• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja."

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMAKNAAN PENGALAMAN LAKI-LAKI JAWA TENTANG

ISTRI YANG BEKERJA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Adita Primasti Putri

NIM: 089114005

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Aku Punya Hari Ini

Aku Hidup Untuk Hari Ini

Terima kasih Untuk Cinta Yang Besar,

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Juli 2013 Penulis,

(6)

vi

PEMAKNAAN PENGALAMAN LAKI-LAKI JAWA TENTANG ISTRI YANG

BEKERJA

Adita Primasti Putri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi secara terperinci pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja. Ketertarikan terhadap pemaknaan pengalaman didasarkan pada adanya pergeseran peran yang tidak sesuai dengan budaya patriaki di daerah Jawa. Penelitian ini berfokus pada bagaimana laki-laki Jawa memaknai pengalaman tentang istri yang bekerja melalui apa yang dirasakan, dipikirkan dan dialami. Penelitian ini dilakukan terhadap lima subyek penelitian. Metode yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara semi terstruktur. Proses validitas yang digunakan adalah validitas komunikatif, yaitu pernyataan dianggap terpercaya jika data yang didapatkan mampu menggambarkan realitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman tentang istri yang bekerja dimaknai sebagai: 1) istri bekerja itu meningkatkan harga diri yang positif pada laki-laki Jawa karena mendapatkan pandangan yang baik dari masyarakat, 2) laki-laki Jawa merasa perannya terancam oleh adanya perubahan peran yang dilakukan istri bekerja

(7)

vii

THE MEANING OF JAVANESE MEN’S EXPERIENCES OF THE

WORKING WIVES

Adita Primasti Putri

ABSTRACT

This research aims to explore specifically about the meaning of Javanese men’s experiences about the working wives. The interest in the meaning of experiences is based on the role friction which is not relevant with the patriarch’s culture in Java region. The focus of this research is on how Javanese men interpret the experiences of the working wives about what they feel, what they think, and what they are experienced. This research was conducted on five research subjects. The method used was the qualitative phenomenology with semi-structured interview as the data gathering technique. Communicative validity was used as the validity process in which the statement was valid if the data gathered was able to describe the reality. The results of this research show that the experience of the working wives was interpreted as: 1) a working wife can increase a positive self esteem upon Javanese males for she can gets a good perspective from the society, 2) Javanese man feel threatened by the changes in his role especially when he has a working wife.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Adita Primasti Putri NIM : 089114005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pemaknaan Pengalaman Laki-laki Jawa tentang Istri yang Bekerja

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 19 Juli 2013

Yang menyatakan,

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur serta pujian yang teramat besar kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatnya dan penyertaannya sehingga karya kecil ini bisa selesai.

Selain berkat melimpah yang selalu diberikan Sang Pencipta, karya ini tentunya tidak lepas dari dukungan bantuan banyak pihak. Seluruh karya ini mewakili ucapan terimakasih penulis yang teramat dalam kepada:

1. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan berupa perizinan penelitian.

2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani atas dorongan semangat, panutan, arti berjuang untuk hidup dan kebijaksanaannya selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik.

3. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang dengan kebijaksanaannya membagikan ilmu mereka kepada saya.

4. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si dan Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psi. selaku dosen penguji yang telah memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis, kritik dan saran yang sangat membangun skripsi ini.

(10)

x

6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, tempat menemukan referensi dan tempat ternyaman dalam pengerjaan karya ini.

7. Semua pihak-pihak yang memberikan data dan dalam penelitian ini : Bpk AP, Bpk SM, Bpk HM, Bpk SW, Bpk AM, dan Om Heru

8. Keluarga yang paling berharga, orangtua tersayang dan tersabar Ibu Anastasia Kris Riyani dan Bapak Mathias Sugeng Ryadi. Serta tempat berkeluh kesah, kakak tersayang Ayu Primasandi.

9. Sahabat satu bimbingan atas semangat, diskusi dan canda-tawanya eneng Lusi, Iyin & Elisa (mekdi 12 jamnya ;p ).

10.Sahabat psikologi, Gi2, Tiwi, Meili, Chelly, Aix, Vita, segenap warga kelas A dan semua teman mahasiswa Psikologi yang hebat.

11.Sahabat sepaket lengkap Pimpin-Meli-Cure. Sosok spesial sehari-hari dan sepermainan: Cece, Yuli, Ilham. Penerjemah andalan Rean dan Bang Sonny. 12.Sahabat Masdha ’09 yang selalu jadi keluarga: Manyik, Ayu, Nino, Bertha,

(11)

xi

Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna. Segala kekurangan, ketidaktelitian, dan kekeliruan karya ini menjadi tanggung jawab penulis. Dengan rendah hati, penulis menerima saran dan kritik.

Yogyakarta, 19 Juli 2013

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoretis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

(13)

xiii

B. Peran sebagai Laki-laki dan Perempuan ... 11

1. Konsep Peran Laki-laki dan Perempuan dalam Masyarakat ... 11

2. Peran Laki-laki sebagai Suami ... 12

3. Peran Perempuan dalam Budaya Jawa ... 13

C. Laki-laki dalam Menghadapi Perubahan Istri yang Bekerja ... 15

1. Masalah-masalah yang Mengundang Penyesuaian ... 15

2. Laki-laki dalam Menghadapi Perubahan ... 16

3. Dampak Perubahan Peran Perempuan pada Laki-laki ... 16

D. Kerangka Penelitian ... 18

E. Pertanyaan Penelitian ... 20

1. Central Question ... 20

2. Subquestion ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis Penelitian ... 21

B. Fokus Penelitian ... 21

C. Subjek Penelitian ... 22

D. Proses Penelitian ... 22

E. Metode Pengumpulan Data ... 24

F. Proses Pengumpulan Data ... 26

G. Metode Analisis Data ... 27

1. Mencari Tema-tema dalam Suatu Kasus ... 27

2. Mengaitkan Tema-tema yang Ada ... 28

(14)

xiv

H. Validitas Penelitian ... 28

I. Refleksi Peneliti ... 29

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Profil Subjek ... 31

B. Hasil Analisis Penelitian ... 33

1. Subjek I ... 33

a. Deskripsi subjek AP ... 33

b. Pengalaman tentang istri bekerja ... 36

2. Subjek II ... 42

a. Deskripsi subjek SM ... 42

b. Pengalaman tentang istri bekerja ... 43

3. Subjek III ... 48

a. Deskripsi subjek HM ... 48

b. Pengalaman tentang istri bekerja ... 50

4. Subjek IV ... 55

a. Deskripsi subjek SW ... 55

b. Pengalaman tentang istri bekerja ... 56

5. Subjek V ... 63

a. Deskripsi subjek AM ... 63

b. Pengalaman tentang istri bekerja ... 64

(15)

xv

a. Makna pertama menunjukkan bahwa istri bekerja itu meningkatkan harga diri yang positif pada laki-laki Jawa karena mendapatkan

pandangan yang baik dari masyarakat ... 73

b. Makna kedua menunjukkan bahwa laki-laki Jawa merasa perannya terancam oleh adanya perubahan peran yang dilakukan istri bekerja 73 C. Pembahasan ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82

1. Bagi Peneliti Lain ... 82

2. Bagi Keluarga ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penduduk Perempuan Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan

Februari 2006-Februari 2007 (Dalam Jutaan) ... 3

Tabel 2 Panduan Wawancara ... 25

Tabel 3 Jadwal Pengambilan Data Penelitian ... 27

Tabel 4 Data Demografi Subjek ... 31

Tabel 5 Subjek I AP ... 36

Tabel 6 Subjek II SM ... 43

Tabel 7 Subjek III HM ... 50

Tabel 8 Subjek IV SW ... 56

Tabel 9 Subjek V AM ... 64

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergeseran peran di Indonesia sudah terjadi sejak lama, hingga saat ini pergeseran tersebut terus semakin berkembang. Pergeseran peran perempuan terjadi terutama pada peran kerja perempuan memasuki sektor publik. Padahal sektor publik lebih dikenal didominasi oleh laki-laki. Di Indonesia sendiri dikenal budaya patriarkhi yang mengedepankan kaum laki-laki. Khususnya dalam budaya Jawa juga terdapat istilah Konco Wingking yang menekankan peran perempuan pada sektor domestik dan bukan pada sektor publik. Pergeseran ini berpengaruh pada suami yang memiliki istri yang bekerja.

Perempuan pada zaman ini sudah mampu menunjukkan prestasi dirinya. Terdapat berbagai jenis pekerjaan untuk mengaktualisasikan kemampuan perempuan. Apalagi saat sekarang sudah semakin banyak perempuan yang sudah memperoleh pendidikan tinggi. Hal ini menyebabkan keikutsertaan perempuan dipekerjaan luar rumah semakin meningkat (Dagun, 1990).

(18)

resmi secara hukum. Konstitusi dibeberapa Negara mengakui hak yang sama antara perempuan dan laki-laki (Harrison, 2006).

Masuk abad dua puluh negara-negara industri yang maju, kaum perempuan yang bekerja di luar rumah juga meningkat. Misalnya di Inggris hanya satu di antara 20 keluarga yang masih menjalani pola peran tradisonal, seperti suami bekerja dan istri tinggal di rumah mengurus keluarga dan mengasuh anak (Dagun, 1990).

Kesetaraan peran perempuan dan laki-laki yang terjadi di Negara Barat berbeda dengan yang terjadi di Negara-negara Timur Tengah. Kehidupan perempuan dibatasi dalam hal aturan berpakaian, larangan kerja dan bermain. Budaya lebih didominasi laki-laki, laki-laki lebih bisa menikmati keadaan garis pemisah yang jelas antara kerja dan rumah, karir dan keluarga (Harrison, 2006).

Dalam hal larangan kerja yang terjadi di negara-negara Timur Tengah serupa dengan budaya Jawa yang mengharapkan perempuan berada di rumah untuk mengambil peran mengurus rumah dan keluarga. Dalam budaya Jawa peran bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dilakukan oleh laki-laki. Perempuan memiliki peran dengan konsep konco wingking, yaitu manak,

macak, dan masak. Pekerjaan manak menjelaskan tugas perempuan untuk

regenerasi, macak dimaksudkan usaha memelihara unsur seksualitasnya agar tetap memikat, dan masak punya arti bahwa perempuan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga (Beatrix, 2009).

(19)

berkembang. Salah satu peristiwa yang mendukung adanya pergeseran peran perempuan terjadi pada tahun 2001. Indonesia untuk pertama kali memiliki seorang presiden wanita yaitu Megawati Soekarnoputri. Dalam masa pemerintahannya, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia (Yulianto, 2004).

Pergeseran peran juga ditunjukkan dari peningkatan angka tenaga kerja perempuan. Peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan sebagian besar berasal dari perempuan yang sebelumnya hanya berstatus mengurus rumah tangga. Seperti yang tampak pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1

Penduduk Perempuan Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Februari 2006-Februari 2007

(Dalam Jutaan)

Kegiatan Utama 2006 2006 2007

Februari Agustus Februari 1. Penduduk perempuan 15+ 79,40 80,37 81,16

2. Angkatan Kerja 38,61 38,64 40,19

- Bekerja 33,31 33,48 35,43

- Penganggur 5,30 5,16 4,75

3. Bukan Angkatan Kerja 40,79 41,73 40,97 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 48,63 48,08 49,52 5. Tingkat Pengangguran terbuka (%) 13,72 13,35 11,83

Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007

(20)

Peningkatan jumlah penduduk perempuan yang bekerja ini sebesar 2,12 juta orang. Peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan mengambil peran bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah.

Data Berita Resmi Statistik oleh BPS (2007) menyebutkan tingginya peningkatan penduduk perempuan yang bekerja karena semakin terbukanya kesempatan bekerja pada kaum perempuan. Selain itu, krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia, menyebabkan banyak perusahaan bangkrut memilih untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Krisis yang disebabkan oleh adanya PHK ini, membuat perempuan kemudian ikut dalam sektor publik untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Dalam penelitian Darwin (2004) tentang Gerakan Perempuan Di

Indonesia Dari Masa ke Masa, ditunjukkan perempuan seperti halnya laki-laki,

adalah warga negara, sehingga memiliki hak-hak kewarganegaraan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi oleh negara karena perbedaan jenis kelamin. Menurut Hastuti (2005) dalam penelitiannya tentang Hambatan Sosial budaya

Dalam Pengarusutamaan Gender Di Indonesia, partisipasi perempuan di dalam

kelembagaan tingkat lokal relatif tinggi. Selain itu, penelitian tentang Profil

Perempuan Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Ditinjau Dari Perspektif

Politik Gender oleh Triwanto (2007) ditunjukkan kinerja perempuan sebagai

(21)

Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani Ladang menunjukkan bahwa

tidak ada pembakuan pada suami-istri petani ladang dalam pola pembagian kerja. Hal ini terbentuk berdasarkan nilai-nilai sikap yang harmonis, musyawarah, dan saling menghargai. Selain itu, penelitian tentang Perbandingan Kemajuan Karir

Antara Manajer Wanita dan Manajer Pria Di Indonesia menunjukkan hasil

bahwa kemajuan karir manajer wanita lebih baik dalam hal salary progression dan promotion dibandingkan karir manajer pria (Setyaningtyas dkk, 2003). Dituliskan oleh Siregar (2010) dalam penelitiannya Perjuangan Dan Peran

Perempuan Di DPRD Jawa Timur, bahwa pemilu 2004 telah melahirkan 16

perempuan yang ikut berpartisipasi di DPRD Jawa Timur dari jumlah total 100 anggota.

Pergeseran peran perempuan ini ternyata juga memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dirasakan pada perempuan ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Alteza dan Hidayanti (2008) di daerah Yogyakarta tentang

Work-Family Conflict Pada Wanita Bekerja: Studi Tentang Penyebab, Dampak,

dan Strategi Coping. Hasil penelitian menunjukkan dampak yakni berkurangnya

kepuasan baik dalam bekerja maupun dalam kehidupan rumah tangga, ketegangan dan stress pada diri wanita bekerja, gangguan kesehatan, dan ketidakharmonisan hubungan dengan anggota keluarga lainnya.

Dampak negatif tidak hanya dirasakan oleh perempuan. Dalam beberapa data konsultasi menyebutkan bahwa laki-laki merasakan dampak ketika pasangannya bekerja. Data konsultasi dari majalah Femina, 2012, menyebutkan,

(22)

menghasilkan penghasilan yang lebih tinggi. Suami menunjukan perbedaan sikap. Suami menjadi sering marah-marah tanpa sebab. Kasus kedua, istri memiliki pekerjaan sebagai manager dan menyita waktu. Meskipun sibuk istri memastikan semua kebutuhan anak tercukupi. Tetapi, suami mempermasalahkan pekerjaan istri dan memilih untuk meninggalkan rumah dan mengatakan keinginan bercerai.

Kasus ketiga, ketika suami dan istri sama-sama bekerja dan ada kesepakatan

untuk melakukan pembagian tugas rumah tangga, yang terjadi adalah suami tidak mematuhi kesepakatan tersebut. Suami enggan melakukan tugas-tugas rumah tangga yang biasa dilakukan oleh perempuan.

Data-data penelitian dan data konsultasi yang ada lebih banyak dilihat dari sisi perempuan. Data yang berasal dari sisi laki-laki masih sangat terbatas. Padahal dari data konsultasi ditemukan bahwa yang merasakan dampak perubahan tidak hanya perempuan tetapi laki-laki pun ikut merasakan dampak pergeseran peran tersebut. Terbatasnya jumlah data penelitian dari sisi laki-laki ini menjadi salah satu alasan mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan. Selain itu, dalam Nurrachman (2011) dikatakan bahwa penelitian guna memahami laki-laki juga perlu dikembangkan.

(23)

memahami bagaimana laki-laki memaknai istri bekerja. Makna yang dimaksud oleh peneliti dalam penelitian ini adalah perasaan yang dirasakan oleh laki-laki Jawa menghadapi pengalaman mereka tentang istri yang bekerja. Setelah ditemukan hasil penelitian akan memberii masukan dalam pengadaan upaya-upaya pendampingan pada laki-laki yang memaknai pengalaman tentang istri bekerja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan umum untuk mengeksplorasi secara terperinci makna pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

(24)

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberii masukan pada laki-laki dan perempuan tentang peran seorang istri yang bekerja melalui pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa.

(25)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemaknaan Pengalaman Laki-laki tentang Istri Bekerja

Menurut Maslow makna hidup merupakan sesuatu yang muncul secara intrinsik dari diri manusia sendiri. Manusia harus memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu untuk memenuhi nilai-nilai diri dalam hidupnya. Bila kebutuhan-kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka nilai-nilai itu akan menjadi energi motivasional bagi individu untuk mendedikasikan diri pada usaha memenuhi nilai-nilai tersebut. Apabila individu memilih melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan nilai-nilai intrinsik dalam dirinya, maka ia akan mendapatkan makna hidup yang bernilai positif dan menyehatkan bagi perkembangan kepribadian

Makna hidup menurut Maslow tak lain adalah meta motive, meta-needs atau growth need, yaitu suatu kebutuhan yang muncul dalam diri manusia untuk meraih tujuan, melanjutkan kehidupan, dan menjadi individu yang lebih baik. Manusia harus memenuhi basic needsnya terlebih dahulu, sebelum berusaha memenuhi growth needs. Manusia yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, tapi tidak berhasil memenuhi nilai-nilai dalam dirinya akan menjadi sakit. Manusia yang berhasil menemukan makna hidupnya akan merasa dirinya penting dan bermakna (Debats, 1993).

(26)

yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Kesenjangan inilah yang menjadi area rasa yang dimaknai oleh laki-laki dalam menghadapi pengalamannya memiliki istri bekerja. Laki-laki akan berusaha memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan gambaran peran yang ia yakini. Apabila kebutuhan ini belum terpenuhi karena adanya perbedaan kenyataan yang dihadapi di dalam hidup maka hal ini memotivasi akan adanya usaha pemenuhan nilai-nilai di dalam dirinya. Usaha pemenuhan dilakukan sesuai dengan nilai-nilai dari dalam dirinya. Hal tersebut mendorong laki-laki dalam menemukan rasa atas pengalaman tentang istri yang bekerja.

(27)

Pengalaman memiliki kedalaman vertikal. Menggunakan metode pengumpulan data, seperti Jawaban singkat kuesioner dengan skala Likert yang hanya mengumpulkan informasi permukaan, tidak memadai untuk menangkap kekayaan dan kepenuhan pengalaman. Dengan demikian, data yang dikumpulkan untuk studi pengalaman berasal dari individu yang mengalami langsung suatu pengalaman.

B. Peran sebagai Laki-laki dan Perempuan

1. Konsep Peran Laki-laki dan Perempuan dalam Masyarakat

(28)

untuk memelihara dan melatih anak-anak, mengasuh anak dengan pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar (Mappiare, 1983).

Sedangkan, menurut konsep egalitarian, menekankan pada individualitas dan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Suatu peran harus mendatangkan rasa kepuasan pribadi dan seharusnya tidak dinyatakan cocok hanya bagi satu jenis kelamin tertentu saja (Hurlock, 1980). Laki-laki di rumah maupun di luarnya bekerja bersama dengan perempuan sebagai rekan. Ia tidak merasa “dijajah istri” apabila ia memperlakukan

istrinya sebagai rekan yang sederajat. Begitu pula ia tidak merasa malu jika isterinya mempunyai pekerjaan yang lebih berprestise atau berpenghasilan lebih besar dari dia. Sedangkan, perempuan dalam konsep ini, di rumah maupun di luarnya mendapat kesempatan mengaktualisasikan potensinya. Ia tidak merasa bersalah apabila memanfaatkan kemampuannya dan pendidikannya untuk kepuasan dirinya meskipun ini berarti ia harus mengupah orang lain untuk mengatur rumah tangga dan mengasuh anak (Hurlock, 1980).

2. Peran Laki-laki sebagai Suami

(29)

Sebaliknya suami lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah. Lingkungan di luar rumah justru banyak mengalami perubahan-perubahan. Dalam menghadapi perubahan, suami menyesuaikan diri pada setiap perubahan untuk mempertahankan kedudukan dalam pekerjaannya dan tempatnya di masyarakat.

Sebagai suami, laki-laki dituntut untuk menjaga keharmonisan hubungan antara suami dan istri. Beberapa hal yang menjaga kesatuan dan keakraban antara hubungan suami dan istri menurut Gunarsa (1990) adalah: a. Adanya usaha suami menarik istri untuk mengajak bersama-sama

mengikuti setiap perubahan dan perkembangan berbagai hal. Sehingga antara suami istri tidak kehilangan kontak psikis. Begitu juga sebaliknya pada istri, melibatkan suami dalam setiap perubahan melalui penyelesaian masalah demi masalah.

b. Menyediakan waktu khusus untuk saling berkomunikasi disela-sela kesibukan masing-masing. Dengan adanya kesempatan untuk saling berbicara, saling mengungkapkan masalah, maka kelegaan akan tercipta. Suami istri akan mencari penyelesaian masalah dan menghayati perlakuan afeksi karena telah saling memberi.

Hubungan seks merupakan media kontak psikis yang paling intim, dan merupakan perwujudan dorongan, selain kebutuhan fisiologis seseorang, dapat merupakan alat untuk membantu membina kesatuan suami istri. 3. Peran Perempuan dalam Budaya Jawa

(30)

untuk bergerak di dalam lingkungan kerumahtanggan. Dia mengendalikan keuangan keluarga, dan meskipun diberikannya penghormatan formal kepada sang suami serta dalam soal-soal besar selalu mendengarkan pertimbangannya, biasanya dialah yang dominan (Geertz, 1982).

Kedudukan dalam masyarakat Jawa pada umumnya sangat kuat. Sebagaian besar pekerjaan –termasuk berbagai corak pekerjaan seperti kerja sawah ladang, dagang kecil, jual-beli borongan, usaha kecil, membantu rumah tangga, dan mengajar– semuanya terbuka bagi perempuan. Perempuan dapat memiliki tanah pertanian dan mengawasi penggarapannya. Dengan demikian, perempuan tidak mengalami kesulitan untuk menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya. Di pihak lain laki-laki tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, jarang hidup sendirian serta mengasuh anak-anaknya sendiri pula (Geertz, 1982).

Semua faktor yang beraneka ragam ini bekerja serentak bersama-sama –status perempuan yang dominan di tengah keluarga, sikap saling menahan

(31)

C. Laki-laki dalam Menghadapi Perubahan Peran Istri Bekerja

1. Masalah-masalah yang Mengundang Penyesuaian

Dari konsep peranan yang dijalani oleh kaum laki-laki terdapat beberapa masalah yang sering timbul. Salah satu masalah yang sering timbul adalah adanya pertentangan antara konsep peranan yang dianut oleh seseorang dengan harapan-harapan dari lingkungannya.

Apabila suatu konflik terjadi dalam diri individu maka sangat mungkin dirinya akan merasa tidak pasti, kebingungan, cemas dan merasa tidak berguna. Kemudian hal-hal ini akan menghambat adanya motivasi untuk menyesuaikan diri. (Mappiare, 1983).

Penyesuaian diri terhadap konflik tersebut ditandai oleh adanya pengaruh konsep-konsep tradisional. Pada laki-laki, menghindari cap sebagai „laki-laki lemah‟ atau „keperempuanan.‟ Laki-laki akan selalu berusaha menjadi „pelindung‟ bagi perempuan. Konflik atau frustrasi akan muncul

manakala perempuan yang ingin dilindungi justru menunjukkan bahwa dirinya tidak butuh untuk dilindungi. Demikian pula, ketika orang lain (terutama perempuan) berpandangan bahwa diri laki-laki tidak perlu dianggap kuat atau superior (Mappiare, 1983).

(32)

untuk melakukan penyesuaian diri. Sebaliknya, laki-laki yang tidak terlalu memiliki gambaran tentang adanya perbedaan akan lebih menerima apabila ia harus melakukan pekerjaan feminin (Mappiare, 1983).

2. Laki-laki dalam Menghadapi Perubahan

Pada anak laki-laki lebih banyak menikmati kebebasan dan tidak wajib melakukan tugas rumah tangga. Laki-laki menjadi simbol dunia luar yaitu tempat bersaing untuk mencapai status dan pengaruh. Laki-laki dibiasakan berorientasi di luar rumah maka dalam bekerja ia menggunakan imajinasi, tidak konkret, dan cenderung abstrak. Hal ini menyebabkan dalam menghadapi persoalan praktis rumah tangga laki-laki menjadi kurang siap (peran gender). Dalam mengalami kesulitan, laki-laki diharapkan tidak meluapkan emosi dengan cara menangis. Laki-laki harus terlihat kuat. Dalam menghadapi perubahan, misalnya ketika mengalami kejadian yang mengandung stres laki-laki menjadi berkurang daya tahan emosionalnya (stereotip gender) (Handayani dan Novianto, 2004).

3. Dampak Perubahan Peran Perempuan pada Laki-laki

(33)

Data konsultasi dari majalah Femina, 2012, menyebutkan, kasus

pertama, istri naik jabatan pekerjaan dan memiliki pekerjaan yang

menghasilkan penghasilan yang lebih tinggi. Suami menunjukan perbedaan sikap. Suami menjadi sering marah-marah tanpa sebab. Kasus kedua, istri memiliki pekerjaan sebagai manager dan menyita waktu. Meskipun sibuk istri memastikan semua kebutuhan anak tercukupi. Tetapi, suami mempermasalahkan pekerjaan istri dan memilih untuk meninggalkan rumah dan mengatakan keinginan bercerai. Kasus ketiga, ketika suami dan istri sama-sama bekerja dan ada kesepakatan untuk melakukan pembagian tugas rumah tangga, yang terjadi adalah suami tidak mematuhi kesepakatan tersebut. Suami enggan melakukan tugas-tugas rumah tangga yang biasa dilakukan oleh perempuan.

(34)

D. Kerangka Penelitian

Masyarakat (keluarga) Indonesia didominasi oleh budaya patriaki. Budaya patriaki ini mengedepankan kepentingan dan pendapat laki-laki daripada perempuan. Dalam hal pekerjaan, perempuan berada di rumah untuk mengurus keluarga dan urusan rumah tangga. Laki- laki berada di luar rumah sebagai pencari nafkah bagi keluarga.

Peran perempuan yang biasanya berada di rumah untuk mengurus rumah tangga mulai bergeser menjadi peran bekerja di luar rumah. Pergeseran peran perempuan ini memberii dampak kepada laki-laki yang memiliki istri yang bekerja. Dalam beberapa data konsultasi menyebutkan bahwa laki-laki merasakan dampak ketika pasangannya bekerja.

(35)

Skema 1

Pemaknaan Pengalaman Laki-laki Jawa tentang Istri Bekerja

Keterangan tanda

Hubungan yang bertolak belakang antara peran perempuan dalam keluarga Jawa (berada di rumah mengurus urusan rumah tangga dan keluarga) dengan pergeseran peran pada perempuan (bekerja di luar rumah)

Laki-laki Jawa meyakini peran perempuan dalam keluarga Jawa namun mengalami pergeseran peran perempuan yaitu memiliki istri yang bekerja

Peran Perempuan dalam keluarga Jawa:

- Perempuan mengurus rumah dan keluarga (sektor domestik)

Pergeseran Peran pada Perempuan:

- Istri bekerja di luar rumah (sektor publik)

Pengalaman laki-laki Jawa

(36)

E. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian, peneliti menyusun pertanyaan menjadi 2 macam, yaitu central question atau pertanyaan utama dan subquestion atau

pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan utama. 1. Central Question

- Bagaimana pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja dan apa makna pengalaman tersebut bagi laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja? 2. Subquestion

- Apa sikap awal laki-laki Jawa mengetahui bahwa memiliki istri yang bekerja?

(37)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis fenomenologi interpretatif. Pendekatan ini melibatkan dua tahap proses interpretatif. Tahap pertama, subjek/ partisipan berusaha memahami dunia pengalamannya. Kedua, penelitian berusaha memahami usaha-usaha subjek/ partisipan dalam memahami dunia pengalamannya tersebut (Smith dan Osborn, 2008). Dengan memunculkan dua tahap interpretatif tersebut dalam penelitian akan menghasilkan analisis yang lebih kaya dan sesuai dengan pengalaman subjek. Dalam penelitian, peneliti ingin mengungkapkan pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa yang memiliki istri yang bekerja dengan menggunakan metode analisis fenomenologi interpretatif.

B. Fokus Penelitian

(38)

C. Subjek Penelitian

Subjek partisipan dalam penelitian ini adalah laki-laki yang berusia dewasa tengah. Subjek memiliki latar belakang Jawa, yaitu keturunan keluarga Jawa, dibesarkan dengan latar belakang keluarga Jawa, dan tinggal di daerah Jawa. Subjek sudah berkeluarga dan memiliki pasangan yang bekerja. Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 orang.

D. Proses Penelitian

Proses pelaksanaan penelitian ini menggunakan prosedur yang ilmiah. Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh peneliti hingga akhirnya ditemukan hasil dari pengalaman penelitian. Berikut akan dijabarkan tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian ini.

(39)

Kedua, subjek yang sudah bersedia untuk membagikan pengalamannya akan lanjut pada tahap wawancara. Kesediaan subjek ini dilakukan melalui informasi penjelasan berkaitan dengan penelitian yang diberikan oleh peneliti. Wawancara semi terstruktur dipilih untuk mendapatkan data dari subjek penelitian. Wawancara ini menggunakan panduan pertanyaan tetapi hanya digunakan sebagai pedoman agar pertanyaan wawancara tidak melebar. pertanyaan akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan demi kelengkapan data. Hal ini juga membantu subjek merasa nyaman untuk menJawab pertanyaan penelitian. Demi kelengkapan data, proses wawancara direkam menggunakan

digital recorder.

Ketiga, pembuatan verbatim dari hasil wawancara yang sudah direkam. Data rekaman wawancara, didengarkan, disalin secara lengkap, dan dituangkan kedalam tabel verbatim. Tabel verbatim ini berfungsi untuk mengklarifikasi data yang diperoleh dari subjek.

Keempat, membuat tabel ringkasan hasil wawancara dari setiap subjek. Tabel ringkasan ini membantu peneliti menentukan tema dari pertanyaan penelitian. Tabel ini juga memudahkan dalam memilah informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

(40)

bagaimana fenomena itu dialami). Tabel pengalaman ini merupakan penjelasan naratif dari hasil pengalaman.

Tahapan yang terakhir adalah membuat pembahasan dari setiap pengalaman subjek. Dari pembahasan ini kesimpulan dari keseluruhan hasil dapat diperoleh. Langkah ini merupakan akhir dari proses kegiatan penelitian. Langkah ini juga paling menentukan daripada langkah-langkah sebelumnya.

E. Metode Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

interview/ wawancara semi terstruktur. Pertanyaan yang diajukan dikembangkan

berdasarkan point-point yang berhubungan dengan topik penelitian yang ingin diketahui.

(41)

Tabel 2

Panduan Wawancara

No. Panduan Wawancara

1. Menurut bapak, Bagaimana sebenarnya peran seorang istri?

2. Menurut pandangan bapak, bagaimana peran seorang istri yang bekerja itu?

3. Bagaimana awal mulanya sehingga istri bapak bekerja?

4. Pada saat itu, apa alasan khusus yang menyebabkan istri bapak juga bekerja?

5. Bagaimana perasaan bapak pada mulanya saat itu ketika menghadapi situasi memiliki istri yang bekerja?

6. Seiring dengan berjalannya kondisi tersebut, seperti apa perasaan bapak?

7. Apa yang bapak pikirkan pada mulanya saat itu ketika menghadapi situasi memiliki istri yang bekerja?

8. Menghadapi situasi istri yang bekerja, apa yang bapak pikirkan selama situasi tersebut berjalan?

9. Ketika istri bekerja, permasalahan apa yang bapak alami?

10.Bagaimana perasaan bapak ketika menghadapi permasalahan tersebut?

11.Apa yang bapak pikirkan ketika mengalami permasalahan tersebut? 12.Bagaimana bapak menghadapi permasalahan yang bapak alami

ketika istri bekerja?

13.Tindakan apa yang bapak lakukan untuk mengatasi permasalahan yang dialami tersebut?

14.Apa harapan bapak kedepannya dengan memiliki istri yang bekerja?

Tahapan proses wawancara

1. Mencari subjek untuk dijadikan partisipan penelitian

2. Melakukan perkenalan, membangun rapport, dan memastikan kesediaan subjek untuk menjadi partisipan

3. Menyusun jadwal pertemuan wawancara antara subjek dan peneliti 4. Melakukan wawancara secara bertahap.

(42)

menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Proses wawancara akan dilakukan hingga ditemukan data pengalaman subjek secara utuh. Untuk mendapatkan data wawancara yang utuh, proses wawancara direkam menggunakan digital recorder kemudian disalin dalam transkrip wawancara verbatim.

F. Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Proses pengumpulan data diawali dengan mencari subjek penelitian. Setelah subjek penelitian berhasil ditemui dan setuju untuk menjadi partisipan, peneliti membuat rencana pertemuan dengan partisipan. Wawancara partisipan dimulai dengan menyetujui informer concert oleh partisipan. Lalu peneliti melakukan wawancara semi terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan diajukan berdasarkan panduan yang sudah dibuat. Namun dalam prosesnya wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang mengalir demi tercapainya kedalaman pengalaman yang ingin diketahui oleh peneliti.

Pada subjek 1, rapport dilakukan secara cepat dan lancar. Setelah rapport dilaksanakan dengan baik dan subjek mengerti dengan tugasnya, wawancara dilaksanakan secara bertahap.

(43)

Setiap proses wawancara memiliki durasi antara 30-45 menit. Dalam prosesnya apabila subjek masih bersemangat bercerita di luar konteks penelitian, proses wawancara tetap dilanjutkan.

Tabel 3

Jadwal Pengambilan Data Penelitian

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi interpretatif. Tahapan dalam menganalisis data dalam analisis fenomenologi interpretatif adalah sebagai berikut:

1. Mencari Tema-Tema dalam Suatu Kasus

Mencari tema-tema dalam suatu data transkrip penting untuk membaca berulang-ulang secara cermat agar akrab dengan data. Transkrip dibaca kemudian keterangan mengenai makna diletakkan pada margin sebelah kiri.

NO SUBJEK TANGGAL DURASI KETERANGAN

(44)

Tema-tema yang ditemukan memindahkan respon dari partisipan kepada istilah-istilah psikologis (Smith dan Osborn, 2003).

2. Mengaitkan Tema-tema yang Ada

Tahap berikutnya adalah mencari koneksi antara tema-tema yang ada. Pengelempokan diurutkan berdasarkan kemunculan dalam transkrip, dilanjutkan pengurutan yg bersifat analitis. Setelah pengelompokan tema dilakukan peniliti membandingkan pemahaman yang dibuat tersebut dengan apa yang sesungguhnya dikatakan partisipan. Tahap berikutnya, kelompok tema tersebut diberi nama dan penanda untuk menunjukkan keberadaannya dalam transkrip (Smith dan Osborn, 2003).

3. Melanjutkan Analisi dengan Kasus-kasus Lain

Tema-tema yang ditemukan pada satu kasus dikaitkan dengan temuan tema-tema pada kasus lainnya. Tema-tema tersebut lalu masukkan dalam tabel kolompok subjek. Hal ini guna memudahkan melihat titik temu dan titik pisah dari tema-tema setiap kasus (Smith dan Osborn, 2003).

H. Validitas Penelitian

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan validitas komunikatif. Transkrip data yang sudah diperoleh dikonfirmasikan kembali kepada subjek dan mengkoreksi data yang tidak sesuai dengan realitas. Transkrip data dinyatakan sah apabila sesuai dengan realitas pengalaman subjek.

(45)

Setelah membaca ulang transkrip data, hasilnya hanya satu subjek saja yang mengkoreksi data.

I. Refleksi Peneliti

(46)
(47)

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan pemaknaan pengalaman laki-laki Jawa tentang istri bekerja. Pemaknaan pengalaman ini menjelaskan bagaimana laki-laki Jawa memaknai pengalaman mereka tentang istri bekerja.

A. Profil Subjek

Tabel 4

Data Demografi Subjek

Subjek AP Subjek SM Subjek HM Subjek SW Subjek AM

Usia 36 tahun 39 tahun 38 tahun 41 tahun 34 tahun

Suku Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa

Tempat,

tanggal

lahir

Yogyakarta,

10 April

1977

Cilacap, 22

Agustus

1972

Sleman, 5

Oktober

1974

Bantul, 11

Juni 1972

Bekasi, 16

Maret 1979

Pekerjaan Karyawan

swasta

PNS (Guru) PNS (Guru) PNS (Guru) PNS (Guru)

Pendidikan Diploma 1 Strata 1 Strata 1 Strata 1 Strata 1

Pekerjaan

istri

Karyawan

rumah sakit

swasta

PNS (Guru) PNS (Guru) Guru PNS (Dinas

PU)

Agama Katolik Islam Islam Islam Islam

Anak - 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang

(48)

Berdasarkan data demografi di atas, subjek penelitian berjumlah lima orang. Subjek penelitian adalah laki-laki yang berasal dari suku Jawa dan dibesarkan dalam keluarga Jawa. Kelima subjek memiliki status sudah menikah. Rentang usia yang dimiliki adalah 30-40 tahun. Subjek satu berusia 36 tahun, subjek dua 39 tahun, subjek tiga 38 tahun, subjek empat 41 tahun, dan subjek lima berusia 34 tahun. Pendidikan terakhir yang dimiliki berada ditingkat sarjana dan D3.

Sebagai seorang kepala keluarga kelima subjek memiliki pekerjaan untuk memenuhi tanggung Jawabnya. Beberapa subjek penelitian ini berprofesi sebagai seorang pengajar ditingkat sekolah menengah atas negri, dan ada juga yang memiliki profesi sebagai karyawan swasta. Keempat subjek menganut agama Islam dan ada yang menganut agama Katolik. Kelima subjek berstatus menikah dengan istri yang bekerja. Ada yang berprofesi sebagai pengajar ditingkat SMA, karyawan rumah sakit swasta dan dosen.

(49)

B. Hasil Analisis Penelitian

Hasil penelitian merupakan merupakan hasil penemuan tema-tema pada kelima subjek. Beberapa tema yang telah ditemukan ini dikategorikan kedalam tema yang lebih umum. Kategori tema didasarkan pada tema-tema yang saling berhubungan.

Tema-tema umum ini membantu peneliti menemukan makna dari pengalaman. Hasil penelitian ini membahas penemuan makna yang didasarkan pada rumusan masalah penelitian ini. Penemuan makna berdasarkan pengalaman laki-laki Jawa tentang istri yang bekerja.

1. Subjek I

a. Deskripsi subjek AP

(50)

Sebelum bertemu dengan AP, istri AP sudah bekerja. Dari awal sebelum menikah, AP dan istri sudah membicarakan tentang pendapatan yang dimiliki. AP dan istri berusaha untuk saling terbuka sejak awal

“Kalau awal mulanya memang sebelum ketemu dengan saya, istri

memang sudah bekerja, jadi itu sudah tidak ada masalah. Dan saya juga tahu dari awal, bukan hanya itu aja masalah pendapatan, itu kita juga..juga

terbuka” (AP)

AP membangun kehidupan bersama istri dengan berlandaskan pedoman yang mereka pegang bersama. AP menawarkan pedoman yang

ia sebut S10 kepada istri. S10 tersebut berisi “Setiap Saat Selalu Sayang Setia Seiya Sekata Sehidup Semati Selamanya”. Dengan adanya pedoman tersebut AP bersama istri berharap bisa menjadi pondasi dalam membangun kehidupan pernikahan AP.

“kita buat satu kesepakatan itu, S 10 itu. Dan itu saya tawarkan kepada

istri, istri juga ya mau. Ya jadi itu awalnya itu dari pengalaman-pengalaman

dulu itu gagal, nah trus kebentuknya itu, S 10 itu…. lambang $ 10, itu

sebenarnya lambang kita, itu pertama. Trus yang di buku panduannya itu juga ada kita sisipkan ya itu, setiap saat selalu sayang setia seiya sekata sehidup semati selamanya. Nah itu kita cantumkan di panduan, supaya apa, supaya kita itu inget jadi bukan sekedar omongkosong tapi bener-bener kita hayati dalam kehidupan keluarga, seperti itu” (AP)

(51)

“Jadi ini prinsip kita bersama dan ini harus kita pegang bersama, jadi

setiap saat itu selalu sayang, ketika ada suat masalah bertengkar atahupun

rame kita ingat kembali „oo iya setiap saat ki kudu sayang e‟ jadi trus marah

e trus hilang. Setia, setia ini adalah hal yang juga penting, Karena dalam

perjalanan hidup berkeluarga kita mungkin ada gangguan dari luar, „aku kudu setia‟. Seiya sekata, ini di dalam menggambil keputusan itu kita saling

komunikasi, apik e tu piye. Nek iya yo ho‟o, nek ora yo ora. Seiya sekata.

Jadi satu setiap keputusan itu kita ambil secara bersama-sama dan kita mengutamakan apik e piye. Jadi bukan apik aku sendiri, bukan. Tapi sama-sama berdua apik e gimana. Dan harapan kita juga sehidup semati, ngopo kok sehidup semati? karena dulu saya itukan juga pernah punya pacar, tetapi Karena berbeda prinsip jadi trus misah, berartikan gak sehidup semati. Harapan kita dengan yang sekarang ini kita mencoba untuk sehidup semati. Nah selamanya” (AP)

(52)

b. Pengalaman tentang istri bekerja

Tabel 5 Subjek I AP

Peran seorang istri Peran istri adalah untuk bekerja sama dalam keluarga

Istri melayani suami

Istri itu berperan mengurus urusan rumah tangga Peran istri yang bekerja Peran istri bekerja itu membantu ekonomi keluarga

Istri bekerja itu agar bisa berkembang dan membagikan ilmunya

Perasaan memiliki istri bekerja

Merasa minder karena pendapatan istri lebih tinggi Merasa belum bisa memberiiikan lebih kepada pasangan

Merasa senang karena dipahami pasangan. Merasa kondisinya diterima oleh pasangan Merasa belum terbiasa dengan permasalahan yang timbul

Suami itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada istri

Keinginan untuk dilayani oleh istri Menghadapi situasi istri

bekerja

Mencoba untuk terbuka untuk masalah pendapatan Mensharingkan permasalahan yang dihadapi dengan teman.

Berusaha menyesuaikan pola pikir untuk menghadapi perubahan jaman

Membagi waktu sebaik mungkin supaya bisa bersama-sama

Menjaga komunikasi dengan istri

Mengambil peran untuk ikut serta mengurus urusan rumah tangga

Dari tabel diatas dapat dilihat subjek AP menyatakan bahwa peran seorang istri begitu besar di dalam keluarga. Istri berperan untuk bekerja sama membantu di dalam keluarga.

“peran seorang istri dalam suatu kehidupan itu menurut saya begitu besar, karena keluarga ayah dan istri itu.. apa namane itu, saling bekerja

(53)

Selain itu, memiliki istri yang bekerja tidak membuat AP beranggapan bahwa peran mengurus rumah tangga bukan dilakukan oleh istri. Istri bagi AP berperan dalam hal mengurus rumah tangga. Istri juga berperan dalam hal melayani suami.

“apa ya istrilahnya.. istri jarang masak di rumah hahaha..” (AP)

“nyuwun sewu aja, dalam pelayanan seorang istri kalau pagi

membuatkan kopi, membuatkan teh itu juga ga ada. Padahal kebanyakan suami pingin seperti itu, pengen dilayani, kalau pagi dibikinkan teh, dibikinkan untuk sarapan itu kurang” (AP)

Kebutuhan yang besar dalam hidup berumah tangga membuat AP merasakan peran dari memiliki istri yang bekerja. Istri yang bekerja itu berperan membantu perekonomian keluarga AP. AP mengungkapkan bahwa dengan memiliki istri bekerja, kebutuhan hidup yang besar bisa tercukupi.

“…Kalau seandainya saya hanya bekerja sendiri otomatis kebutuhan

hidup yang besar itu tidak bisa mencukupinya. Tetapi ketika istri saya itu bekerja nah itu juga sangat membantu kehidupan kita berkeluarga. Jadi yang semula itu kurang trus jadi kebutuhannya cukup. Walaupun mungkin masih sering kurang tetapi karena dua-duanya itu bekerja yang kurang itu

trus jadi cukup.” (AP)

(54)

dengan keadaan istri yang bekerja. Subjek AP mencoba untuk berani terbuka sejak awal tentang perasaan yang dia rasakan ketika istri bekerja.

“…Dan saya juga tahu dari awal, bukan hanya itu aja masalah

pendapatan, itu kita juga.. juga terbuka karena waktu itu terus terang saja saya itu minder, karena apa, karena dilihat dari sisi pekerjaannya mungkin istri itu lebih.. lebih apa ya? Lebih tinggi, itu pertama. Kedua dari pendapatannya pun lebih tinggi, jadi waktu itu saya minder tapi saya

mencoba untuk berani terbuka dari awal.” (AP)

Pada awal mulanya rasa minder karena merasa bahwa dirinya belum mampu memberiiikan apa yang istri butuhkan berganti menjadi rasa senang. Rasa senang itu muncul ketika AP berusaha terbuka dengan keadaan dirinya kepada istri. AP merasa senang karena istri bisa menerima kondisi dirinya. AP berpendapat bahwa istri mau menerima diri subjek apa adanya.

“Yang saya rasakan, apa ya.. ya sekarang saya merasa senang soalnya

ya senang karena istri bisa memahami keadaan saya pribadi. Soalnya banyak keluarga yang terkadang itu ribut masalah keuangan. Mungkin karena istri nya bekerja dan penghasilannya lebih tinggi, terkadang istri itu tidak menghargai suamine, karena dia merasa lebih tinggi penghasilannya. Tapi yang saya seneng kalau untuk saya sendiri, dia juga menerima apa adanya itu” (AP)

“..Saya seneng kalau untuk saya sendiri, dia juga menerima apa adanya

itu. Saya pikir memang, hal seperti itu memang kembali lagi dari awal dari semula menjalin suatu hubungan. Itu yang menurut saya modal utama untuk kita saling mengerti. Jadi perasaan saya sekarang saya senang karena istri saya bisa menerima itu. Nggih” (AP)

(55)

apabila hanya ia yang bekerja, tentunya akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang besar.

Sebelum membina rumah tangga dengan istri pun, AP berusaha mencari dukungan dari teman-temannya. Ketika itu AP menjadi lebih yakin menghadapi situasi memiliki istri yang bekerja dengan mensharingkan situasi yang akan dihadapi

“Nah waktu itu memang sebelum kita nikah itu, saya memang sudah

mencoba untuk mensharingkan ke temen. Entah itu temen-temen kantor, entah itu temen-temen maen. Ya waktu itu tanggapan temen-temen itu yo ya gak ada masalah, jaman sekarang itu gak masalah, mbuh itu istri luwih dhuwur itu gak ada masalah. Sing jelas dua-duanya itu saling menerima” (AP)

Selama situasi berjalan subjek AP berusaha menerima kondisi yang ia alami. Ia berusaha menerima walaupun pada kenyataan yang dihadapi tidak sesuai dengan yang subjek harapkan. Memiliki istri yang bekerja membuat subjek dihadapkan pada kenyataan bahwa ia tidak sepenuhnya dilayani istri. Maksud dari dilayani ini adalah istri tidak melaksanakan sepenuhnya tugas sebagai seseorang yang melayani urusan rumah tangga. Contohnya, ketika istri bekerja istri terkadang tidak sempat membuat sarapan untuk subjek. Ini adalah salah satu kondisi yang berusaha diterima oleh subjek walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan dirinya.

“kebanyakan suami pingin seperti itu, pengen dilayani, kalau pagi dibikinkan teh, dibikinkan untuk sarapan itu kurang, bahkan mungkin

endak… Tetapi pada dasarnya saya sendiri tidak masalah seperti itu,

(56)

bukan hanya njuk yang seperti kita inginkan. Bukan. Tapi suamipun sebenarnya bisa seperti itu, jadi gak perlu harus dilayani, gak perlu harus dimasakin, nah itu kita juga bisa sendiri, bisa buat minum sendiri, kalau ada

waktu kita bisa buat masak sendiri” (AP)

AP juga memiliki keyakinan bahwa dalam budaya Jawa itu, laki-laki seharusnya bisa memenuhi kebutuhan pasangannya. AP menjadi merasa minder ketika istri bisa memenuhi kebutuhan tanpa bantuan subjek. Rasa minder ini menunjukkan bahwa AP merasa dirinya belum bisa melakukan peran yang ia yakini ada dalam tradisi Jawa. Laki-laki dianggap lebih tinggi daripada perempuan.

“..menurut tradisi, suami itu harus lebih tinggi dari pada istri apalagi di Jawa ya. Di Jawa itu nek bisa yo raja nya itu yang laki, nek putri ya ratu ne. itu yang membuat saya itu minder itu karena saya sendiri menyadari bahwa saya belum bisa memberiiikan lebih, misalkan istri mau apa, mau apa, saya kan belum bisa mencukupi itu makanya saya minder, sedangkan istri sendiri bisa mencukupi kebutuhan hidup sendiri tanpa bantuan saya” (AP)

Perasaan yang muncul ketika menghadapi permasalahan adalah merasa belum terbiasa. .AP merasa belum terbiasa dengan permasalahan yang ia hadapi. Hal ini dipicu oleh keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan dirinya. Ketidaksesuaian antara apa yang menjadi gambaran subjek sebelum menikah dengan yang ia jalani saat menikah memicu timbulnya perasaan kecewa dalam diri AP.

“Memang kalau pertama-tama itu ya agak… agak gimana ya.. agak belum terbiasa. Agak.. mungkin masih penyesuaian ya. Jadi apa yang dulu gambaran-gambaran saya sebelum nikah bahwa suami itu hidupnya itu katakanlah dilayani itu gak bener gitu lho. Jadi yang dirasakan itu ya agak

(57)

AP berusaha menerima permasalahan yang dialami dengan jalan mengubah pola pemikirannya selama ini. AP merasa bahwa dirinya harus menyesuaikan diri dengan perubahan jaman saat ini. AP berusaha mengubah pemikiran bahwa tidak selamanya istri itu hanya melayani suami. Istri bisa melakukan hal lain di luar hal tersebut.

“saya berusaha untuk mengubah pola pikir saya. Pola pikir saya yang

seperti itu harus diubah karena itu mungkin jaman dulu seperti itu ya, tapi jaman-jaman sekarang itu gak bisa seperti itu” (AP)

Selain itu, penyesuaiaan diri dilakukan oleh AP dengan cara ikut serta dalam peran mengurus urusan rumah tangga. Jika istri tidak bisa melakukan seluruh tugas rumah tangga, maka AP akan mengerjakan tugas-tugas yang tidak terselesaikan.

“Karena kebanyakan orang itu, istri yang melayani suami, tapi jaman

-jaman sekarang ini tidak harus seperti itu. Suamipun bisa melayani istri. Jadi ketika mungkin istri pagi tidak membuat minum atahu apa gitu, kita pun bisa melayani istri. Kita yang membuatkan minum. Jadi saya juga enggak malu, enggak.. apa itu istrilahnya? Enggak merasa kudu, “kowe kudu

mgawekke aku minum” enggak. Saya pun misalken saya pas selo, saya pas

longgar. Yaudah saya buat minum untuk istri. Jadi saling lah” (AP)

Permasalahan yang dialami oleh subjek berusaha diselesaikan dengan berbagai macam cara. Subjek AP berusaha menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi dengan cara membagi waktu luang yang dimiliki. Hal tersebut dimaksudkan agar subjek dan istri memiliki waktu untuk bersama-sama dan bertemu untuk saling berkomunikasi.

(58)

melakukan jadi saling melayani. Ketika komunikasi kurang itu sebenarnya sulit mengatasinya, ya pokonya menggunakan waktu sebaik-baiknya.untuk hal-hal sekecil apa pun kita selalu untuk komunikasikan” (AP)

2. Subjek II

a. Deskripsi subjek SM

Subjek SM laki-laki yang berasal dari Jawa berusia 39 tahun. SM berprofesi sebagai seorang Pegawai Negri Sipil. SM mengajar di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negri di Yogyakarta. Pendidikan terakhir SM adalah Strata 1. SM berstatus menikah dengan istri yang juga bekerja. Istri SM juga berprofesi sama sebagai seorang guru. Pendidikan terakhir istri SM adalah Strata 1. Subjek berdomisil di daerah Cangkringan, Yogyakarta. SM beragama Islam.

Sebelum bertemu dengan SM, istri SM sudah bekerja. Pada mulanya istri SM belum menjadi seorang PNS. Istri SM masih menjadi guru honorer. ketika SM dan istri menikah, mereka memutuskan untuk tetap sama-sama bekerja. Profesi SM dan istri yang sama-sama adalah guru menjadi alasan bahwa keduanya harus tetap bekerja. Hal ini disebabkan jika hanya satu yang bekerja dengan profesi guru maka akan kesulitan dalam hal ekonomi.

“Istri sebelum menikah sudah bekerja, kan masing-masing sudah

(59)

b. Pengalaman tentang istri bekerja

Tabel 6 Subjek II SM

Peran seorang istri Istri berperan sebagai pendamping hidup, mendidik anak, dan teman hidup

Istri harus memahami tugas rumah tangga Pandangan mengenai

peran istri yang bekerja

Mendapatkan keuntungan ketika istri bekerja yaitu menambah perekonomian keluarga

Peran istri yang bekerja itu tidak sesuai dengan hukum dalam agama Islam

Istri bekerja itu wajar dijaman sekarang karena jaman sudah berubah

istri bekerja karena sudah menempuh pendidikan tinggi

Istri yang bekerja perannya di rumah menjadi berkurang

Perasaan saat memiliki istri bekerja

Merasa lebih menguntungkan apabila pasangan bekerja

Sudah siap dengan resiko memiliki pasangan yang bekerja.

Saling memahami dari awal

Merasa stress ketika menghadapi masalah

Merasa sudah biasa melakukan tugas rumah tangga Merasa pasangan lebih memahami keadaan karena satu profesi

Merasa bisa berbagi dengan pasangan Menghadapi situasi istri

yang bekerja

Melakukan tugas rumah tangga

Tidak mau mengambil keputusan, menyerahkan pengambilan keputusan kepada istri

Meminta bantuan orang lain untuk mengurus anak.

Dari tabel diatas dapat dilihat dari subjek SM menyatakan bahwa peran seorang istri adalah menjadi pendamping hidup, mendidik anak-anak mereka, sekaligus menjadi teman hidup.

“Peran seorang istri ya sangat penting sekali dalam rumah tangga itu.

Sebagai pendamping hidup kemudian juga.. apa namanya untuk mendidik

(60)

Selain itu, dalam menjalani kehidupan berkeluarga, antara suami dan istri diharapkan memahami tugas yang seharusnya ia kerjakan. Memahami tugas yang harus dikerjakan menyangkut urusan rumah tangga.

“Yaa gimana ya.. yang penting kan sebenarnya begini bagaimana dalam

satu rumah tangga itu antara suami istri saling memahami tugasnya

masing-masing” (SM)

Pada subjek SM merasa bahwa jika memiliki istri bekerja akan memberiii keuntungan. Pertimbangan ini dirasakan oleh SM karena jika subjek dan istri bekerja akan menjadi lebih enak, subjek tidak memiliki beban karena ditunggu oleh pasangan di rumah apabila istri tidak bekerja. SM merasa bahwa jika pasangan juga bekerja menjadi menguntungkan. Penulis menduga, menguntungkan yang dimaksud oleh subjek di sini adalah untung dalam hal membantu perekonomi keluarga.

“…Ya biasa saja begitu. Malah mungkin, karena sama-sama bekerja malah jadi enak to. Malah mungkin kalau istri di rumah itu saya jadi susah begitu ya. Ya ditunggu-tunggu supaya cepat pulang dan lain sebagainya” (SM)

(61)

“Ya gak mikir apa-apa, ketika awal milih istri yang bekerja kan sudah tahu konsekuensinya seperti apa, begitu saja. Mungkin dulu di awal, karena saling memahami kan gak ada masala.” (SM)

Seiring dengan berjalannya kondisi istri yang bekerja, subjek SM merasa pasangan menjadi lebih memahami keadaan karena memiliki profesi yang sama. Subjek merasa saat istri juga bekerja, bisa menjadi tempat untuk saling berbagi.

“..kalau sama-sama bekerja kan tidak. Sudah tahu begitu, oo karena bekerja di sini jadi nanti pulang jam segini, begitu. Bahkan mungkin ketika pulang bisa saling curhat, di tempat pekerjaan istri seperti apa, ditempat suami seperti apa begitu” (SM)

Menurut agama yang diyakini oleh SM, ketika istri itu bekerja maka peran nya itu tidak sesuai dengan ajaran agama. Menurut agama yang SM yakini istri itu berperan di rumah dan tidak bekerja. Suami lah yang dianggap memiliki tanggung Jawab untuk bekerja menafkahi keluarga.

“Itu tadi yang di luar pekerjaan itu tadi ya, kalau memang menurut hukum islam itukan, kalau istri kan memang di rumah lalu yang cari nafkah itukan suami, tangung Jawabnya tugasnya suami begitu” (SM)

Ajaran agama yang diyakini ini SM ini tidak membuat ia lantas berpikir terbatas pada ajaran tersebut. SM beranggapan bahwa pada jaman sekarang biaya hidup itu besar. Biaya hidup yang mahal ini lah yang menjadi SM menerima situasi istrinya bekerja. Saling pengertian dianggap akan menjadi dasar dari perubahan peran yang dijalankan oleh istri.

“Tetapikan tidak sesempit itu, apalagikan jaman sekarang itu yang

namanya biaya hidup itu juga mahal, yang pentingkan sudah ada saling

(62)

Selain biaya hidup yang besar, biaya pendidikan yang sudah dikeluarkan untuk membiayai pendidikan istri menjadi alasan mengapa istri bekerja. SM beranggapan akan rugi apabila istri tidak menggunakan pendidikan yang sudah ia jalani dan tidak bekerja. Selain itu SM jug mengungkapkan bahwa menjadi seorang guru tidak seberapa pendapatannya dibandingkan dengan pendapatan seorang direktur. Hal ini menunjukkan rasa tidak mampu dari diri SM.

“Dari desa, kuliah biayanya juga besar, kalau mung cuma jadi ibu

rumah tangga, istrinya guru gitukan, kalau istri nya direktur itukan mungkin gak masalah. Istrinya guru itukan, kadang-kadang kemudian jadi berpikir

“iya ya, kok saya di sekolahkan oleh orangtua, orangtua saja untuk

membiayai saya saja biayanya tidak sedikit, kok saya setelah jadi sarjana,

kok hanya ngganggur saja.” Kan mesti di hatinya itukan gak, ra tegel, begitu

lah. Jadi tetep bekerja, walaupun itu honorer” (SM)

Dengan situasi istri yang bekerja menyebabkan peran yang seharusnya dijalankan istri menjadi berkurang. Peran yang berkurang ini dirasakan ketika SM dan istri mulai memiliki anak. Ketika SM dan istri bekerja anak menjadi kurang pengasuhannya. Hal ini membuat istri hampir memutuskan untuk berhenti bekerja.

“pertama saya nikah itu dulukan, istri masih honorer. Ya itukan bener-bener kawalahan ya untuk ngurus anak itu. Sementara juga honornya itu masih kecil sekali, ya sempat sih di awal-awal itu istri ingin mengundurkan

diri, “pak gimana misalnya saya menggundurkan diri?”..” (SM)

(63)

merasa stress. Subjek merasa demikian ketika permasalahan yang muncul tidak segera ditemukan jalan pemecahannya.

“..Kalau seorang guru itukan kalau jam tujuh harus sudah di sekolah. Ya itu sempat, apa namanya, bisa dikatakan stress begitu lah, jika tiba-tiba sedang proses belajar-mengajar, pas tidak liburan, pembantu keluar” (SM)

Ketika subjek dihadapkan pada pilihan istri ingin berhenti bekerja agar bisa mengurus anak, subjek menyerahkan keputusan kepada istri. Subjek tidak berbuat apa-apa dengan cara tidak mau mau mengambil keputusan atas permasalahan di dalam keluarga

“Ya monggo, silahkan saja begitu. Kalau saya itu menyerahkan kepada

istri saya. Ya silahkan kalau mau keluar dari kerja, ya silahkan. Tapi ya

konsekuensinya ya itu “ibu nanti harus menerima apa yang saya dapatkan, dapatnya seperti ini.” Ya kalau bekerja ya dipersilahkan, ya hanya begitu

saja. Ya tidak kemudian, yasudah tidak usah bekerja saja” (SM)

Permasalahan yang dialami oleh subjek SM berusaha diselesaikan dengan berbagai macam cara. Waktu untuk mengurus anak dan rumah tangga yang kurang diselesaikan dengan cara meminta bantuan orang lain untuk mengurus kebutuhan rumah tangga, atahu pengasuhan anak.

“ketika anak lahir kan besok harus cuti ya, sebelum cuti kita sudah

sepakat untuk mencari pembantu begitu. Cari pembantu ya usaha begitu, kalau sudah dapat begitu, kemudian kalau tiba-tiba mengundurkan diri atahu keluar ya kita nyari lagi. Tapi ya dalam batas-batas tertentu, kalau misalnya anaknya gak mau begitu, ya itu di penitipan anak itu” (SM)

(64)

ambil bagian mengurus urusan rumah tangga karena sudah terbiasa melakukan tugas rumah tangga bahkan sebelum ia dan istri menikah.

“Ya itu tadi kan kuncinya ketika ya di rumah itu tidak ada pekerjaan wanita tidak ada pekerjaan pria. Kalau saling mengisi ya biasa, kalau istri sedang mempersiapkan berangkat pagi ya itu saya biasa di dapur, dan lain

sebagainya” (SM)

“Ya kebetulan kan saya sudah terbiasa dari awal kos masak sendiri begitu. Saya juga dari awal juga kos, anaknya orang pas-pasan begitu bukan anaknya orang kaya sehingga hal-hal semacam itu dalam suatu rumah tangga kan sudah biasa begitu” (SM)

3. Subjek III

a. Deskripsi subjek HM

Subjek HM laki-laki yang berasal dari Jawa berusia 38 tahun. HM berprofesi sebagai seorang Pegawai Negri Sipil. HM mengajar di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negri di Yogyakarta. Pendidikan terakhir HM adalah Strata 1. HM berstatus menikah dengan istri yang juga bekerja. Istri HM juga berprofesi sama sebagai seorang guru. Pendidikan terakhir istri HM adalah Strata 1. Subjek berdomisil di daerah Cangkringan, Yogyakarta. HM beragama Islam.

(65)

“Awalnya gini, ketika saya dulu lulus, kebetulan saya juga gak tahu ini, yudisium sama, diujian skripsi juga sama, lulusnya bareng gitu. Nah di papan pengumuman itukan nada dibutuhkan guru, gitu ya. Harusnya kan saya, tapi ibu saja lah, waktu itu di Kalasan, atahu apa itu lah coba wae. Pada waktu itu belum jadi istri saya, saya masih, hampir ya, hampir jadi istri saya, hampir itukan, yaudah sana” (HM)

Ketika akhirnya HM dan istri sudah menikah, HM tetap memperbolehkan istri untuk bekerja. Hm berpendapat bahwa istrinya sudah menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi, maka sudah selayaknya apabila istri bekerja untuk menerapkan ilmu yang sudah ia peroleh. HM mengatakan bahwa lebih baik istrinya bekerja daripada hanya di rumah dan tidak bekerja.

“Oo saya yang nyuruh, pokoknya ibu kerja saya juga kerja. Man-eman

Gambar

Penduduk Perempuan Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Tabel 1 Februari 2006-Februari 2007
Tabel ringkasan ini membantu peneliti menentukan tema dari pertanyaan
Tabel 2
  Tabel 3        Jadwal Pengambilan Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengatasi susahnya masyarakat untuk naik angkutan umum yang tidak layak pakai dengan cara tindakan perbaikan angkutan umum yang

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammadiyah (2012) yang menyatakan bahwa beralihnya profesi petani dari petani tembakau ke petani kakao

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, apakah buah mangrove dari jenis Bruquiera gymnorrhiza bisa di manfaatkan menjadi salah satu bahan dalam pembuatan pakan ikan, dan

Data terbagi atas data primer dan data sekunder, data primer adalah data yang diperoleh dari sumber hasil penelitian dan pengamatan dilapangan, sedangkan data

Segala bentuk perbuatan curang atau cheating, baik dalam pertandingan ataupun dalam kwalifikasi ataupun ketentuan administrasi, dapat dikenakan sanksi diskwalifikasi

Sejak terpisahnya Kecamatan Candung menjadi kecamatan definitif, secara ruang permasalahan yang dihadapi adalah struktur ruang yang terbentuk terjadi secara alami yang

Namun subkultur dari eksplan yang berasal dari media yang mengandung TDZ 3,0 mg/1 ke media yang mengandung konsentrasi TDZ yang sama menunjukkan jumlah tunas yang

Hal ini karena dalam melakukan proses produksi,perusahaan harus mampu menghasilkan suatu produk,baik barang maupun jasa yang sesuai dengan kriteria,waktu, dan