• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

19

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIK SISWA MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Oktaviana Nirmala Purba

Pendidikan Matematika Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran e-mail: oktaviana_nirmala@yahoo.co.id

Abstract

This study aims to determine: (1) whether the increased ability of mathematical communication between students taught by using problem-based learning is higher than mathematical communication skills of students taught using the usual learning, (2) whether there is a significant interaction between ability beginning students and learning to increase students' mathematical communication skills. The population consisted of all students of class X-IA-SMA Ash International Syafi'iyah field totaling 250 students, by taking samples of two classes amounted to 62 students through purposive sampling technique. The instrument used consisted of: a test of communication skills mathematically Opportunity material. The results showed that (1) the results of calculations using the Anova two channels, namely Fcount = 116.456, while the sig. 0.00 < 0.05 means to increase the ability of mathematical communication between students taught using problem-based learning is higher than mathematical communication skills of students taught using the usual learning, (2) the results of ANOVA calculation of two channels, namely Fcount = 0.775 with sig. 0.446 > 0.05 means that there is no interaction between students 'prior knowledge and learning to the improvement of students' mathematical communication skills.

Keywords: Mathematical communication problem-based-learning

Abstrak

(2)

20

artinya tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal siswa dan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.

Kata kunci : komunikasi matematik siswa, pembelajaran berbasis masalah Dalam dunia pendidikan

per-masalahan yang mendasar terletak pada rendahnya kualitas dalam proses berpikir matematika siswa. Menurut NCTM (Jazuli, 2009 : 209) adalah proses berpikir matematika dalam pembelajaran matematika meliputi lima kompetensi standar yang utama yaitu kemampuan memecahkan masa-lah, kemampuan penalaran, kemam-puan koneksi, kemampuan komuni-kasi dan kemampuan representasi. Jika salah satu kemampuan diatas rendah akan berakibat pada rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang ditunjukkan dalam rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.

Diantara kelima kompetensi tersebut yang penting untuk dicapai dan yang dikembangkan adalah kemampuan komunikasi. Kemam-puan komunikasi sangat penting bagi siswa, karena setiap permasalahan sehari-hari membutuhkan komuni-kasi yang baik untuk menemukan penyelesaiannya. Menurut Chorida (2013:197) mengatakan bahwa matematika merupakan suatu bahasa. Matematika suatu bahasa sangat diperlukan untuk dikomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan sehingga informasi yang disam-paikan dapat diketahui dan dipahami dengan baik oleh orang lain. Cockroft dalam Shadiq (Chorida,

2013:197) mengatakan bahwa ”We

believe that all these percepcions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics, provides a means of communication

which is powerful, concise and

unambiguous”.

Baroody (Ansari, 2012: 4) mengatakan bahwa: sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran mate-matika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.

Sejalan dengan pendapat di atas, Greenes & Schulman (Ansari, 2012:4) mengatakan bahwa komu-nikasi matematik merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh infor-masi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide.

(3)

21 komunikasi matematika yaitu meng-hubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika, secara lisan dan tulisan dengn benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; mendengarkan, berdis-kusi dan menulis tentang mate-matika; membaca dengan pemaha-man suatu presentasi matematika tertulis; membuat konjektur, menyu-sun argumen, merumuskan defenisi dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Dalam usaha mengembang-kan komunikasi, siswa harus mampu menyampaikan informasi dengan bahasa matematika misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika agar lebih praktis, sistematis, efisien dan mudah dipahami. Pentingnya kemampuan komunikasi tidak sejalan dengan kenyataan. Kemam-puan komunikasi matematik siswa masih rendah. Rendahnya kemam-puan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilihat dari jawaban siswa dalam menyelesaikan soal. Soal ini diberikan kepada 32 siswa SMA

Asy-Syafi’iyah Internasional Medan.

Dari jawaban 32 siswa, terdapat 12 siswa sebesar (37,5%) yang menyelesaikan dengan diagram pohon dan terdapat 18 siswa sebesar (56,25%) yang menyelesaikan formasi tabel, namun semua siswa salah dalam menyusun formasi dengan benar. Berdasarkan formasi jawaban siswa diperoleh bahwa siswa belum dapat menunjukkan indikator kemampuan komunikasi.

Hal ini ditandai dengan siswa yang belum mampu untuk memberikan argumen yang benar dan jelas tentang soal-soal yang mereka selesaikan dalam bentuk soal cerita, sehingga siswa belum mampu untuk membuat langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah yang diberi-kan.

Pemilihan metode mengajar yang bervariasi akan membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan menumbuhkan moti-vasi siswa untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus diusahakan seefisien dan seefektif mungkin. Selain itu, pemilihan model pembe-lajaran juga mempengaruhi kemam-puan bermatematika siswa. Pemili-han model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembela-jaran serta disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan dapat membimbing siswa sehingga mem-peroleh pengalaman belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan matematika siswa berupa kemam-puan komunikasi matematika siswa. Pendekatan pembelajaran yang dipilih harus lebih bermakna, karena melalui model pembelajaran siswa harus mampu menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya, bukan dari pembe-ritahuan.

(4)

22 kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Model pembelajaran berbasis masalah dirasakan tepat karena mempunyai kaitan dengan kemam-puan komunikasi matematik, karena pada saat diskusi kelompok siswa diperintahkan untuk berkomunikasi dengan banyak orang, selain itu pada tahap mengembangkan dan menyaji-kan hasil karya berupa persentasi di kelas, siswa juga dituntut untuk mahir berkomunikasi dengan teman kelompok maupun teman lainnya. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dianggap cocok untuk meningkatkan kemam-puan komunikasi matematik siswa.

Uno (2008:58) menyatakan bahwa kemampuan awal amat penting peranannya dalam mening-katkan kebermaknaan pengajaran, yang selanjutnya membawa dampak dalam memudahkan proses-proses internal yang berlangsung dalam diri siswa ketika belajar. Adanya model pembelajaran berbasis masalah (PBM) diharapkan memiliki pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Apalagi untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi dan diajarkan dengan pembelajaran biasa (PB) dengan siswa yang memiliki kemampuan awal matematika rendah dan diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Berdasarkan teori belajar Ausubel (Budiningsih, 2005:43) mengatakan bahwa

“Belajar seharusnya merupakan

asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan

dan dihubungkan dengan pengeta-huan yang telah dimiliki siswa dalam

bentuk struktur kognitif”.

Dengan model pembelajaran yang tepat diharapkan berkontribusi dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa selama berlangsungnya pembelajaran berbasis masalah. Dalam pemberian soal berdasarkan indikator kemam-puan komunikasi bagi siswa yang berkemampuan tinggi kemungkinan tidak kesulitan jika diberikan soal. Siswa tersebut bisa langsung menyelesaikan soal sesuai dengan pola pikir sendiri. Sementara untuk siswa berkemampuan sedang dan rendah, kemungkinan akan sulit menyelesaikan soal yang diberikan. Kebanyakan siswa akan langsung mengatakan soalnya kurang atau tidak sesuai dengan rumus yang selama ini digunakan dalam soal rutin. Dalam PBM, siswa akan dibentuk kedalam kelompok yang heterogen, baik dari segi kemampuan awal, jenis kelamin, maupun ras. Selama dalam kelompok, siswa juga akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, sehingga siswa yang berkemampuan awal rendah bisa meningkat menjadi kemampuan sedang atau tinggi. Untuk itu, perlu dilihat seberapa besar interaksi antara kemampuan awal siswa dan pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.

METODE

(5)

23 siswa SMA Asy-Syafi’iyah Inter -nasional Medan Tahun Ajaran 2014-2015 yang terdiri dari 250 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purpose samplin, dengan mengambil sampel dua kelas (satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol) berjumlah 62 siswa

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest Postest control group design.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pretest dan postest kepada siswa diperoleh N-gain masing-masing kelas untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan yang diberi pembelajaran biasa.

Rata-rata N-gain kemampuan komu-nikasi matematik siswa pada kelas eksperimen sebesar 0,637 dan pada kelas kontrol 0,303.

Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa, serta untuk mengetahui apakah terdapat interaksi yang signifikan antara kemampuan awal siswa dan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa digunakan anava dua jalur. Dari data N-gain kemampuan komunikasi matematik siswa diketahui data berdistribusi normal dan homogen.

Tabel 1. Pengujian Normalitas Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematik pada Kelas PBM dan Kelas PB

Tests of Normality

Pembelajaran Kolmogorov-Smirnov

a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

N_Gain PBM .145 31 .098 .953 31 .184

PB .125 31 .200* .959 31 .270

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Tabel 2. Pengujian Homogenitas Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematik pada PBM dan PB

Test of Homogeneity of Variance Levene

Statistic df1 df2 Sig.

N_Gain

Based on Mean .673 1 60 .415

Based on Median .214 1 60 .645

Based on Median and with

adjusted df .214 1 53.609 .646

(6)

24

Tabel 3. Hasil Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Komunikasi Matematik Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:N_Gain

Source

Type III Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected Model 1.364a 5 .273 56.289 .000

Intercept 4.682 1 4.682 966.386 .000

KAM .485 2 .242 50.002 .000

Pembelajaran .564 1 .564 116.456 .000

KAM * Pembelajaran .008 2 .004 .775 .466

Error .271 56 .005

Total 8.201 62

Corrected Total 1.635 61

a. R Squared = .834 (Adjusted R Squared = .819)

Pembahasan

a. Faktor Pembelajaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbasis masalah memiliki keung-gulan dibandingkan dengan pembela-jaran biasa.

Pada penelitian ini, peneliti langsung berperan sebagai pelaksana pada kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Secara umum pelaksanaan pembelajaran dengan model pembe-lajaran berbasis masalah berjalan dengan baik. Semua komponen dalam pembelajaran ini dapat dilaksanakan dengan baik, termasuk dalam pembagian masing-masing kelompok. Hanya saja, pada pertemuan pertama, kondisi pembe-lajaran kurang begitu kondusif. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu: (1) waktu yang tidak mencukupi, (2) ada beberapa siswa yang tidak merasa cocok dengan

siswa lain dalam kelompoknya hal ini berakibat penyerapan materi pembelajaran oleh siswa kurang maksimal, (3) siswa belum terbiasa melakukan pembelajaran mengguna-kan pembelajaran berbasis masalah.

Pada kegiatan pembelajaran berbasis masalah, akan diuraikan sebagai berikut:

1. Orientasi siswa pada masalah, disini siswa diarahkan untuk mengamati masalah-masalah yang terdapat pada LKS dimana proses penyelesaian masalah menggunakan langkah-langkah kemampuan komunikasi mate-matik.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar, disini guru memberikan instruksi agar siswa membentuk kelompok belajar yang terdiri dari 5-6 orang secara heterogen tanpa melihat kemampuan awal, jenis kelamin, ras dan lainnya. 3. Membimbing penyelidikan

(7)

25 4. Mengembangkan dan

menyaji-kan hasil karya, melalui masalah-masalah yang diberikan peneliti, siswa diberikan kesem-patan untuk menyajikan hasil diskusi kelompok melalui persentasi kedepan kelas.

5. Menganalisis dan mengevakuasi proses pemecahan masalah, disini hasil kerja kelompok siswa dipersentasikan agar dapat sdianalisis dan dievakuasi oleh siswa sesuai dengan indikator komunikasi matematik.

Berdasarkan sintaks pembela-jaran berbasis masalah jelas hal ini sangat mempengaruhi anak dalam meningkatkan kemampuan komuni-kasi matematik siswa.

b. Kemampuan Komunikasi Matematik

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil pretest kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah sebesar 12,19, sedangkan pada kelas kontrol, yaitu kelas dengan menggunakan pembelajaran biasa sebesar 11,71. Di samping itu, rata-rata hasil postest kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen sebesar 34,42, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 22,23. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Selanjutnya dilakukan perhi-tungan terhadap indeks gain untuk mengukur besar peningkatan kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dan diperoleh rata-rata indeks

gain hasil tes kemampuan komu-nikasi matematik, pada kelas eksperimen sebesar 0,64, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 0,30. Sehingga peningkatan kemampuan komunikasi matematik pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

Kemampuan komunikasi matematik yang dimiliki oleh siswa juga memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran mate-matika. Hal ini disebabkan karena dengan kemampuan tersebut siswa dapat saling bertukar ide-ide dan gagasan-gagasan matematika.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengujian hipotesis statistik kedua untuk mengukur apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi secara signifikan daripada kelas kontrol. Dengan ditolaknya dan diteri-manya menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi secara signifikan dari pada kelas kontrol.

Dengan demikian, berdasar-kan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa rumusan masalah kedua terjawab, yaitu peningkatan kemampuan berpikir kreatif mate-matik siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada yang diajar dengan pembelajaran biasa.

c. Interaksi antara Kemampuan Awal Matematika Siswa dan Pembelajaran terhadap Pening-katan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa.

(8)

26 kemampuan awal matematika siswa diantaranya adalah perbedaan model pembelajaran yang digunakan. Pada pembelajaran berbasis masalah proses pembelajaran diawali dengan orientasi siswa pada masalah, penyajian masalah kontekstual yang berkaitan dengan konsep matematik yang akan dipelajari, kemudian mengorganisasikan siswa untuk belajar dimana siswa diorganisasikan membentuk kelompok, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevakuasi proses pemecahan masalah. Melalui cara ini, siswa mengetahui akan belajar bermakna sesuai dengan teori belajar Ausubel (Arends 2008:49).

Selain itu, dengan membe-rikan scaffolding pada siswa untuk memahami masalah yang diberikan, hal ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan komuni-kasi matematik siswa sesuai dengan teori belajar Vigotsky (Trianto, 2011:39). Selain itu, pada pembelajaran berbasis masalah menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan kelompok diskusi, sehingga selama mengerjakan LKS yang menyajikan masalah-masalah yang autentik secara berkelompok siswa dapat berkomunikasi dan bertukar informasi dengan teman sekelompoknya, sesuai dengan teori Vygotsky (Arends 2008: 47) bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktivitas belajar. Hal ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Selain itu, pembelajaran berbasis masalah

berpusat pada siswa. Siswa aktif memecahkan masalah matematika yang dihadapinya sendiri melalui interaksi dengan siswa lain dalam kelompok belajarnya.

Dengan demikian, penggu-naan model pembelajaran yang berbeda dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak terdapatnya interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dan pembelajaran terhadap pening-katan kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mellin-Olsen (dalam Ernest, 1991: 245) yaitu:

“increasingly acknowledged that the

cognitive level of student response in mathematics is determined not by the

‘ability’ of the student, but the skill

with which the teacher is able to engage the student in mathematical

‘activity’. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat kognitif siswa dalam matematika bukan ditentukan oleh kemampuan siswa, akan tetapi keterampilan yang dimiliki oleh guru dalam melibatkan siswa dalam aktivitas belajar matematika. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran menyebabkan peningkatan kemam-puan komunikasi matematik siswa.

(9)

27 menggunakan pembelajaran biasa masing-masing sebesar 0,18; 0,32 dan 0,44. Rata-rata indeks gain hasil tes kemampuan komunikasi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi dipengaruhi oleh model pembelajaran, sehingga tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.

Selanjutnya, dilakukan peng-ujian hipotesis statistik keempat untuk mengukur apakah secara signifikan terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dan model pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi atif matematik siswa. Dengan diterimanya dan ditolaknya menunjukkan bahwa secara signifikan tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.

Dengan demikian, berdasar-kan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa rumusan masalah keempat terjawab dan hipotesis keempat ditolak, yaitu tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dan pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pemba-hasan. Diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Peningkatan kemampuan komu-nikasi matematik antara siswa yang diajar dengan mengguna-kan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi mate-matik siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

2. Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara kemampuan awal matematik siswa dan pembelajaran terhadap pening-katan kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) dan pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemam-puan komunikasi matematik siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi mate-matik siswa disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Ansari, B. I. 2012. Komunikasi Matematik dan Politik Suatu Perbandingan: Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: PeNA.

(10)

28 Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar

dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Chorida, D.T. 2013. Peran Pembelajaran Berbasis Masalah

Untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Infinity, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STIKIP Siliwangi Bandung, 2(2): 194-202.

Fachrurozi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Untuk meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Edisi khusus No. 1, Agustus 2011. Edisi Khusus No.1: 76-89.

Jazuli, A. 2009. Berpikir Kreatif Dalam kemampuan Komunikasi Matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Yogyakarta, 5 Desember 2009. Rusman, 2010. Model-model

Pembelajaran. Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Shadiq, F. 2004. Penalaran,

Pemecahan Masalah dan Komunikasi. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah PPPG Matematika. Jogjakarta: Widyaiswara PPPG Matematika.

Sugandi, A.I., & Sumarmo, U. 2010. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Setting Kooperatif Jigsaw

Terhadap Kemampuan

Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Siswa SMA. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY, Yogyakarta, 27 November.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Talajan, G. 2012. Menumbuhkan Kreativitas dan Prestasi Guru. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo

Teddlie, C. & Yu, F. 2007. Mixed Methods Sampling A Typology With Examples. Journal of Mixed Metohod's Research, 1(1): 77-100.

Trianto. 2011. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif

Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Uno, H. B. 2008. Perencanan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

(11)

Gambar

Tabel 3.   Hasil Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Komunikasi Matematik

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ operasi pasar yang diadakan Bulog yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kecamatan/ mengecewakan mayarakat kecamatan Danurejan// Hal

Metode yang digunakan dalam rangka melestarikan Budaya Indonesia, yankni pencak silat adalah dengan Demonstrasi dalam jangka waktu tertetu agar lebih dikenal

The Indonesian Financial Transactions Reports and Analysis Centre of the Republic of Indonesia and the Financial Inte11igence Centre of the Republic of South Africa

Keputusan, Penilaian Pada Lingkungan Kerja Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Di Surakarta dan Sekitarnya)”.

Mengingat sortimen tidak tersedia maka pengukuran dilakukan dengan (mengandaikan) membuat sortimen pada pohon berdiri dengan panjang 150 cm. Selanjutnya, praktikan akan

1) Tahap pertama persiapan, yang meliputi: a) dalam segi materi pembelajaran CIRC dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran kelompok, b) menetapkan siswa dalam

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dan partisipasi masyarakat di Desa

Uji asam pikrat dalam menganalisis karbohidrat yaitu untuk mengetahui karbohidrat yang bersifat gula pereduksi dengan mereduksi asam pikrat membentuk asam pikramat