MINYAK BIJI DELIMA DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN SPAN 80
Medaliana Hartini / 128114118 INTISARI
Minyak biji delima memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong sangat tinggi. Sifat minyak biji delima yang lipofilik cocok dibuat dalam bentuk sediaan emulsi, untuk meningkatkan stabilitas sediaan maka nanoemulsi dipilih untuk formulasi minyak biji delima. Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk emulsi dengan ukuran droplet kurang dari 100 nm. Fase minyak merupakan salah satu komponen penting dalam formulasi nanoemulsi yang dapat mempengaruhi stabilitasnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu melihat pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil (VCO) dan medium-chain triglycerides oil (MCT oil) terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80.
Formulasi nanoemulsi minyak biji delima dilakukan dengan metode emulsifikasi energi tinggi dengan homogenizer dan sonikator. Pengujian yang dilakukan yaitu pengamatan organoleptis, pH, tipe nanoemulsi, persen transmitan, viskositas, turbiditas, dan ukuran droplet sebelum dan setelah 3 siklus freeze-thaw. Data yang didapat dianalisis dengan uji T untuk data yang normal dan uji Wilcoxon untuk data yang tidak normal dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan software R 3.2.2.
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan pada parameter pH, persen transmitan, viskositas, dan turbiditas untuk kedua fase minyak sebelum dan setelah 3 siklus freeze-thaw ditunjukkan dengan p-value > 0,05. Pengamatan organoleptis nanoemulsi dengan fase minyak VCO menunjukkan ketidakstabilan berupa munculnya kabut didukung dengan meningkatnya ukuran droplet dari 47,63 ± 29,09 nm menjadi 120,67 ± 59,51 nm, sedangkan MCT oil berubah menjadi putih susu dengan ukuran droplet 58,28 ± 33,13 nm menjadi 509,89 ± 246,65 nm.
POMEGRANATE SEED OIL NANOEMULSION WITH SURFACTANT COMBINATION OF TWEEN 80 AND SPAN 80
Medaliana Hartini / 128114118 ABSTRACT
Pomegranate seed oil has a very high antioxidant activity The properties of pomegranate seed oil which is lipophilic is suitable to be prepared in emulsion dosage form, to improve the stability of the preparations then nanoemulsion is chosen for the formulation of pomegranate seed oil. Nanoemulsion is an emulsion with droplet size less than 100 nm. The oil phase is one of the important components in the formulation of nanoemulsion that could affect its stability. The purpose of this study is to see the effect of variation in the oil phase of virgin coconut oil (VCO) and medium-chain triglycerides oil (MCT oil) on the physical stability of pomegranate seed oil nanoemulsion with surfactan combination of Tween 80 and Span 80.
Formulation of pomegranate seed oil nanoemulsion was conducted using high energy emulsification with homogenizer and sonicator. Parameters observed were organoleptic, pH, nanoemulsion type, percent transmittance, viscosity, turbidity, and droplet size before and after 3 cycles of freeze-thaw. The data obtained were analyzed using T-test for normal data and Wilcoxon test for data that is not normal in the 95% of confidence level using R 3.2.2 software.
The results showed no significant differences in the parameters of pH, percent transmittance, viscosity, and turbidity for both variation of oil phase before and after 3 cycles of freeze-thaw indicated by p-value > 0,05. However, organoleptic observations of pomegranate seed oil nanoemulsion with VCO as oil phase shows instability in the form of the appearance of fog which is supported with increasing droplet size from 47,63 ± 29,09 nm to 120,67 ± 59,51 nm, while the pomegranate seed oil nanoemulsion with MCT oil as oil phase turns into a milky white appearance with increasing of the droplet size from 58,28 ± 33,13 nm to 509,89 ± 246,65 nm.
PENGARUH VARIASI FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN MEDIUM-CHAIN TRIGLYCERIDES OIL TERHADAP STABILITAS FISIK NANOEMULSI MINYAK BIJI DELIMA DENGAN KOMBINASI
SURFAKTAN TWEEN 80 DAN SPAN 80
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Medaliana Hartini
NIM : 128114118
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH VARIASI FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN MEDIUM-CHAIN TRIGLYCERIDES OIL TERHADAP STABILITAS FISIK NANOEMULSI MINYAK BIJI DELIMA DENGAN KOMBINASI
SURFAKTAN TWEEN 80 DAN SPAN 80
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Medaliana Hartini
NIM : 128114118
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Halaman Persembahan
“Genius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration.”
-Thomas A. Edison-
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
vii
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “PENGARUH VARIASI FASE MINYAK VIRGIN COCONUT OIL DAN MEDIUM-CHAIN TRIGLYCERIDES OIL TERHADAP
STABILITAS FISIK NANOEMULSI MINYAK BIJI DELIMA DENGAN
KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN SPAN 80”. Penyusunan skripsi
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses perkuliahan, penyusunan serta penyelesaian skripsi, penulis
banyak mendapatkan bantuan doa, bimbingan, dukungan, semangat, saran dan
kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Orang tua tercinta atas doa serta perhatian yang diberikan kepada penulis.
2. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt. dan Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt.
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran serta
arahan selama pengerjaan skripsi.
3. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. dan Bapak Septimawanto Dwi
Prasetyo, M.Si., Apt. yang telah bersedia meluangkan waktu serta
memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.
4. Stephanie atas segala dinamika yang dilalui bersama pada saat penyusunan
viii
5. Suzan, Agnesia Brilianti Kananlua dan Venny Claudia Hermanto selaku
teman seperjuangan dalam penelitian ini, serta atas kritik, saran dan
dukungannya selama ini.
6. Grace Shelia Pramitha Putri selaku teman cerita dan gossip serta atas
bantuan dan dukungannya selama ini.
7. Margareta Novi Wijayanti, Bartolomeus Widiasta, dan Desion Sudi selaku
teman praktikum selama kuliah.
8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan banyak pelajaran dan bimbingan selama
masa perkuliahan.
9. Pak Mus, Pak Parlan, Mas Agung, Bapak-bapak satpam dan seluruh
laboran serta karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
yang telah banyak membantu penulis selama pengerjaan skripsi.
10.Teman-teman angkatan 2012 atas kebersamaannya selama proses
perkuliahan dan praktikum.
11.Semua pihak yang telah banyak membantu selama proses penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang ditulis ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
kefarmasian.
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
x
B. Nanoemulsi... 8
C. Komponen Nanoemulsi... 9
D. Sifat Fisik Nanoemulsi... 11
E. Stabilitas Fisik Nanoemulsi... 12
F. Pemerian Bahan... 14
BAB III METODE PENELITIAN... 20
A. Jenis Rancangan Penelitian... 20
B. Variabel dan Definisi Operasional... 20
1. Variabel penelitian... 20
2. Definisi operasional... 21
C. Bahan Penelitian... 22
D. Alat Penelitian... 23
E. Tata Cara Penelitian... 23
1. Formulasi nanoemulsi minyak biji delima... 23
2. Evaluasi sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima... 24
xi
F. Analisis Data... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 28
A. Formulasi Nanoemulsi Minyak Biji Delima... 28
B. Evaluasi Sifat Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima... 29
1. Pengujian organoleptis dan ph... 29
2. Pengujian tipe nanoemulsi... 31
3. Pengujian persen transmitan... 31
4. Pengujian turbiditas... 32
5. Pengujian viskositas... 32
6. Pengujian ukuran droplet... 33
C. Evaluasi Stabilitas Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima... 34
1. Uji sentrifugasi... 34
2. Freeze-thaw cycle... 35
D. Diskusi... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 45
A. Kesimpulan... 45
B. Saran... 45
DAFTAR PUSTAKA... 46
LAMPIRAN... 51
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kandungan asam lemak dalam minyak biji delima... 7
Tabel II. Kandungan asam lemak dalam VCO... 16
Tabel III. Kandungan asam lemak dalam MCT... 17
Tabel IV. Formula nanoemulsi acuan... 23
Tabel V. Formula nanoemulsi minyak biji delima... 24
Tabel VI. Data organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima... 30
Tabel VII. Data pengujian sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima... 30
Tabel VIII. Data organoleptis dan pH sediaan nanoemulsi formula A dan formula B sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw... 36
Tabel IX. Data pengujian sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima formula A sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw... 38
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bentuk-bentuk ketidakstabilan emulsi... 13
Gambar 2. Struktur kimia Tween 80... 14
Gambar 3. Struktur kimia Span 80... 15
Gambar 4. Nanoemulsi minyak biji delima formula A dan B... 29
Gambar 5. Nanoemulsi minyak biji delima formula A dan B setelah uji sentrifugasi... 34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) minyak biji delima... 52
Lampiran 2. Perhitungan HLB nanoemulsi minyak biji delima... 54
Lampiran 3. Perhitungan jumlah minyak biji delima dalam formula
nanoemulsi minyak biji delima... 54
Lampiran 4. Data pengujian sifat fisik formula A tiga replikasi sebelum
dan sesudah 3 siklus freeze-thaw... 54
Lampiran 5. Data pengujian sifat fisik formula B tiga replikasi sebelum
dan sesudah 3 siklus freeze-thaw... 54
Lampiran 6. Hasil pengujian ukuran droplet nanoemulsi formula A
sebelum freeze-thaw... 55
Lampiran 7. Hasil pengujian ukuran droplet nanoemulsi formula A
setelah 3 siklus freeze-thaw... 57
Lampiran 8. Hasil pengujian ukuran droplet nanoemulsi formula B
sebelum freeze-thaw... 59
Lampiran 9. Hasil pengujian ukuran droplet nanoemulsi formula B
setelah 3 siklus freeze-thaw... 61
Lampiran 10. Data statistik uji normalitas formula A dan B... 63
Lampiran 11. Data statistik uji T dan Wilcoxon tidak berpasangan antara
xv
Lampiran 12. Data statistik uji T dan Wilcoxon berpasangan antara
formula A sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw dan
formula B sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw... 69
xvi
INTISARI
Minyak biji delima memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong sangat tinggi. Sifat minyak biji delima yang lipofilik cocok dibuat dalam bentuk sediaan emulsi, untuk meningkatkan stabilitas sediaan maka nanoemulsi dipilih untuk formulasi minyak biji delima. Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk emulsi dengan ukuran droplet kurang dari 100 nm. Fase minyak merupakan salah satu komponen penting dalam formulasi nanoemulsi yang dapat mempengaruhi stabilitasnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu melihat pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil (VCO) dan medium-chain triglycerides oil (MCT oil) terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80.
Formulasi nanoemulsi minyak biji delima dilakukan dengan metode emulsifikasi energi tinggi dengan homogenizer dan sonikator. Pengujian yang dilakukan yaitu pengamatan organoleptis, pH, tipe nanoemulsi, persen transmitan, viskositas, turbiditas, dan ukuran droplet sebelum dan setelah 3 siklus freeze-thaw. Data yang didapat dianalisis dengan uji T untuk data yang normal dan uji Wilcoxon untuk data yang tidak normal dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan software R 3.2.2.
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan pada parameter pH, persen transmitan, viskositas, dan turbiditas untuk kedua fase minyak sebelum dan setelah 3 siklus freeze-thaw ditunjukkan dengan p-value > 0,05. Pengamatan organoleptis nanoemulsi dengan fase minyak VCO menunjukkan ketidakstabilan berupa munculnya kabut didukung dengan meningkatnya ukuran droplet dari 47,63 ± 29,09 nm menjadi 120,67 ± 59,51 nm, sedangkan MCT oil berubah menjadi putih susu dengan ukuran droplet 58,28 ± 33,13 nm menjadi 509,89 ± 246,65 nm.
xvii
ABSTRACT
Pomegranate seed oil has a very high antioxidant activity The properties of pomegranate seed oil which is lipophilic is suitable to be prepared in emulsion dosage form, to improve the stability of the preparations then nanoemulsion is chosen for the formulation of pomegranate seed oil. Nanoemulsion is an emulsion with droplet size less than 100 nm. The oil phase is one of the important components in the formulation of nanoemulsion that could affect its stability. The purpose of this study is to see the effect of variation in the oil phase of virgin coconut oil (VCO) and medium-chain triglycerides oil (MCT oil) on the physical stability of pomegranate seed oil nanoemulsion with surfactan combination of Tween 80 and Span 80.
Formulation of pomegranate seed oil nanoemulsion was conducted using high energy emulsification with homogenizer and sonicator. Parameters observed were organoleptic, pH, nanoemulsion type, percent transmittance, viscosity, turbidity, and droplet size before and after 3 cycles of freeze-thaw. The data obtained were analyzed using T-test for normal data and Wilcoxon test for data that is not normal in the 95% of confidence level using R 3.2.2 software.
The results showed no significant differences in the parameters of pH, percent transmittance, viscosity, and turbidity for both variation of oil phase before and after 3 cycles of freeze-thaw indicated by p-value > 0,05. However, organoleptic observations of pomegranate seed oil nanoemulsion with VCO as oil phase shows instability in the form of the appearance of fog which is supported with increasing droplet size from 47,63 ± 29,09 nm to 120,67 ± 59,51 nm, while the pomegranate seed oil nanoemulsion with MCT oil as oil phase turns into a milky white appearance with increasing of the droplet size from 58,28 ± 33,13 nm to 509,89 ± 246,65 nm.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Tumbuhan delima (Punica granatum L.) memiliki banyak manfaat, antara
lain sebagai antioksidan, antimikroba, memetabolisme glukosa dan lipid,
antikanker, dan anti-inflamasi (Miguel, Neves, and Antunes, 2010). Salah satu
bagian dari tumbuhan delima yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan
adalah biji delima. Kandungan senyawa dalam minyak biji delima antara lain
polifenol, asam lemak seperti asam punisat, asam palmitat, asam stearat, asam
oleat, dan asam linoleat (Schubert, Lansky, and Neeman, 1999), tokoferol,
fitosterol, dan triterpen (Verardo, Salas, Baldi, Carretero, Gutierrez, and Caboni,
2014).
Inhibitory concentration 50 atau IC50 yaitu konsentrasi yang dibutuhkan
untuk mengurangi jumlah radikal bebas sebanyak 50% (Lima and Vianello,
2013). Nilai IC50 dari minyak biji delima sebagai antioksidan sebelumnya telah
diteliti oleh Yoganandam, Kumar, Neyanila, and Gopal (2013) sebesar 0,2775
mg/mL. Nilai IC50 yamg semakin kecil menunjukkan bahwa senyawa tersebut
semakin poten. Mizrahi et al. (2014) telah melakukan penelitian mengenai
aktivitas minyak biji delima yang diformulasikan dalam bentuk nanoemulsi
sebagai terapi dan pencegahan penyakit neurodegeneratif, namun dalam penelitian
tersebut lebih menekankan aktivitas dibandingkan formulasi dari nanoemulsi
minyak biji delima. Minyak biji delima sekarang ini penggunaannya masih
dalam bentuk sediaan akan lebih bermanfaat bagi masyarakat. Sifat minyak biji
delima yang lipofilik cocok dibuat dalam bentuk sediaan emulsi. Bentuk
nanoemulsi lebih dipilih dalam formulasi minyak biji delima ini untuk
meningkatkan stabilitas sediaan.
Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk emulsi yang stabil secara
kinetika. Sediaan nanoemulsi adalah suatu sistem heterogen yang terdiri dari dua
cairan yang tidak saling bercampur di mana salah satu cairan terdispersi sebagai
droplet-droplet dalam cairan yang lain dengan bantuan surfaktan dengan ukuran
droplet fase dispers kurang dari 100 nm (Fulekar, 2010).
Keuntungan dari bentuk sediaan nanoemulsi yaitu mengurangi
kemungkinan terjadinya creaming, coalescen, sedimentasi, serta flokulasi pada
saat penyimpanan karena ukuran droplet-nya yang kecil, penampilan yang
menarik karena transparan, serta membutuhkan surfaktan yang jumlahnya relatif
lebih sedikit (Tadros, Izquierdo, Esquena, and Solans, 2004).
Surfaktan merupakan komponen penting dalam formulasi sediaan
nanoemulsi. Surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka dari dua cairan
yang tidak bercampur dikarenakan surfaktan memiliki gugus hidrofilik pada
bagian kepala dan gugus lipofilik pada bagian ekornya (Schramm, 2000).
Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tween 80 dan Span 80
yang merupakan surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik memiliki ketoksikan
yang lebih kecil atau lebih tidak mengiritasi dibandingkan surfaktan ionik (Azeem
et al., 2009) sehingga lebih dipilih untuk formulasi sediaan ini. Selain itu,
seperti Span 80 dan Tween 80 akan menghasilkan micelle yang lebih stabil
sehingga akan meningkatkan kestabilan sistem emulsi yang terbentuk (Dizaj,
2013). Tween 80 merupakan surfaktan yang bersifat hidrofilik dengan nilai
Hydrophile-Lipophile Balance (HLB) sebesar 15,0, sedangkan Span 80 adalah
surfaktan yang bersifat lipofilik dengan nilai HLB 4,3 (Rowe, Sheskey, and
Quinn, 2009). Konsentrasi Tween 80 dan Span 80 sebagai surfaktan dalam suatu
sediaan sebesar 1-10% (Rowe et al., 2009).
Selain kombinasi surfaktan, fase minyak yang digunakan juga dapat
mempengaruhi stabilitas sediaan nanoemulsi. Pembuatan sediaan nanoemulsi
biasanya menggunakan minyak rantai panjang (long-chain triglycerides atau
LCT) karena harganya yang murah, ketersediannya yang melimpah, serta
memiliki nutrisi, misalnya minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa, serta
minyak ikan (McClements and Rao, 2011). Selain LCT, beberapa sediaan
nanoemulsi juga menggunakan medium-chain triglycerides (MCT) sebagai fase
minyak seperti yang dilakukan oleh Silva et al. (2009). MCT telah banyak
digunakan dalam industri obat, makanan, dan kosmetik sebagai pengganti LCT
untuk pasien yang mengalami kesulitan absorbsi lemak. Selain itu, MCT juga
telah terbukti tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitasi pada kulit (Traul,
Driedger, Ingle, and Nakhasi, 2000). Meskipun demikian, MCT yang merupakan
hasil pemurnian dari LCT memiliki harga yang lebih mahal. Oleh karena itu, pada
penelitian ini dilakukan variasi fase minyak yang digunakan dalam pembuatan
sediaan nanoemulsi minyak biji delima antara virgin coconut oil yang merupakan
Span 80 serta dilakukan evaluasi sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan untuk
mengetahui manakah yang menghasilkan sediaan nanoemulsi yang lebih stabil.
1. Perumusan masalah
Bagaimanakah pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan
medium-chain triglycerides oil terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji
delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terkait minyak biji delima dan formulasi sediaan nanoemulsi
yang pernah dilakukan antara lain:
a. Penelitian dengan judul Nano-emulsion Formulation using Spontaneous
Emulsification: Solvent, Oil and Surfactant Optimisation oleh Bouchemal,
Briancon, Perrier, and Fessi (2004) tentang penggunaan berbagai macam
pelarut, minyak, dan surfaktan dalam formulasi sediaan nanoemulsi.
b. Penelitian dengan judul Minimising Oil Droplet Size using Ultrasonic
Emulsification oleh Leong, Wooster, Kentish, and Ashokkumar (2009)
mengenai metode pembuatan nanoemulsi dengan menggunakan
ultrasonikasi.
c. Penelitian dengan judul Formulation and In Vivo Release Evaluation of
Newly Synthesized Palm Kernel Oil Esters-Based Nanoemulsion Delivery
System for 30% Ethanolic Dried Extract Derived from Local Phyllanthus
Abdulkarim, and Sattar (2011) mengenai penggunaan surfaktan Tween 80
dan Span 80 dengan perbandingan 9:1 pada formulasi nanoemulsi ekstrak
Phyllanthus urinaria.
d. Penelitian dengan judul Fabrication of Ultrafine Edible Emulsion:
Comparison of High-Energy and Low-Energy Homogenization Methods
oleh Yang, Marshall-Breton, Leser, Sher, and McClements (2012)
mengenai pembuatan nanoemulsi dengan metode energi tinggi dan energi
rendah menggunakan fase minyak MCT oil.
e. Penelitian dengan judul Antioxidant and Tyrosinase Inhibitory Activity of
Aqueous Extract and Oil of Seeds of Punica granatum L. oleh Yoganandam
et al. (2013) mengenai aktivitas minyak biji delima sebagai antioksidan.
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian
mengenai “Pengaruh Variasi Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Medium-Chain Triglycerides Oil terhadap Stabilitas Fisik Nanoemulsi Minyak Biji
Delima dengan Kombinasi Surfaktan Tween 80 dan Span 80” belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan dalam bidang formulasi sediaan nanoemulsi minyak biji
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan menghasilkan bentuk sediaan
nanoemulsi dengan zat aktif minyak biji delima yang stabil dan bermanfaat
bagi masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan
medium-chain triglycerides oil terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima
7
menggunakan tenaga mekanik untuk mendapatkan minyak dari biji buah delima
dan tanpa menggunakan panas. Minyak yang didapat dengan metode ini
berkualitas tinggi, tetap mempertahankan sifat-sifat alaminya, dan cocok untuk
perawatan kulit serta untuk makanan (Jones, 2011). Kandungan dalam minyak biji
delima pada literatur (Melo et al., 2014) dan kandungan pada certificate of
analysis (CoA) minyak biji delima (Lampiran 1) yang digunakan dalam penelitian
ini tertera pada Tabel I.
Tabel I. Kandungan asam lemak dalam minyak biji delima
Manfaat dari minyak biji delima antara lain sebagai antioksidan dan
anti-inflamasi. Aktivitas antioksidan minyak biji delima dapat dilihat dari nilai IC50
minyak biji delima yaitu sebesar 0,2775 mg/mL (Yoganandam et al., 2013).
Aktivitas antioksidan yang sangat tinggi memiliki nilai IC50 < 1 mg/mL, aktivitas
antioksidan tinggi dengan nilai IC50 1-10 mg/mL, aktivitas antioksidan sedang
dengan nilai IC50 10-30 mg/mL, dan aktivitas antioksidan lemah pada IC50 > 30
mg/mL (Qusti, Abo-Khatwa, and Lahwa, 2010). Aktivitas minyak biji delima
sendiri termasuk kategori antioksidan sangat tinggi. Aktivitas antioksidan ini
disebabkan oleh adanya kandungan asam punisat dalam minyak biji delima.
B. Nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan campuran jernih yang terdiri dari fase minyak,
surfaktan dan atau kosurfaktan serta fase air yang memiliki ukuran droplet kurang
dari 100 nm (Fulekar, 2010). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
membuat sediaan nanoemulsi antara lain metode emulsifikasi energi rendah dan
metode emulsifikasi energi tinggi (Tadros et al., 2004). Metode emulsifikasi
energi rendah akan membentuk emulsi secara spontan saat air ditambahkan pada
campuran minyak dan surfaktan, sedangkan untuk emulsifikasi energi tinggi
membutuhkan energi mekanik dari luar misalnya dengan menggunakan instrumen
seperti homogenizer, microfluidizer, atau ultrasound generator (Villiers,
Aramwit, and Kwon, 2009).
Homogenizer dapat mengecilkan ukuran droplet karena adanya shear
hingga 1 μm. Mekanisme pemecahan partikel dengan ultrasonikasi yaitu adanya
getaran mekanik yang melewati cairan sehingga menyebabkan adanya rongga
kemudian droplet dispersi menjadi pecah. Ultrasonikasi ini dapat menghasilkan
emulsi dengan ukuran droplet hingga 0,2 μm (Gupta, Pandit, Kumar, Swaroop, and Gupta, 2010).
Nanoemulsi memiliki stabilitas kinetik yang baik dan tetap stabil dalam
jangka waktu relatif lama dibanding sediaan emulsi. Ukuran droplet-nya yang
kecil menyebabkan nanoemulsi tidak mengalami ketidakstabilan seperti creaming,
flokulasi, serta sedimentasi. Ketidakstabilan dalam nanoemulsi dapat terjadi
karena perubahan ukuran droplet akibat Ostwald ripening (Gadhave, 2002).
Keuntungan sediaan nanoemulsi antara lain biaya preparasi yang rendah, shelf life
yang lama, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aktif yang bersifat lipofilik
maupun hidrofilik (Wais, Samad, Nazish, Khale, Aqil, and Khan, 2013).
C. Komponen Nanoemulsi
Komponen nanoemulsi terdiri dari fase air, fase minyak, surfaktan, dan
atau kosurfaktan. Fase minyak merupakan komponen penting dalam pembuatan
nanoemulsi karena merupakan pembawa zat aktif yang bersifat lipofilik.
Kelarutan zat aktif dalam fase minyak merupakan salah satu kriteria pemilihan
minyak yang digunakan karena dengan demikian maka zat aktif akan tetap terjaga
dalam fase minyak yang digunakan (Azeem et al., 2009).
Penggunaan fase minyak dengan LCT maupun MCT dalam pembuatan
Rao, 2011). Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, Li,
McClements, and Xiao (2012) menunjukkan bahwa penggunaan LCT dan MCT
menghasilkan ukuran droplet yang relatif lebih kecil (d< 200 nm) dibandingkan
dengan short-chain triglycerides (SCT) yang menghasilkan ukuran droplet lebih
dari 1900 nm. Konsentrasi fase minyak antara 2,5-7,5 % menghasilkan emulsi
yang transparan dan memiliki ukuran partikel sekitar 40 nm (Leong, Wooster,
Kentish, and Ashokkumar, 2009). Medium-chain triglycerides (MCT) terdiri dari
asam-asam lemak dengan rantai karbon 6-12, sedangkan long-chain triglycerides
(LCT) mengandung asam-asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 12
(Williams III, Watts, and Miller, 2012).
Surfaktan juga merupakan komponen penting dalam pembuatan
nanoemulsi. Biasanya surfaktan larut dalam medium dispers sediaan emulsi,
melapisi permukaan droplet-droplet yang terbentuk, dan dapat menstabilkan
tolakan antarmuka dari droplet sehingga mencegah koalesen droplet (Mason,
Graves, Wilking, and Lin, 2006). Surfaktan teradsorpsi di bagian permukaan
droplet karena strukturnya yang terdiri dari ekor lipofilik dan kepala hidrofilik
(Mason, Wilking, Meleson, Chang, and Graves, 2006). Beberapa tipe surfaktan
antara lain surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Surfaktan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik tidak
memiliki muatan dan kelarutannya pada fase air disebabkan karena adanya gugus
hidrofilik pada strukturnya yang menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen
Penggunaan satu jenis surfaktan saja biasanya tidak cukup menurunkan
tegangan antarmuka minyak dan air untuk membentuk nanoemulsi, maka dari itu
dibutuhkan kombinasi surfaktan-surfaktan maupun surfaktan-kosurfaktan untuk
membentuk nanoemulsi (Gupta et al., 2010). Penelitian mengenai penggunaan
kombinasi surfaktan-surfaktan dalam formulasi sediaan nanoemulsi telah
dilakukan sebelumnya oleh Bouchemal et al. (2004) di mana salah satu
formulanya menggunakan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80.
Kombinasi Tween 80 dan Span 80 telah banyak digunakan karena aman, murah,
dan banyak tersedia. Konsentrasi Span 80 diatas 6% akan menyebabkan
terjadinya peningkatan rata-rata ukuran droplet emulsi. Pengurangan ukuran
emulsi disebabkan karena adanya sinergi dari surfaktan dengan HLB berlawanan,
sehingga tegangan antarmuka dapat berkurang secara optimal (Leong et al.,
2009). HLB yang dibutuhkan untuk membentuk nanoemulsi tipe minyak dalam
air yaitu lebih besar dari 10 (Azeem et al., 2009).
D. Sifat Fisik Nanoemulsi
Evaluasi sifat fisik sediaan yang dilakukan untuk nanoemulsi antara lain
organoleptis, pH, tipe nanoemulsi, persen transmitan, turbiditas, viskositas,
ukuran droplet, serta stabilitas sediaan. Pemeriksaan organoleptis sediaan
dilakukan untuk mengetahui warna, bau, kejernihan, homogenitas, serta ada
tidaknya pemisahan fase setelah pembuatan. Pengujian pH diperlukan karena
penggunaan sediaan nanoemulsi minyak biji delima ini pada kulit, sehingga
Tipe emulsi perlu diperiksa untuk mengetahui fase dispers dan medium dispers
sediaan nanoemulsi yang dibuat. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui
tipe nanoemulsi antara lain uji dilusi, uji konduktivitas, dan pewarnaan. Prinsip uji
dilusi yaitu emulsi minyak dalam air dapat terdilusi dalam air dan emulsi air
dalam minyak dapat terdilusi dalam minyak. Metode konduktivitas menggunakan
elektroda yang dicelupkan dalam emulsi dan disambungkan dengan lampu,
apabila medium dispers sediaan adalah air maka arus listrik dapat mengalir dan
menyalakan lampu sedangkan jika medium dispers adalah minyak maka lampu
tidak akan menyala. Prinsip metode pewarnaan yaitu pewarna larut air akan
terlarut dalam emulsi tipe emulsi minyak dalam air, sedangkan pewarna larut
minyak akan terlarut dalam emulsi tipe air dalam minyak (Troy, 2006).
Viskositas sediaan menunjukkan tingkat ketahanan cairan untuk mengalir
(Martin, Swarbrick, and Cammarata, 2008). Viskositas nanoemulsi umumnya
sangat rendah. Persen transmitan yang tinggi mendekati 100% menunjukkan
bahwa sediaan yang dibuat jernih dan transparan (Gupta et al., 2010). Turbiditas
sediaan nanoemulsi diukur untuk melihat kekeruhan sediaan, sediaan yang jernih
turbiditasnya akan semakin kecil. Pengujian ukuran droplet untuk mengetahui
apakah sediaan nanoemulsi yang dibuat telah memenuhi kriteria nanoemulsi yaitu
dengan ukuran droplet fase dispers kurang dari 100 nm.
E. Stabilitas Fisik Nanoemulsi
Stabilitas fisik sediaan nanoemulsi dilihat dari perubahan sifat-sifat fisik
dengan sentrifugasi menunjukkan bahwa sediaan yang diformulasikan stabil
secara kinetik, sedangkan pengujian freeze-thaw cycle menunjukkan kestabilan
sediaan secara termodinamik. Dalam penyimpanan, beberapa ketidakstabilan
dapat terjadi tergantung dari distribusi ukuran droplet fase dispers dan perbedaan
densitas antara droplet fase dispers dengan medium dispers. Besarnya gaya tarik
dan tolak antar droplet pada sediaan emulsi yang menentukan terjadinya flokulasi,
sedangkan stabilitas lapisan film antar droplet menentukan terjadinya koalesen.
Creaming dan sedimentasi merupakan salah satu ketidakstabilan yang dapat
terjadi pada sediaan emulsi yang disebabkan oleh gaya gravitasi ketika densitas
dari droplet dan medium dispers tidak sama. Terjadinya Ostwald ripening pada
sediaan emulsi disebabkan karena kelarutan droplet yang terdispersi dan distribusi
ukuran droplet yang tidak seragam (Tadros, 2005). Beberapa bentuk
ketidakstabilan emulsi tersaji dalam Gambar 1.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah creaming maupun
sedimentasi pada sediaan emulsi antara lain dengan mengurangi ukuran droplet
sediaan, menggunakan thickeners yaitu berupa polimer dengan bobot molekul
yang besar, densitas fase minyak dan air dibuat sama, mengontrol flokulasi, serta
mengurangi terjadinya flokulasi (Tadros, 2005).
F. Pemerian Bahan 1. Tween 80
Gambar 2. Struktur kimia Tween 80 (Rowe et al., 2009).
Polysorbate 80 atau Tween 80 (Gambar 2) memiliki rumus molekul
C64H124O26 mempunyai nama kimia polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate
dengan berat molekul 1310 g/mol. Sifat fisik Tween 80 yaitu cairan berwarna
kuning, larut dalam air dan etanol, serta tidak larut dalam minyak mineral
maupun minyak sayur. Densitas Tween 80 sebesar 1,08 g/cm3 dan viskositas
sebesar 425 mPa s. Tween 80 memiliki HLB 15,0 sehingga biasanya
digunakan sebagai surfaktan pada pembuatan emulsi minyak dalam air. Tween
dan tidak mengiritasi. Konsentrasi Tween 80 sebagai kombinasi surfaktan
dalam suatu sediaan berkisar antara 1-10% (Rowe et al., 2009).
2. Span 80
Gambar 3. Struktur kimia Span 80 (Rowe et al., 2009).
Sorbitan monooleate atau Span 80 (Gambar 3) memiliki rumus molekul
C24H44O6 dengan berat molekul 429 g/mol. Sifat fisik Span 80 yaitu cairan
kental berwarna kuning, larut atau terdispersi dalam minyak, larut dalam
pelarut organik, tidak larut dalam air namun dapat terdispersi. Densitas Span
80 sebesar 1,01 g/cm3 dan viskositas sebesar 970-1080 mPa s pada suhu 25 ºC.
Span 80 memiliki nilai HLB 4,3, biasanya digunakan sebagai surfaktan
nonionik lipofilik dalam pembuatan kosmetik, makanan, dan dalam sediaan
farmasetik. Span 80 tergolong senyawa yang tidak toksik dan tidak mengiritasi.
Konsentrasi Span 80 sebagai kombinasi surfaktan dalam suatu sediaan berkisar
3. Virgin coconut oil
Virgin coconut oil (VCO) diperoleh dengan wet process dari santan
kelapa. Proses ini terdiri dari tiga tahap yaitu creaming dilanjutkan dengan
flokulasi, dan kemudian coalescence. Proses ini tidak menggunakan pelarut
organik, hemat biaya dan hemat energi serta sederhana (Marina, Man, and
Amin, 2009).
VCO merupakan minyak tidak berwarna hingga coklat pucat kekuningan,
tidak berasa, bau khas, tidak cepat tengik, mudah dicerna dan diabsorpsi.
Kandungan asam lemak terbanyak yang terdapat dalam VCO yaitu asam laurat
dengan konsentrasi 46,64-48,03%. Kandungan asam lemak dalam VCO tertera
pada Tabel II.
Tabel II. Kandungan asam lemak dalam VCO
Asam lemak Komposisi (%)
Medium-chain triglycerides (MCT oil) merupakan minyak dengan
komposisi asam lemak terbanyak yaitu asam kaprilat (C8; 50-80%), dan asam
1-2%) dan asam laurat (C12; 1-2%). MCT oil diproduksi dengan cara
pemisahan dan destilasi asam lemak dari minyak kelapa. Asam lemak tersebut
kemudian dicampur dengan perbandingan yang dikehendaki dan diesterifikasi
dengan gliserin menjadi trigliserida. MCT oil pertama kali digunakan sebagai
pengganti long-chain triglycerides pada pengobatan pasien dengan kesulitan
absorpsi lemak. MCT oil telah banyak digunakan dalam industri makanan,
obat, serta kosmetik (Traul et al., 2000).
MCT oil memiliki karakteristik berupa cairan berminyak, jernih, berwarna
kuning pucat hingga putih seperti air, dan tidak berbau. MCT oil juga tidak
menyebabkan iritasi dan sensitisasi saat diaplikasikan pada kulit (Traul et al.,
2000). Kandungan asam lemak yang terdapat pada MCT oil tertera pada Tabel
III berikut ini.
Tabel III. Kandungan asam lemak dalam MCT
Asam lemak Komposisi (%)
Akuades banyak digunakan sebagai pelarut dalam proses formulasi
sediaan farmasetika. Pembuatan akuades dilakukan dengan destilasi. Sifat fisik
akudes yaitu berupa cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
G. Landasan Teori
Minyak biji delima memiliki aktivitas antioksidan yang baik bagi
perawatan kulit. Sifat minyak biji delima yang lipofilik cocok untuk
diformulasikan dalam bentuk sediaan emulsi. Nanoemulsi merupakan bentuk
sediaan emulsi dengan ukuran droplet fase dispers kurang dari 100 nm (Fulekar,
2010). Ukuran droplet yang kecil dari sediaan nanoemulsi ini menyebabkan
peningkatan stabilitas sistem dengan cara mencegah terjadinya creaming,
koalesen, sedimentasi, dan flokulasi pada saat penyimpanan (Gadhave, 2002).
Komponen penting dalam sediaan nanoemulsi antara lain surfaktan.
Adanya surfaktan akan meningkatkan stabilitas sistem dengan cara menurunkan
tegangan antarmuka dua cairan yang tidak dapat bercampur (Mason et al., 2006).
Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Tween 80 dan Span 80 yang
merupakan surfaktan nonionik, tidak toksik, dan tidak mengiritasi. Tween 80 yang
bersifat hidrofilik dan Span 80 yang bersifat lipofilik akan meningkatkan stabilitas
nanoemulsi dengan melapisi fase minyak serta fase air dalam sistem sehingga
salah satu fasenya akan terdispersi ke dalam fase lain dalam bentuk
droplet-droplet (Rowe et al., 2009). Formulasi sediaan nanoemulsi ini menggunakan
bantuan energi mekanik dari homogenizer dan sonikator untuk menghasilkan
droplet berukuran nanometer (Gupta et al., 2010).
Fase minyak juga berperan penting dalam menjaga kestabilan sediaan
nanoemulsi. Fase minyak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu VCO dan
MCT oil di mana keduanya telah sering digunakan dalam formulasi sediaan
Kandungan asam lemak dalam VCO terdiri dari asam lemak rantai panjang
dengan kandungan terbanyak yaitu asam laurat (Marina et al., 2009), sedangkan
dalam MCT oil asam lemak yang terkandung adalah asam-asam lemak rantai
menengah dengan kandungan terbanyak yaitu asam kaprilat (Traul et al., 2000).
Perbedaan kandungan asam lemak dalam fase minyak yang digunakan dapat
mempengaruhi stabilitas sediaan nanoemulsi yang dibuat. Nanoemulsi dengan
ukuran droplet kurang dari 100 nm dapat terhindarkan dari ketidakstabilan secara
kinetika seperti creaming, koalesen, sedimentasi, dan flokulasi, namun masih
memungkinkan terjadinya ketidakstabilan akibat Ostwald ripening yang
disebabkan karena droplet yang mudah terlarut dalam medium dispers dan tidak
seragamnya distribusi ukuran droplet dalam sediaan nanoemulsi (Tadros, 2005).
H. Hipotesis Penelitian
Variasi fase minyak virgin coconut oil dan medium-chain triglycerides oil
berpengaruh terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima dengan
20
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh variasi fase minyak virgin coconut oil dan
medium-chain triglycerides oil terhadap stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji
delima dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan Span 80 ini termasuk
penelitian eksperimental murni.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah virgin coconut
oil dan medium-chain triglycerides oil.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
stabilitas fisik sediaan nanoemulsi minyak biji delima, meliputi
organoleptis, pH, persen transmitan, viskositas, turbiditas, dan ukuran
droplet.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah komponen formula nanoemulsi minyak biji delima
yaitu jumlah minyak biji delima, Tween 80, Span 80, dan akuades,
kecepatan dan lama pengadukan pada saat pembuatan nanoemulsi minyak
biji delima dan kondisi pengujian seperti panjang gelombang pada
spektrofotometer, kecepatan pada viskometer serta sentrifugator, dan suhu
d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
b. Nanoemulsi. Nanoemulsi adalah suatu sistem heterogen yang terdiri dari
dua cairan yang saling tidak bercampur, di mana salah satu cairan
terdispersi sebagai droplet-droplet dalam cairan yang lain dan distabilkan
dengan bantuan surfaktan. Ukuran droplet fase dispers nanoemulsi kurang
dari 100 nm.
c. Virgin coconut oil. Cairan berminyak tidak berwarna hingga coklat pucat
kekuningan, tidak berasa, memiliki bau khas yang diperoleh dari santan
kelapa dengan wet process.
d. Medium-chain triglycerides (MCT) oil. Cairan berminyak, jernih, berwarna
kuning pucat hingga bening seperti air, dan tidak berbau yang terdiri dari
asam-asam lemak rantai menengah.
e. Surfaktan. Surfaktan adalah suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik
dan lipofilik yang dapat menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air.
Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Tween 80 dan Span 80
f. Sifat fisik. Sifat fisik merupakan parameter yang diuji untuk mengetahui
karakteristik fisik sediaan nanoemulsi yang meliputi organoleptis, pH, tipe
nanoemulsi, persen transmitan, viskositas, turbiditas, dan ukuran droplet.
Sifat fisik yang baik pada nanoemulsi yaitu berwarna kuning, jernih, berbau
khas minyak biji delima, tidak ada pemisahan fase, tipe nanoemulsi minyak
dalam air, memiliki pH pada rentang 4-6, ukuran droplet fase dispers
kurang dari 100 nm, turbiditas dibawah 1%, dan persen transmitan
mendekati 100%.
g. Stabilitas fisik. Stabilitas fisik adalah kestabilan nanoemulsi yang telah
terbentuk, dinilai dari hasil evaluasi sifat fisik nanoemulsi setelah melalui
uji sentrifugasi dan tiga siklus uji freeze-thaw. Stabilitas fisik yang baik
pada nanoemulsi yaitu berwarna kuning, jernih, berbau khas minyak biji
delima, tidak ada pemisahan fase, memiliki pH pada rentang 4-6, ukuran
droplet fase dispers kurang dari 100 nm, turbiditas dibawah 1%, dan persen
transmitan mendekati 100% setelah uji stabilitas tiga siklus freeze-thaw.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji
delima (Eteris Nusantara), Tween 80 (Kualitas Farmasetik, Bratachem), Span 80
(Kualitas Farmasetik, Laboratorium Farmasi dan Teknologi UGM), virgin
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
(Pyrex), viskometer (Merlin VR), particle size analyzer tipe dynamic light
scattering (Horiba SZ-100), hotplate-stirrer (Heidolph MR 2002), neraca analitik
(OHAUS), magnetic stirrer, pH meter (SI Analytics), ultrasonikator (Elmasonic S
10H), homogenizer (Ultra-Turrax), sentrifugator (Hettich EBA 8S),
spektrofotometer uv-vis (Shimadzu 1240), freezer (Samsung), dan climatic
chamber (Memmert).
E. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi nanoemulsi minyak biji delima
a. Formula nanoemulsi.
Formula acuan yang digunakan untuk membuat nanoemulsi tersaji
dalam Tabel IV.
(Suciati, Aliyandi, and Satrialdi, 2014)
Berdasarkan formula di atas dilakukan modifikasi pada bagian fase
minyak, kombinasi kosurfaktan menjadi kombinasi
surfaktan-surfaktan, dan penambahan zat aktif minyak biji delima. Formula
Tabel V. Formula nanoemulsi minyak biji delima
Bahan Fungsi Formula A (% w/w) Formula B (% w/w)
Minyak biji delima Zat aktif 0,0277 0,0277
VCO Fase minyak 3 -
stirrer selama 5 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Akuades ditambahkan
sedikit demi sedikit pada fase minyak, dilanjutkan dengan pengadukan
menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit pada kecepatan 1250 rpm.
Emulsi yang terbentuk dihomogenkan dengan homogenizer selama 1 menit
dan disonikasi selama 40 menit sambil sesekali diaduk. Pembuatan
nanoemulsi minyak biji delima dilakukan sebanyak 3 kali replikasi untuk
tiap-tiap formula.
2. Evaluasi sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima
a. Uji organoleptis. Pengamatan menggunakan indra terhadap bau, warna,
kejernihan, homogenitas, dan ada tidaknya pemisahan fase pada sediaan
nanoemulsi.
b. Uji pH. Sediaan nanoemulsi diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter
dicelupkan ke dalam sediaan nanoemulsi kemudian nilai pH sediaan akan
terbaca dan muncul di monitor.
c. Uji tipe nanoemulsi. Pengujian ini dilakukan dengan metode dilusi. Sediaan
nanoemulsi didispersikan dalam akuades (1:100) dan fase minyak (1:100).
Jika nanoemulsi dapat terdispersi sempurna dalam akuades, maka tipe
nanoemulsi adalah minyak dalam air. Jika nanoemulsi dapat terdispersi
sempurna dalam fase minyak, maka tipe nanoemulsi adalah air dalam
minyak.
d. Uji persen transmitan. Sediaan nanoemulsi sebanyak 1 mL dilarutkan
dalam 100 mL akuades kemudian diukur persen transmitannya pada
panjang gelombang 650 nm menggunakan spektrofotometer uv-vis. Nilai
persen transmitan akan terbaca pada monitor spektrofotometer uv-vis.
Akuades digunakan sebagai blanko saat pengujian.
e. Uji turbiditas. Pengukuran turbiditas dilakukan dengan mengukur
absorbansi sediaan nanoemulsi pada panjang gelombang 502 nm dengan
spektrofotometer uv-vis. Turbiditas dihitung dengan persamaan: turbiditas
(%) x lebar kuvat (cm) = 2,303 x absorbansi (Fletcher and Suhlin, 1998).
f. Uji viskositas. Pengukuran viskositas menggunakan alat viskometer Merlin
VR. Sediaan nanoemulsi sebanyak 14 mL dimasukkan ke dalam cup,
kemudian spindle viskometer dimasukkan dan diukur viskositasnya pada
kecepatan 200 rpm. Nilai viskositas sediaan akan terbaca pada monitor
g. Uji ukuran droplet. Ukuran droplet sediaan nanoemulsi diukur
menggunakan particle size analyzer tipe dynamic light scattering. Pada
masing-masing formula hanya satu sampel replikasi yang diuji. Sampel
dimasukkan ke dalam kuvet kaca, kemudian dimasukkan ke dalam particle
size analyzer dan ditembakkan cahaya pada sudut 90º. Jumlah partikel pada
ukuran tertentu akan terbaca pada monitor komputer yang dihubungkan
dengan alat menggunakan software Horiba SZ-100. Prinsip pengukuran
dengan DLS yaitu cahaya yang ditembakkan pada sampel akan
dihamburkan karena adanya partikel, cahaya yang terhambur akan diterima
oleh detektor dan terbaca sebagai ukuran partikel (Kalantar-zadeh and Fry,
2008).
3. Evaluasi stabilitas fisik nanoemulsi minyak biji delima
a. Uji sentrifugasi. Sediaan nanoemulsi sebanyak 10 mL disentrifugasi
dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam dalam sentrifugator. Pengujian
ini setara dengan efek gravitasi yang ditimbulkan selama 1 tahun
(Lachman, Lieberman, and Kanig, 1994). Sediaan nanoemulsi kemudian
diamati adanya pemisahan fase atau tidak.
b. Freeze-thaw cycle. Sediaan nanoemulsi disimpan pada suhu -10 ºC dan 30
ºC / RH 75% selama 24 jam sebanyak 3 siklus. Pada akhir siklus ketiga
dilakukan uji organoleptis, pH, persen transmitan, viskositas, turbiditas,
F. Analisis Data
Pengolahan data secara statistik dilakukan dengan software R 3.2.2 dengan
taraf kepercayaan 95%. Data yang didapat diuji normalitasnya dengan uji
Shapiro-Wilk, data yang tidak normal memiliki p-value kurang dari sama dengan
0,05. Parameter uji antara formula A dan B seperti pH, persen transmitan,
turbiditas, dan viskositas dibandingkan dengan uji T tidak berpasangan untuk data
yang terdistribusi normal, untuk data yang tidak normal digunakan uji Wilcoxon
tidak berpasangan. Sedangkan untuk parameter uji sebelum dan sesudah
freeze-thaw untuk tiap-tiap formula dibandingkan dengan uji T berpasangan untuk data
yang terdistribusi normal, bila tidak normal maka digunakan uji Wilcoxon
berpasangan. Hasil p-value yang kurang dari sama dengan 0,05 menunjukkan
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi Nanoemulsi Minyak Biji Delima
Nanoemulsi minyak biji delima dibuat dengan metode emulsifikasi energi
tinggi di mana dibutuhkan energi mekanik dari luar untuk menghasilkan ukuran
droplet yang kecil hingga nanometer. Energi mekanik yang diperlukan untuk
menghasilkan ukuran droplet nanometer didapatkan dari penggunaan
homogenizer serta ultrasonikator. Homogenizer dapat mengecilkan ukuran droplet
karena adanya shear stress yang diberikan pada sediaan, sedangkan mekanisme
pemecahan partikel dengan ultrasonikasi yaitu adanya getaran mekanik yang
melewati cairan sehingga menyebabkan adanya rongga kemudian droplet pecah
menjadi ukuran yang lebih kecil (Gupta et al., 2010). Metode pembuatan
nanoemulsi minyak biji delima ini berdasarkan pada orientasi yang telah
dilakukan sebelumnya terkait lama dan kecepatan pengadukan menggunakan
magnetic stirrer, homogenizer, dan sonikator.
Komposisi sediaan nanoemulsi ini terdiri dari zat aktif yaitu minyak biji
delima, fase minyak yaitu VCO (formula A) maupun MCT oil (formula B),
kombinasi surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80 dengan perbandingan 9:1, serta
fase air yaitu akuades. Replikasi 3 kali dilakukan untuk tiap-tiap formula
nanoemulsi minyak biji delima.
Sifat fisik yang dievaluasi antara lain organoleptis, pH, tipe emulsi persen
transmitan, turbiditas, viskositas, dan ukuran droplet. Secara organoleptis
minyak biji delima, dan tidak terdapat pemisahan fase. Penggunaan sediaan
nanoemulsi minyak biji delima ini pada kulit, sehingga pH-nya harus sesuai
dengan pH kulit yaitu antara 4-6 (Ali and Yosipovitch, 2013). Viskositas sediaan
nanoemulsi yang dibuat dengan metode emulsifikasi energi tinggi biasanya
rendah, berkisar antara 0,01-2 dPa.s (Gupta et al., 2010). Persen transmitan yang
tinggi mendekati 100% menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat jernih dan
transparan (Gupta et al., 2010). Turbiditas sediaan nanoemulsi diukur untuk
melihat kekeruhan sediaan, sediaan yang jernih turbiditasnya akan semakin kecil.
Kriteria ukuran droplet untuk sediaan nanoemulsi yaitu kurang dari 100 nm (Wais
et al., 2013).
B. Evaluasi Sifat Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima 1. Pengujian organoleptis dan pH
Gambar 4. Nanoemulsi minyak biji delima formula A dan B
Hasil pengamatan organoleptis yang meliputi warna, bau, kejernihan,
homogenitas, serta pemisahan fase dan pH nanoemulsi minyak biji delima
formula A dan formula B tertera pada Tabel VI.
Tabel VI. Data organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima
Pemisahan Tidak ada Tidak ada
pH 5,472 ± 0,026 5,513 ± 0,015
Sediaan nanoemulsi yang dihasilkan baik dengan fase minyak VCO
(formula A) maupun fase minyak MCT oil (formula B) menunjukkan sediaan
yang berwarna kuning dengan bau khas minyak biji delima, homogen, jernih,
serta tidak menunjukkan adanya pemisahan fase. Pengukuran pH sediaan
nanoemulsi berkisar antara 5-6 yang menunjukkan bahwa pH sediaan sesuai
dengan persyaratan pH sediaan untuk pemakaian di kulit. Nilai pH yang sesuai
dengan pH sediaan untuk pemakaian di kulit ini akan menurunkan resiko
terjadinya iritasi kulit saat sediaan digunakan.
Hasil rerata uji pH, persen transmitan, turbiditas, viskositas, serta ukuran
droplet dari nanoemulsi minyak biji delima dengan fase minyak VCO dan
MCT oil tersaji dalam Tabel VII.
Tabel VII. Data pengujian sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima
Formula A Formula B p-value
Hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa pH yang dihasilkan
berbeda signifikan dengan p-value sebesar 0,077, artinya perbedaan fase
minyak pada formulasi nanoemulsi minyak biji delima tidak mempengaruhi pH
sediaan.
2. Pengujian tipe nanoemulsi
Tipe nanoemulsi ditentukan dengan uji dilusi di mana sediaan dilarutkan
dalam fase air serta fase minyak yang digunakan. Hasil dari uji ini
menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi minyak biji delima yang dibuat
memiliki tipe minyak dalam air karena sediaan terdispersi ke dalam fase air
dengan baik, sedangkan dalam fase minyak membentuk butiran-butiran droplet
yang tidak terdispersi. Selain uji dilusi, tipe sediaan nanoemulsi ini juga dapat
dilihat dari nilai HLB secara teoritis. Nilai HLB campuran sediaan dengan fase
minyak VCO dan MCT oil sebesar 13,93 (Lampiran 2) yang merupakan nilai
HLB yang menghasilkan emulsi minyak dalam air.
3. Pengujian persen transmitan
Pengujian persen transmitan sediaan nanoemulsi bertujuan untuk melihat
kejernihan sediaan. Salah satu parameter yang menunjukkan droplet dari
emulsi yang terbentuk berukuran nanometer yaitu kejernihan sediaannya.
Semakin jernih suatu sediaan maka kemungkinan ukuran droplet emulsinya
semakin kecil. Persen transmitan yang mendekati 100% menunjukkan bahwa
Hasil rerata persen transmitan formula A dan B tertera pada Tabel VII.
Fase minyak VCO maupun MCT oil yang digunakan pada pembuatan
nanoemulsi minyak biji delima tidak menunjukkan adanya perbedaan
signifikan dengan p-value sebesar 0,479.
4. Pengujian turbiditas
Pengukuran turbiditas pada sediaan nanoemulsi bertujuan untuk melihat
kekeruhan sediaan. Semakin besar nilainya maka sediaan nanoemulsi yang
terbentuk semakin keruh. Sediaan nanoemulsi yang baik menunjukkan nilai
turbiditas kurang dari 1%. Hasil rerata pengukuran turbiditas nanoemulsi
minyak biji delima tertera pada Tabel VII. Formula A dan B menghasilkan
nanoemulsi minyak biji delima dengan turbiditas dibawah 1% yang
menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi minyak biji delima dengan fase
minyak VCO maupun MCT oil tidak keruh. Hasil p-value menunjukkan tidak
ada perbedaan signifikan antara penggunaan fase minyak VCO maupun MCT
oil terhadap turbiditas sediaan nanoemulsi minyak biji delima.
5. Pengujian viskositas
Viskositas sediaan nanoemulsi yang dibuat dengan metode emulsifikasi
energi tinggi biasanya rendah, berkisar antara 0,01-2 dPa.s (Gupta et al., 2010).
Pada penelitian ini, viskositas sediaan diukur pada shear rate 218,906 s-1. Hasil
pengukuran viskositas formula A dan B tersaji dalam Tabel VII. Hasil
berkisar pada nilai 0,01 dPa.s dan perbedaan penggunaan fase minyak tidak
menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada viskositas kedua formula.
6. Pengujian ukuran droplet
Sediaan nanoemulsi yang diformulasikan pada penelitian ini diharapkan
memiliki ukuran droplet yang kurang dari 100 nm sehingga dapat disebut
sebagai suatu sediaan nanoemulsi. Hasil pemeriksaan ukuran droplet untuk
kedua formula tersaji dalam Tabel VII. Kedua formula menghasilkan droplet
dengan ukuran kurang dari 100 nm yang menunjukkan bahwa keduanya
termasuk dalam kategori sediaan nanoemulsi. Simpangan baku yang didapat
pada pengujian ukuran droplet ini cukup besar yang disebabkan karena ukuran
droplet yang dihasilkan tidak seragam. Pengecilan ukuran droplet dengan
metode emulsifikasi energi tinggi menyebabkan droplet yang dihasilkan tidak
seragam dan memiliki puncak yang banyak (Affandi, Julianto, and Majeed,
2011). Ukuran droplet yang lebih seragam dapat dihasilkan dengan
menggunakan energi yang lebih tinggi lagi saat pembuatan dan dilakukan
dalam beberapa kali siklus.
Keseragaman ukuran droplet dapat dilihat dari indeks polidispersitas
sediaan. Formula A dengan fase minyak VCO memiliki indeks polidispersitas
sebesar 0,451, sedangkan formula B dengan fase minyak MCT oil memiliki
indeks polidispersitas 0,566. Indeks polidispersitas (PI) berkisar antara 0-1,
semakin kecil PI maka semakin sempit distribusi ukuran droplet nanoemulsi.
PI diatas 0,5 menunjukkan bahwa ukuran droplet tidak seragam atau
polydisperse (Muller, Benita, and Bohm, 1998). Semakin besar indeks
polidispersitasnya maka semakin rendah keseragaman ukuran droplet yang
terbentuk (Gupta et al., 2010). Formula A dengan fase minyak VCO dan
formula B dengan fase minyak MCT oil menunjukkan distribusi ukuran droplet
yang polidispers yang terlihat dari simpangan baku ukuran partikel nya yang
juga besar.
Sifat fisik antara kedua formula dengan fase minyak VCO dan MCT oil
secara keseluruhan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dan keduanya
termasuk dalam kriteria sediaan nanoemulsi yang baik.
C. Evaluasi Stabilitas Fisik Nanoemulsi Minyak Biji Delima 1. Uji sentrifugasi
Gambar 5. Nanoemulsi minyak biji delima formula A dan B setelah uji sentrifugasi
FORMULA
A
FORMULA
Pengujian stabilitas sediaan dengan sentrifugasi dilakukan untuk melihat
kestabilan sediaan nanoemulsi karena adanya pengaruh gaya gravitasi. Proses
sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5 jam dapat menunjukkan
kestabilan suatu sediaan dalam kurun waktu satu tahun akibat adanya efek
gravitasi (Lachman, Lieberman, and Kanig, 1994). Nanoemulsi minyak biji
delima dengan fase minyak VCO maupun MCT oil tidak mengalami
pemisahan fase setelah melewati uji sentrifugasi seperti yang terlihat pada
Gambar 5 yang menunjukkan sediaan tersebut stabil terhadap efek gravitasi.
2. Freeze-thaw cycle
a. Stabilitas organoleptis dan pH nanoemulsi minyak biji delima.
Gambar 6. Nanoemulsi minyak biji delima (a) formula A sebelum
thaw, (b) formula A setelah 3 siklus thaw, (c) formula B sebelum freeze-thaw, (d) formula B setelah 3 siklus freeze-thaw
Hasil pengamatan organoleptis dan pH sediaan setelah melewati
pengujian stabilitas freeze-thaw pada akhir siklus ketiga tertera pada Tabel
VIII.
Tabel VIII. Data organoleptis dan pH sediaan nanoemulsi formula A dan formula B sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw
Formula A Formula B
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Warna Kuning Kuning Kuning Putih susu
Bau Khas Khas Khas Khas
Kejernihan Jernih Berkabut Jernih Keruh
Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen
Pemisahan
fase Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pH 5,472 ± 0,026 5,441 ± 0,037 5,513 ± 0,015 5,461 ± 0,053
Pemeriksaan organoleptis formula A dengan fase minyak VCO
menunjukkan tidak adanya perubahan pada warna dan bau, namun terjadi
sedikit kekeruhan pada sediaan nanoemulsi setelah melewati 3 siklus
freeze-thaw. Hal ini disebabkan karena peningkatan ukuran droplet
sehingga kejernihan sediaan berkurang dan kekeruhannya meningkat.
Formula B dengan fase minyak MCT oil menunjukkan perubahan yang
jelas secara organoleptis setelah melewati 3 siklus freeze-thaw di mana
warna kuning sediaan nanoemulsi minyak biji delima mengalami
perubahan menjadi putih susu. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
nanoemulsi minyak biji delima dengan fase minyak MCT oil lebih tidak
stabil dibandingkan dengan fase minyak VCO jika dilihat secara
organoleptis. Ketidakstabilan ini disebabkan karena bertambah besarnya
ukuran droplet sediaan sehingga yang tadinya berwarna kuning jernih
berubah menjadi putih susu setelah siklus ketiga.
Mekanisme utama terjadinya perbesaran ukuran droplet ini
peristiwa ketidakstabilan yang terjadi pada emulsi di mana droplet fase
dispers berukuran kecil berdifusi ke dalam droplet berukuran besar
membentuk droplet yang lebih besar. Kecepatan terjadinya Ostwald
ripening ini dipengaruhi oleh kelarutan fase minyak dalam medium dispers
sediaan (Segalowicz and Lesser, 2010). Fase minyak VCO yang
merupakan LCT memiliki kelarutan yang lebih rendah daripada MCT oil
pada medium dispers sediaan. Kandungan minyak rantai medium pada
MCT oil membuat MCT oil lebih bersifat polar dan lebih mudah terlarut
pada medium dispers yaitu akuades. Semakin panjang rantai karbon suatu
asam lemak maka sifatnya semakin nonpolar dan akan semakin tidak larut
pada medium dispers akuades yang bersifat polar. Hal ini menyebabkan
ketidakstabilan sediaan formula B lebih cepat terjadi dibandingkan formula
A. Indeks polidispersitas yang lebih besar pada formula B juga
mempengaruhi laju terjadinya Ostwald ripening. Distribusi ukuran droplet
pada formula B lebih tidak seragam daripada formula A, droplet-droplet
dengan ukuran kecil akan cenderung bergabung dengan droplet berukuran
besar membentuk droplet yang lebih besar.
Hasil pengujian pH, persen transmitan, turbiditas, viskositas, dan
ukuran droplet sebelum serta sesudah siklus ke-3 freeze-thaw formula A
Tabel IX. Data pengujian sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima formula A sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw
Formula A
Tabel X. Data pengujian sifat fisik nanoemulsi minyak biji delima formula B sebelum dan sesudah 3 siklus freeze-thaw
Formula B
dengan fase minyak VCO maupun MCT oil stabil terhadap perubahan suhu
yang ekstrim akibat pengujian freeze-thaw.
b. Stabilitas persen transmitan nanoemulsi minyak biji delima.
Persen transmitan dapat menunjukkan kejernihan suatu sediaan.
Sediaan yang mulai keruh akan menghasilkan nilai persen transmitan yang
semakin kecil. Hasil pemeriksaan persen transmitan sebelum dan sesudah
freeze-thaw untuk formula A dan B tertera pada Tabel IX dan X. Formula
A dengan fase minyak VCO menunjukkan kestabilan persen transmitan