• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan

perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifan-NTU.

2.2 Jenis Alat Penukar Kalor

(2)

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

Gambar 2.1 Centrifugal Chiller

Sumber :http://energy-models.com/hvac-centrifugal-chillers

b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.

(3)

Sumber : http://artikel-teknologi.com/prinsip-kerja-kondensor/

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.3 Cooler

Sumber : http://howaswampcoolerworks.blogspot.com/

d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

Gambar 2.4 Evaporator

(4)

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.

Gambar 2.5 Reboiler tipe steam-heated forced circulation untuk menara destilasi

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Reboiler

f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: • Memanaskan fluida

• Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya.

Gambar 2.6 : Heat Exchanger

(5)

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Menurut T. Kuppan, alat penukar kalor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yakni :

1.Klasifikasi berdasarkan proses transfer 1.1 Tipe Kontak Langsung

1.2 Tipe tidak Kontak langsung

1.2.1 Tipe Pentransferan langsung 1.2.2 Tipe Penyimpanan

2. Klasifikasi berdasarkan kepadatan permukaan

2.1 Compact (Kepadatan daerah permukaan >= 700 m2/m3) 2.2 Non-compact (Kepadatan daerah permukaan < 700 m2/m3) 3. Klasifikasi Berdasarkan Konstruksi

(6)

4.1.1 Aliran sejajar 4.1.2 Aliran berlawanan 4.1.3 Aliran menyilang 4.2 Laluan Banyak

4.2.1 Extended Surface heat exchanger 4.2.1.1 Cross counter flow 4.2.1.2 Cross parallel flow 4.2.2 Extended surface heat exchanger

4.2.2.1 Parallel counter flow shell and fluid mixed 4.2.2.1.1 M shell passes 5. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida

5.1 Dua fluida 5.2 Tiga fluida 5.3 N-fluida (N>3)

6. Klasifikasi berdasarkan susunan mekanis aliran 6.1 Konveksi 1 fasa pada kedua sisi

6.2 Konveksi 1 fasa pada 1 sisi, konveksi 2 fasa pada sisi lainnya 6.3 Konveksi 2 fasa pada kedua sisi

6.4 Perpindahan panas secara radiasi yang dikombinasikan dengan konveksi

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

(7)

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa contoh alat penukar kalor yang digunakan dalam pemakaian yang luas :

1. Concentric Tube Heat Exchanger

Bentuk yang paling sederhana dari alat penukar kalor adalah tabung sepusat. Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari dari dua pipa, yakni pipa didalam pipa. Fluida pertama mengalir didalam pipa yang terdalam, yakni pipa pusat dan fluida kedua mengalir didalam ruang anulus.

Dalam hal yang berkaitan dengan perancangan secara mekanikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :

1. Alat penukar kalor pipa lurus ganda

Alat penukar kalor pipa lurus ganda terdiri dari dua pipa yang memiliki sumbu yang sama. Alat penukar kalor jenis ini mudah dibuat dan relatif mudah untuk dibersihkan, dirawat, dan dimodifikasi. Namun, alat panukar kalor jenis ini membutuhkan banyak ruang dan memiliki kapasitas termal yang terbatas. Alat penukar kalor jenis ini kadang dibuat sendiri untuk aplikasi yang kecil. Tetapi kebanyakan alat penukar kalor jenis tabung sepusat dari pembuat yang ahli yang menyediakan jenis perancangan yang luas, termasuk jenis alat penukar kalor pipa lurus, U-tube, dan jenis lainnya. 2. Alat Penukar kalor pipa U

(8)

memiliki prinsip kerja yang sama. Sealing ring yang digunakan antara pipa dengan cangkang terbuat dari logam yang tahan terhadap tekanan.

3. Multitube Unit

Pada tipe multitube unit, laluan pipa ditutup oleh plat yang dilubangi yang berguna sebagai seal, yang disebut tube sheet. Untuk aplikasi tekanan rendah tube sheet ditutup oleh sebuah cincin yang ttahan terhadap tekanan untuk mencegah terjadinya kebocoran yang terjadi pada celah anatara pipa dengan cangkang. Untuk aplikasi tekanan tinggi terdapat separate sealing ring untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sisi cangkang dan terdapat

indepandent seal untuk mencegah terjadinya kebocoran pada sisi pipa. Seperti pada alat penukar kalor tabung sepusat yang sederhana, tipe multitube unit ini disusun atas split ring dan flange untuk memungkinkan terjadinya pelepasan bundle.

4. Sirip

Sirip dibentuk dari potongan logam, dibentuk berupa huruf U dan biasanya ditambahkan ke pipa dengan pengelasan titik. Umumnya material sirip adalah baja karbon, baja tahan karat, dan paduan logam lainnya. Sirip yang dibuat dari brass atau sejenisnya biasanya disolder dengan tembaga, nikel, atau pipa aluminium. Material tersebut memiliki range temperatur yang terbatas dan tidak melebihi 250 °C.

Jangkauan penggunaan alat penukar kalor tabung sepusat adalah luas. Alat penukar kalor jenis ini dapat didesain untuk bekerja pada tekanan tinggi (lebih dari 300 atm didalam cangkang dan 1400 atm didalam pipa) dan temperatur tinggi (≈ 600 °C), dan alat penukar kalor ini dapat dikerjakan dengan cara kerja yang sederhana dan relatif tidak mahal. Faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam memilih alat penukar kalor tabung sepusat adalah :

1. Konstruksi yang sederhana

(9)

2. Mudah untuk dirawat

Dalam pencegahan kebocoran alat penukar kalor dapat dicapai dengan sambungan flange dan ditutup dengan sealing ring. Hal tersebut dapat memungkinkan pipa dilepas dari cangkang sehingga dapat dibersihkan, dan merupakan suatu keuntungan pada aplikasi pipa sederhana dan pipa yang bersirip.

3. Aliran Berlawanan

Alat penukar kalor mengijinkan pertukaran panas aliran berlawanan dimana fluida dingin dapat dipanaskan ke temperatur diatas temperatur keluar fluida panas. Hal ini mematahkan dugaan adanya pendekatan perbedaan temperatur seperti yang terjadi pada aliran sejajar, ataupun laluan yang banyak.

4. Kemampuan untuk dibuat sirip pada pipa

Alat penukar kalor adalah jenis yang paling sesuai untuk dilakukan peningkatan luas permukaan perpindahan panas dengan adanya sirip. Sirip digunakan saat koefisien perpindahan panas anulus rendah. Hal ini terjadi saat fluida didalam cangkang adalah berupa gas ataupun fluida dengan viskositas yang tinggi.

5. Aplikasi Tekanan Tinggi

(10)

Gambar 2.7 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Pipa Polos)

(11)

Gambar 2.8 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Dengan sirip lurus memanjang)

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

2. Shell And Tube Heat Exchanger

(12)

panas. Terdapat berbagai susunan secara mekanikal diciptakan. Untuk menghindari terjadinya berbagai pendapat yang berbeda tentang hal tersebut, Tubular Exchanger Manufacturers’ Association (TEMA) telah

mengklasifikasikan tipe dan susunan dari alat penukar kalor, khususnya jenis shell and tube (tabung cangkang) yang telah diterima oleh seluruh dunia.

2.1 Tipe Cangkang

Tipe yang paling sederhana memiliki nozel masuk dan keluar pada sudut yang berbeda dan ujung yang berbeda dari sebuah alat penukar kalor dengan satu laluan cangkang. Alat penukar kalor tipe itu biasanya disebut TEMA tipe E. Metode dalam merancang biasanya berdasarkan tipe E, namun dapat dimodifikasi. Tipe cangkang yang lain yang diakui oleh TEMA dapat dideskripsikan dengan sederhana sebagai berikut :

1. TEMA tipe F

Cangkang tipe ini memiliki dua laluan cangkang karena tipe ini memiliki sekat longitudinal. Susunan ini digunakan dalam aplikasi dua cangkang disusun secara seri, karena pendekatan temperatur seperti contoh, temperatur keluar fluida panas yang diinginkan agar mendekati temperatur masuk fluida dingin dan/atau menghindari rendahnya kapasitas aliran yang berada pada sisi cangkang jika memakai cangkang tipe E. Penurunan tekanan yang terjadi pada tipe F ini adalah mendekati 8 kali lebih besar daripada tipe E, tetapi hal ini dapat diterima dalam aplikasi tertentu. Potensi kebocoran antara sekat longitudinal dengan cangkang menjadi pertimbangan pemakaian.

2. TEMA tipe G

Tipe ini biasanya disebut tipe split flow, dengan sekat longitudinal. Penurunan tekanan yang terjadi pada tipe ini adalah sama dengan tipe E, tetapi keefektifan termal lebih baik daripada tipe E. Tipe ini digunakan biasanya untuk reboilers, tetapi kadang-kadang digunakan untuk aliran yang tidak mengalami perubahan fasa.

3. TEMA tipe J

(13)

Akibatnya penurunan tekanan mendekati seperdelapan tipe E. Penggunaan utama tipe ini adalah untuk aplikasi dengan tekanan rendah seperti coolers dan kondensor.

4. TEMA tipe X

Tipe ini memiliki aliran murni yang menyilang pada sisi cangkang, tanpa sekat menyilang. Hasilnya adalah terjadi penurunan tekanan yang sangat rendah. Tipe ini digunakan untuk fluida gas dan uap kondensat pada tekanan rendah.

Gambar 2.9 Bentuk cangkang berdasarkan TEMA

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

2.2 Tube Bundle

(14)

Perancangan mekanikal pengikat tabung terdiri dari pertimbangan yang seksama mengenai ekspansi termal. Alternatif-alternatif lain ditawarkan yakni :

1. Fixed tube sheet 2. Floating head 3. U-tube bundle

2.3 Diameter Tabung Alat Penukar Kalor

Luas permukaan perpindahan panas yang lebih besar dapat terjadi pada diameter tabung yang kecil. Dalam pembersihan tabung lebih mudah melakukannya pada diameter minimum yakni tabung dengan OD 20 mm. Mengurangi diameter tabung akan membutuhkan panjang tabung yang lebih pendek, tetapi pada saat pembersihan tabung akan perlu melakukan berbagai operasi tiap tube sheet nya. Hal lainnya adalah, diameter tabung yang kecil akan meningkatkan kemungkinan terjadinya getaran pada tabung.

2.4 Panjang Tabung Alat Penukar Kalor

Secara umum, semakin panjang tabung, akan semakin rendah harga alat penukar kalor pada luas permukaan yang ditentukan. Ini juga akan berakibat pada akan semakin kecilnya diameter cangkang, semakin tipisnya tube sheet dan flange, akan semakin sedikit yang akan ditopang dan semakin sedikit lubang yang

akan dibuat. Semakin panjangnya tabung juga akan berakibat pada kapasitas aliran yang mengalir akan relatif rendah.

Jumlah tabung tiap laluan tabung ditentukan untuk mendapatkan kecepatan fluida yang dibutuhkan. Panjang total tabung tiap laluan tabung ditentukan oleh besarnya perpindahan panas yang dibutuhkan. Selanjutnya, perancangan tabung yang sesuai untuk cangkang sehingga didapatkan kecepatan yang sesuai didalam cangkang.

Semakin panjang tabung akan lebih sulit untuk menentukan perancangan cangkang yang sesuai. Secara singkat, semakin panjang tabung akan membuat semakin sulit dalam perancangan sekat yang sesuai untuk menopang tabung.

(15)

2.5 Susunan dan Jarak Tabung

Gambar dibawah akan memberikan gambaran tentang susunan tabung yang utama yang terdapat pada alat penukar kalor tabung cangkang, yakni equilateral triangular, segi empat sama sisi, segi empat berpola zigzag. Susunan

triangular memberikan hasil yang kuat terhadap tube sheet, bentuk segi empat sama sisi adalah susunan yang sederhana dan memudahkan dalam proses perawatan.

Secara umum, jarak paling kecil dari bentuk triangular 30° adalah lebih baik dalam menghasilkan jenis aliran turbulent dan lamainar, sedangkan dalam hal pembersihan digunakan sudut 90° dan 45° dengan jarak 6,4 clearance.

2.6 Perancangan Baffle (Sekat)

Fungsi dari sekat yang menyilang adalah untuk mengarahkan aliran melewati tube bundle dan untuk menopang tabung secara mekanik agar tidak bergeser dan tidak bergetar. Bentuk yang paling umum digunakan adalah segmental baffle. Jarak sekat harus diatur pada jarak minimum dan maksimum

untuk performasi termohidrorika dan dalam menopang tabung. Rasio antara jarak antarsekat terhadap bentuk sekat adalah hal yang sangat penting dalam merancang untuk menghasilkan konversi penurunan tekanan ke perpindahan panas yang efisien. Jika penurunan tekanan yang rendah adalah yang ingin dicapai, maka dapat menggunakan sekat tipe disk-and-doughnut yang akan mengurangi penurunan tekanan sekitar 60%. Menurut TEMA, ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam mengatur jarak sekat :

1. Jarak minimum : Sekat seharusnya tidak diletakkan lebih dekat dari 1/5 ukuran diameter dalam (ID) cangkang atau 50 mm, melainkan lebih besar. Namun, perancangan khusus membutuhkan jarak sekat yang lebih dekat.

(16)

Gambar 2.10 Bentuk sekat

Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt

Untuk dapat mengetahui dengan baik proses perancangan, kita dapat mengikuti beberapa pertimbangan yang diajukan oleh Taborek :

1. Tentukan fluida yang akan mengalir didalam cangkang dan didalam tabung. Secara normal, keputusan ini akan dibuat untuk mengurangi harga akaibat daya pompa yang keluar. Sebagai contoh, air digunakan untuk mendinginkan minyak, minyak yang memiliki viskositas (kekentalan) yang lebih tinggi akan mengalir didalam cangkang. Kecenderungan untuk korosi, kerak, dan masalah dalam membersihkan kerak pada tabung, dan masalah berat yang adalah perlu dipertimbangkan.

(17)

a. Keakurasian perhitungan

b. Investasi didalam alat penukar kalor

c. Harga jika terjadi kesalahan dalam menghitung

3. Membuat perkiraan kasar tentang ukuran alat penukar kalor yang akan dirancang, misalnya nilai koefisien perpindahan panas U ataupun hal lainnya yang dapat diketahui melalui pengalaman. Hal ini akan membatasi akibat dalam perhitungan trial and error. Hal itu dapat membantu dalam mengukur kapasitas aliran dan mencegah terjadinya variasi temperatur serta mencegah terjadinya error.

4. Hitung perpindahan panas yang terjadi, penurunan tekanan yang terjadi, dan harga berbagai jenis konfigurasi alat penukar kalor yang mungkin diaplikasikan. Hal ini biasanya dilakukan dengan bantuan program komputer dalam skala besar yang telah dikembangkan dan ditingkatkan.

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas 1. Konduksi

Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas

secara konduksi pada arah x positif. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut : ΔT,

yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika

ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding terbalik dengan

Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus

dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa

qx A (2.1)

(18)

Gambar 2.11 : Perpindahan Panas secara Konduksi

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga

kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qx = kA (2.2)

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,

qx = -kA

(2.3)

atau persamaan flux panas menjadi,

q”x = = -k (2.4)

2. Konveksi

Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas.

(19)

jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida Ѵ. Konveksi

juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.12 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

Qkonveksi = hAs (Ts - T) (2.5)

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area

permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T

merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

3. Radiasi

(20)

temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan

kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody. Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody. Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut

Gambar 2.13 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

Eb (T) = σT 4 (w/m2) (2.6)

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas

blackbody.

(21)

Cairan atau gas yang melewati pipa atau duct biasanya digunakan dalam proses pemanasan ataupun pendinginan. Fluida yang digunakan dalam banyak aplikasi tersebut dipaksa untuk mengalir dengan menggunakan kipas ataupun pompa melalui sebuah pipa yang panjang yang diharapkan terjadi perpindahan panas. Pada aliran dalam dibatasi oleh luas permukaan bagian dalam pipa, dan terdapat batasan seberapa besar lapisan batas dapat berkembang. Aliran dalam adalah bukan aliran yang bebas sehingga kita membutuhkan suatu alternatif. Kecepatan fluida didalam pipa berubah dari nol pada permukaan karena tidak ada slip yang terjadi, sampai kecepatan maksimum pada pusat pipa. Disisi lain, sangat nyaman untuk menghitung dengan menggunakan kecepatan rata-rata u dengan asumsi bahwa aliran adalah inkompresibel pada saat luas permukaan pipa konstan.

Kecepatan rata-rata aktual pada saat kondisi pemanasan dan pendinginan dapat berubah karena perubahan massa jenis dengan temperatur. Secara praktis, kita menghitung sifat-sifat fluida pada temperatur rata-rata dan menganggapnya konstan. Persamaan untuk menghitung kecepatan rata-rata berasal dari hukum kekekalan massa, yakni

ṁ= ρuAc = (2.7)

ṁ adalah laju aliran massa, ρ adalah rapat massa, Ac adalah luas permukaan, dan

u(r,x) adalah profil kecepatan. Sehingga kecepatan rata-rata untuk aliran

inkompresibel pada sebuah pipa dengan radius R adalah

u = = = (2.8)

(22)

yang mengalir didalam pipa yang memiliki diameter yang kecil, ataupun pada jarak yang dekat. Untuk aliran didalam pipa yang memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold didefenisikan sebagai

Re = = (2.9)

V adalah kecepatan rata-rata fluida, D adalah diameter pipa, dan v adalah viskositas kinematik fluida.

Untuk aliran yang mengalir pada pipa yang tidak memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold bergantung pada diameter hidraulik Dh yang didefenisikan

sebagai

Dh = (2.10)

p adalah keliling penampang pipa. Dengan menghitung bilangan Reynold, dapat

ditentukan jenis aliran yang terjadi

Re < 2300 aliran laminar 2300 ≤ Re ≤ 10000 aliran transisi

Re > 10000 aliran turbulen

Untuk aliran laminar dengan pipa berbentuk lingkaran dengan panjang L dengan temperatur permukaan yang konstan, bilangan Nusselt rata-rata untuk daerah masuk termal dapat dicari dengan persamaan (Edwards et al.,1979)

Nu = 3.66 +

(2.11)

Untuk aliran transisi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Gnielinski (1976)

Nu = (2.12)

Rumus Gnielinski berlaku pada 0,5 ≤ Pr ≤ 2000 3x103 < Re < 5x106

Untuk menghitung faktor gesekan yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan pertama Petukhov (1970)

(23)

Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan Tate (1936) yakni

Nu = 1,86

(2.14)

Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali μs dihitung

pada temperatur permukaan pipa.

Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yakni

Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 (2.15)

dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160 Re > 10000

Persamaan diatas disebut Persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat ditingkatkan dengan memodifikasinya menjadi

Nu = 0,023 Re0,8 Pr n (2.16)

Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.

2.5.2 Aliran Di Dalam Annulus Pipa

Beberapa peralatan pemindah panas terdiri dari dua pipa sepusat, yang biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut, salah satu fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah identik.

Gambar 2.14 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa Sepusat

(24)

Dengan menganggap diameter dalam Di dan diameter luar Do, diameter

hidraulik annulus adalah

Dh = = = Do - Di (2.17)

Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt, yakni pada permukaan dalam pipa Nui dan pada permukaan dalam pipa Nuo.

Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 : Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal dan permukaan lainnya adiabatik

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

Nui=

(2.18)

Nuo=

(2.19)

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

(25)

apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.15 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan

termal dinding tabung adalah

(26)

Gambar 2.16 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis Di ≈Do dan Ai ≈Ao

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga tahanan termal total menjadi

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro = + + (2.21)

Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

Q = = UA ΔT = UiAiΔT = UoAo ΔT (2.22)

U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C). Rumus diatas menjadi :

= = = R = + Rdinding + (2.23)

Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao

2.7 Faktor Kotoran

(27)

pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam

tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

Mekanisme dimana permukaan menjadi berkerak dapat dipisahkan dan diklasifikasikan berdasarkan proses yakni :

1. Crystallization fouling ; Pengendapan dan/atau kristal pada permukaan. 2. Particulate fouling ; Akumulasi partikel dari aliran fluida pada permukaan. 3. Biological fouling ; Pengendapan dan pertumbuhan mikroorganisme yang

terdapat pada permukaan yang secara alami akibat dari proses yang terjadi pada aliran.

4. Chemical reaction fouling ; Pengendapan terbentuk akibat dari satu atau lebih reaksi kimia terhadap pereaksi yang terkandung dalam fluida yang mengalir. 5. Corrossion fouling : Efek dari korosi pada permukaan alat penukar kalor itu

sendiri ataupun bagian lain yang terdapat pada bagian proses.

6. Freezing fouling : Pengendapan terdiri dari lapisan yang membeku akibat dari partikel fluida pada proses.

Tahanan yang diakibatkan oleh kerak dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

Rf =

(2.24)

x adalah tebal lapisan kerak dan k adalah konduktifitas termal kerak.

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

(28)

Ai = DiL dan Ao = DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar

kalor.

Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.

Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida

Fluid Rf, m

2 . °C/W

Distiled water, sea water, river water, boiled feedwater :

Below 50 °C

Sumber : Heat and Mass Transfer, Cengel

2.8 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Log Mean

Temperature Difference (LMTD)

(29)

Gambar 2.17 : Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin pada sebuah alat penukar kalor

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

q = ṁc(ic,o – ic,i) = ṁh(ih,i – ih,o) (2.26)

i adalah entalpi fluida. Subsript h dan c adalah menandakan fluida hot (panas) dan

fluida cold (dingin), sedangkan subscript i dan o adalah kondisi inlet (masuk) dan outlet (keluar) fluida. Jika fluida tidak mengalami perubahan fasa dan diasumsikan pada kondisi panas jenis yang konstan, maka persamaan menjadi Q = ṁhcp,h(Th,i – Th,o) = ṁccp,c(Tc,o – Tc,i) (2.27)

Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen dA dari

permukaan alat penukar kalor. Maka laju perpindahan panas yang terjadi diantara kedua fluida melaui elemen dA dapat dituliskan sebagai berikut

dQ = U dA (Th – Tc) (2.28)

2.8.1 Aliran Paralel (Sejajar)

(30)

Gambar 2.18 : Distribusi temperatur aliran sejajar

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

dQ = ṁhcp,h (-dTh) = ṁccp,c (dTc) (2.29)

atau

dQ = -ṁhcp,h (dTh) = ṁccp,c(dTc) (2.30)

ṁh = Laju aliran massa fluida panas (kg/s)

ṁc = Laju aliran massa fluida dingin (kg/s) cp,h = Panas jenis fluida panas (J/kg.K)

cp,c = Panas jenis fluida dingin (J/kg.K)

Th,i = Temperatur fluida panas masuk (K)

Th,o = Temperatur fluida panas keluar (K)

Tc,i = Temperatur fluida dingin masuk (K)

Tc,o = Temperatur fluida dingin keluar (K)

Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin

(dTh < 0) (dTc >0)

dTh = -

(2.31)

dTc =

(2.32)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.33)

= -

(2.34)

= -dQ

(2.35)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc) (2.36)

= -U dA (2.37)

(31)

= -U

(2.38)

ln

= -U A (2.39)

ln(Th,o , Tc,o) – ln(Th,i , Tc,i) = -U A

(2.40)

ln = -U A

(2.41)

berdasarkan neraca entalpi bahwa laju perpindahan panas Q :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,o – Tc,i) (2.42)

diperoleh persamaan :

ṁh cp,h =

(2.43)

ṁc cp,c =

(2.44)

ln

= -U A

(2.45)

= - [Th,i – Th,o + Tc,o – Tc,i] (2.46)

= [(Th,o –Tc,o) – (Th,i – Tc,i)] (2.47)

Q = U A

(2.48)

bila :

ΔT2 = (2.49)

ΔT1 = (2.50)

maka persamaan Q menjadi :

Q = U A

(2.51)

atau

(32)

2.8.2 Aliran Berlawanan

Laju perpindahan panas = Laju perpindahan panas pada fluida panas pada fluida dingin

Gambar 2.19 : Distribusi temperatur aliran berlawanan

Sumber : Fundamental of Heat and Mass Transfer, Incropera

dQ = ṁhcp,h (-dTh) = ṁccp,c (-dTc) (2.53)

atau

dQ = -ṁhcp,h (dTh) = -ṁccp,c(dTc) (2.54)

Panas yang dilepas = Panas yang dilepas oleh fluida panas oleh fluida dingin

(dTh < 0) (dTc < 0)

dTh = -

(2.55)

(33)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.57)

= -

(2.58)

= -dQ

(2.59)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

(2.60)

= -U dA

(2.61)

dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

= -U

(2.62)

ln

= -U A

(2.63)

ln(Th,o , Tc,i) – ln(Th,i , Tc,o) = -U A

(2.64)

ln

= -U A

(2.65)

berdasarkan neraca entalpi bahwa laju perpindahan panas Q :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,o – Tc,i) (2.66)

diperoleh persamaan :

ṁh cp,h =

(2.67)

ṁc cp,c =

(2.68)

ln

= -U A

(2.69)

= - [Th,i – Th,o - Tc,o + Tc,i] (2.70)

(34)

Q = U A

(2.72)

bila :

ΔT2 = (2.73)

ΔT1 = (2.74)

maka persamaan Q menjadi :

Q = U A

(2.75)

atau

Q = U A ΔTRL = U A (LMTD) (2.76)

2.9 Analisis Alat Penukar Kalor Dengan Menggunakan Metode

Keefektifan-NTU

Metode log mean temperature difference dapat digunakan dalam menganalisis alat penukar kalor jika temperatur fluida masuk diketahui dan temperatur fluida keluar adalah spesifik atau dapat diperoleh dari persamaan kesetimbangan energi. Namun, jika hanya temperatur fluida masuk diketahui, metode LMTD tidak dapat digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan alternatif yang lain yakni dengan menggunakan metode keefektifan-NTU.

Untuk menentukan keefektifan alat penukar kalor, pertama sekali kita harus menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada alat penukar kalor tersebut. Secara prinsip, laju perpindahan maksimum ini dapat dicapai pada alat penukar kalor dengan aliran yang berlawanan dengan panjang yang tidak terhingga.

Metode NTU adalah bergantung pada parameter yang tidak berdimensi yang disebut keefektifan laju perpindahan panas, ε yang didefenisikan sebagai berikut

(35)

Laju perpindahan panas aktual yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan energi yang terjadi pada fluida panas dan fluida dingin yang dituliskan pada persamaan berikut

Q = Cc (Tc,o – Tc,i) = Ch (Th,i – Th,o) (2.78)

dimana Cc = ṁccp,c dan Ch = ṁhcp,h (2.79)

Cc dan Ch adalah kapasitas panas fluida dingin dan kapasitas panas fluida

panas. Untuk menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada sebuah alat penukar kalor, pertama sekali kita menganggap bahwa perbedaan temperatur maksimum yang berada pada sebuah alat penukar kalor adalah perbedaan antara temperatur masuk pada fluida panas dan pada fluida dingin, yakni

ΔTmaks = Th,i – Tc,i (2.80)

Perpindahan panas pada sebuah alat penukar kalor akan mendapatkan nilai maksimum pada saat

1. Fluida dingin dipanaskan hingga mencapai temperatur masuk fluida panas, atau 2. Fluida panas didinginkan hingga mencapai temperatur masuk fluida dingin Kondisi pembatas diatas tidak akan dicapai kecuali kapasitas panas fluida panas dan fluida dingin adalah sama (Cc = Ch). Pada saat Cc ≠ Ch, yang adalah

merupakan kasus yang biasanya terjadi, fluida yang memiliki kapasitas panas yang lebih kecil akan memiliki perubahan temperatur yang lebih besar, sehingga berdasarkan pengalaman akan mencapai temperatur maksimum, dimana pada kondisi tersebut perpindahan panas akan berhenti. Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi adalah

(36)

ε =

(2.84)

Keefektifan sebuah alat penukar kalor bergantung pada bentuk dan ukuran alat penukar kalor dan arah aliran yang terjadi. Oleh karena itu, perbedaan tipe pada alat penukar kalor akan menghasilkan persamaan keefektifan yang berbeda. Berikut ini akan dijabarkan persamaan keefektifan ε alat penukar kalor tipe double-pipe dengan aliran sejajar.

ln = -U A

(2.85)

ln = -U A

(2.86)

= exp (2.87)

sebelumnya diketahui bahwa

dQ = U dA (Th – Tc) (2.88)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa dQ adalah :

dQ = ṁhcp,h (-dTh) = ṁccp,c (dTc) (2.89)

atau

dQ = -ṁhcp,h (dTh) = ṁccp,c(dTc) (2.90)

dTh = -

(2.91)

dTc =

(2.92)

dTh – dTc = d (Th – Tc) (2.93)

= -

(2.94)

= -dQ

(2.95)

dTh – dTc = -U dA (Th – Tc)

(2.96)

(37)

dengan mengintegralkan kedua ruas, maka

= -U

(2.98)

ln

= -U A

(2.99)

ln(Th,o , Tc,o) – ln(Th,i , Tc,i) = -U A

(2.100)

ln

= -U A

(2.101)

= exp (2.102)

= exp (2.103)

= exp (2.104)

Berdasarkan neraca entalpi :

Q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,o – Tc,i) (2.105)

Ch (Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i) (2.106)

(T

h,i – Th,o) = (Tc,o – Tc,i) (2.107)

Tc,o

= Tc,i + (Th,i – Th,o) (2.108)

Tc,o + Th,o – Th,o = Tc,i +Th,i – Th,i +

(T

h,i – Th,o) (2.109)

-(Th,o –Tc,o) + Th,o = -(Th,i – Tc,i) + Th,i +

(T

h,i – Th,o) (2.110)

-(Th,o –Tc,o) = - (Th,i – Tc,i) + (Th,i –Th,o) +

(T

h,i – Th,o) (2.111)

= 1 -

-

(2.112)

(38)

= 1 - ε

(2.114)

ε =

(Bila Ch = Cmin & Cc = Cmaks) (2.115)

= exp (2.116)

Berdasarkan neraca entalpi :

Ch (Th,i – Th,o) = Cc (Tc,o – Tc,i) (2.117)

(Th,i – Th,o) = (Tc,o – Tc,i)

(2.118)

= Th,i – Th,o + Tc,i + Tc,o - Tc,i - Tc,o

(2.119)

= - (Th,o – Tc,o) + (Th,i – Tc,i) – (Tc,o – Tc,i) (2.120)

= 1 -

-

(2.121)

= 1 - ε

(2.122)

exp =1 - ε

(2.123)

ε = (Bila Cc = Cmin & Ch = Cmaks) (2.124)

Dapat disimpulkan bahwa rumus keefektifan alat penukar kalor tipe double-pipe dengan aliran sejajar adalah

ε =

(2.125)

(39)

ε =

(2.126)

dimana :

NTU =

(2.127)

(40)

2.10 Ansys Fluent

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode perhitungan dengan

sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan adalah aplikasi.

Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebut tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis (FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi

pada benda solid.

Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan terkenal pada tahun 70-an awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi kimia, namun seiring dengan perkembangannya industri ditahun 90-an membuat CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contoh sekarang ini banyak

sekali paket-paket softwareCAD menyertakan konsep CFD yang dipakai untuk menganalisa stress yang terjadi pada desain yang dibuat. Pemakaian CFD secara umum dipakai untuk memprediksi :

a. Aliran dan panas b. Transfer massa

c. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan pendidihan d. Reaksi kimia seperti pembakaran

e. Gerakan mekanis seperti piston dan fan

(41)

CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida. Mulai dari

aliran fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species, penghitungan dengan CFD dapat dilakukian. Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan melibatkan dengan memanfaatkan persamaan- persamaan yang terlibat. Persaman-persamaan ini adalah persamaan yang membangkitkan dengan memasukan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisis melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persaman adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi di mana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagai definisi awal yang akan dilibatkan kekontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persaman-persamaan yang terlibat.

Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama: a. Prepocessor

Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisian kondisi batas atau boundary condition. Ditahap ini juga sebuah benda atau ruangan yang akan dianalisis dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering juga disebut dengan meshing.

b. Processor

Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit.

c. Post processor

(42)

Masalah aliran fluida didasarkan pada hukum kekekalan massa, momentum dan energi. Hukum-hukum ini dituliskan didalam istilah persamaan turunan parsial dan diselesaikan dengan teknik metode elemen hingga.

1. Persamaan Kontinuitas

Dari persamaan hukum kekekalan massa, hukum kontinuitas menjadi :

+ + + = 0 (2.129)

dimana : Vx, Vy dan Vz= Komponen vektor kecepatan pada sumbu x, y dan z

ρ = massa jenis

x, y, z = Kordinat Kartesius global t = Waktu

2. Persamaan Momentum

Dalam fluida Newtonian, hubungan antara tegangan dengan laju deformasi pada fluida adalah :

τij = -Pδij+ μ + δijλ

(2.130)

dimana : τij = tensor tegangan

ui = kecepatan ortogonal (u1 = Vx, u2 = Vy,u3 = Vz)

μ = Viskositas dinamis

λ = koefisien kedua dari kecepatan

Istilah final, produk dari koefisien kedua viskositas dan divergensi, adalah nol untuk rapat massa fluida yang konstan dan dianggap cukup kecil untuk diabaikan pada cairan tekan.

Persamaan momentum, tanpa melakukan asumsi yang lebih jauh dengan memperhatikan sifat-sifat fluida adalah sebagai berikut :

+ + + = ρgx - + Rx +

+ + + Tx (2.131)

(43)

+ + + Ty (2.132)

+ + + = ρgz - + Rz +

+ + + Tz (2.133)

dimana : gx, gy, gz = komponen percepatan saat terjadi gravitasi

ρ = Rapat massa μe = Viskositas efektif

Rx, Ry, Rz = Tahanan yang terdistribusi

Tx, Ty, Tz = Kerugian viskositas

Istilah Tx, Ty, Tz adalah kerugian viskositas yang dieliminasi pada fluida

inkompresibel, pada sifat-sifat fluida yang konstan. Dengan mengubah menjadi bentuk turunan hukum kontinuitas, yang bernilai nol.

Tx = + + (2.134)

Ty = + + (2.135)

Tz = + + (2.136)

Kekekalan energi dapat dituliskan dalam artian temperatur total/temperatur statis, sering digunakan dalam aliran yang bertekanan tinggi, atau pada temperatur statis, dapat digunakan pada analisis kecepatan aliran yang rendah pada fluida inkompresibel.

3. Persamaan energi kompresibel

Persamaan energi yang lengkap diselesaikan dengan masalah kompresibel dengan perpindahan panas. Dalam hal temperatur total/temperatur statis, persamaan energi adalah :

(ρCpTo) + (ρVxCpTo) + (ρVyCpTo) + (ρVzCpTo) =

(44)

dimana : Cp = Panas jenis

To = Temperatur total/temperatur statis

K = konduktivitas termal Wv = Kerja kekentalan

Qv = Sumber panas volumetrik

Φ = pembangkitan panas kekentalan Ek = Energi kinetik

Temperatur statis dihitung dari temperatur total yang berasal dari energi kinetik yakni :

T = To –

(2.138)

dimana V = Besarnya vektor kecepatan fluida

Temperatur total dan statis akan sama untuk non-fluida. Wv, Ek, dan Φ akan dideskripsikan berikutnya.

Persamaan kerja kekentalan adalah : Wv = Vxμ

+ Vyμ

+ Vzμ

(2.139)

Pada literatur lain sering dituliskan dalam notasi tensor yang lebih lengkap yaitu sebagai berikut :

Wv = ujμ

(2.140)

Persamaan energi kinetik yaitu :

Ek = - -

-

(2.141)

Sehingga persamaan Kehilangan kekentalan adalah :

(45)

+ μ

(2.142)

Pada literatur lain persamaan diatas biasanya dituliskan dalam bentuk notasi tensor :

Φ = μ

(2.143)

4.Persamaan Enrgi Inkompresibel

Persamaan energi untuk persoalan inkompresibel dapat diturunkan dari persamaan kompresibel sebelumnya dengan mengabaikan kerja kekentalan (Wv), tekanan, kehilangan kekentalan (Φ), dan energi kinetik (Ek). Karena energi kinetik diabaikan temperatur statis (T) dan temperatur total (To) adalah

sama. Persamaan energi sekarang berbentuk persamaan persamaan transport untuk statis temperatur.

(ρCpT) + (ρVxCpT) + (ρVyCpT) + (ρVzCpT)

Gambar

Gambar 2.1 Centrifugal Chiller
Gambar 2.4 Evaporator
Gambar 2.5  Reboiler tipe steam-heated forced circulation untuk menara destilasi Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Reboiler
Gambar 2.7 Alat Penukar kalor tabung sepusat (Pipa Polos) Sumber : Process Heat Transfer,G.F Hewitt
+7

Referensi

Dokumen terkait

requires that the entropy inequality, subjected to internal geometric constraints, be applied to gain constitutive forms that close the system. Even in a simplified system, knowledge

Selama tahun 2012 PT Vale tidak pernah menerima keluhan mengenai gangguan kesehatan dan keselamatan terkait produksi maupun penggunaan produk nikel dalam matte yang dihasilkan..

Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan

komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan. menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap

 Pada Metode Pelaksanaan tidak menyampaikan metode pekerjaan penunjang management/ pengaturan penempatan dan pengiriman material ke lokasi pekerjaan, sesuai jarak angkut

By using GCPs data as an important input, the planimetric and elevation accuracy shall be improved in order to comply with the large scale topographical mapping

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 010/DI- DAK/V/2017 tanggal 12 Mei 2017 , Addendum Dokumen Pengadaan, Berita Acara Penjelasan

We decided to shown the results obtained by three different types of frames which differ in the level of quality (in terms of uniform distribution of the tie points in