• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM

DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN EKTOPIK

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Rosalina Pradana Ayu

G0009193

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

(2)

commit to user

iv

ABSTRAK

Rosalina Pradana Ayu, G0009193, 2012.Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim dengan Kejadian Kehamilan Ektopik. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Kehamilan ektopik merupakan masalah di bidang ginekologi di

dunia yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Pemakaian AKDR atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kejadian kehamilan ektopik. Kandungan progesteron yang ada dalam AKDR dapat meningkatkan implantasi tuba. Perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke dalam rahim, dan akumulasi makrofag yang ditimbulkan oleh AKDR dapat menimbulkan kehamilan ekstrauterin ketika ovulasi terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko kejadian kehamilan ektopik yang dihubungkan dengan pemakaian AKDR.

Subyek dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik

dengan pendekatan studi kasus kontrol. Subjek penelitian adalah 30 pasien dengan kehamilan ektopikdan 60 pasien dengan kehamilan normaldi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subyek dipilih dengan teknik fixed disease sampling. Pengambilan data dilakukan dengan melihat rekam medik. Data dianalisis menggunakan analisis regresi logistik ganda serta diolah dengan menggunakan SPSS 17.00 for Windows.

Hasil: Wanita pemakai AKDR memiliki risiko untuk mengalami kehamilan

ektopik 9.33 kali lebih besar daripada tidak memakai AKDR (OR=9.33; CI=95% 1.01 s.d. 86.36; p=0.049). Analisis yang digunakan sudah mengontrol umur sebagai faktor perancu.

Simpulan: Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pemakaian

alat kontrasepsi dalam rahim dengan risiko kejadian kehamilan ektopik.

(3)

commit to user

v

ABSTRACT

Rosalina Pradana Ayu, G0009193, 2012.The relationship between IUD Use and

the Risk for Ectopic Pregnancy. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: Ectopic pregnancy is a problem in gynecologic area in the world

that cause high maternal morbidity and mortality. The use of IUD or intrauterine device is one of the risk factors for the incidence of ectopic pregnancy. The content of progesterone in the IUD can increase tubal implantation.Changes in the condition of the endometrium, leukocyte infiltration into the uterus, and the accumulation of macrophages induced by the IUD can cause extrauterine pregnancy when ovulation occurs. This study aimed determine the relationship between IUD use and the risk for ectopic pregnancy..

Subject and Methods:This was an analytic observational study with case-control

design appoarch. Thirty patients with ectopic pregnancy and were compared with 60 patients with normal pregnancy at the Dr. Moewardi Hospital Surakarta. This sampel was taken by fixed disease sampling techniques. The data were collected by medical records. The data were analyzed using multiple logistic regression model, and processed usingSPSS 17.00for Windows.

Results:Women who used IUD had 9.33 times higher risk of ectopic pregnancy

than women who did not use IUD(OR=9.33; CI=95% 1.01 to 86.36; p=0.049). The analysis has controlled for age as a confounding factor.

Conclusion:There is relationship between IUD use and the risk for ectopic

pregnancy.

(4)

commit to user vi

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim dengan Kejadian Kehamilan Ektopik. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Darto, dr., Sp.OG selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

3. Prof Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Andy Yok Siswosaputro, drg., M.Kes selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ari Probandari, dr., MPH, Ph.Ddan Muthmainah, dr., M.Kesselaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Prasstya dan Ibunda Maria Endah Prasadja, serta adik-adik saya, Catharina Berla Berliana dan Rufina Nisita Kirana tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 8. Kakak tingkat saya, Jesslyn M. Sanusi yang selalu memberikan saya semangat

dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat saya yang terbaik, Dympna Prameilita, Caesaria Christ, Irene Ardiani, Ardelia Kurniawan, Medika Putri, Prisca Priscilla, Vasa Adi, David Kurniawan, dan Prabuwinoto yang selalu memberikan saya semangat dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat terdekat, Monica Ponpon, Irene Yunita, Antonius Bagus, Gagat Ragil, teman-teman kelompok AX dan angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, Oktober 2012

(5)

commit to user

3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/IUD ... 11

a. Pengertian ... ... 11

d. Lokasi Tersering Kejadian Kehamilan Ektopik ... .. 28

e. Tanda dan Gejala ... ... 29

f. Diagnosis ... ... 31

g. Tata Laksana ... ... 31

(6)

commit to user viii

B. Kerangka Berpikir ... 35

C. Hipotesis ... 35

BAB III. METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Lokasi Penelitian ... 36

C. Subjek Penelitian ... 36

D. Teknik Sampling ... 37

E. Besar Sampel ... 37

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 37

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 37

H. Instrumen Penelitian ... 39

I. Cara Kerja ... ... 39

J. Rancangan Penelitian ... 40

K. Teknik Analisis Data ……… ... 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 42

A. Karakteristik Sampel Penelitian ... 42

B. Hasil Analisis Bivariat ... 44

C. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda ... 45

BABV. PEMBAHASAN ... 47

BABVI. PENUTUP ... 49

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

(7)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas

dari masalah kependudukan. Secara garis besar masalah-masalah pokok di

bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang

besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, penyebaran

yang tidak merata, struktur usia muda, dan kualitas penduduk yang masih

harus ditingkatkan. Oleh karena itu, berbagai program kependudukan telah

dilaksanakan yang bertujuan mengurangi beban kemiskinan, kebodohan, dan

keterbelakangan akibat tekanan kependudukan dan meningkatnya upaya

mensejahterakan penduduknya melalui dukungan program-program

pembangunan termasuk Keluarga Berencana (Winkjosastro, 2002).

Keluarga Berencana secara hakiki adalah upaya peningkatan kepedulian

dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

penundaan kehamilan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,

peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil,

bahagia, dan sejahtera (Hartanto, 2003). Di Indonesia program KB telah

dirintis oleh masyarakat baik para dokter secara pribadi dalam melaksanakan

tugasnya maupun masyarakat (Suwardjono, 2005).

Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional, telah diubah

visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

(NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015” (Saifuddin, 2006). Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya

metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya

kehamilan (Suwardjono, 2005).

Kontrasepsi merupakan metode untuk menghindari atau mencegah

(8)

commit to user

dengan sperma (Hartanto, 2003). Salah satu alat kontrasepsi yang rasional

adalah Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Saifuddin, 2006). Beberapa

lembaga epidemiologi melaporkan bahwa pada tahun 1994 dari 100 juta

wanita yang dihitung menggunakan AKDR; 4,5% pengguna berasal dari

Indonesia (Tinelli, 2006). Menurut SDKI 2003, metode kontrasepsi yang

banyak digunakan di masyarakat adalah KB suntik (49,1%), pil (23,3%),

AKDR/spiral (10,9%), implant (7,6%), MOW (6,5%), kondom (1,6%), dan

MOP (0,7%) (Kusumaningrum, 2009). Sedangkan berdasarkan data statistik

Indonesia pada tahun 2005 didapatkan data pemakai AKDR adalah sebesar

5,20% (BPS, 2010). Menurut Handayani (2010), Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim (AKDR) atau lebih dikenal Intrauterine Device (IUD)adalah suatu

benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga

atau juga mengandung hormon dan dimasukkan ke dalam rahim melalui

vagina dan mempunyai benang. AKDR merupakan pilihan kontrasepsi yang

efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua

perempuan usia reproduktif (Maryati, 2009).

Selain memiliki berbagai keuntungan, menurut Sarwono (1999) AKDR

juga memiliki efek samping seperti perdarahan, rasa nyeri dan kejang di

perut, gangguan pada suami, ekspulsi/pengeluaran sendiri. Sedangkan salah

satu komplikasi dari penggunaan AKDR adalah kehamilan ektopik

disamping komplikasi lainnya seperti infeksi dan perforasi (Rabe, 1996).

Menurut WHO (2002), kehamilan ektopik merupakan masalah besar di

bidang ginekologi di dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal

yang tinggi mencapai 2,5% sedangkan untuk di Asia mencapai 0,1%. Tingkat

kehamilan ektopik sendiri adalah 0,6-1,1% per tahun (Beltman dan DeGroot,

2009). Di Amerika Serikat sendiri, insidensi kehamilan ektopik meningkat

signifikan dibeberapa tahun terakhir. Pada tahun 1948 insidensi kehamilan

ektopik sekitar 0,37%, sekarang insidensi kehamilan ektopik menurut

Centers for Disease Control and Prevention (CDC)meningkat menjadi 1,9%

(Ling dkk., 2001). Di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, pada

(9)

commit to user

dan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi kehamilan

ektopik adalah 1:24 (Mochtar, 1998).

Kehamilan ektopik/ectopic pregnancy/ectopic gestation/eccecyesis

adalah kehamilan yangberkembang setelahimplantasiblastokista dimana pun

selainendometriumyang melapisirongga rahim (Katz dkk., 2007). Salah satu

faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik adalah

riwayat penggunaanIntrauterine Device(IUD)atau lebih dikenal Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (Shiafkou, 2007). Penelitian di Prancis

menunjukkan, dari 503 kehamilan ektopik (EP) yang ditangani dengan

pembedahan menggunakan teknik laparoskopi konservatif, 153(30,4%)

terjadi pada pasiendengan perangkatintra-rahim (AKDR) (Pouly dkk.,

1991). Mekanisme kerja IUD yang menyebabkan perubahan suasana

endometrium, infiltrasi leukosit ke rahim, dan akumulasi makrofag diduga

menyebabkan timbulnya kehamilan ektrauterin ketika ovulasi terjadi (Yuce

dkk., 2005).

Berdasarkan hal tersebut, kehamilan ektopik merupakan masalah

kependudukan yang juga harus menjadi perhatian, apalagi dewasa ini banyak

wanita yang menggunakan AKDR. Oleh karena itu, penulis tertarik

melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan pemakaian alat

kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik pada

perempuan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi kejadian

kehamilan ektopik terutama yang disebabkan oleh faktor risiko riwayat

pemakaian Intrauterine Device (IUD).

B. Rumusan Masalah

1. Adakah hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan

kejadian kehamilan ektopik?

2. Apakah pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat meningkatkan

(10)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis hubunganpemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan

kejadian kehamilan ektopik.

2. Menganalisis apakah pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat

meningkatkan kejadian kehamilan ektopik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi

dan bahan kajian dalam bidang obstetri ginekologi mengenai hubungan

pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan

ektopik.

2. Manfaat Aplikatif

a.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim kepada masyarakat.

b.Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk

(11)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan atau gestasi adalah kondisi maternal yang

memiliki fetus di dalam tubuhnya (DeCherney dkk., 2003).

Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin

(Saifuddin, 2006). Periode antepartal mencakup waktu kehamilan

mulai dari hari pertama periode terlambat menstruasi sampai

dimulainya periode intrapartal. Lamanya hamil normal adalah 280

hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid

terakhir (Saifuddin, 2006). Usia gestasi adalah lamanya kehamilan

sejak Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT) yang mendahului

ovulasi dan fertilisasi sekitar 2 minggu sebelumnya. Dari fertilisasi

sampai usia gestasi 10 minggu (8 minggu pasca konsepsi), konseptus

disebut embrio. Dari 10 minggu sampai lahir, disebut janin atau fetus

(Norwitz dkk., 2006). Namun pada kenyataannya, kehamilan tidak

selama ini karena fertilisasi terjadi pada saat ovulasi yaitu 14 hari

setelah akhir masa menstruasi. Ini menjadikan kehamilan mendekati

266 hari atau 38 minggu lamanya. Periode antepartal dibagi ke dalam

trimester, tiap trimester setidaknya 13 minggu atau 3 bulan kalender.

Pada prakteknya, trimester pertama umumnya dihitung mulai minggu

1-12 (12 minggu), trimester kedua minggu 13-27 (15 minggu) dan

trimester ketiga minggu 28-40 (13 minggu) (Varney, 2004).

b. Proses Kehamilan

Mulai masa pubertas dan selanjutnya, folikel tertentu

(12)

commit to user

ovum (Salmah, 2006). Pelepasan ovum hanya terjadi satu kali setiap

bulan, sekitar hari ke-14 pada siklus menstruasi normal 28 hari. Saat

berhubungan, sekitar 300 juta sperma tersimpan pada forniks vagina.

Lebih banyak mati pada perjalanan di sepanjang uterus dan hanya

seribu yang dapat mencapai tuba uterina dan bertemu dengan ovum,

biasanya di ampula. Banyak sperma yang dibutuhkan pada saat ini

tapi hanya satu yang dapat memasuki ovum. Setelahnya, membran

ditutup untuk mencegah masuknya sperma yang lain dan inti dari dua

sel ini bersatu (Salmah, 2006). Pertemuan terlaksana setelah sel telur

lepas sekitar 12 jam dan spermatozoa melalui proses kapasitasi disebut fertilisasi, pembuahan, “konsepsi”, atau impregnancy (Manuaba, 1999).

Konsepsi didefinisikan sebagai pertemuan antara sperma

dan sel telur yang menandai awal kehamilan. Peristiwa ini merupakan

rangkaian kejadian yang meliputi pembentukan gamet (telur dan

ovum), ovulasi (pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi

embrio di dalam uterus (Kusmiyati, 2008).

Sperma dan ovum disebut sebagai gamet laki-laki dan

perempuan dan ovum yang dibuahi disebut zigot (Salmah, 2006).

Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan

zigot (Winkjosastro, 2005). Nidasi adalah peristiwa

tertanamnya/bersarangnya sel telur yang telah dibuahi ke dalam

endometrium (Kusmiyati, 2008). Implantasi biasanya terjadi di bagian

atas uterus dan lebih sering terjadi di dinding posterior uterus

(Norwitz, 2006). Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya

kehamilan (Winkjosastro, 2005).

Sejak saat terjadi konsepsi, fertilisasi, impregnancy sampai

mampu menanamkan diri diperlukan waktu sekitar 6–7 hari. Untuk

menyuplai darah dan zat-zat makanan bagi mudhigah dan janin

(13)

commit to user c. Tanda dan Gejala Kehamilan

Tanda-tanda kehamilan menurut DeCherney dkk. (2007)

sebagai berikut:

1) Peningkatan suhu basal tubuh secara persisten selama 3 minggu.

2) Muncul chloasma atau topeng kehamilan yaitu penggelapan kulit

di atas dahi, hidung dan tulang pipi.

3) Muncul linea nigra yakni penggelapan pada puting susu dan garis

tengah yang lebih rendah dari abdomen mulai dari umbilikus

sampai pubis (penggelapan linea alba).

4) Muncul striae pada payudara dan perut.

5) Muncul spider teleangiektasi.

Sedangkan gejala kehamilan menurut Cunningham dkk.

(2006) adalah sebagai berikut:

1) Mual dengan atau tanpa muntah.

2) Gangguan berkemih selama trimester pertama.

3) Fatique (rasa mudah lelah).

4) Persepsi gerakan janin.

d. Endokrinologi Kehamilan

Dari segi endokrinologi, Jacoeb (2005) membagi kehamilan

atas tiga masa, yaitu:

1) Kehamilan muda

Masa ini ditandai oleh meningkatnya pembentukan hCG

dari sel-sel trofoblas dan perubahan korpus luteum menjadi

korpus luteum graviditatis yang memproduksi estrogen dan

progesteron.

2) Kehamilan pertengahan triwulan pertama

Pada masa ini produksi hCG yang semula meningkat

mulai menurun. Estrogen dan progesteron tidak dihasilkan lagi

(14)

commit to user 3)Kehamilan triwulan kedua dan ketiga

Pada masa ini plasenta menghasilkan steroid seks dalam

jumlah yang sangat besar. Selain itu terjadi pula peningkatan

sekresi hormon PRL dari hipofisis anterior. Plasenta juga

membentuk human chorionic somatomammotropin (hCS), human

placental lactogen (hPL), atau human chorionic thyrotropin

(hCt).

Pembentukan hCG meningkat pada awal kehamilan dan

mencapai puncaknya pada hari ke-50 hingga hari ke-80

kehamilan. Hormon khorionik ini memicu sintesis steroid seks

tidak hanya di korpus luteum, melainkan juga di plasenta. Jumlah

progesteron yang dibentuk oleh plasenta mencapai 200ng sehari

atau lebih. Pada pihak lain, produksi estrogen meningkat

perlahan-lahan dan mencapai puncaknya pada akhir kehamilan.

Uterus bertambah besar di bawah pengaruh steroid seks.

Pada kehamilan 36 minggu beratnya mencapai 1000 gram (20

kali lipat). Pembesaran uterus itu sementara dipicu oleh estrogen.

Progesteron menyebabkan relaksasi otot-otot uterus.

2. Keluarga Berencana

a. Pengertian

Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan

membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang

tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur

interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam

hubungan dengan umur suami dan istri, dan menentukan jumlah anak

dalam keluarga (Hartanto, 2004). Sedangkan menurut McKenzie

(2007) keluarga berencana sebagai proses penetapan jumlah dan jarak

anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara

(15)

commit to user b. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari dua kata yakni kontra dan

konsepsi. Kontra berarti menolak, konsepsi berarti pertemuan antara

sel telur wanita (ovum) yang sudah matang dengan sel mani pria

(sperma) sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Dengan

demikian kontrasepsi adalah metode untuk mencegah bertemunya sel

telur yang matang dengan sel mani pada waktu bersenggama,

sehingga tidak akan terjadi pembuahan dan kehamilan (Farrer, 2001).

1) Macam-macam kontrasepsi

Menurut Saifuddin (2006) terdapat beberapa macam alat

kontrasepsi yang dapat digunakan, antara lain :

a) Metode kontrasepsi sederhana

(1)Metode kalender

Metode kalender dilakukan dengan wanita

mendeteksi masa suburnya, yang biasanya 12-26 hari

sebelum hari pertama menstruasi berikutnya. Metode ini

didasarkan pada perhitungan mundur siklus menstruasi

wanita selama 6-12 bulan siklus yang tercatat (Everett,

2007).

(2)Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Menyusui ekslusif merupakan suatu metode

kontrasepsi sementara yang cukup efektif, selama klien

belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan

pasca persalinan. Efektifnya dapat mencapai 98%. MAL

efektif bila menyusui lebih dari delapan kali sehari dan bayi

mendapat cukup asupan per laktasi (Saifuddin, 2006).

(3)Metode suhu tubuh

Metode suhu tubuh dilakukan dengan mengukur

suhu tubuhnya setiap hari untuk mengetahui suhu tubuh

(16)

commit to user

Body Temperature) akan sedikit turun, kemudian naik

sebesar 0,2oC-0,4oC dan menetap sampai masa ovulasi

berikutnya(Everett, 2007).

(4)Senggama terputus (Coitus interuptus)

Coitus interuptus adalah saat pria menarik penisnya

dari vagina sebelum ejakulasi selama koitus(Everett, 2007).

b) Metode Barrier

(1)Kondom

Kondom merupakan selubung atau sarung karet

yang dapat dibuat dari berbagai bahan diantaranya lateks

(karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewan)

yang dipasang pada penis saat berhubungan

seksual(Saifuddin, 2006).

(2)Diafragma

Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung,

terbuat dari lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina

sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks

(Saifuddin, 2003).

(3)Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (non oksinol-9)

digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma.

Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal

suppositoria, atau dissolvable film, dan dalam bentuk krim

(Saifuddin, 2006).

c) Metode kontrasepsi modern

(1)Kontrasepsi pil

Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral

yang harus diminum setiap hari yang bekerja mengentalkan

(17)

commit to user

dua macam yaitu kontrasepsi kombinasi dan kontrasepsi pil

progestrin (Saifuddin, 2006).

(2)Kontrasepsi implan

Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi plastik

berisi hormon jenis progesteron levonogestrol yang

ditanamkan di bawah kulit, yang bekerja mengurangi

transportasi sperma (Saifuddin, 2006).

(3)Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim adalah alat

kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rongga rahim

wanita yang bekerja menghambat sperma untuk masuk ke

tuba fallopii (Saifuddin, 2006).

(4)Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

Kontrasepsi mantap merupakan suatu cara permanen

baik pada pria dan pada wanita, dilakukan dengan tindakan

operasi kecil untuk mengikatsaluran telur perempuan, atau

menutup saluran mani laki-laki (Depkes RI, 2006).

(5)Kontrasepsi suntikan

Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang

diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuskuler di

daerah otot pantat (gluteus maximus) (Siswosudarmo,

2001).

3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intrauterine Device (IUD)

a. Pengertian

AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur

tambahan untuk sinergi efektivitas) dengan berbagai bentuk yang

dipasang ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptik

(Saifuddin, 2002). Sedangkan menurut American Pregnancy

Association (2003) IUD adalah sebuah alat kontrasepsi yang

(18)

commit to user

potongan plastik berisi tembaga atau hormon progesteron sintetis yang

mencegah kehamilan.

b. Jenis AKDR

Saat ini AKDR ada yang termasuk dalam tiga golongan

utama yakni inert, mengandung tembaga, dan melepaskan hormon.

Semua alat yang saat ini tersedia memiliki satu atau dua benang nilon

yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah pengeluaran

(Kishen, 2002).

1) Alat inert (tanpa obat)

World Health Organization(WHO) tidak menganjurkan

pemasangan AKDR inert, karena AKDR yang mengandung

tembaga atau melepaskan hormon jauh lebih efektif (Kishen,

2002).

2) Alat yang mengandung tembaga

AKDR yang mengandung tembaga umumnya dilisensi

untuk digunakan 5 sampai 10 tahun. Nova-T 380 dilisensikan

untuk pemakaian 5 tahun dan Copper-T 380 untuk pemakaian

kontinyu sampai 10 tahun di Eropa Barat. Semua alat tersebut

terdiri dari sebuah rangka plastik dengan kawat tembaga

melingkari batang dan sebagian memiliki sarung tembaga di

lengannya (Kishen, 2002).

3) Alat yang melepaskan hormon

Sistem intrauterus penghasil

levonorgestrel(levonorgestrel-releasing intrauterine system; LNG-IUS). LNG-IUS terdiri dari sebuah rangka Nova-T dengan

sebuah kolom LNG di dalam suatu membran (yang berfungsi

membatasi pengeluaran zat) yang membungkus batang vertikal

alat. Alat ini mengandung 52 mg LNG yang dilepaskan dengan

(19)

commit to user

pemakaian 5 tahun tetapi pengujian membuktikan bahwa tidak

terjadi penurunan efektivitas setelah pemakaian 7 tahun (Kishen,

2002).

Menurut Hartanto (2004), AKDR dibagi menjadi dua, yakni

bentuk terbuka (open device) dan bentuk tertutup (closed device).

1) Bentuk terbuka (open device)

Yakni Lippes loop, Cu T, Cu 7, Margulies, Spring Coil,

Multiload,Nova T.

2) Bentuk tertutup (closed device)

Yakni Ota ring, Antigon, Grafenberg ring, Hall stonering.

Dan menurut tambahan obat atau metal, IUD dibagi menjadi 2

yakni medicated IUD dan unmedicated IUD (Mochtar, 1998) :

1) Medicated IUD

Yakni Cu T -200, Cu T -220, Cu T -300, Cu T -380 AKDR,

Cu 7, Nova T, ML – Cu 375, Progesterone.

2) Unmedicated IUD

YakniLippes loop, Salf T coil, Antigon.

Sedangkan menurut Cunningham dkk. (2006), secara umum

AKDR terdiri dari 2 jenis. Jenis yang secara kimiawi inert terdiri dari

bahan tidak terserap, terutama polietilen dan dibubuhi oleh barium sulfat

agar radioopak. Pada AKDR yang aktif secara kimiawi, terjadi elusi

tembaga atau zat progestasional secara terus menerus. Ilustrasi bentuk

jenis-jenis AKDR dapat dilihat pada Gambar 2.1.

1) Progestasert

Ko-polimer etilen vinil asetat berbentuk T ini memiliki

batang vertikal yang mengandung 38 mg progesteron dan barium

sulfat dalam dasar silikon. Alat ini mengeluarkan progesteron

sekitar 65 µg/hari ke dalam rongga uterus selama 1 tahun. Jumlah

(20)

commit to user

memiliki panjang 36 mm dan lebar 32 mm, dan terdapat benang

hitam atau biru tua yang melekat ke pangkal batang. Untuk

memasang harus digunakan teknik penarikan (Cunningham dkk.,

2006).

2) AKDR Levonorgestrel (AKDR-LNg)

Alat ini serupa dengan progestasert, tetapi mengandung

levonorgestrel. Keunggulan utamanya adalah keharusan

mengganti yang hanya setiap 5 tahun, dibandingkan dengan

progestasert yang setiap tahun. Alat ini membebaskan

levonorgestrel ke dalam uterus dengan kecepatan relatif konstan

20 µg/hari, yang secara nyata menguragi efek sistemik progestin.

AKDR ini adalah polietilen yang berbentuk huruf T yang

batangnya terbungkus oleh campuran polidimetilsiloksan atau

levonorgestrel. Campuran ini dilapisi oleh suatu membran

permeabel yang mengatur kecepatan pembebasan hormon

(Cunningham dkk., 2006).

3) Cooper T 380 A

Alat ini terdiri dari polietilen dan barium sulfat.

Batangnya dibalut oleh 314 mm2 kawat tembaga halus, dan kedua

lengan masing-masing mengandung 33 mm2 gelang tembaga,

sehingga total tembaga adalah 380 mm2. Dari pangkal batang

menjulur dua helai benang. Pada awalnya, benang-benang

tersebut berwarna biru, tetapi sekarang warnanya putih

kekuningan (Cunningham dkk., 2006).

(21)

commit to user

Sumber: (Albar, 2005)

Keterangan :

a) Lippes loop

b) Salf T coil

c) Dana super

d) Cooper-T (Gyne-T)

e) Cooper-7 (Gravigard)

f) Multiload

g) Progesterone IUD

c. Mekanisme Kerja AKDR

Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing di

endometrium, disertai peningkatan produksi protaglandin dan infiltrasi

leukosit. Reaksi ini ditingkatkan oleh tembaga, yang memperngaruhi

enzim-enzim endometrium, metabolisme glikogen dan penyerapan

estrogen serta menghambat transportasi sperma. Pada pemakai AKDR

yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai

saluran genitalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba

mengganggu viabilitas gamet, baik sperma maupun ovum yang

diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga

memperlihatkan degenerasi mencolok. Pengawasan hormon secara

dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai

AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian,

pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting

kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk

kontrasepsi pascakoitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi

mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya

(Kishen, 2002).

Mekanisme kerja belum diketahui pasti. Gangguan pada

implantasi ovum yang sudah dibuahi, yang pernah dianggap sebagai

(22)

commit to user

Sulak, 1997). Respons peradangan lokal intens yang terjadi, terutama

oleh alat yang mengandung tembaga, akan memicu aktivasi lisosom

dan peradangan yang bersifat spermisidal (Alvares dkk., 1988; Ortiz

dan Croxatto, 1987). Apabila akhirnya terjadi pembuahan, reaksi

peradangan yang sama akan ditunjukkan kepada blastokista. Untuk

AKDR yang secara kimiawi inert, efektivitas kontrasepsi umumnya

meningkat seiring dengan ukuran dan luas kontak dengan

endometrium (Cunningham dkk., 2006).

Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah perlambatan

motilitas tuba yang diperkirakan ditimbulkan oleh respons peradangan

di uterus. Endometrium juga menjadi sangat tidak ramah bagi

implantasi sekalipun pembuahan dan transport tuba sudah berhasil.

Pada pemakai progestasert jangka panjang terjadi atrofi endometrium

(Cunningham dkk., 2006). Pembuahan kemungkinan dicegah oleh

efek spermisidal atau percepatan transport ovum melalui tuba fallopi,

atau keduanya (Alvares dkk., 1988; Ortiz dan Croxatto, 1987).

Akhirnya, AKDR yang mengandung progestrin mungkin mengganggu

penetrasi sperma melewati mukus serviks yang mengental

(Cunningham dkk., 2006).

d. Efektivitas AKDR

Efektivitas alat ini serupa dengan efektivitas kontrasepsi

oral. Meski demikian, angka kegagalan lima tahun untuk progestasert

adalah dua kali lipat dibandingkan dengan angka untuk Cu T 380A

(2,0 versus 0,8 persen). Cu T 380A adalah salah satu cara kontrasepsi

paling efektif yang tersedia. Yang utama, angka kehamilan yang tidak

diinginkan menurun secara progresif setelah tahun pertama pemakaian

(Vessey dkk., 1983). Kegagalan ini sebagian disebabkan oleh

kegagalan metode dan bukan kegagalan pemakai (Cunningham dkk.,

(23)

commit to user e. Efek Menguntungkan

Menurut Albar (2005) AKDR mempunyai keunggulan

terhadap cara kontrasepsi yang lain karena:

1) Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan

demikian satu kali motivasi.

2) Tidak menimbulkan efek sistemik.

3) Ekonomis dan cocok untuk penggunaan massal.

4) Efektivitas cukup tinggi dan reversibel.

Alat kontrasepsi dalam rahim yang mengandung

progesteron dan levonorgestrel mengurangi pengeluaran darah saat

menstruasi dan bahkan dapat digunakan untuk mengobati menoragia.

Selain itu, berkurangnya darah menstruasi sering dilaporkan disertai

oleh penurunan dismenorea. Wanita yang dikontraindikasikan untuk

kontrasepsi oral kombinasi dan norplant sering dapat menggunakan

alat ini. AKDR-LNg pun dapat digunakan karena alat ini

mengeluarkan hormon dalam jumlah sangat kecil secara lokal

(Cunningham dkk., 2006). AKDR-LNg juga dilaporkan mengurangi

insidensi infeksi panggul dan bermanfaat bagi wanita dengan fibroid uteri (Toivonen dkk., 1991; Van Den Hurk dan O’Brien, 1999). Setelah penghentian, kesuburan tidak terganggu (Sivin dkk., 1992).

Sedangkan menurut Kishen (2002), keuntungan dari

penggunaan AKDR dibagi menjadi beberapa aspek, yakni:

1) Kepatuhan dan kelanjutan

Agar berhasil, AKDR tidak membutuhkan kepatuhan.

AKDR merupakan metode kontrasepsi yang sama sekali tidak

berkaitan dengan koitus.

(24)

commit to user

AKDR modern bersifat efektif dan bekerja lama

sementara AKDR tembaga harganya sangat murah. Alat-alat ini

menghasilkan kontrasepsi sampai 10 tahun sehingga sangat

efektif dari segi biaya.

3) Manfaat ginekologi

LNG-IUS memiliki manfaat tambahan selain sabagai alat

kontrasepsi yakni mengurangi secara nyata jumlah darah

menstruasi dan dismenore serta dapat bermanfaat dalam terapi

menoragia.

4) Reversibilitas

AKDR umumnya sangat mudah dikeluarkan dan

pemulihan kesuburan berlangsung cepat (angka konsepsi 78-88%

setelah 12 bulan dan 92-97% pada 3 tahun setelah pengeluaran).

Kesuburan cepat pulih setelah pengeluaran LNG-IUS.

5) Keganasan

Pada AKDR tidak terdapat kekhawatiran mengenai

peningkatan risiko penyakit keganasan.

f. Efek Merugikan

Beragam penyulit pernah dilaporkan pada pemakaian alat-alat

kontrasepsi dalam rahim. Namun, efek samping umumnya tidak serius

(Cunningham dkk., 2006).

Berikut ini adalah efek merugikan dari penggunaan AKDR:

1) Perforasi Uterus dan Abortus

Efek merugikan paling awal adalah yang berkaitan dengan

pemasangan. Efek tersebut adalah perforasi uterus yang secara

klinis atau tersamar, baik pada saat memasang sonde uterus

maupun memasukkan alat, serta abortus kehamilan yang tidak

diketahui sebelumnya. Frekuensi penyulit-penyulit ini bergantung

(25)

commit to user

yang diambil agar tidak terjadi interupsi suatu kehamilan

(Cunningham dkk., 2006). Insiden perforasi untuk Cu T 380A

adalah 0,6 per 1000 insersi, dan untuk progestasert insidennya 1,1

per 1000 insersi (WHO, 1987). Walaupun alat dapat bermigrasi

secara spontan ke dalam dan menembus dinding uterus, sebagian

besar perforasi terjadi, atau paling tidak dimulai, pada saat

pemasangan (Cunningham dkk., 2006).

2) Kram dan Perdarahan Uterus

Kram atau kejang uterus dan perdarahan kecil

kemungkinan terjadi segera setelah pemasangan, dan keluhan ini

menetap untuk waktu yang bervariasi. Kram ini dapat dikurangi

dengan memberikan obat anti-inflamasi nonsteroid sekitar 1 jam

sebelum pemasangan (Cunningham dkk., 2006).

3) Menoragia

Pengeluaran darah saat menstruasi sering meningkat dua

kali lipat pada pemakaian Cu T 380A, dan mungkin sangat

banyak sehingga menyebabkan anemia defisiensi besi. Ini adalah

efek samping yang menganggu, dan sekitar 10-15% wanita

pemakai AKDR tembaga berhenti menggunakan kontrasepsi ini

atas alasan tersebut (Hatcher dkk., 1998).

Progestasert, karena efek progesteronnya yang lokal,

jarang menyebabkan menoragia dan anemia. Sebagai contoh,

menstruasi normal menyebabkan pengeluaran darah sekitar 35 ml.

Rata-rata pengeluaran darah pada sebagian besar AKDR yang

mengandung tembaga adalah sekitar 50 sampai 60 ml per daur,

tetapi mungkin lebih (Guillebaud dkk., 1979). Rata-rata

pengeluaran darah pada pemakai progestasert adalah sekitar 25

ml per siklus. Pengeluaran darah pada pemakai AKDR-LNg

bahkan mungkin lebih sedikit dibandingkan dengan pemakai

(26)

commit to user 4) Infeksi

Infeksi panggul, termasuk abortus septik, dapat terjadi

pada pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim. Abses

tubo-ovarium, yang mungkin unilateral juga pernah dilaporkan.

Apabila dicurigai ada infeksi, alat harus dikeluarkan, dan wanita

yang bersangkutan diterapi dengan antibiotik yang efektif. AKDR

juga meneyebabkan peningkatan infertilitas akibat faktor tuba.

Efek ini hanpir tidak ada pada alat yang mengandung tembaga,

tetapi lebih nyata pada wanita nulipara, terutama apabila wanita

memiliki banyak pasangan seksual (Cunningham dkk., 2006).

Selama beberapa hari setelah pemasangan AKDR, bakteri

dapat ditemukan di rongga uterus, tetapi dengan frekuensi yang

jauh lebih jarang dibandingkan dengan 24 jam pertama (Mishell

dkk., 1966). Sampai 20 hari pertama setelah pemasangan terjadi

peningkatan kecil risiko infeksi panggul (Farley dkk., 1992).

Karena itu, risiko utama infeksi disebabkan oleh pemasangan dan

tidak meningkat pada pemakaian jangka panjang.

5) Kehamilan

a) Kehamilan intrauterus

Walaupun jarang, wanita yang sedang memakai AKDR

dapat hamil, dalam hal ini, wanita memiliki risiko yang lebih

tinggi mengalami aborsi spontan dini atau mid-trimester (yang

mungkin berkaitan dengan sepsis), partus prematur, dan

peningkatan mortalitas perinatal apabila AKDR dibiarkan in

situ (Kishen, 2002). DislokasiIUDadalah faktor yang

signifikanmempengaruhikehamilanIUD. Fakta

(27)

commit to user

pertamamengungkapkanperlunyakontrolyang lebih

seringdalam periode ini (Inal, 2005).

b) Kehamilan ektopik

Apabila seorang wanita yang sedang menggunakan

AKDR dicurigai hamil maka kemungkinan kehamilan ektopik

harus selalu dipertimbangkan. AKDR modern sangat efektif

dan mengurangi risiko segala jenis kehamilan termasuk

kehamilan ektopik, terutama bila dibandingkan dengan wanita

yang tidak menggunakan kontrasepsi. Namun, apabila terjadi

kehamilan dengan AKDR in utero, maka risiko kehamilan itu

menjadi kehamilan ektopik meningkat karena AKDR

memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap

kehamilan intrauterus daripada kehamilan ekstrauterus

(Kishen, 2002).

Selain hal tersebut di atas menurut Albar (2005) ada beberapa

efek samping atau kerugian dari pemakaian AKDR, yakni sebagai

berikut:

1) Gangguan pada suami

Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang

AKDR sewaktu bersenggama.

2) Ekspulsi (Pengeluaran sendiri)

Ekspulsi AKDR dapat terjadi untuk sebagian atau

seluruhnya. Ekspulsi biasanya terjadi waktu haid dan dipengaruhi

oleh:

a) Umur dan paritas: Pada paritas rendah, kemungkinan ekspulsi

dua kali lebih besar daripada pada paritas tingi, demikian

pula pada wanita, ekspulsi lebih sering terjadi pada wanita

(28)

commit to user

b) Lama pemakaian: Ekspulsi paling sering terjadi pada tiga

bulan pertama setelah pemasangan, setelah itu angka kejadian

menurun dengan tajam.

c) Ekspulsi sebelumnya: Pada wanita yang pernah mengalami

ekspulsi, maka pada pemasangan kedua kalinya,

kecenderungan terjadinya ekspulsi lagi ialah kira-kira 50%.

d) Jenis dan ukuran: Jenis dan ukuran AKDR yang dipasang

sangat mempengaruhi frekuensi ekspulsi.

e) Faktor psikis: Oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi

oleh faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak

dijumpai pada wanita-wanita emosional dan ketakutan, yang

psikis labil.

g. Indikasi dan Kontraindikasi

Menurut Rabe (1996) indikasi pemakaian AKDR sebagai berikut:

1) Untuk kontrasepsi

a) Sebagai alternatif kontrasepsi oral, yang mungkin

dikontraindikasikan karena ketaatan yang buruk atau

alasan-alasan pribadi, medis, atau keuangan.

b) Sebagai alternatif metode kontrasepsi barier.

c) Setelah terminasi kehamilan.

d) Sebagai suatu kontrasepsi pascakoitus.

2) Untuk alasan lain

a) Untuk menghindari perlekatan setelah koreksi bedah uterus

yang abnormal.

b) Pengobatan pada pasien Sindrom Ashermann.

Berikut ini adalah rangkuman kontraindikasi pemakaian

AKDR lebih lanjut:

1) Perdarahan abnormal yang belum diselidiki.

(29)

commit to user 3) Sepsis pelvis.

4) Keganasan traktus genitalia.

5) Kelainan kavum uteri yang mempermudah perforasi.

a) Malformasi kongenital.

b) Stenosis serviks.

c) Deformitas kavum uteri karena fibroid atau retrofleksi dan

retroversi uterus menetap.

6) Hamil atau diduga hamil.

7) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya (Rabe, 1996)

Untuk lebih jelasnya, kontraindikasi pemakaian alat kontrasepsi dalam

rahim dapat dilihat pada Tabel 2.1.

h. Prosedur Pemasangan

Teknik pemasangan adalah sebagai berikut:

1) Tentukan apakah terdapat kontraindikasi, berikan penyuluhan

kepada wanita yang bersangkutan tentang berbagai masalah yang

berkaitan dengan pemakaian AKDR, serta minta persetujuan

medik.

2) Berikan aspirin atau kodein prainsersi untuk menghilangkan

kram.

3) Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui posisi dan ukuran

uterus dan adneksa.

4) Perlihatkan serviks dan pegang dengan tenakulum. Gunakan

instrumen steril dan AKDR steril. Usap serviks dan dinding

vagina dengan suatu larutan antiseptik. Kanalis servikalis dan

rongga uterus mula-mula diluruskan dengan melakukan tarikan

lembut dengan tenakulum, dan uterus di sonde untuk mengetahui arah dan kedalaman rongga uterus. “Flange” yang dapat digerakkan pada inserter harus disesuaikan dengan kedalaman alat

(30)

commit to user

5) Terpasang di bagian yang paling distal, kemudian secara hati-hati

dimasukkan ke fundus. Setelah memutar inserter sedemikian

sehingga AKDR terletak tinggi di bidang transversal uterus,

inserter dikeluarkan sementara AKDR ditahan di fundus dengan

batang plastik di dalam inserter. Jadi, AKDR tidak didorong

keluar dari inserter, tetapi ditahan di tempatnya dengan batang

pendorong sementara tabung inserter ditarik keluar.

6) Potong benang penanda 2 cm dari ostium uteri eksternum,

keluarkan tenakulum, amati ada tidaknya perdarahan dari tempat

pungsi tenakulum, dan apabila tidak ada perdarahan, keluarkan

spekulum.

7) Nasehati wanita yang bersangkutan untuk segera melapor apabila

muncul efek samping (Cunningham dkk., 2006).

Pemeriksaan sesudah AKDR dipasang, dilakukan 1 minggu

sesudahnya, pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya

tiap 6 bulan. Sedangkan mengeluarkan AKDR biasanya dilakukan

dengan jalan menarik benang AKDR yang keluar dari ostium uteri

eksternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam (Albar,

2005). Untuk ilustrasi pemasangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

4. Kehamilan Ektopik

a. Pengertian

Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum dibuahi,

berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam

endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat

daripada istilah ekstrauterin,oleh karena terdapat beberapa jenis

kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada

tempat yang normal (Prawirohardjo, 2005). Sedangkan menurut

Saifuddin (2006) kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah

fertilisasi, implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir

(31)

commit to user

dapat mengalami abortus atau ruptura apabila masa kehamilan

berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya tuba) dan

peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.

Tabel 2.1 Kontraindikasi pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim

Copper T 380A

a. Hamil atau dicurigai hamil.

b. Kelainan uterus yang menyebabkan distorsi rongga uterus. c. Penyakit Radang Panggul (PRP) akut atau riwayat PRP.

d. Endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi dalam 3 bulan terakhir. e. Diketahui atau dicurigai terdapat keganasan uterus atau serviks, termasuk

kelainan hasil Pap Smear yang belum diatasi. f. Perdarahan genital yang sebabnya tidak diketahui.

g. Servisitis atau vaginitis akut yang tidak diobati, termasuk vaginosis bakterialis, sampai infeksi teratasi.

h. Penyakit Wilson.

i. Alergi terhadap tembaga.

j. Pasien atau pasangannya memiliki banyak pasangan seksual.

k. Keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi oleh mikroorganisme yang mencakup-tetapi tidak terbatas pada- leukimia, sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS), dan penyalahgunaan obat intravena.

l. Aktinomikosis genital.

m. Riwayat menjalani pemasangan AKDR yang belum dikeluarkan. Progestasert

a. Hamil atau dicurigai hamil.

b. Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan yang merupakan predisposisi kehamilan ektopik.

c. Adanya atau riwayat PRP atau faktor yang merupakan predisposisi PRP. d. Pasien atau pasangannya memiliki banyak pasangan seksual.

e. Adanya atau riwayat satu atau lebih infeksi menular seksual termasuk, tetapi tidak terbatas pada, gonorea atau infeksi klamidia.

f. Endometritis pascapartum atau abortus terinfeksi.

g. Involusi uterus yang tidak sempurna setelah abortus atau kelahiran anak. h. AKDR yang sebelumnya terpasang belum dikeluarkan.

i. Riwayat bedah panggul yang mungkin berkaitan dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik, mis. Pembedahan tuba fallopii atau pembedahan untuk perlekatan di panggul atau endometriosis.

j. Kelainan uterus yang menyebabkan distorsi rongga uterus atau uterus yang berukuran <6cm atau >10cm dengan sonde.

k. Diketahui atau dicurigai terdapat keganasan uterus atau serviks, termasuk kelainan hasil Pap Smear yang belum diatasi.

l. Perdarahan genital yang sebabnya tidak diketahui.

m. Vaginitis atau servisitis kecuali apabila dan sampai infeksi telah diberantas dan terbukti bukan gonokokus atau klamidia.

n. Aktinomikosis genital.

(32)

commit to user

keadaan-keadaan yang memerlukan terapi kortikosteroid jangka panjang.

p. Penyalahgunaan obat intravena.

Sumber: (Cunningham dkk., 2006)

Gambar 2.2 Cara pemasangan IUD

Sumber: (Cunningham dkk., 2006)

b. Etiologi dan Patogenesis

Terdapat sejumlah faktor risiko kehamilan ektopik (seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 2.2) yang menyebabkan kerusakan dan

disfungsi tuba (Cunningham dkk., 2006).

Tabel 2.2 Faktor risiko kehamilan ektopik

Faktor risiko OR

Risiko tinggi

Bedah korektif tuba Sterilisasi tuba

Riwayat kehamilan ektopik

Pajanan DES (Dietilstilbestrol) in utero AKDR

Hubungan seks < 18 tahun

(33)

commit to user

Faktor-faktor ini menghalangi atau memperlambat

perjalanan ovum yang telah dibuahi menuju ke rongga uterus.

Bedah tuba yang dilakukan sebelumnya, baik untuk memulihkan

patensi maupun melakukan sterilisasi, mempunyai risiko yang

tertinggi (Ankum, 1966; Hendrix, 1998; Mol, 1995). Peningkatan

risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi

sebelumnya sehingga menyebabkan aglutinasi lipatan-lipatan

mukosa yang bercabang-cabang seperti pohon disertai

penyempitan lumen atau pembentukan kantong-kantong buntu

(Sherman dkk., 1990).

2) Faktor Fungsional

Beberapa faktor tuba memperlambat perjalanan ovum

yang telah dibuahi ke dalam rongga uterus. Perubahan motilitas

tuba dapat terjadi setelah terdapat perubahan kadar estrogen dan

progesteron serum, kemungkinan akibat upregulation reseptor

adrenergik pada otot polos (Jacobson dkk., 1987). Meningkatnya

insiden kehamilan ektopik telah dilaporkan telah dilaporkan pada

penggunaan kontrasepsi oral yang hanya berisi progestin (Ory,

1981); pada pengunaan AKDR-dengan dan tanpa progesteron

(Sivin, 1991).

3) Reproduksi dengan Bantuan

Peningkatan kehamilan ektopik pada reproduksi dengan

bantuan kemungkinan berkaitan dengan faktor tuba yang

menyebabkan infertilitas. Kehamilan di tuba meningkat setelah

transfer gamet intrafallopii (GIFT) dan fertilisasi In Vitro (IVF)

(Coste dkk., 1991; Guirgis dan Craft, 1991).

4) Kegagalan Kontrasepsi

Jumlah kehamilan ektopik sebenarnya menurun, dengan

bentuk kontrasepsi apapun karena kehamilan akan lebih jarang

(34)

commit to user

peningkatan insiden kehamilan ektopik dibandingkan dengan

kehamilan intrauterin (Sivin, 1991).

c. Epidemiologi

Jumlah kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis

dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan data yang dikeluarkan

Hospital Discharge, kejadian kehamilan ektopik telah meningkat dari

4,5 kasus per 1.000 kehamilan di 1970 menjadi 19,7 kasus per 1.000

kehamilan di 1992. Kenaikan sebagian dapat dikaitkan dengan

peningkatan faktor risiko tertentu. Kehamilan ektopik lebih sering

dideteksi pada wanita di atas 35 tahun dan wanita bukan kulit putih.

Angka fatalitas kasus telah menurun dari 35,5 kematian ibu per 10.000

kehamilan ektopik pada tahun 1970 menjadi hanya 3,8 kematian ibu

per 10.000 kehamilan ektopik pada 1989. Meskipun kelangsungan

hidup secara keseluruhan telah meningkat, risiko kematian yang

berhubungan dengan kehamilan ektopik tetap lebih tinggi di kalangan

wanita kulit hitam dan perempuan minoritas berkulit bukan putih

lainnya (Tenore, 2000).

Gabungan faktor ras dan peningkatan usia

sekurang-kurangnya merupakan faktor tambahan. Sebagai contoh, wanita bukan

kulit putih berusia 35 sampai 44 tahun lima kali lebih mungkin

mengalami kehamilan ektopik daripada warna kulit putih berusia 15

sampai 24 tahun (Cunningham dkk., 2006).

d. Lokasi Tersering Kejadian Kehamilan Ektopik

Berikut ini adalah lokasi dimana sering terjadi kehamilan

ektopik (Manuaba, 2001):

1) Kehamilan tuba

(35)

commit to user b) Ampula tuba

c) Isthmus tuba

d) Kehamilan pada osteum tuba eksternum:

(1)Tubair abortus terjadi hematokel

2) Kehamilan servikal

3) Kehamilan Ovarium

4) Kehamilan Abdomen

a) Primer implantasi

b) Sekunder implantasi

5) Kehamilan Intraligamenter

6) Diligamentum rotundum

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Lokasi kejadian kehamilan ektopik

Sumber: (Katz dkk., 2007)

e. Tanda dan Gejala

Berikut ini adalah tanda dan gejala kehamilan ektopik:

1) Nyeri

Gejala kehamilan ektopik yang paling sering dialami

adalah nyeri panggul dan abdomen (95%) dan amenore disertai

spotting atau perdarahan per vaginam dalam derajat tertentu (60%

sampai 80%) (Cunningham dkk., 2006). Dengan semakin

berlanjutnya kehamilan, Dorfman dkk. (1984) melaporkan bahwa

(36)

commit to user

pingsan (58%) sering terjadi. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi di

daerah abdomen manapun.

2) Menstruasi Abnormal

Seperempat wanita tidak melaporkan amenore, wanita

hanyalah mengartikan perdarahan uterus yang sering terjadi pada

kehamilan tuba sebagai menstruasi yang sebenarnya,ketika

dukungan hormon endokrin untuk endometrium menurun,

perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan intermiten

atau kontinyu (Cunningham dkk., 2006).

3) Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis

Nyeri tekan hebat pada pemeriksaan abdomen dan

pervaginam, terutama bila serviks digerakkan, dapat ditemukan

pada lebih dari tiga perempat wanita dengan kehamilan tuba yang

telah atau sedang mengalami ruptur (Cunningham dkk., 2006).

4) Perubahan Uterus

Uterus tumbuh dengan ukuran yang hampir sama besar

dengan pada kehamilan normal karena adanya hormon-hormon

plasenta, selama 3 bulan pertama kehamilan tuba.(Stabile dan

Grudzinskas, 1990).

5) Tekanan Darah dan Denyut Nadi

Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal.

Respons dini terhadap perdarahan sedang dapat berkisar dari

tanpa perubahan tanda vital hingga sedikit peningkatan tekanan

darah, atau respons vasovagal disertai bradikardi dan hipotensi.

Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika

perdarahan berlanjut dan hipovolemianya menjadi nyata

(Cunningham dkk., 2006).

(37)

commit to user

Setelah peradangan akut, suhu dapat normal atau bahkan

rendah. Suhu dapat mencapai 380C, tetapi suhu yang lebih tinggi

jarang bila tidak ada infeksi (Cunningham dkk., 2006).

f. Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh sangat

penting. Luasnya anamnesis dan pemeriksaan fisik harus ditentukan

berdasarkan keparahan gejala pada saat pasien datang.

1) Kadar kuantitatif serial subunit β dari gonadotropin korionik manusia (human chorionic gonadotropin, β-hCG) sangat penting. Pada kehamilan awal normal, kadar β-hCG serum harus

meningkat dua kali lipat setiap 48 jam (Norwitz dkk., 2006).

2) Sonografi transvaginal dapat mendeteksi kantung gestasi intrauterin pada kadar β-hCG serum 1000-1200 mIU/mL (sekitar 5 minggu setelah menstruasi terakhir). Kadar ≥ 6000 mIU/mL diperlukan untuk melihat kantung gestasi intrauterin dengan

menggunakan sonografi trans-abdominal (Norwitz dkk., 2006).

3) Kuldosentesis mungkin dilakukan di tempat praktik atau di unit

gawat darurat dan dapat dengan cepat mengkonfirmasi adanya

darah bebas di dalam rongga peritoneum. Ketika 10 mL darah

yang tidak membeku diaspirasi, maka hasil tesnya adalah positif

(Norwitz dkk., 2006).

4) Kuretase uterus dapat secara efektif menyingkirkan keberadaan

kehamilan ektopik dengan memperlihatkan bukti patologis

produk konsepsi jika kehamilan tidak diinginkan (Norwitz dkk.,

(38)

commit to user

5) Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting

untuk diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan

ektopik tidak terganggu (Prawirohardjo, 2005).

g. Tata Laksana

Akibat diagnosis yang lebih awal, maka tujuan pengobatan

telah bergeser dari mencegah kematian menjadi mengurangi

morbiditas dan mempertahankan kesuburan.

1) Terapi Medikamentosa

a) Metotreksat (MTX) (injeksi intramuskular 50 mg/m2)

merupakan pengobatan efektif untuk pasien-pasien yang

memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada hari ke-1, tetapi kadar β-hCG mungkin akan terus meningkat selama beberapa hari. Respons yang dapat diterima didefinisikan sebagai penurunan ≤ 15% kadar β-hCG serum dari hari ke-4 sampai 7. Dengan demikian, kadar β-hCG harus dipantau setiap

minggu (Norwitz dkk., 2006).

b) Sebagian besar kasus akan dapat berhasil diobati dengan

menggunakan satu dosis MTX, tetapi 25% kasus akan memerlukan dosis dua kali lipat atau lebih jika kadar β-hCG pada akhirnya tidak memperlihatkan perubahan yang meningkat. Pasien dengan kantung gestasi > 3,5 cm, β-hCG > 6000 mIU/mL, atau memperlihatkan adanya gerakan jantung

janin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk kegagalan MTX

dan harus dipertimbangkan untuk ditangani dengan

menggunakan pembedahan (Norwitz dkk., 2006).

c) Efek samping MTX (mual, muntah, rasa penuh, transaminitis

sementara) pada umumnya ringan (Norwitz dkk., 2006).

(39)

commit to user

Terapi pembedahan definitif (salpingektomi) adalah terapi

pilihan untuk wanita yang secara hemodinamik tidak stabil.

Pembedahan konservatif sepenuhnya sesuai untuk pasien yang

secara hemodinamik stabil.

a) Salpingostomi linear laparoskopik adalah prosedur yang

paling sering digunakan. Suntikan vasopresin sebelum

melakukan insisi linear dapat sangat mengurangi perdarahan. Kadar β-hCG serum harus dipantau sampai tidak terdeteksi pada pasien yang ditata laksana secara konservatif karena

5-10% di antaranya akan berkembang menjadi kehamilan

ektopik persisten yang mungkin memerlukan terapi lebih

lanjut dengan menggunakan MTX (Norwitz dkk., 2006).

b) Salpingektomi parsial mencakup pengangkatan bagian tuba

fallopi yang rusak dan diindikasikan ketika terdapat

kerusakan yang luas atau perdarahan lanjutan setelah

salpingostomi. Prosedur ini tidak boleh dilakukan kecuali

anastomosis ulang telah direncanakan.

Indikasi satu-satunya untuk ooforektomi adalah untuk

mencapai hemostasis (Norwitz dkk., 2006).

5. Hubungan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan Kehamilan

Ektopik

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan

pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan

ektopik. Menurut Cunningham (2006), AKDR memang dapat mencegah

sebagian besar kehamilan intrauterus, tetapi AKDR sendiri kurang

memberi perlindungan terhadap nidasi ekstrauterus. Pada kegagalan

kontrasepsi, risiko kehamilan ektopik meningkat secara bermakna dan

bahkan lebih tinggi lagi pada wanita yang menggunakan progestasert.

Hal senada juga diungkapkan oleh Tenore (2000) yang mengungkapkan

(40)

commit to user

kehamilan ektopik karena apabila terjadi implantasi kemungkinan besar

implantasi terjadi di lokasi ektopik. Penelitian yang dilakukan oleh Xiong

dkk. (1998) juga menyimpulkan bahwa kehamilan yang terjadi dengan

AKDR in situ lebih sering menjadi kehamilan ektopik daripada

kehamilan tanpa menggunakan AKDR. Penggunaan AKDR di masa lalu

sedikit banyak juga bisa meningkatkan risiko terjadinya kehamilan

ektopik.

The Population Council's Center for Biomedical Research

menunjukkan hubungan antara IUD dan kehamilan ektopik dengan

menemukan bahwa IUD yang hanya mengandung progestin adalah

satu-satunya IUD yang tidak melindungi (dalam hal kehamilan ektopik). IUD

yang mengandung progestasert mengeluarkan 65 mcg progesteron setiap

hari. Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa progesteron

meningkatkan implantasi tuba (Daiter, 2007). Yuce dkk. (2005)

menjelaskan mekanisme kerja IUD yang menyebabkan perubahan

suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke rahim, dan akumulasi

makrofag diduga menyebabkan timbulnya kehamilan ekstrauterin ketika

ovulasi terjadi.

Dalam uji coba besar yang dilakukan secara acak oleh Weir

(2003), tembaga IUD ditemukan memiliki tingkat kegagalandari1,26per

100wanitadan dikaitkandengantingkatkehamilanektopikdari0,25

per100perempuan per tahun; besarnya persentaseuntuk

(41)

commit to user

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2.4 Kerangka pemikiran hubungan AKDR

(42)

commit to user Keterangan :

( ) : Diteliti ( ) : Tidak diteliti

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim

dan kejadian kehamilan ektopik. Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim

(43)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan studi kasus kontrol. Penelitian observasional karena peneliti

hanya mengambil (mengukur) variabel yang diteliti, tidak memberikan

intervensi (perlakuan). Penelitian analitik karena menganalisis

hubungan/pengaruh paparan (pemakaian AKDR) terhadap terjadinya

penyakit (kehamilan ektopik). Penelitian merupakan studi kasus kontrol

karena peneliti memulai penelitian dengan menentukan subyek penelitian

berdasarkan status penyakit (Murti, 2010).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

a. Kasus : Ibu dengan diagnosis kehamilan ektopik

b. Kontrol : Ibu dengan diagnosis kehamilan normal

2. Kriteria Sampel

Sampel penelitian diambil dari populasi sumber yang memenuhi

kriteria-kriteria berikut:

a. Kasus : Ibu yang pernah didiagnosis menderita kehamilan ektopik

(44)

commit to user

D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini

adalah fixed disease sampling yaitu pemilihan subyek berdasarkan status

paparan subyek meliputi terpapar atau tidak terpapar oleh faktor yang

diduga mempengaruhi terjadinya penyakit, sedangkan status penyakit

subyek bervariasi mengikuti status paparan subyek. Fixed disease sampling

memastikan jumlah subyek penelitian cukup dalam kelompok terpapar dan

tidak terpapar, sehingga merupakan keuntungan bagi peneliti ketika

prevalensi paparan faktor yang diteliti rendah atau langka (Murti, 2010).

E. Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol

pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan

validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan

jumlah variabel independen (Murti, 2010) :

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu

kehamilan ektopik dan alat kontrasepsi dalam rahim. Dengan demikian

sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subyek.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : AKDR

2. Variabel terikat : Kehamilan Ektopik

3. Variabel perancu : Umur ibu

G. Definisi Operasional Variabel

1. AKDR

a. Definisi: AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur

(45)

commit to user

dipasang ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptik

(Saifuddin, 2002). Saat ini AKDR ada yang termasuk dalam tiga

golongan utama yakni inert, mengandung tembaga, dan melepaskan

hormon. Semua alat yang yang saat ini tersedia memiliki satu atau dua

benang nilon yang melekat ke ujung bawah untuk mempermudah

pengeluaran (Kishen, 2002).

b. Alat bantu: Data sekunder dan lembar pengumpul data

c. Skala pengukuran: Kategorikal

2. Kehamilan Ektopik

a. Definisi: Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum dibuahi,

berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam

endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat

daripada istilah ekstrauterin, oleh karena terdapat beberapa jenis

kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada

tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstisialis tuba

dan kehamilan pada serviks uteri (Prawirohardjo, 2005).

b. Alat bantu: Data sekunder dan lembar pengumpul data

c. Skala pengukuran: Kategorikal

3. Usia ibu

a. Definisi: Usia adalah jumlah tahun hidup subyek sejak lahir sampai

dengan penelitian dilakukan.

1) Kasus : Usia ibu saat kehamilan ektopik

2) Kontrol: Usia ibu saat kehamilan normal

b. Alat bantu: Data sekunder dan lembar pengumpul data

c. Skala pengukuran: Kategorikal dikotomi, terdiri dari usia tua (≥35

(46)

commit to user

H. Instrumen Penelitian

1. Alat tulis

2. Data ibu penderita kehamilan ektopik dari RSUD Dr. Moewardi

3. Lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

4. Lembar pengumpul data

I. Cara Kerja

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data

retrospektif, yaitu dengan melihat catatan medik pasien dalam hal ini ibu

yang pernah menderita kehamilan ektopik dan ibu yang mengalami

kehamilan normal pada tanggal 1 Januari 2011-1 Januari 2012, kemudian

dikonfirmasi ulang dengan menggunakan lembar pengumpul data. Adapun

cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:

1. Ijin penelitian diajukan kepada Direktur RSUD Dr. Moewardi.

2. Setelah ijin didapatkan, catatan medik pasien diamati untuk mendapatkan

data yang diperlukan.

3. Dengan menggunakan rumus sampel, diambil jumlah sampel yang

diperlukan.

4. Sampel yang memenuhi kriteria dipilih dan dilakukan pencatatan data

sesuai dengan data yang dibutuhkan.

5. Data yang telah didapat, dikonfirmasi ulang dengan menggunakan

Gambar

Gambar 2.1commit to user  Jenis-jenis alat kontrasepsi dalam rahim
Tabel 2.1 Kontraindikasi pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim
Gambar 2.2 Cara pemasangan IUD
Gambar 2.3 Lokasi kejadian kehamilan ektopik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kratka prodaja bitcoina po cijeni od oko $ 5.000 s rokom vraćanja mjesec dana Vrsta transakcije Datum i vrijeme transakcije Cijena 1 bitcoina. Prodaja

sangat rentan terjadi penyalahgunaan, dimana banyak terjadi pergaulan yang salah, seperti pecandu narkoba, pergaulan sek bebas, atau bahkan kegiatan aliran keras

Jenis penelitian ini tergolong penelitian pre eksperimen dan menggunakan desain one group pretest-postest yaitu penelitian yang tidak ada kelompok kontrol, tetapi sudah

Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bimbingan keagamaan dalam membentuk akhlak anak usia dini di Kelompok Bermain Tunas Bangsa

Cara mengatasinya adalah mengembalikan bahan organik ke lahan pertanian melalui penggunaan pupuk kompos atau pupuk organik granul (POG) berbahan baku kompos. Pupuk kompos

Apakah sediaan yang berisi campuran ekstrak kunyit dan meniran (produk GL) memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan Wistar terinduksi parasetamol ditinjau dari

penerapannya guru melakukan secara bertahap. Di awal-awal aturan yang dibuat terkesan untuk menakut-nakuti/menggertak VLVZD VHSHUWL ³LEX DNDQ DPELO ELQWDQJ nya MLND