i
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI FRAKSI ETANOL
HASIL MASERASI DAUN SIRIH HIJAU
(Piper betle L.) DARI BEBERAPA DAERAH ZONA
IKLIM PANAS (0-700 MDPL) DI BALI TERHADAP
FUNGI Candida albicans ATCC 10231 DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DIFUSI DISK
SKRIPSI
NI MADE PUTRI DWIJAYANTI 1208505083
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA
ii
Lembar Pengesahan
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI FRAKSI ETANOL
HASIL MASERASI DAUN SIRIH HIJAU
(Piper betle L.) DARI
BEBERAPA DAERAH ZONA
IKLIM PANAS (0-700 MDPL) DI BALI TERHADAP
FUNGI Candida albicans ATCC 10231 DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DIFUSI DISK
SkripsiSkripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana
Ni Luh Putu Vidya Paramita, S. Farm., M.Sc., Apt. A. A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt. NIP. 198401032008122004 NIP.
Mengesahkan: Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yng Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ‘’Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Hasil Maserasi Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) dari Beberapa Daerah Zona Iklim Panas (0-700 MDPL) di Bali Terhadap Fungi Candida Albicans dengan Metode Difusi Disk’’. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm.) di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Penulisan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan oleh berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa atas selaku kekuatan yang diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.
2. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
3. Dr. rer. nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
iv
5. A.A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing II yang juga telah banyak membimbing demi kelancaran penyusunan Skripsi ini.
6. Seluruh dosen pengajar serta staf/pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana yang telah banyak membantu penulis, terutama para staf yang telah banyak membantu dalam hal pengurusan surat dan kelengkapan administrative lainnya.
7. Keluarga terdekat penulis kakek dan nenek I Wayan Puja Astwa dan Ni Made Ranis, I Nyoman Sudiana dan Ni Luh Putu Anggreni selaku orang tua penulis, dr. I Gede Supriadhiana dan Ni Komang Ayu Tri Lestari Dewi selaku saudara/i penulis yang tak pernah hentinya memberikan dukungan semangat dan doa.
8. Teman-teman seperjuangan Dioscuri Hygeia 2012 serta teman dan sahabat diluar lingkungan farmasi yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penulisan Skripsi ini.
9. Kepada semua pihak yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bermanfaat demi kelancaran Skripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bukit Jimbaran, Mei 2016
v
vi
2.4. Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle
L.) ………….………..……….………..… 14
3.7. Batasan Operasional Penelitian ... 21
3.8. Prosedur Penelitian ... 22
3.8.1. Determinasi tanaman ... 22
3.8.2. Pengambilan dan preparasi sampel ... 22
3.8.3. Penetapan susut pengeringan serbuk daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 23
3.8.4. Pembuatan fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 23
vii
3.8.6. Skrining fitokimia fraksi etanol daun sirih hijau (Piper
betle L.) ... 25
3.8.7. Sterilisasi alat dan bahan ... 26
3.8.8. Pembuatan kontrol positif flukonazol 1024 µg/mL ... 27
3.8.9. Uji aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) ... 27
3.9. Analisis Data ... 29
3.10. Skema Penelitian ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Determinasi Tanaman ... 32
4.2 Preparasi Sampel ... 32
4.3 Penetapan Susut Pengeringan ... 33
4.4 Pembuatan Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 36
4.5 Skrining Fitokimia ... 38
4.6 Uji Aktivitas Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Hasil Maserasi ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 48
viii
DAFTAR SINGKATAN
SDA : Sabouraud Dextrose Agar
SDB : Sabouraud Dextrose Broth
CFU : Colony Forming Unit
ATCC : American Type Culture Collection
NaCl : Natrium Clorida
ix
DAFTAR ISTILAH
Immunocompromised : Kondisi abnormal dimana kemampuan seseorang
untuk melawan infeksi menurun
Dimorfik : Sifat dari fungi yang memiliki dua bentuk yaitu kapang dan yeast
Aerob : Suatu proses biologi yang memerlukan oksigen
Anaerob : Suatu proses biologi yang tidak memerlukan oksigen
Koloni : Kumpulan mikroorganisme atau sel hidup
Magnetic strirer : Perangkat laboratorium yang menggunakan
putaran medan magnet untuk memutar stir bars (juga disebut “flea”) yang direndam dalam cairan juga berputar sehingga dapat mengaduk cairan Autoklaf : Alat pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121ºC, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit
Resistant : Kategori yang menyatakan bahwa isolat
x
Intermediate : Kategori yang menyatakan bahwa isolat mikroorganisme dapat dihambat oleh agen antimikroba dengan konsentrasi tertentu secara minimal. Konsentrasi senyawa yang memiliki daya hambatan sesuai dengan rentang pada kategori intermediate biasanya membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari dosis obat yang digunakan sebagai terapi
Susceptible : Kategori yang menyatakan bahwa isolat
mikroorganisme dapat dihambat oleh agen antimikroba dengan konsentrasi tertentu secara maksimal. Konsentrasi senyawa yang memiliki daya hambat sesuai dengan rentang pada kategori susceptible biasanya dapat direkomendasikan sebagai agen terapi
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan ... . 17 Tabel 4.1 Data Hasil Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Simplisia
Daun Sirih Hijau ... . 34 Tabel 4.2 Data Hasil Penetapan Susut Pengeringan Fraksi Etanol
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman Daun Sirih Hijau (Piper Betle L) .... 56
Lampiran 2 Fraksi Etanol Duan Sirih Hijau (Piper Betle L) ... 64
Lampiran 3 Penetapan Susut Pengeringan Serbuk dan Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) ... 65
Lampiran 4 Pembuatan Media SDA ... 67
Lampiran 5 Pembuatan Larutan Hcl 2 N ... 68
Lampiran 6 Pembuatan Kontrol Positif 1024 µg/Ml ... 69
Lampiran 7 Hasil Skrining Fitokimia ... 70
xiv ABSTRAK
Kandidiasis adalah penyakit jamur akut atau subakut yang disebabkan oleh Candida albicans. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antifungi adalah daun sirih hijau (Piper betle L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifungi fraksi etanol hasil maserasi Piper betle L. dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans ATCC 10231 serta mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam fraksi etanol P.betle L.tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel uji yang digunakan yaitu fraksi etanol hasil maserasi. Kontrol positif yang digunakan yaitu flukonazol 1024 µg/mL dan kontrol negatifnya yaitu etanol p.a. Pengujian aktivitas antifungi dilakukan dengan metode difusi disk. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA One way dan secara deskriptif berdasarkan klasifikasi respon hambat dengan zona hambat resistant (≤14 mm), intermediate (15-19 mm) dan susceptible (≥20 mm).
Hasil uji aktivitas antifungi fraksi etanol hasil maserasi P.betle L. pada beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans ATCC 10231 menunjukkan diameter zona hambat yang masuk kedalam kategori intermediate. Diameter zona hambat terbesar dimiliki oleh daerah A yaitu 19,46 ± 0,450 mm. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh daerah G memiliki aktivitas yang berbeda signifikan dengan daerah lainnya (P<0,05). Hasil yang tidak berbeda signifikan (P>0,05) ditunjukkan oleh daerah A dengan H, B dengan E dan D, E dengan C, F dan D. Hasil skrining fitokimia menunjukkan seluruh fraksi etanol P.betle L. hasil maserasi positif mengandung flavonoid, tannin dan polifenol, glikosida dan steroid. Kesimpulannya perbedaan daerah mempengaruhi respon aktivitas antifungi yang dihasilkan, namun tidak mempengaruhi keberadaan jenis kandungan kimianya.
xv ABSTRACT
Candidiasis is a fungal disease of acute or subacute caused by Candida albicans. One of the plants that have antifungal activity is Piper betle leaf (Piper betle L.). The purpose in this research was to find out antifungal activity of ethanol fraction from maceration results of Piper betle leaf in some area with a high temperature climate zone (0-700 masl) in Bali from against fungi Candida albicans ATCC 10231 and to know the chemical compounds contained in the ethanol fraction of the Piper betle leaf.
This study is an experimental research. The test samples used ethanol fraction. Positive control is fluconazole 1024 µg/mL and a negative control is ethanol p.a. The activity assay of antifungal using by disk diffusion method. Data were statistically analyzed by One way ANOVA and a descriptive based on the classification inhibitory response with inhibition zone resistant (≤14mm), intermediate (15-19mm) and susceptible (≥20mm).
The result of antifungal activity of ethanol fraction from maceration results Piper betle leaf in some area with a high temperature climate zone (0-700 masl) in Bali against fungi Candida albicans ATCC 10231 showed inhibition zone with the intermediate category. Greatest diameter of inhibition zone is A with inhibition zone of 19,46 ± 0,450. Based on statistical analysis, G has a different activity significantly with other regions (P<0,05). The results were not significantly different (P>0,05) are showed by A with H, B with C and D, E with C, F and D. Results of phytochemical screening showed all the ethanol fraction Piper betle leaf maceration results positive contain flavonoids, tannins and polyphenols, glycosides and steroids. The conclusion is different areas affect the response resulting antifungal activity, but does not affect the presence of types chemical content.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kandidiasis adalah penyakit jamur akut atau subakut yang disebabkan oleh
Candida (Brown dan Bums, 2005; Siregar, 2005). Rosalina dan Sianipar (2006)
menyatakan bahwa sedikitnya 60% isolat yang diambil dari sumber infeksi
kandidiasis adalah Candida albicans. Di Indonesia sendiri jumlah wanita yang
mengalami kandidiasis ini sangat besar, yaitu sebanyak 70% wanita Indonesia
pernah mengalami kandidiasis paling tidak satu kali dalam hidupnya, hal ini
berkaitan erat dengan kondisi cuaca lembab yang mempermudah wanita Indonesia
mengalami kandidiasis (Sugiarto, 2012). Oleh karena banyaknya wanita Indonesia
yang mengalami kandidiasis, maka diperlukan agen pengobatan antifungi untuk
mengatasi penyakit kandidiasis tersebut.
Obat-obat sintetik antifungi sebagai agen pengobatan infeksi jamur pada saat
ini telah dikembangkan secara luas, baik di negara maju maupun negara
berkembang seiring meningkatnya kasus kandidiasis (Gholib, 2009; Rintiswati
dkk., 2004). Antibiotik memberikan dasar utama sebagai agen antimikroba
(bakteri dan jamur) (Harbottle et al., 2006). Penggunaan antimikroba (antibiotik,
antifungi) yang tidak rasional dapat menyebabkan mikroba patogen beradaptasi
dengan lingkungannya dan menjadi resisten terhadap obat yang digunakan
(Martini dan Ellof, 1998; Yustina, 2001). Kebutuhan untuk menemukan agen
2
alternatif pengembangan obat baru adalah menggunakan bahan alam. Penggunaan
tanaman obat sebagai obat tradisional dipercaya cukup efektif dan aman karena
jarang menimbulkan efek samping dan harganya relatif lebih murah. Salah satu
tanaman yang memiliki aktivitas antifungi adalah daun sirih hijau (Piper betle L.).
Daun Sirih hijau telah lama diketahui memiliki khasiat sebagai antiseptik
(Inayatullah, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mani dan
Boominathan (2011), uji aktivitas antimikroba terhadap fungi Candida albicans
dilakukan pada beberapa fraksi diantaranya fraksi air dengan zona hambat 2 mm,
fraksi etanol dengan zona hambat 7,2 mm, fraksi metanol dengan zona hambat 3
mm, fraksi aseton dengan zona hambat 1 mm serta fraksi heksan dan butanol
memiliki zona hambat yang sama yaitu sebesar 0,5 mm. Berdasarkan nilai zona
hambat pada masing-masing fraksi tersebut, dapat dilihat bahwa fraksi etanol
daun sirih hijau memiliki zona hambat yang paling besar yaitu 7,2 mm, sehingga
pada penelitian ini digunakan fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) untuk
uji aktivitas antifungi terhadap Candida albicans.
Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi dengan
menggunakan pelarut bertingkat dari yang bersifat non polar hingga bersifat polar.
Pemilihan metode ekstraksi dengan menggunakan maserasi dikarenakan
mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya.
Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang
digunakan sederhana. Penggunaan metode maserasi diharapkan mampu
mengekstraksi lebih banyak kandungan senyawa pada daun sirih hijau (Piper
3
pemanasan. Pada proses ekstraksi dengan menggunakan maserasi digunakan
pelarut dengan kepolaran yang berbeda yaitu n-heksan, kloroform dan etanol
96%. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan
memungkinkan pemisahan kandungan kimia berdasarkan kelarutan dan
polaritasnya, sehingga memudahkan proses isolasi (Heinrich et al., 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Singburaudom (2015), maserasi dengan
menggunakan etanol 96% mampu mengekstraksi senyawa hydroxychavicol
(golongan fenol) dari daun sirih hijau dan dinyatakan memiliki aktivitas sebagai
antifungi terhadap Candida albicans (BCC F0179) dan kapang Trichophyton
mentagrophytes (BCC F0217). Penentuan golongan senyawa kimia yang
terkandung dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) dapat dilakukan dengan
menggunakan metode skrining fitokimia. Skrining merupakan tahap pendahuluan
dalam penelitian fitokimia. Secara umum dapat dikatakan bahwa metodenya
sebagian besar merupakan pereaksi pengujian warna dengan menggunakan
pereaksi warna (Kristanti dkk, 2008). Skrining fitokimia penting dilakukan untuk
mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung pada daun sirih hijau
(Piper betle L.) dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali.
Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu daun sirih hijau (Piper
betle L.) yang diperoleh dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di
Bali. Pemilihan daun sirih hijau (Piper betle L.) pada beberapa daerah zona iklim
panas (0-700 MDPL) di Bali dilakukan untuk meningkatkan kualitas senyawa
yang terkandung dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) yang diduga memiliki
4
Yunahara, 2013), fenol (69,61%) (Pradhan et al., 2013; Rekha et al, 2014) dan
terpenoid (3,89%) (Johnny et al., 2011; Rekha et al, 2014). Suhu yang tinggi akan
mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman sirih hijau untuk memproduksi
senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid (Ariany dkk., 2013; Tuteja et al., 2012;
Hui et al., 2016). Peningkatan jumlah produktivitas dari senyawa flavonoid, fenol
dan terpenoid diharapkan nantinya dapat memberikan aktivitas antifungi yang
lebih baik.
Pengujian antifungi terhadap fungi Candida albicans dapat dilakukan
dengan menggunakan metode dilusi dan difusi (Atikah, 2013). Pada penelitian ini
uji aktivitas antifungi dilakukan dengan menggunakan metode difusi. Keunggulan
metode difusi disk yaitu mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan khusus
(Pelczar, 1988). Metode difusi disk juga dapat menafsirkan apakah agen
antimikroba yang diujikan memiliki kemampuan penghambatan yang mirip
dengan kontrol positif yang digunakan. Adanya zona bening mengindikasikan
bahwa terdapat hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba
yang diujikan pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Berdasarkan latar
belakang tersebut maka dilakukan uji aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih
hijau (Piper betle L.) hasil maserasi pada berbagai daerah penghasil daun sirih
hijau di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
diperoleh sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper betle L.)
hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali
terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan metode difusi disk?
2. Apa sajakah golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi etanol
daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona
iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dengan menggunakan metode difusi
disk?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih hijau (Piper
betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas (0-700
MDPL) di Bali terhadap fungi Candida albicans dengan menggunakan
metode difusi disk.
2. Untuk mengatahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi
etanol daun sirih hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah
zona iklim panas (0-700 MDPL) di Bali dengan menggunakan metode difusi
6
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai aktivitas antifungi fraksi etanol daun sirih
hijau (Piper betle L.) hasil maserasi dari beberapa daerah zona iklim panas
(0-700 MDPL) di Bali yang memiliki aktivitas antifungi paling besar
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirih Hijau (Piper betle L.)
2.1.1 Deksripsi Tanaman
Sirih adalah salah satu jenis tumbuhan yang berasal dari family
Piperaceae, tumbuh merambat atau menjalar. Tinggi tanaman sirih bisa mencapai
5-15 meter tergantung pertumbuhan dan tempat rambatnya. Sirih memiliki batang
berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, berkerut dan beruas yang merupakan
tempat keluarnya akar. Tanaman ini memiliki daun berbentuk jantung, berujung
runcing, tumbuh berselang seling, bertangkai, teksturnya kasar jika diraba, dan
mengeluarkan bau yang aromatis. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm.
Warna daun sirih bervariasi, kuning, hijau sampai hijau tua. Sirih dapat tumbuh
subur didaerah tropis dengan ketinggian 300-1.000 meter diatas permukaan laut,
terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik dan cukup air
(Damayanti, 2003).
8
2.1.2 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
2.1.3 Kandungan Kimia
Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah
minyak atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun
sirih adalah vitamin, asam organik, asam amino, gula, tannin, lemak, pati, dan
karbohidrat. Komposisi minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol dan turunan fenol
propenil (sampai 60%). Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5%), karvakrol,
chavikol, kavibetol, alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sineol,
estragol, metileter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa seskuiterpen
(Darwis, 1991). Daun sirih juga mengandung flavonoid, dimana flavonoid
merupakan senyawa polifenol yang bersifat polar sehingga mudah larut dalam
pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, dan aseton. Tannin merupakan
senyawa polifenol dari kelompok flavonoid (Alfares, 2013). Tannin berwarna
putih kekuning–kuningan sampai cokelat, bila teroksidasi akan berubah warna
9
g/mol. Tannin larut dalam alkohol, aseton dan air. Pada pemanasan suhu tinggi
(210 – 215ºC) akan terurai menjadi pirogallol dan CO
2. Identifikasi tannin dapat
dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1% dan hasil positif akan terdapat
endapan (Elvriani, 2010).
2.1.4 Khasiat
Pada pengobatan tradisional india, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik
yang menghangatkan dan bersifat antiseptik. Kandungan eugenol pada daun sirih
mampu membunuh jamur Candida albicans, mencegah ejakulasi dini dan bersifat
analgesik. Daun sirih juga sering digunakan oleh masyarakat untuk
menghilangkan bau mulut, mengobati luka, menghentikan gusi berdarah dan
menghilangkan bau badan (Inayatullah, 2012). Flavonoid yang terkandung dalam
daun sirih hijau berfungsi sebagai antialergi, antikanker, dan antiinflamasi. Tannin
juga dikenal sebagai zat samak untuk pengawetan kulit, dimana efek tannin yang
utama yaitu sebagai astringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit
dalam kosmetika atau estetika (Alfares. 2013). Daun sirih juga memiliki khasiat
secara ilmiah sebagai antioksidan, antiulkus, antimikroba dan spasmogenik
(Shukla et al., 2015).
2.2 Kandidiasis
Keberadaan Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan
patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Kandidiasis
dapat terjadi karena infeksi endogen maupun eksogen. Infeksi endogen
10
sedangkan infeksi eksogen disebabkan oleh Candida sp. yang masuk ke dalam
tubuh dari lingkungan (Mc.Ginnis, 1998). Kandidiasis dapat dibagi menjadi
kandidiasis superfisialis, kandidiasis lokal invasif dan kandidiasis sistemik.
Kandidiasis superfisialis adalah bentuk infeksi Candida sp. yang paling sering
terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di
permukaan kulit atau mukosa. Kandidiasis yang bersifat lokal dan invasif ditandai
dengan adanya ulkus pada mukosa. Ulkus ini terlihat jelas serta dasarnya tampak
granuler. Seluruh atau sebagian ulkus diselubungi oleh lapisan eksudat yang
berwarna kuning. Kandidiasis sistemik adalah infeksi Candida sp. yang mengenai
parenkim beberapa organ dalam, seperti jantung, ginjal, hepar, limpa, paru-paru,
mata dan otak. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan terbentuknya abses di
parenkim organ (Smith, 1985).
Kandidiasis dapat terjadi dari infeksi oportunistik Candida sp. dan terjadi
pada individu yang immunocompromised. Infeksi ini biasanya merupakan infeksi
nosokomial, yaitu infeksi yang berhubungan dengan atau berasal dari rumah sakit.
Infeksi oportunistik oleh Candida sp. biasanya bersifat progresif, parah dan sulit
untuk didiagnosis maupun diterapi. Di Indonesia sendiri jumlah wanita yang
mengalami kandidiasis ini sangat besar, yaitu sebanyak 70% wanita Indonesia
pernah mengalami kandidiasis paling tidak satu kali dalam hidupnya, hal ini
berkaitan erat dengan kondisi cuaca lembab yang mempermudah wanita Indonesia
11
2.3 Candida albicans
2.3.1 Deskripsi Candida albicans
Candida sp. dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada
saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada
mamalia (Brown et al., 2005). Candida yang dikenal banyak menimbulkan
penyakit baik pada manusia maupun hewan adalah Candida albicans (Kumamoto
dan vinces, 2004). Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37ºC dalam kondisi
aerob atau anaerob. Pada kondisi anaerob, Candida albicans mempunyai waktu
generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi
pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun Candida albicans tumbuh
baik pada media padat namun kecepatan pertumbuhan lebih cepat pada media cair
dengan pada suhu 37ºC. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam
dibandingkan dengan pH normal atau alkali (Biswas dan Chaffin, 2005).
Pada media Sabaroud dextrose agar atau lucose-yeast extract-peptone
water. Candida albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan
bentuk khamir dengan ukuran (3,5-6) x (6-10) µm. Koloni berwarna krem, agak
mengkilat dan halus (Lodder, 1970). Candida albicans meragikan glukosa dan
maltosa, menghasilkan asam dan gas, asam dari sukrosa dan tidak bereaksi dengan
laktosa. Peragian karbohidrat ini, bersama dengan sifat-sifat koloni dan morfologi
yang membedakan Candida albicans dari spesies Candida lainnya (Simatupang,
12
2.3.2 Klasifikasi Candidaalbicans
Kingdom : Fungi
Division : Thallophyta
Subdivision : Fungi
Class : Deuteromycetes
Order : Moniliales
Family : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Species : Candida albicans (Waluyo, 2004)
Gambar 2.2 Morfologi Candida albicans (Simatupang, 2009)
Keterangan:
a. Candida albicans berbentuk oval (yeast).
b. Pertumbuhan Pseudohifa sel Candida albicans.
2.3.3 Patogensis dan Patologi Candida albicans
Sumber utama infeksi Candida adalah flora normal dalam tubuh pada
pasien dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh,
13
lahir atau masa hamil) atau dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya
candida sampai dengan 58%, meskipun masa hidup spesies Candida di kulit
sangat pendek. Transmisi Candida antara staf rumah sakit dengan pasien, pasien
dengan pasien biasanya muncul pada unit khusus, contohnya unit luka bakar, unit
geriatri, unit hematologi, unit bedah, Intensive Care Unit dewasa dan neonatus
dan unit transplantasi. Infeksi Candida dapat terjadi apabila terdapat faktor
predisposisi baik endogen maupun eksogen (Simatupang, 2009). Faktor endogen
meliputi perubahan fisiologik, umur, imunologik (imunodefisiensi), sedangkan
faktor eksogen meliputi iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit, kebiasaan
berendam kaki dalam air yang terlalu lama memudahkan masuknya jamur
(Simatupang, 2009).
Pada penyuntikan intravena terhadap tikus atau kelinci, suspensi padat
Candida albicans menyebabkan abses yang tersebar luas, khususnya di ginjal, dan
menyebabkan kematian kurang dari satu minggu. Secara histologik, berbagai lesi
kulit pada manusia menunjukkan peradangan. Beberapa menyerupai pembentukan
abses sedangkan yang lainnya menyerupai granuloma menahun. Kadang-kadang
ditemukan sejumlah besar Candida dalam saluran pencernaan setelah pemberian
antibiotika oral, misalnya tetrasiklin, tetapi hal ini biasanya tidak menyebabkan
gejala. Candida dapat dibawa oleh aliran darah ke organ lainnya termasuk selaput
otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap disini dan menyebabkan abses-abses
kecuali bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita
14
kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain (Simatupang,
2009).
2.4Uji Aktivitas Antifungi Candida albicans Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau
(Piper betle L.)
Keberadaan fungi Candida sp. di dalam tubuh dapat menyebabkan
keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Salah
satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antifungi adalah daun sirih hijau
(Piper belte L.). Penentuan aktivitas daun sirih hijau (Piper belte L.) sebagai
antifungi dapat dilakukan dengan metode difusi disk. Metode difusi disk
dilakukan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi
agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Zona bening
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Mani dan Boominathan (2011), fraksi etanol daun sirih hijau
memiliki zona hambat sebesar 7,2 mm terhadap jamur Candida albicans.
2.5 Ekstraksi Maserasi
2.5.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solute) antara dua
pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak
15
penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut
tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu
dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Prinsip ekstraksi
menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan
dengan pelarut selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan
diekstrak akan terlarut dalam pelarut. Terdapat dua jenis ekstraksi yang dikenal
yaitu dengan menggunakan panas dan tanpa pemanasan. Pembagian jenis
ekstraksi dapat juga dilakukan menurut pelarut yang digunakan. Pada pembagian
ini, ekstraksi dibagi menjadi ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi
tunggal adalah teknik ekstraksi pada bahan secara langsung menggunakan satu
jenis pelarut, sedangkan ekstraksi bertingkat adalah ekstraksi dengan beberapa
pelarut organik yang tingkat kepolarannya berbeda-beda (Malthaputri, 2007).
2.5.2 Maserasi
Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan merendam
serbuk simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan. Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana
yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup
rapat kemudian diaduk berulang–ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke
seluruh permukaan simplisia (Ansel, 2008).Pada teknik maserasi, cairan penyari
akan masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan diluar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
16
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel.
Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari
setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Gandjar
dan Rohman, 2007). Keuntungan metode ini adalah prosedur dan peralatan yang
digunakan sederhana, metode ekstraksi tidak dipanaskan sehingga bahan alam
tidak menjadi terurai. Ekstraksi dingin seperti maserasi memungkinkan banyak
senyawa terekstraksi, meskipun ada beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas
pada pelarut ekstraksi pada suhu ruang (Heinrich et al., 2004).
2.6 Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Salah satu media yang biasanya digunakan untuk pembiakan jamur in vitro
adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA memiliki banyak kegunaan, di
antaranya untuk menentukan apakah suatu kosmetik mengandung mikroba atau
suatu makanan mengandung jamur, sehingga dapat membantu mendiagnosa
infeksi jamur. Kandungan SDA terdiri dari 40 g dekstrosa, 15 g agar, 5 g cernaan
enzimatik kasein, serta 5 g cernaan enzimatik jaringan hewan. Kandungan
dekstrosa merupakan sumber energi, agar sebagai bahan pemadat, dan dua
kandungan terakhir berperan dalam menyediakan kebutuhan nitrogen serta
vitamin untuk pertumbuhan organisme. Kandungan dekstrosanya yang tinggi dan
pHnya yang asam juga menyebabkan SDA hanya dapat digunakan sebagai media
pembiakan jamur-jamur tertentu salah satunya Candida albicans. Pada media
17
2.7 Metode Difusi Disk
Metode difusi disk merupakan cara yang paling umum digunakan untuk
menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini
digunakan suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat
menampung zat anti mikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada
lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu
dan waktu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Hasil
pengamatan yang diperoleh dengan menggunakan difusi disk akan memperoleh
ada atau tidaknya zona hambatan yang akan terbentuk di sekeliling zat
antimikroba pada waktu masa inkubasi tertentu (Heinrich et al., 2004). Pada
umumnya, hasil yang didapat bisa diamati setelah inkubasi 18-24 jam pada suhu
37ºC. Kelebihan dari metode difusi disk yaitu mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus, dan relatif murah (Pelczar, 1988). Metode difusi
disk juga dapat menafsirkan apakah agen antimikroba yang diujikan memiliki
kemampuan penghambatan yang mirip dengan kontrol positif yang digunakan.
Efektivitas suatu zat antimikroba dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan (Cockerill et al., 2012)
No Kode Zona hambat (mm)
1 (+++) Susceptible ≥20
2 (++) Intermediate 15-19