18)

pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non makanan.

Dari indeks pendidikan, kesehatan dan peneluaran tersebut, maka dapat dihitung rata-rata geometriknya untuk menghitung nilai IPM. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

Untuk melihat capaian IPM dapat dilihat melalui pengelompokkan IPM pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1

Peringkat Kinerja IPM

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Angka Kategori

< 60 Rendah

60 < IPM< 70 Sedang

70 < IPM < 80 Tinggi

IPM > 80 Sangat Tinggi

Sumber :Badan Pusat Statistik (BPS)

(19)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dasar atau acuan yang merupakan teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung.Penelitian terdahulu adalah salah satu data pendukung yang masih relevan dan dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.

Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Tujuan

Penelitian Variabel Penelitian Hasil penelitian Anggraini

dan Sutaryo (2015)

Untuk menguji pengaruh rasio keuangan (Rasio Derajat

Desentralisasi, Rasio

Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efekivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Rasio Efektivitas Pajak Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Variabel Dependen:

IPM

Variabel Independen:

Rasio Derajat

Desentralisasi, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efekivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Rasio Efektivitas Pajak Daerah

Rasio Derajat Desentralisasi berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Rasio ketergantungan keuangan daerah berpengaruh negatif terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (IPM).

Rasio kemandirian keuangan daerah, Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Rasio efektivitas pajak daerah berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

(20)

Setiawan dan Budiana

(2015)

Untuk menguji pengaruh belanja modal terhadap indeks

pembangunan manusia melalui pertumbuhan ekonomi sebagai variabel

intervening pada kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2008-2013

Variabel Dependen:

IPM

Variabel Independen:

Belanja Modal

Variabel Intervening:

Pertumbuhan Ekonomi

Belanja modal

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan Belanja Modal

berpengaruh signifikan terhadap indeks

pembangunan manusia

Belanja modal

berpengaruh secara tidak langsung terhadap indeks pembangunan manusia melalui mediasi pertumbuhan ekonomi Ida dan

Firda (2014)

Untuk menguji pengaruh kemandirian keuangan daerah dan keserasian alokasi belanja terhadap IPM di kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2012

Variabel Dependen:

IPM

Variabel Independen:

1. Kemandirian Keuangan Daerah 2. Keserasian Alokasi Belanja Modal

Kemandirian keuangan daerah dan Keserasian Alokasi Belanja secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap IPM.

Kemandirian keuangan daerah dan keserasian alokasi belanja secara parsial berpengaruh positif dan signifkan terhadap IPM.

(21)

Panggabean (2012)

The Influence of Private Investment, Human

Development Index (HDI) and Local Government Capital Expenditure (LGCE) on the Economic Growth and Original Local Government

Revenue (OLGR) in the

Regency/City of West Kalimantan Province

Variabel Dependen:

1. Economic Growth 2. Original Local

Government Revenue (OLGR) Variabel Independen:

1. Private Investment 2. Human

Development Index (HDI) 3. Local Government

Capital Expenditure (LGCE)

Investasi Pribadi, Indeks Pembangunan Manusia dan Pengeluan Asli Daerah berpangaruh positif secara simultan dan parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah

Hasil dari beberapa penelitian terdahulu akan dijadikan bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Anggraini dan Sutaryo (2015), telah melakukan penelitian mengenai Pengaruh Rasio Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pemerintah Provinsi di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Rasio Derajat Desentralisasi berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh negatif terhadap IPM. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio efektivitas pajak daerah berpengaruh positif terhadap IPM.

2. Setiawan dan Budiana (2015), melakukan penelitian mengenai Pengaruh Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel Intervening Provinsi Bali. Hasil dari penelitian

(22)

tersebut adalah Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap IPM. Belanja Modal berpengaruh secara tidak lansung terhadap IPM melalui mediasi pertumbuhan ekonomi.

3. Ida dan Firda (2014), telah meneliti mengenai Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah dan Keserasian Alokasi Belanja terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hasil dari penelitian tersebut adalah Kemandirian Keuangan Daerah dan Keserasian Alokasi Belanja berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap IPM.

4. Panggabean (2012), telah meniliti mengenai tentang The Influence of Private Investment, Human Development Index (HDI) and Local Government Capital Expenditure (LGCE) on the Economic Growth and Original Local Government Revenue (OLGR) in the Regency/City of West Kalimantan Province. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Investasi Pribadi, Indeks Pembangunan Manusia dan Pendapatan Asli Daerah berpangaruh positif secara simultan dan parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori, variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen dan variabel dependen.Variabel

(23)

independen dalam penelitian ini adalah Derajat Desentralisasi Fiskal (X1), Belanja Modal (X2), dan Ketergantungan Keuangan Daerah (X3).Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (Y). Hal tersebut dapat terlihat dalam Gambar 2.1 dibawah ini :

Variable Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

1) Pengaruh Derajat Desentralisasi Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Derjat Desentralisasi Fiskal merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Pendapatan Asli Daerah digunakan pemerintah untuk belanja daerah pada sektor-sektor yang dapat menaikkan Indeks Pembangunan Manusia,

Derajat Desentralisasi

Fiskal (X1)

Belanja Modal (X2)

Ketergantungan Keuangan

Daerah (X3)

Indeks Pembangunan

Manusia (Y)

(24)

seperti di bidang pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan sosial.Melalui rasio derajat desentralisasi dapat diketahui seberapa besar kemampuan pemerintah daerah menyelenggarakan desentralisasi dengan cara meningkatkan PAD.Semakin tinggi PAD yang diperoleh maka semakin tinggi dana yang dapat digunakan pemerintah dalam membangun layanan publik bagi masyarakat. Jika layanan publik dapat terpenuhi dengan baik diharapkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga dapat meningkat.

2) Pengaruh Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2005 belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan asset tak berwujud. Tingkat pencapain Indeks Pembangunan Manusia salah satunya ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah terutama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang ditujukan secara lansung maupun tidak lansung terhadap komponen pembentuk IPM seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketika Belanja Modal terealisasi dengan tepat maka IPM juga akan meningkat.

(25)

3) Pengaruh Ketergantungan Keuangan Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Ketergantungan Keuangan Daerah membandingkan pendapatan transfer dengan total pendapatan yang diperoleh suatu daerah.

Perbandingan tersebut dapat menunjukkan seberapa tinggi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, sehingga apabila pemerintah daerah memiliki ketergantungan yang rendah dengan pemerintah pusat maka pemerintah daerah memiliki keuangan yang baik.Kondisi keuangan yang baik dari pemerintah daerah menyebabkan pelaksanaan penyediaan layanan publik dapat terpenuhi dengan baik dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini adalah Derajat Desentralisasi Fiskal, Belanja Modal dan Ketergantungan Keuangan Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat baik secara simultan maupun parsial.

Referensi

Dokumen terkait

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. SKRIPSI HUBUNGAN

Geologi Fisik dan Dinamik 21 Di lokasi ini, kita dapat melihat singkapan batuan kompleks yang terdiri dari batuan beku intrusi, konglomerat, batugamping, batupasir,

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Motivasi Mengontrol Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kota Ruteng Hasil penelitian menunjukan menunjukan bahwa

Sedangkan Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan Perundang-Undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan

Pada hierarki V karakter gaya Cina yaitu terdapat ukiran di daun pintu dengan motif mega mendung yang merupakan campuran budaya Cina dan Cirebon, terdapat relief bunga

Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

Bentuk reduplikasi utuh menyatakan banyak atau bermacam-macam, sifat/ keadaan, hal/ tentang, kesamaan waktu, pekerjaan berulang-ulang, sesuatu yang dikenal karena