• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh : DONY RACHMAWAN

NPM : 0541010016

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

Di susun Oleh :

DONY RACHMAWAN NPM : 0541010016

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 10 November 2010

Pembimbing Tim Penguji : 1.

Dra. Ertien Rining N., M.Si

NIP. 196801161994032001 Drs. Pudjo Adi, M.Si NIP. 030 134 568

2.

Dra. Ertien Rining. N, M.Si NIP. 196801161994032001

3.

Dra. Sri Wibawani, M.Si NIP. 196704061994032001

Mengetahui, Dekan

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si.

(3)

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan judul“Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum

Program Studi Administrasi Negara, Fakultas iLmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.

Ertien Rining N., M.Si, sebagai dosen pembimbing. Tak lupa juga penulis

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

pelaksanaan sehingga penyusunan skripsi ini diantaranya :

1. Ibu Dra.Ec.Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Program Studi Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

“Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Diana Hertati, MSi, selaku sekretaris Program Studi Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

“Veteran” Jawa Timur.

i

(4)

Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya.

6. Bapak Markum, S.sos, Selaku Staf Bidang Usaha Kecil dan Menengah di

Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerinyah kota

Surabaya.

7. Orang tua dan saudara-saudara saya yang selalu memberikan Doa dan

memotivasi dalam mengerjakan Skripsi ini.

8. Buat COMPAX and GEPUK LOVER’S dan untuk sahabat dan

teman-temanku yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Dan seluruh teman-teman Progdi ILMU ADMINISTRASI NEGARA 2005.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para

pembaca. Skripsi ini dapat memberikan manfaat dari penulis dan khususnya bagi

para pembaca.

Sidoarjo, November 2010

Penulis

ii

(5)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan ... 6

1.4.Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Pembinaan ... 12

2.2.2. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 16

2.2.3. Sektor Informal ... 24

2.2.4. Peran Sektor Infromal ... 24

2.2.5. Pembinaan (PKL)... 30

2.3. Kerangka Berpikir ... 32

iii

(6)

3.3. Lokasi Penelitian ... 36

3.4. Sumber Data ... 37

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.6. Analisa Data ... 41

3.7. Keabsahan Data ... 44

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

4.1.1. Sejarah Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 48

4.1.2. Letak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 49

4.1.3. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 49

4.1.4. Tujuan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 50

4.1.5. Strategi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 51

4.1.6. Tugas dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 51

iv

(7)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota

Surabaya ... 54

4.1.9. Karakteristik Jumlah Pegawai ... 65

4.1.10.Tujuan, Sasaran dan Strategi Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 68

4.1.11.Sarana dan Prasarana Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 71

4.1.12.Gambaran Umum PKL Lapangan Karah Surabaya .... 73

4.2. Hasil Penelitian ... 76

4.2.1. Pembinaan Dinas Koperasi dan UMKM Terhadap PKL Lapangan Karah Kota Surabaya ... 76

4.3. Pembahasan ... 95

4.3.1. Pembinaan Bintek Produksi dan Kesehatan ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

5.1. Kesimpulan ... 108

5.1.1. Pembinaan ... 108

5.2. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA

MATRIK

LAMPIRAN

v

(8)

Gambar 2. Kerangka Berpikir ... 33

Gambar 3. Analisis Interaktif Menurut Miles and Huberman ... 44

Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 53

Gambar 5. Struktur Organisasi Paguyuban PKL Lapangan Karah

Surabaya ... 73

Gambar 6. Dinas Koperasi Melakukan Pembinaan Terhadap PKL

Lapangan Karah Surabaya ... 77

Gambar 7. Para Pedagang Mengikuti Pembinaan yang Dilakukan Dinas

Koperasi ... 78

Gambar 8. Akses Pencucian Peralatan di PKL Lapangan Karah ... 79

Gambar 9. Bahan Makanan Di Dalam Etalase ... 82

Gambar 10. Tempat Pembuangan Sampah PKL Lapangan Karah

Surabaya ... 84

Gambar 11. Konstruksi atau Tempat Dagang PKL Lapangan Karah

Surabaya ... 86

Gambar 12. Bahan Makanan Dalam Kondisi Segar ... 88

Gambar 13. Bahan Berbahaya Borak dan Formalin ... 90

Gambar 14. Makanan dan Minuman yang Belum Kadaluarsa PKL di

Lapangan Karah Surabaya ... 93

vi

(9)

Tabel 4.2. Karakteristik Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan 66

Tabel 4.3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

Tabel 4.4. Karakteristik Jumlah Pegawai Berdasarkan Umur ... 67

Tabel 4.5. Sasaran Dinas Dalam Pembinaan Tahun 2006-2009 ... 69

Tabel 4.6. Sarana dan Prasarana ... 72

Tabel 4.7. Jumlah Pedagang Kaki Lima di Lapangan Karah Surabaya ... 75

Tabel 4.8. Jumlah Jenis Usaha Pedagang Kaki Lima Lapangan Karah Surabaya ... 75

vii

(10)

Lampiran 2. Pedoman Wawancara.

Lampiran 3. Daftar Hadir Rapat Bintek Produksi dan Kesehatan PKL

Lapangan Karah Surabaya

Lampiran 4. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Bintek Produksi dan Kesehatan.

Lampiran 5. Surat Perintah Dinas Koperasi UMKM Pemerintah Surabaya.

Lampiran 6. Surat Undangan PKL Lapangan Karah Surabaya.

Lampiran 7. Matrik Data.

viii

(11)

ix

 

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada fenomena dimana masih ditemukan adanya kendala mekanisme dalam pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di PKL Lapangan Karah Surabaya, semakin banyaknya PKL Lapangan Karah Surabaya menimbulkan masalah yang mengganggu yaitu kemacetan sehingga Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Kecamatan Jambangan melakukan pembinaan untuk melakukan kesadaran PKL dalam menjaga lingkungan dengan melakukan pembinaan bintek dari Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya yaitu: 1) akses pencucian peralatan yang memadai telah dilaksanakan, 2) tidak terdapatnya lalat atau hewan pengganggu lainnya sudah dilaksanakan, 3) tersedia pembuangan air limbah yang tertutup mengalir lancar dan tidak berbau telah terlaksana, 4) Kontruksinya memudahkan untuk di bersihkan sudah terealisasi, 5) bahan makanan dalam kondisi segar tidak busuk atau rusak sudah dilaksanakan, 6) tidak mengandung bahan berbahaya seperti borak dan formalin sudah terelaisasi, dan 7) bahan makanan kemasan tidak kadarluarsa sudah terlaksana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, data sekunder dan dokumentasi foto pada kegiatan pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya.

(12)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan ... 6

1.4.Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Pembinaan ... 12

2.2.2. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 13

2.2.3. Sektor Informal ... 21

2.2.4. Peran Sektor Infromal ... 24

2.2.5. Pembinaan (PKL)... 27

2.3. Kerangka Berpikir ... 29

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ... 31

3.2. Fokus Penelitian ... 32

(13)

3.6. Analisa Data ... 36

3.7. Keabsahan Data ... 40

DAFTAR PUSTAKA

(14)

v

Sektor Informal PKL di Perkotaan ... 18

Gambar 2 Kerangka Berpikir ... 30

(15)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada fenomena dimana masih ditemukan adanya kendala mekanisme dalam pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di PKL Lapangan Karah Surabaya, semakin banyaknya PKL Lapangan Karah Surabaya menimbulkan masalah yang mengganggu yaitu kemacetan sehingga Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Kecamatan Jambangan melakukan pembinaan untuk melakukan kesadaran PKL dalam menjaga lingkungan dengan melakukan pembinaan bintek dari Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya yaitu: 1) akses pencucian peralatan yang memadai telah dilaksanakan, 2) tidak terdapatnya lalat atau hewan pengganggu lainnya sudah dilaksanakan, 3) tersedia pembuangan air limbah yang tertutup mengalir lancar dan tidak berbau telah terlaksana, 4) Kontruksinya memudahkan untuk di bersihkan sudah terealisasi, 5) bahan makanan dalam kondisi segar tidak busuk atau rusak sudah dilaksanakan, 6) tidak mengandung bahan berbahaya seperti borak dan formalin sudah terelaisasi, dan 7) bahan makanan kemasan tidak kadarluarsa sudah terlaksana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, data sekunder dan dokumentasi foto pada kegiatan pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya.

(16)

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara-negara berkembang saat ini sedang melakukan pembangunan

dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, demikian juga Negara

Indonesia dimana dalam melaksanakan pembangunan tersebut mempunyai

tujuan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan seluruh rakyat serta

meletakkan landasan yang kuat bagi pembangunan berikutnya.

Masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi saat ini menganut rezim

ekonomi kapitalis, akan terjadi adalah kontraksi antara pasar tenaga kerja

dan pertumbuhan pencari kerja. Bila hal tersebut yang terjadi maka rakyat

kecil berusaha mencari cara lain untuk bisa mempertahakan hidupnya.

Seperti keadaan para pedagang kaki lima yang merupakan suatu fenomena

kegiatan perekonomian rakyat kecil. Akibat dari fenomena tersebut,

akhir-akhir ini banyak sekali dilakukan penataan terhadap PKL di beberapa

wilayah Surabaya. Pemerintah kota Surabaya saat ini sedang menggulirkan

program pembersihan kawasan atau jalan dari unsur pedagang kaki lima.

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor informal

ternyata sangat membantu pemerintah dalam hal penyesuaian lapangan kerja

dan mengatasi masalah dan menanggulangi pengangguran. Oleh karena itu

peran pemerintah kota maupun Kabupaten dalam menunjang sektor sangat

diperlukan, seperti penyediaan lokasi yang layak untuk berdagang.

(17)

Kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) dikota-kota besar merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kota. Kehadiran PKL di

kota mempunyai peranan dalam memberikan penghasilan yang relative

cukup bagi penduduk “marginal” maupun sebagai produsen-produsen

barang-barang dan jasa yang diperlukan masyarakat kelas bawah. Faktor

timbulnya PKL sendiri disebabkan prosedur pendirian usaha ini relative

mudah, tidak memerlukan biaya dan waktu yang lama serta modal yang

relatif kecil pula.

Selain memiliki peranan dan fungsi yang menopang perekonomian

rakyat bawah tersebut, kehadiran sektor informal PKL di kota-kota besar di

identifikasikan telah memunculkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial,

budaya, lingkungan dan pendidikan. Permasalahan ekonomi yaitu PKL

merupakan kegiatan usaha ekonomi berskala kecil dan bermodal relative

kecil, permasalahan sosial budaya antara lain lokasi pemukiman dari rumah

tangga PKL ini umumnya di daerah-daerah yang kumuh di perkotaan.

Permasalahan lingkungan antara lain mengganggu ketertiban dan kelancaran

lalu lintas kota, keindahan dan kebersihan kota serta kenyamanan dan

keamanan lingkungan.

Contoh permasalahan PKL yang menggunakan bahu jalan sebagai

tempat berdagang yang dapat menganggu fasilitas umum. Seperti yang

dimuat dalam harian surya, Selasa 18 Mei 2010;

(18)

Hal ini juga terjadi di daerah kawasan Tugu Pahlawan seperti yang

dimuat di harian Jawa Pos, Senin 31 mei 2010 :

“Pedagang dikawasan Tugu Pahlawan tidak mudah menata PKL dikawasan Tugu Pahlawan, meski mendapat toleransi boleh membuka dagangan hingga pukul 10.00 WIB. Banyak pedagang yang nekat berjualan melebihi batas waktu yang disepakati. Kondisi itu kerap dikeluhkan penguna jalan lantaran pedagang memakan badan jalan, dan menimbulkan kemacetan jalan. Selain itu, pembeli memarkir kendaraan seenaknya.”

Permasalahan PKL diatas banyak ditemui di Surabaya, hal ini juga

dihadapi PKL Ikan Segar di lapangan Karah Kota Surabaya. Masalah

kebersihan dan keindahan kota, kelancaran lalu lintas serta penyediaan lahan

untuk lokasi usaha.

Pedagang kaki lima ikan segar di Lapangan Karah Kota Surabaya,

jumlahnya semakin hari semakin banyak sehingga perlu lokasi yang lebih

besar, dengan memanfaatkan trotoar bahu jalan sekitar jembatan sehingga

mengurangi estetika kota dan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang

dapat dilihat setiap hari khususnya pada pagi dan sore hari.

Dinas koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot

Surabaya bekerja sama dengan Kecamatan Jambangan memberikan

kebijaksanaan untuk berjualan pada waktu pagi hari yaitu pukul 04.00 –

07.00 WIB dan sore hari + 16.00 WIB dengan catatan tidak menggunakan

trotoar dan bahu jalan dan harus bertanggung jawab atas keberhasilan

disekitar lapangan Karah Kota Surabaya.

Usaha mewujudkan kota tertib, sehat, rapi dan indah serta untuk

(19)

Perda Nomor 17 Tahun 2003 Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki

Lima.

Dalam mewujudkan keindahan Kota Surabaya Dinas Koperasi

UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya mempunyai

kebijakan dalam mempunyai tugas serta fungsi dalam memberikan penataan

dan pengembangan PKL yang dimana Dinas Koperasi UMKM

(Usaha Mikro Kecil Menengah) mempunyai tujuan antara lain :

a. Mewujudkan PKL sebagai pelaku usaha kecil yang terdaftar dan berhak

mendapat perlindungan dan pembinaan sehingga dapat melakukan

kegiatan usahanya pada lokasi yang ditetapkan.

b. Mengembangkan ekonomi sektor informal melalui pembinaan PKL

serta mewujudkan harmonisasi keberadaan PKL dengan lingkungannya.

Selain itu Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot

Surabaya mempunyai sasaran penataan dan pemberdayaan antara lain :

1. Terciptanya ketertiban umum

2. Terwujudnya tertib umum.

3. Terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian

4. Meningkatkan kinerja usaha PKL menjadi kelompok yang resmi sebagai

sasaran binaan.

5. Terwujudnya dukungan ruang bagi keberadaan PKL

6. Terciptanya keberadaan PKL yang harmonis dengan kegiatan usaha lain.

Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot

(20)

pembinaan berupa penataan PKL ikan segar maksud dan tujuan memberikan

kesempatan berjualan bagi PKL dan menata keindahan jalan di pinggir

jembatan Karah yang dimanfaatkan Pedagang kaki Lima pada pagi hari dan

sore. Arah kebijakan penataan ini diarahkan dalam kondisi yang tidak

membuat lingkungan menjadi kumuh, dalam hal ini harus dilakukan

penanganan secara terpadu oleh dinas-dinas terkait khususnya dinas

koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya berjalan

sejak tahun 2008 sampat saat ini.

Dari fenomena yang telah diuraikan melihat kondisi Pedagang Kaki

Lima Ikan segar lapangan Karah Kota Surabaya, hal ini mendorong penulis

untuk melakukan penelitian secara mendalam dengan judul penelitian

“Pembinaan Dinas Koperasi Terhadap PKL Lapangan Karah Kota Surabaya”

1.2. Perumusan Masalah

Banyaknya pedagang kaki lima disekitar tempat fasilitas umum yang

berada di sekitar yang perlu dibina secara kontinyu dan berkesinambungan

dengan memberikan masukan atau wawasan kepada mereka agar mereka

tidak menganggu ketertiban umum. Karena fasilitas usaha mereka adalah

fasilitas umum yang juga diperlukan oleh orang lain. Melihat keadaan itu

maka permasalahan yang akan diteliti ini adalah “Bagaimana pola

(21)

Pemkot Surabaya dalam membina pedagang kaki lima di lapangan Karah

Kota Surabaya ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah tersebut

diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk

mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pembinaan Pedagang Kaki

Lima (PKL) di lapangan Karah Kota Surabaya yang dilakukan oleh Dinas

Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya.

1.4. Kegunaan Penelitian

a. Bagi Penulis

Merupakan atau alat sarana yang baik untuk menerapkan teori

yang sudah diperoleh di bangku perkuliahan dengan penerapannya di

masyarakat atau dengan kenyataan yang ada.

b. Bagi Instansi

Memberikan gambaran mengenai karakteristik dan

permasalahan yang dihadapi PKL sebagai masukan positif untuk

Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas Koperasi UMKM (Usaha

Mikro Kecil Menengah) dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan

(22)

c. Bagi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk memberikan tambahan referensi atau perbendaharaan di

perpustakaan sehingga merupakan bahan bagi mahasiswa FISIP maupun

(23)

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian kali ini akan disampaikan beberapa penelitian

terdahulu yang berhubungan dengan obyek penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2003) jurusan Administrasi

Publik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,

Surabaya, yang berjudul “Peranan Program Pembinaan Pedagang Kaki

Lima terhadap Kesejahteraan Sosial Pedagang Kaki Lima di Wilayah

Kecamatan Gubeng Kotamadya Dati II Surabaya.”

Berdasarkan kerangka berfikir dan landasan teori, maka hipotesa

penelitian yang diajukan adalah diduha ada peranan program pembinaan

pedagang kaki lima terhadap kesejahteraan sosial pedagang kaki lima di

wilayah Kecamatan Gubeng Kotamadya Surabaya. Penelitian ini

menggunakan metode analisa kuantitatif dengan jenis penelitian

komparatif, data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam

yaitu data primer dan sekunder.

Sedangkan teknik sampling yang digunakan yaitu teknik sample random

sampling terhadap sample sebanyak 120 orang PKL. Selanjutnya

digunakan analisa uji jenjang bertanda (Wilcoxon Match pairs Test).

Dan disimpulkan bahwa program pembinaan pedagang kaki lima

(24)

berperan terhadap kesejahteraan sosial PKL di wilayah kecamatan

Gubeng Kotamadya TK. II Surabaya.

Beda penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati

adalah penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan

hanya menggunakan satu variabel saja sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Nurhayati menggunakan metode penelitian kuantitatif

dan menggunakan lebih dari satu variabel.

2. Oscar Dedik (2008), http//tesis-skripsi.blogspot.com. Penelitian ini

bertujuan untuk 1) ingin mengetahui kondisi pedangang kaki lima di

Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000;3 Ingin menganalisis faktor-faktor

yang menghambat dan mendukung pendekatan penelitian deskriptif

kualitatif, sehingga metode yang digunakan menekan pada proses

penelusuran data/informasi hingga dirasakan telah cukup digunakan

untuk membuat suatu interpretasi. Sampel diambil dari Populasi dengan

metode total sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui

interview, observasi dan dokumentasi, yang terdiri dari data primer dan

data sekunder. Selanjutnya data dianaliis secara teknik deskriptif

eksplanatif, yaitu dengan model interaktif dengan tahapan yaitu

melakukan reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan dan

analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Pemerintah Kota Malang

bersikap tidak tegas dan masih bersikap mendua dalam upaya menata

(25)

ekonomi daerah yaitu dalam mewujudkan pemberdayaan usaha-usaha

ekonomi kecil seperti Pedagang Kaki Lima ;2) Pola pembinaan yang

dibuat belum efektif dan terpadu yang disebabkan adanya berbagai

kepentingan dari unit-unit pelaksana teknis sebagai implementor Perda

Nomor I Tahun 2000 ; 3) Pelaksanaan Pembinaan masih dilakukan

secara insidentil dan tidak berkesinambungan.

3. Winarno (2003), Jurusan administrasi Publik dari Universitas

Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, dengan judul

“Hubungan Penataan PKL dengan Tingkat Pengembangan Usaha di

Kecamatan Waru Kabupaten Daerah Tk. II Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitif terhadap 2 (dua) variabel

yaitu variabel bebas (X) penataan PKL tentang keadaan lokasi, manfaat

penetapan dan manfaat pemberian penyuluhan serta variabel terikat (Y)

tingkat pengembangan usaha yang terdiri dari perluasan unit,

pertambahan modal usaha, penyerapan konsumen dan penyerapan

tenaga kerja.

Pengumpulan data dilakukan cara observasi, dokumentasi, kuisioner dan

wawancara kepada responden dan populasi penataan PKL di Kecamatan

Waru sebanyak 245 orang, terpilih menjadi responden sebanyak 81

orang dengan teknik random sampling.

Dari kerangka berpikir yang mengkaji variabel bebas (X) penataan

pedagang kaki lima dan variabel terikat (X) tingkat pengembangan

(26)

penataan PKL dengan tingkat pengembangan usaha. Hipotesa penelitian

tersebut kemudian diuji dengan analisa Rho Sper Man dan uji t pada

taraf kesalahan 10 %.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan positif

antara penataan PKL dengan tingkat pengembangan usaha di kecamatan

Waru Kabupaten Daerah Tk. II Sidoarjo. Dengan nilai koefisien kolerasi

sebesar 0,8547 yang artinya apabila penataan PKL ditingkatkan maka

tingkat pengembangan usaha akan meningkat pula.

Beda penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Winaryo,

penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan menitik

beratkan pada penataan PKL sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Winaryo sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati yaitu

menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan lebih dari satu

(27)

2.2. Landasan teori

2.2.1. PengertianPembinaan

Pengertian pembinaan menurut Thoha (2003 : 7), merumuskan

pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi

lebih baik. Ada dua unsur dari pengertian ini yakni pembinaan itu sendiri

bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan, dan

kedua pembinaan itu bisa menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu.

1. Bentuk Pembinaan

Metode Pembinaan Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya

terhadap PKL :

1) Bimbingan Teknis (Bintek) produksi dan kesehatan :

Untuk meningkatkan kesadaran Pedagang Kaki Lima (PKL) akan

seterillisasi peralatan produksi makanan serta untuk menjaga para

konsumennya. Adapun Bentuk pembinaan itu sendiri terdiri dari :

1.Akses Pencucian Peralatan Yang Memadai. Menurut Sihombing

dalam Khairuddin (2002:127), adalah “partisipasi dalam

konteks pembangunan yang memerdekakan bukan semata –

mata kebaikan hati para elit pemgambil keputusan, akan tetapi

partisipasi adalah hak dasar yang sah dari umat manusia untuk

turut serta merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan

pembangunan yang menyajikan harapan pemerdekaan

dirinya”.

(28)

Menurut Sediaoetama (2006 : 154), pada jaman saat ini masalah

hewan serangga sangat mengganggu masyarakat setempat,

masyarakat telah mengetahui dari pengalaman bahwa jenis-jenis

makanan tersebut mengandung bahan beracun, tetapi mereka

telah mengonsumsinya karena berbagai sebab.

3.Tersedia Pembuangan Limbah yang Tertutup,Mengalir Lancar

dan Tidak Berbau.

Menurut Khiatuddin (2003 : 168),di daerah aliran sungai, perlu

diciptakan lahan yang direboisasi yang berfungsi sebagai

wilayah rasapan/tangkapan air, mulai dari hulu sampai ke hilir

sungai.

4.Kontruksinya Memudahkan Untuk di Bersihkan.

Seperti yang diungkapakan oleh Simanjuntak (2005 : 51),

menyebutkan bahwa salah satu pembinaan PKL adalah revolusi

penempatan PKL di lokasi yang baru, hal ini dapat diartikan

bahwa dengan penempatan PKL yang baru juga harus

memperhatika kondisi PKL untuk dapat berubah menjadi baik.

5.Bahan Makanan dalam Kondisi Segar,Tidak Busuk atau Tidak

Rusak.

Menurut Departemen Gizi dan Kesehan Masyarakat Universitas

Indonesia (2008 : 15). Bahan makanan juga sering dikenal

sebagai bahan pangan atau dalam perdagangan dikenal sebagai

(29)

seperti daging, sayur, buah, beras, dll. Bila bahan makanan

dalam kondisi yang rusak atau busuk tidak dapat dikonsumsi

manusia karena akan merusak fungsi pencernaan pada manusia.

6.Tidak Mengandung Bahan Berbahaya Seperti Borak dan

Formalin.

Formalin adalah zat yang berbahaya bagi tubuh manusia,

merupakan zat beracun, karsinogen (menyebabkan kanker)

mutagen (menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh dan

bersifat korosif serta iritatif). Formalin banyak digunakan untuk

mengawetkan bahan makanan seperti bakso, tahu, mie basah

dan ikan. Dengan direndam dalam beberapa tetes formalin yang

dicampur dengan air, maka bahan-bahan tersebut akan lebih

tahan lama dan lebih kenyal (www.sobatmuda.multiply.com).

Sedangkan Boraks juga merupakan bahan terlarang untuk

dicampurkan pada makanan sebagai pengawet dan pengenyal.

Banyak digunakan dalam pembuatan bakso agar awet dan

kenyal. Zat ini bukan merupakan BTP (Bahan Tambahan

Pangan) dan Food Grade. Bahkan boraks ini merupakan bahan

pengawet kayu dan rotan. Selain itu juga digunakan untuk

menghaluskan gelas, dan juga bahan pengontrol kecoa.

7.Bahan Makanan Kemasan tidak Kadarluarsa

Menurut Ir. Udjang Sumarwan, Ph.D (Dosen mata kuliah

(30)

Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Institut Pertanian

Bogor) dalam Lokakarya Hukum Perlindungan Konsumen bagi

Dosen Praktisi Hukum yang Diselenggarakan: Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengungkapkan :

Pada zaman modem ini, masih banyak masyarakat yang kurang

mengerti dan tidak memperdulikan batas kadaluarsa makanan

yang dikonsumsinya. Hal demikian banyak terjadi di

daerah-daerah dimana makanan pada umumnya diolah secara sederhana

yang pada umumnya mempunyai masa simpan yang relatif

pendek. sehingga meskipun makanan tersebut telah kadaluarsa

mereka tetap mengkonsumsinya. Hal tersebut disebabkan karena

pengetahuan yang kurang. Keadaan demikian sering

dimanfaatkan oleh sebagian pedagang atau produsen makanan

untuk menjual makanan kadaluarsa dengan harga murah. Hal

inilah yang banyak disambut oleh orang-orang yang kurang

pengetahuannya dan pada umumnya banyak menimpa golongan

ekonomi lemah.

2. Manfaat Pembinaan

Menurut Burhanudin (1993 : 48) manfaat pembinaan adalah :

1) Mengembangkan potensi.

2) Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar

mengembangkan bakat dari kemampuannya.

(31)

4) Memberikan kepastian hari depan.

5) Sebagai usaha untuk mendukung organisasi dalam rangka

memperoleh tenaga-tenaga yang cakap dan terampil dalam

melaksanakan program.

3. Karakteristik Pembinaan

Sifat dan karakteristik pembinaan yang amat menonjol French dan

Bell dalam Thoha (2003 : 17) antara lain :

1) Lebih memberikan penekanan walaupun tidak eksklusif pada proses

kelompok dan organisasi dibandingkan dengan isi yang subtantif.

2) Memberikan penekanan pada kerja tim sebagai suatu kunci untuk

mempelajari lebih efektif berbagai macam perilaku organisasi.

3) Memberikan penekanan pada manajemen yang kolaboratif dari

budaya kerja tim.

4) Memberikan penekanan pada manajemen yang berbudaya sistem

keseluruhan.

2.2.2. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)

Sedangkan Wirosardjono dalam Alisjahbana (2003:14)

mengemukakan PKL adalah pola kegiatannya tidak teratur, dalam artian

waktu, permodalan maupun penerimanya, tidak tersentuh oleh peraturan

atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, modal peralatan dan

perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas

(32)

Timbulnya sektor informal atau pedagang kaki lima(PKL)

sebagai sumber kesempatan kerja merupakan manifestasi dari tidak

sebandingnya pertumbuhan angkatan kerja dan kesempatan kerja pada

satu pihak dan ketidakmampuan sektor formal untuk menampung

kelebihan tenaga kerja di lain pihak. Berkembangnya kesempatan kerja

sektor informal di kota sekurang-kurangnya dapat dijelaskan melalui

tingginya pengangguran di kota yang pada gilirannya menimbulkan suatu

respon yang berupa membengkaknya sektor informal.

Sektor informal di kota dapat bertindak sebagai suatu katup

pengaman bagi sejumlah sektor informal di daerah perlu mendapat

penanganan yang lebih intensif, dalam arti bisa ke arah pengembangan.

Dengan demikian, sektor ini lebih berfungsi sebagai kesempatan kerja

bagi kaum pengangguran dan masyarakat berpenghasilan rendah di kota.

Adapun karakteristik sektor informal menurut Hidayat (1995:426)

sebagai berikut :

1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena timbulnya unit

usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia

di sektor formal.

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha

3. Pola kegiatan usaha tidak beraturan baik dalam arti lokasi maupun

jam kerja

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan

(33)

5. Unit usaha mudah keluar masuk dari sub sektor satu ke sub sektor

lain

6. Teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga

relatif kecil.

8. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, karena

pendidikan yang diperlukan dari pengalaman sambil kerja.

9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan yang mengerjakan

sendiri usahanya dan buruh berasal dari keluarga

10.Sumber dana modal usaha pada umumnya dari tabungan sendiri atau

dari lembaga-lembaga yang tidak resmi.

11.Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan kota

atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi kadang-kadang juga

yang berpenghasilan menengah.

Sedangkan menurut Perda No. 17 Tahun 2003 tentang Penataan

dan Pemberdayaan PKL di Kota Surabaya, Pedagang Kaki Lima adalah

pedagang ekonomi lemah yang menggunakan bagian dari

fasilitas-fasilitas umum sebagai tempat kegiatan usahanya dengan menggunakan

peralatan bergerak atau tidak bergerak.

Dari pengertian diatas disimpulkan pedagang kaki lima adalah

mereka yang dalam melakukan kegiatan dagang dan menjalankan

(34)

usaha serta tempat lain yang bukan miliknya. Sarana ataupun

perlengkapan dagang yang dipergunakan relative sederhana.

Bagi perencana kota tumbuhnya pedagang kaki lima banyak

mengundang masalah karena pedagang kaki lima terutama yang

beroperasi ditempat strategis di kota dapat mengurangi keindahan. Kota

dan diduga sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan menurunnya

lingkungan hidup dikota. Karena itu perencanaan kota harus mampu

untuk berupaya mencari cara terbaik untuk memecahkan masalah yang

semakin membengkaknya pedagang kaki lima di perkotaan.

1. Faktor Timbulnya Pedagang Kaki Lima

Timbulnya Perdagangan Jalanan (PKL) disebabkan oleh

beberapa faktor. Mereka yang melibatkan diri di sektor informa, pada

dasarnya berkaitan dengan etos kewiraswastaan yang mereka miliki.

Faktor penyebab ini tampak sekali massa usaha informal yang berasal

dari etnis Cina. Mereka tertarik masuk ke sektor ekonomi ini karena 3

(tiga) hal, Pertama, hampir tiadanya prosedur resmi dalam pendirian

sektor usaha ini, karena hampir tidak memerlukan biaya dan waktu yang

lama, Kedua, persyaratan modal relative kecil. Ketiga, potensi

keuntungannya cukup baik.

Ini berarti sektor informal di pandang sebagai lapangan usaha

yang relative menggiurkan, dapat dipakai sebagai arena untuk melakukan

(35)

Selain itu, kegiatan sektor informal ini merupakan ciri ekonomi

kerakyatan yang bersifat mandiri dan menyangkut hajat hidup orang

banyak mempertimbangkan keadaan dan potensi tersebut, selayaknya

pola penanganan dan pembinaan kegiatan pedagang kaki lima harus

didasarkan pada konsep perilaku dan karakteristik berwawasan

lingkungan agar isi pengaturannya tepat sebagian besar pedagang kaki

lima di kawasan perkotaan dan sekitarnya adalah bukan penduduk asli

(pendatang dari desa atau luar provinsi) dan bukan merupakan pilihan

pertama sebagai mata pencahariannya.

2. Karakteristik dan Masalah yang dihadapi Pedagang Kaki Lima

Dalam merencanakan sebuah model pengembangan PKL di

perlukan informasi-informasi tentang karakteristik dan permasalahan

yang muncul dari PKL. Selain itu juga dibutuhkan

pengetahuan-pengetahuan yang kompleks tentang karakteristik dan ide-ide alternative

untuk memecahkan permasalahan PKL. Dengan berbekal informasi dan

pengetahuan yang memadai tentang PKL, maka dapat direncanakan

sebuah model pengembangan sektor informal di bidang PKL yang lebih

realistis. Menurut Firdaus dalam Alisjahbana (2004 : 220-222)

mengatakan karakteristik yang dimiliki dalam permasalahan yang

dihadapi oleh sektor informal PKL dapat dikelompokkan dalam 4

(36)

Gambar 1

Karakteristik dan Permasalahan yang di hadapi

Sektor informal PKL di perkotaan

Karakteristik usaha PKL :

+ Aspek Ekonomi

- Meliputi berbagai kegiatan usaha yang luas.

- Akses mudah dimasuki

pengusaha baru

- Bermodal relative kecil

- Konsumen lokal dan

berpendapatan menengah kebawah

- Teknologi sederhana/tanpa teknologi

- Jaringan usaha terbatas

+ Aspek Sosial – budaya - Para migran

- Jam kerja relative lama - Jumlah anggota rumah

Tangga besar

- Bertempat tinggal di daerah kumuh di kota

+ Aspek Lingkungan

- Berlokasi ditempat yang padat lalu lintasnya

- Kurang mengutamakan

kebersihan

+ Aspek Pendidikan

- Tingkat pendidikan rendah

Permasalahan ekstern PKL :

- Banyaknya pesaing usaha

sejenis

- Sarana dan pra sarana

perekonomian yang tidak memadai

- Belum adanya pembinaan yang memadai

- Akses terhadap kredit masih sukar dan terbatas

Permasalahan intern PKL :

- Lemah dalam struktur

permodalan

- Lemah dalam bidang

organisasi dan manajemen

- Terbatas dalam jumlah

komoditi yang dijual - Tidak ada kerja sama usaha - Pendidikan/ketrampilan usaha

yang rendah

- Rendahnya layanan pada

konsumen

- Kualitas SDM yang kurang memadai

(37)

3. Dampak Positif dan Negatif Keberadaan PKL.

Keberadaan suatu pedagang kaki lima selain memberikan

kontribusi yang besar dalam penyedia lapangan kerja di sektor formal,

ternyata keberadaan PKL juga memberikan dampak positif dan negatif.

Menuurt Aditya Perkasa dalam sebuah catatannya memaparkan dampak

positif dan negatif keberadaan PKL.

Dampak positif :

1. PKL menjadi katup pengaman bagi masyarakat perekonomian yang

lemah baik sebagai profesi maupun bagi konsumen untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, terutama akibat krisis ekonomi.

2. PKL menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang relative murah

bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah.

3. Jumlah yang besar, ragam bentuk usaha dan keunikan merupakan

potensi yang besar untuk menghias wajah kota, apabila ditata dan

diatur dengan baik.

4. PKL tidak dapat dipisahkan dari unsur budaya dan eksistensinya

tidak dapat dihapuskan.

5. PKL menyimpan potensi pariwisata yang cukup besar.

Dampak negatif :

1. Media dagang yang tidak estetis dan tidak tertata dengan baik

menimbulkan kesan semrawut dan kumuh, akibatnya menurunkan

kualitas visual kota.

2. Tempat atau lokasi berdagangnya PKL yang memakai fasilitas

(38)

3. Menggeser fungsi ruang public.

4. Menganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya

yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan

di depan toko.

4. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi PKL

Menurut Firdausy dalam Alisjahbana (2004:220-221) bahwa

permasalahan yang dihadapi sektor informal PKL dapat dikelompokkan

dalam 4 (empat) aspek yaitu :

1. Aspek Ekonomi

PKL merupakan kegiatan usaha ekonomi berskala kecil

(micro-scale) bermodal relative kecil, mudah dimasuki oleh pengusaha baru,

input tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, pasar

tidak teratur, baik dalam arti konsumen, maupun lokasi usahanya,

kegiatan usaha dikelola oleh satu orang. Jenis komoditi yang

diperdagangkan cenderung komoditi yang cepat terjual, tidak tahan

lama dan kebanyakan adalah jenis makanan dan minuman.

2. Aspek Sosial dan Budaya

Kegiatan usaha para migran dengan usaha produktif antara lain

24 sampai 34 tahun, jumlah anggota keluarga yang relative besar

(rata-rata 4 orang anggota keluarga), dan jumlah jam kerja cenderung

tidak menentu. Lokasi pemukiman dari rumah tangga PKL ini

(39)

hidup dengan menyewa rumah bersama kerabat sekampungnya yang

biasanya berusaha dalam kegiatan PKL sejenis.

3. Aspek Lingkungan

Kegiatan usaha yang menganggu ketertiban dan kaelancaran lalu

litas kota, keindahan dan kebersihan kota, serta kenyamanan dan

keamanan lingkungan.

4. Aspek Pendidikan

Merupakan aspek yang paling menentukan bagi keberhasilan sector

informal PKL. Dimana dengan tingkat pendidikan yang rendah, akan

lebih sulit diberi pengertian tentang kebijakan tata kota.

Permasalahan yang ditimbulkan oleh PKL ini tidak semata-mata

terjadi akibat dari kebiasaan PKL saja., Tetapi juga akibat dari

permasalahan penataan dan keterbatasan yang dihadapi PKL serta

kebijakan yang tidak terlaksana dengan baik.

2.2.3. Sektor Informal

Menurut Kartono dalam Ali Achsan (2008:41), selain konflik

tanah, penggusuran, dan permukiman kumuh, salah satu persoalan serius

yang dihadapi berbagai kota besar dewasa ini adalah keberadaan sector

informal, khususnya pedagang kaki lima.

Menurut Evens & Korff, definisi pedagang kaki lima adalah bagian

dan sector informal kota yang mengembangkan aktivitas produksi barang

dan jasa diluar control pemerintah dan tidak terdaftar. Diberbagai kota

(40)

penyangga kelebihan tenaga kerja yang tidak terserap di sector formal,

tetapi juga memiliki peran yang besar yang menggairahkan dan

meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat perkotaan. Sebagai

bagian dari system ekonomi rakyat jelata (lumpen proletariat economical

system), daya serap sector informal yang involutif bukan saja terbukti

mampu menjadi sektor penyangga (buffer zone) yang sangat lentur dan

terbuka, tetapi juga memiliki kaitan erat dengan jalur distribusi barang dan

jasa di tingkat bawah dan bahkan menjadi ujung tombak pemasaran yang

potensial.

Rata-rata pedagang kaki lima menggunakan sarana atau

perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan, dan sering

kali menggunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya.

Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima yang perlu dikenali adalah

sebagai berikut : Pertama, pola persebaran pedagang kaki lima umumnya

mendekati pusat keramaian dan tanpa izin menduduki zona-zona yang

semestinya menjadi milik public (depriving public space). Kedua, para

pedagang kaki lima umumnya memiliki daya resistensi social yang sangat

lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penerbitan. Ketiga, sebagai

sebuah kegiatan usaha, pedagang kaki lima umumnya memiliki

mekanisme involutif penyerapan tenaga kerja yang sangar longgar.

Keempat, sebagian besar pedagang kaki lima adalah kaum migrant, dan

proses adaptasi serta eksistensi mereka di dukung oleh bentuk-bentuk

(41)

didasarkan pada ikatan factor kesamaan daerah asal (locality sentiment).

Kelima, para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan

keahlian alternative untuk mengembangkan kegiatan usaha baru luar

sector informal kota.

Adapun pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sector

informal dapat dijelaskan melalui cirri-ciri secara umum yang

dikemukakan oleh Kartono, dkk, sebagai berikut :

a. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti

produsen.

b. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari

tempat yang satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta

dorong, tempat atau stan yang tidak permanent serta bongkar pasang).

c. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang konsumsi lainnya

yang tahan lama secara eceran.

d. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi

pemilik modal dengan dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai

imbalan atau jerih payahnya.

e. Kualitas barang yang diperdagangkan relative rendah dan biasanya

tidak berstandar.

f. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya

(42)

g. Usaha skala kecil bias berupa family enterprise, dimana ibu dan

anak-anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

h. Tawar menawar antara penjual dan pembeli merupakan relasi cirri

yang khas pada usaha perdagangan kaki lima.

i. Dalam melaksanakan pekerjaan ada yang secara penuh, sebagian lagi

melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang dan ada pula

yang melaksanakan secara musiman.

j. Barang yang dijual biasanya merupakan convenience goods jarang

sekali speciality goods.

k. Dan seringkali berada dalam suasana psikologis tidak tenang, diliputi

perasaan takut kalau tiba-tiba kegiatan mereka dihentikan oleh Tim

Penertiban Umum (TEBUM) dan Satpol PP sebagai aparat

pemerintah daerah.

2.2.4. Peran Sektor Informal

Peran sektor informal pedagang kaki lima dimaksud mendudukkan

peran paa posisi konseptual yang mapan atau dengan kata lain sebagai

sebuah entitas akademik, dimana dalam dimensi dan waktu bekerja

atasnya, sedangkan apa dan bagaimananya entitas tersebut bergeser atau

berubah merupakan kajian perubahan. Menurut Merton banyak pakar yang

menyatakan bahwa peran merupakan paket hak yang diterima secara sosial

dan kewajiban yang memiliki eksistensi obyektif, terpisah dari perilaku

(43)

Namun ada sebagian lagi yang mengungkapkannya bahwa peran

harus dikonseptualisasikan sebagai gaya adopsi individual yang sangat

khusus terhadap orang yang memiliki posisi, sehingga lebih mengikat pada

kerja individu dari pada harapan kolektif. Dalam hal tersebut peran

diartikan sebagai paket hak dan kewajiban yang telah banyak diketahui

yang menentukan apa yang diharapkan seseorang yang memiliki posisi

dalam suatu hubungan sosial.

Peran juga merupakan pola tingkah laku yang dihubungkan dengan

kedudukan seseorang pelaku atau aktor. Lebih jelas lagi peran ialah

sebagian yang dimainkan seseorang pelaku sebagai akibat dari jabatan dan

statusnya dalam kehidupan sehingga peran dapat dikatakan merupakan

aspek dinamis dari kedudukan (status) seseorang. Peran merupakan

implementasi dari kedudukan seseorang maka setiap orang dapat

memainkan lebih dari satu peran akibat dari jabatan yang dimiliki, tetapi

beberapa peran tidak dapat digantikan orang yang satu oleh orang yang

lain.

Berdasarkan pengertian peran tersebut di muka meskipun peran

lebih diletakkan dalam keadaan yang given by society (diletakkan oleh

sistem sosialnya) dan seolah menafikan atau meniadakan pilihan bebas

individu atau pelaku yang pandangan ini khas strukturalis setidaknya dapat

dikatakan bahwa konsep peran pedagang kaki lima merupakan hal keadaan

yang dihubungkan dengan status sekaligus pilihan-pilihan yang mungkin

(44)

dilakukan dan tidak dapat dilakukan atau dengan kata lain perilaku

pedagang kaki lima sebagai individu yang otonom sekaligus bagian dari

masyarakat modern perkotaan.

Berdasarkan uraian tersebut maka peran pedagang kaki lima

perkotaan paling tidak dapat dipisahkan dalam peran ekonomi dan peran

sosial yang lebih umum. Mengenai peran ekonomi dimaksudkan selain

dapat meningkatkan pendapatan para pelaku pedagang kaki lima. Juga

dapat berperan dalam struktur makro ekonomi seperti distribusi

pendapatan perkapita serta pemasukan perekonomian negara. Peran sosial

pedagang kaki lima dapat dilihat dari peran sosial budaya dan sosial

politik melalui perubahan perilaku dan gaya hidup yang pinggiran atau

marjinal yang penuh kepekaan perasaan dan guyub ke tengahan atau kota

yang rasional dan patembayan.

Perubahan peran pedagang kaki lima perkotaan terjadi karena

perubahan kegiatan atau aktivitas dari yang rutin menjadi kurang rutin

yang mengarah pada “profesionalisme” sejalan dengan keberadaan dan

keterlibatan mereka dalam perkembangan masyarakat yang semakin

kompleks, rumit dan beragam. Pedagang kaki lima berangsur angsur

mendefinisikan ulang peran secara cerdas dan kreatif agar lebih dapat

menyesuaikan diri terhadap kebutuhan orang lain pada masyarakat modern

perkotaan.

Tuntutan pedagang kaki lima dalam kehidupan masyarakat modern

(45)

hidup yang selalu diliputi ketakutan oleh terancamnya kegiatan usaha oleh

penerbitan Tim Ketertiban Kota dari Satpol PP, tetapi juga pada

pengembangan aktivitas usaha dan keberadaan mereka pada struktur

masyarakat perkotaan.

Dengan kata lain perubahan peran pedagang kaki lima perkotaan

dapat diamati melalui perubahan peran sosial ekonomi dan perubahan

peran sosial budaya dan politik, baik karena upaya kreatif dari dalam

(faktor dalam) maupun karena respon atas perkembangan yang

berlangsung (faktor luar).

2.2.5. Pembinaan PKL

Menurut Perda No. 17 tahun 2003 tentang Penataan dan

Pemberdayaan PKL di kota Surabaya.

Pembinaan adalah untuk memberikan kepastian usaha,

perlindungan serta pengembangan usaha pedagang kaki lima yang tertib,

teratur, aman, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungannya.

Alisjahbana (2004:241) pembinaan yang harus dilakukan

pemerintah terhadap Pedagang Kaki Lima antara lain :

a. Pembinaan Ketrampilan

Dalam hal ini pemerintah melalui bagian terkait melakukan

pembinaan PKL baik itu dalam ketrampilan membuat produk

misalnya bagaimana agar merasakan menjadi lebih lezat, menarik

atau yang lain

(46)

Pembinaan kelembagaan dimaksudkan agar PKL mempunyai suatu

wadah untuk menampung segala kegiatannya, sehingga kegiatan

PKL lebih ringan dan lancar. Dalam hal ini pemerintah memotivasi

agar PKL membentuk suatu badan yang mampu menampung

aspirasi dan kegiatan PKL misalnya, Paguyuban, Koperasi.

c. Pembinaan Permodalan

Pembinaan permodalan dimaksudkan untuk membantu PKL dalam

mendapatkan tempat usaha dan mengembangkan usahanya.

Pembinaan PKL di Surabaya dilakukan berdasar Perda Kota

Surabaya No. 17 tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan

pedagang kaki lima dari kota Surabaya.

a. Bahwa dalam upaya mengembangkan usaha dan pertumbuhan

lapangan kerja bagi pedagang kaki lima, serta upaya mencegah dan

sekurang-kurangnya memperkecil permasalahan ketertiban umum dan

gangguan lalu lintas yang diakibatkan pedagang kaki lima yang

menempati ruang publik, lahan prasarana kota dan fasilitas umum

lainnya, perlu dilakukan penataan, pemberdayaan dan pengembangan

bagi pedagang kaki lima secara terpadu;

b. Bahwa penataan lokasi/ruang dan pemberdayaan bagi pedagang kaki

lima harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi kota dan dapat

dikendalikan terutama pada aspek keindahan, ketertiban, kebersihan

lingkungan, kenyamanan, keselamatan dan keamanan serta kepastian

(47)

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b, maka dalam

rangka pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 17

Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki

Lima.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori diatas, penelitian ini merupakan satu variabel

yaitu pengaturan tempat usaha dan pembinaan Pedagang Kaki Lima di

sekitar lapangan karah kota Surabaya. Hal ini dapat dilihat pada susunan

(48)

Gambar 2

Kerangka Berpikir

Perda No. 17 tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan

pedagang kaki lima

Dinas Koperasi (UMKM) Pemkot Surabaya

Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pelatihan Bintek Produksi dan kesehatan

Tujuan :

- Peningkatan kualitas pedagang kaki lima (PKL) yang bersih dan sehat dalam penyajian makanannya.

- Peningkatan kualitas kesadaran pedagang kaki lima (PKL) dalam menjaga mutu dagangannya.

Sumber : Perda No. 17 tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan

(49)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek

penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud ingin

memperoleh gambaran yang komperehensif dan mendalam tentang penataan

PKL di sekitar Lapangan Karah Kota Surabaya. Secara teoritis, menurut

Bagdan dan Taylor dalam Moelong (2002 : 3) penelitian kualitatif merupakan

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Sedangkan definisi lain penelitian kualitatif menurut (Kirk dan Miler

dalam Moleong, 2007 : 4) adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

sosial yang secara fundamental bergantung pada kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut, dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya

Sedangkan menurut Denzin dan Loncoln dalam Moleong (2007:5)

penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada.

(50)

Menurut Richie dalam Moleong (2007:6) penelitian kualitatif adalah

upaya untuk menyajikan dunia social dan perspektifnya didalam dunia dari

segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

menggambarkan dan memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek

penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain,

secara holistik dan dengan cara-cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

metode ilmiah.

3.2.Fokus Penelitian

Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah. Masalah dalam hal ini

adalah keadaan yang membingungkan akibat adanya dua faktor atau lebih

faktor (Moleong, 2007 : 386). Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif

merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang penulis dalam melaksanakan

penelitian, dengan merumuskan masalah sebagai fokus penelitian untuk

mencari pemecahannya.

Dalam penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa

membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah pengaturan

(51)

Pola pembinaan Dinas Koperasi UMKM terhadap PKL di Lapangan

Karah Kota Surabaya dan tidak ada satu pun yang dapat di lakukan tanpa

adanya fokus, adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

Pembinaan yang dilakukan Dinas Koperasi UMKM Surabaya adalah :

A. Pelatihan Bintek Produksi dan Kesehatan yang terdiri dari :

1. Terdapat akses pencucian peralatan yang memadai.

2. Tidak terdapat lalat atau hewan pengganggu lainnya.

3. Tersedia pembuangan limbah yang tertutup, mengalir lancar dan tidak

berbau.

4. Kontruksinya memudahkan untuk dibersihkan.

5. Bahan makanan dalam kondisi segar, tidak busuk atau tidak rusak.

6. Tidak mengandung bahan berbahaya seperti Borak dan Formalin.

7. Bahan makanan kemasan tidak kadaluarsa.

3.3.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti

untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna

memperoleh data yang akurat. Agar dapat memperoleh data yang akurat atau

mendekati kebenaran yang sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi

batasan masalah maka lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Surabaya. Untuk mengetahui

(52)

2. PKL Lapangan Karah Kota Surabaya. Untuk mengetahui hasil

pelaksanaan pembinaan.

Lokasi yang dipilih adalah PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya

karena PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya sudah dibina langsung oleh

Dinas Koperasi (UMKM) Kota Surabaya.

3.4.Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2007:157), sumber data utama

dalam penelitian kualitatif adalah berasal dari informan yang berupa kata-kata

dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain

Sumber data adalah tempat penelitian dapat menemukan data dan informasi

yang diperlukan berkenaan dengan penelitian ini yang diperlukan melalui

informasi, peristiwa dan dokumen.

1. Informan kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah Bapak

Markum SH, dimana pemilihannya secara purposive dan diseleksi

didasarkan atas subjek yang meguasai permasalahan, memiliki data dan

didasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan

bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten

dengan masalah penelitian yakni berupa keterangan, cerita atau kata-kata

yang bermakna, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk

membangun teori.selanjutnya dalam penelitian ini yang akan di ambil

informan berasal dari:

(53)

2) Pedagang Kaki Lima di Lapangan Karah Kota Surabaya.

2. Tempat dan Peristiwa yaitu dimana fenomena yang terjadi berkaitan

dengan fokus penelitian antara lain meliputi masalah-masalah penataan

pedagang kaki lima Kota Surabaya, yakni tentang pembinaan tempat

usaha yang meliputi penetapan waktu berdagang, tempat usaha, jenis

barang dagangan dan peralatan yang digunakan.

3. Dokumen sebagai sumber data yang lain yang sifatnya melengkapi data

utama yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian antara lain

ketentuan kebijakan yang dibuat berupa kesepakatan bersama yang

meliputi pembinaan tempat usaha yang meliputi penetapan waktu

berdagang, tempat usaha, jenis barang dagangan dan peralatan yang

digunakan.

3.5.Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bagian terpenting dalam penelitian, karena hakekat

dari peneliti adalah mencarai data yang nantinya diinterpertasikan dan

dianalisis dalam penelitian kebijakan pengumpulan data diperlukan suatu

teknik untuk memudahkan dalam upaya – upaya mengumpulkan data di

lapangan.

Dalam pengumpulan data, terdapat 3 (tiga) proses kegiatan yang

dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

(54)

Pada teknik ini, peneliti mengadakan tatap muka dan berinteraksi tanya

jawab langsung dengan pihak responden atau subjek untuk memperoleh

data.

Wawancara dalam penelitian ini, khususnya pada taraf permulaan

biasanya tak terstruktur. Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang

terinci dan mendalam mengenai pandangan orang lain. Pada mulanya

belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang spesifik karena

belum dapat diramalkan keterangan apa yang akan diberikan oleh

responden, belum diketahui dengan jelas ke arah mana pembicaraan akan

berkembang, belum mengetahui apa fokus penelitiannya. Karena itu

wawancara tak berstruktur, artinya responden mendapat kebebasan dan

kesempatan untuk mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan

perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Akan tetapi, setelah peneliti

memperoleh sejumlah keterangan, peneliti dapat mengadakan wawancara

yang lebih berstruktur yang disusun berdasarkan apa yang telah

disampaikan oleh responden.

Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan informen yang berasal :

a. Dinas Koperasi (UMKM) Pemkot Surabaya

b. PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya

(55)

Peneliti mengadakan pengumpulan data dengan cara pengamatan

langsung atau dekat dengan obyek penelitian. Observasi dilakukan

terhadap keseharian responden yang ada kaitannya dengan obyek

penelitian.

Dan observasi berupa deskriptif yang faktual, cermat dan terinci

mengenai usaha pembinaan pedagang kaki lima di sekitar Lapangan

Karah Kota Surabaya.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mendapat data yang dilaksanakan

dengan cara mengumpulkan data dalam pembinaan PKL di Lapangan

Karah Surabaya yang berhubungan dengan pembinaan PKL dalam

(56)

3.6.Analisis Data

Menurut Sugiyono (2005 : 85), analisis data adalah proses mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara

catatan laporan, dan dokumen, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka setelah data terkumpul, proses

selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diperoleh kedalam bentuk

yang mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan yang ada hakekatnya

merupakan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang ada sesuai

dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Karena itulah data yang diperoleh

selanjutnya akan dianalisa secara kualitatif, artinya dari data yang ada

dianalisa serinci mungkin dengan dengan jalan mengabstraksikan secara teliti

setiap informasi yang diperoleh di lapangan, sehingga diharapkan dapat

diperoleh kesimpulan yang memadai.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal dan

sepanjang proses berlangsung. Teknik analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model analisa interaktif (interactive model of analysis)

yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1993 : 15-21) sebagai

(57)

1. Pengumpulan data

Hal ini dilakukan wawancara dengan pihak yang terkait antara lain pihak

Satuan Polisi Pamong Praja Kec. Jambangan-Surabaya dan Dinas

koperasi UMKM Pemkot Surabaya, pihak paguyuban PKL Lapangan

Karah Surabaya, para pengunjung atau konsumen dan warga setempat.

2. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lokasi penelitian data lapangan dituangkan

dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan

oleh peneliti reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan

pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya (melalui

penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan). Reduksi data ini

dilakukan terus menerus selama proses penelitian ini berlangsung.

3. Penyajian data

Penyajian data (display data) dimaksudkan agar memudahkan bagi

peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian

tertentu dari penelitian. Dengan kata lain merupakan pengorganisasian

data ke dalam bentuk tertentu sehingga kelihatan dengan sosoknya yang

lebih utuh.

4. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus

menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki

lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk

(58)

dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering

timbul yang dituangkan dalam kesimpulan-kesimpulan tentative.

Proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam bentuk skema

(59)

Gambar 3

Analisis Interaktif Menurut Miles dan Huberman

Sumber : Miles dan Huberman (1993 : 15-21) Pengumpulan Data

Penyajian Data Reduksi Data

Kesimpulan / Verifikasi

3.7.Keabsahan Data

Dalam setiap penelitian memerlukan standar untuk melihat derajad

kepercayaan atau kebenaran dari hasil penelitiannya. Dalam penelitian

kualitatif standar tersebut disebut dengan keabsahan data. Menurut Lincoln

dan Guba dalam Moleong (2002 : 173-174) untuk menjamin keabsahan data

diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan

atas sifat kriteria yang digunakan yaitu sebagai berikut :

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Pada dasarnya penerapan criteria derajda kepercayaan menggantikan

konsep validitas dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk

(60)

kepercayaan penemuannya dapat dicapai serta menunjukkan derajad

kepercayaan hasil-hail penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti

pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Beberapa cara yang dapat

dilakukan dalam hal ini adalah :

a. Memperpanjang Masa Observasi

Yaitu peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk kepentingan

pengumpulan data tentang pengaturan tempat usaha dan pembinaan

pedagang kaki lima di sekitar Lapang Karah Kota Surabaya. Peneliti

melakukan wawancara dengan informan dan peneliti

memperpanjang masa observasi karena ingin meyakinkan bahwa

penelitian ini sudah mencapai tahap akhir yaitu keabsahan data, dan

dapat ditarik sebuah kesimpulan.

b. Membicarakan dengan orang lain (peer debriefing). Sebagai usaha

untuk berdiskusi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan

tentang pokok penelitian dan metode penelitian yang diterapkan.

c. Melakukan Triangulasi

Tujuan triangulasi adalah untuk memeriksa kebenaran data tertentu

dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber

lain ada berbagai fase penelitian lapangan pada waktu yang berlainan

dan dalam penelitian ini metode tersebut digunakan untuk menguji

data pada informan dengan dokumen yang ada.

d. Mengadakan member check, yaitu memeriksa ulang secara garis

(61)

2. Keteralihan (Transferbility)

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara

konteks pengirim dan penerima untuk melakukan pengalihan, tersebut

seorang peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang

kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk

menyediakan data deskriptif secukupnya. Data ini berupa catatan-catatan

lapangan, peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk, laporan pelaksanaan

dari hasil wawancara dengan informan. Keteralihan data dilakukan

dengan konfirmasi ulang kepada pihak Satuan Polisi Pamong Praja

Sidoarjo terhadap hasil penelitian yang kemudian disusun dalam bentuk

skripsi.

3. Standar Ketergantungan (Dependability)

Dalam hal ini yang dilakukan adalah memeriksa antara lain proses

penelitian dan taraf kebenaran data serta tafsiran. Untuk itu peneliti harus

menyediakan bahan-bahan sebagai berikut :

a. Data Primer, seperti catatan lapangan sewaktu observasi dan

wawancara, dokumen, dan lain-lain yang disajikan dalam bentuk

laporan lapangan

b. Hasil analisis data, berupa rangkuman, konsep-konsep dan

sebagainya

c. Hasil sistesis data, seperti tafsiran, kesimpulan, definisi, tema, pola

(62)

d. Catatan mengenai proses data yang digunakan yakni tentang

metodologi, desain, strategi, prosedur, rasional, usaha-usaha agar

penelitian tercapai, serta upaya melakukan audit trail (memeriksa

dan melacak suatu kebenaran).

4. Kepastian (Conformability)

Dalam upaya mewujudkan kepastian atas penelitian, maka peneliti

mendiskusikan dengan dosen pembimbing, setiap tahap penulisan

penelitan maupun konsep yang dihasilkan dari lapangan. Dengan

demikian diperoleh masukan untuk menambah kepastian dari hasil

penelitian, disamping untuk menguji, ini untuk memenuhi syarat

kepastian.

Berdasarkan hal tersebut diatas, jelaslah bahwa data yang diperoleh di

lapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan uraian-uraian

sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang teranalisa

kemudian diinterpertasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan dengan

berpatokan pada teori-teori serta temuan yang diperoleh pada saat penelitian

tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan seorang peneliti dapat membuat

keputusan yang tepat tentang data yang dikumpulkan dan mana yang tidak

Gambar

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Kinerja Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung dalam pembinaan dan pengelolaan UMKM adalah:

Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pelatihan bimbingan teknis dan manajemen pembukuan serta pemasaran melalui pameran dan open stan sudah berjalan dengan

Metode penelitian yang digunakan yakni miles and huberman yang mana metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan merupakan jenis penelitian lapangan (field

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada UMKM sebagai penggerak ekonomi mikro. Penelitian ini dilakukan di

Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pelatihan bimbingan teknis dan manajemen pembukuan serta pemasaran melalui pameran dan open stan sudah berjalan dengan

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didasarkan pada strategi bisnis yang dilakukan oleh CV PLAN>net Desain dan merupakan strategi awal dalam

Haryono 165, Malang 65145, Indonesia ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui penerapan Standar Akuntansi Keuangn

Hambatan-hambatan dalam pembinaan usaha mikro kecil menengah oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan Kabupaten Ciamis antara lain : Sosialisasi yang dilakukan