• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Perencanaan Pembangunan dalam Per

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Perencanaan Pembangunan dalam Per"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN PENDEKATAN

SISTEM LUNAK (SOFT SYSTEM)

(Studi Pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Malang)

Nana Abdul Aziz

1

, Bambang Supriyono

2

, MR. Khairul Muluk

3

Abstrak

Penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) masih belum berdasarkan kebutuhan masyarakat, belum mempunyai alur perencanaan yang jelas dan tepat sebagaimana mengacu kepada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.50 Tahun 2008 dan belum ada keterkaitan substansi antar dokumen perencanaan yang satu dengan dokumen perencanaan yang lain, guna merespon paradigma dan pendekatan perencanaan pembangunan, misalnya dari top-down planning ke bottom-up planning, dari budaya petunjuk ke budaya partisipasi. Padahal didalam proses menyusun dokumen RKPD ada beberapa tahapan-tahapan atau sub sistem-sub sistem yang merupakan bagian yang tersistem dalam menyusun RKPD. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penyusunan RKPD Pemerintah Kota Malang dengan menggunakan pendekatan soft system methodology. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dengan teknik pengumpulan data dari wawancara, observasi, dan studi dokumen serta menggunakan analisa data kualitatif. Kesimpulan yang didapat bahwa proses penyusunan RKPD menunjukan masih terdapat kompleksitas permasalahan. Kompleksitas yang dimaksudkan adalah tahap penyusunan mulai dari musrenbang tingkat kelurahan, musrenbang tingkat kecamatan, forum SKPD, sampai musrenbang tingkat kota. Pendekatan soft systems methodology mengelompokan kompleksitas tersebut dalam tiga tahap. Strukturisasi permasalahan, mendefinisikan sistem permasalahan dan mendefinisikan sistem permasalahan dan membangun model konseptual.

Kata Kunci : Perencanaan pembangunan daerah, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), soft systems methodology

Abstract

(2)

complexity problem. This was seen through from Musrenbang in Kelurahan, Musrenbang in Kecamatan, SKPD arbitration, and Musrenbang in Kota. To understanding the complexity of the problem and discover the solution, this research is conducted by soft systems methodology approach. The phase of this methodology divides into three stages; structure the problem, defines the problem and defines the problem and build a conceptual model.

Keywords: Local development planning, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), Soft systems methodology

Latar Belakang

Penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) masih belum berdasarkan kebutuhan masyarakat, belum mempunyai alur perencanaan yang jelas dan tepat sebagaimana mengacu kepada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.50 Tahun 2008 dan belum ada keterkaitan substansi antar dokumen perencanaan yang satu dengan dokumen perencanaan yang lain, guna merespon paradigma dan pendekatan perencanaan pembangunan, misalnya dari top-down planning ke bottom-up planning, dari budaya petunjuk ke budaya partisipasi. Penyusunan masih sebatas pada retoris dan menggunakan pola pikir serta cara pandang lama, misalnya cenderung liniear dan belum mampu melihat masalah secara holistik. Mekanisme penyusunan masih didominasi usulan kegiatan secara hirarki dari birokrasi yang berorientasi lebih kepada fisik dan belum secara komprehensif mengangkat isu-isu strategis yang muncul di masyarakat, sehingga menyebabkan perencanaan pembangunan cenderung inkrimental, padahal didalam proses menyusun dokumen RKPD ada beberapa tahapan-tahapan atau sub sistem-sub sistem yang merupakan bagian yang tersistem dalam menyusun RKPD.

Perencanaan Pembangunan

Perencanaan sebenarnya adalah suatu cara “rasional” untuk mempersiapkan masa depan Becker (2000) dalam Rustiadi (2008 h.339). Sedangkan menurut Alder (1999) dalam Rustiadi (2008 h.339) menyatakan bahwa :

(3)

Dari berbagai pendapat dan definisi perencanaan yang telah dikembangkan, Rustiadi (2008 h.340) menyimpulkan secara umum hampir selalu terdapat dua unsur penting dalam perencanaan, yakni : (1) unsur hal yang ingin dicapai dan (2) unsur cara untuk mencapainya.

“Dalam penjabarannya, di dalam proses perencanaan dikenal berbagai nomenklatur-nomenklatur seperti visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, proyek, aktivitas, dan lain-lain. Di dalam pemanfaatannya, istilah-istilah tersebut sering saling dipertukarkan secara tidak konsisten dan bahkan cenderung membingungkan (ambiguous), sehingga dapat menggangu proses pembangunan. Visi, tujuan dan sasaran adalah istilah-istilah yang menjelaskan mengenai unsur perencanaan (hal yang ingin dicapai) sedangkan misi dan aktivitas adalah istilah-istilah mengenai unsur perencanaan yang kedua (cara untuk mencapai). Kemudian strategi, program dan proyek merupakan suatu set kumpulan komponen perencanaan hingga pelaksanaannya (mencakup dua unsur perencanaan) dalam suatu struktur tertentu.”

Tabel 1.

Istilah-istilah didalam proses perencanaan berdasarkan unsur perencanaan yang dikandungnya Istilah

(Nomenklatur)

Unsur Perencanaan Keterangan

Hal yang ingin dicapai Cara/materi untuk mencapai

Visi (vision) √ - Normatif

Sumber : diadaptasi dari Rustiadi (2008 h.324) Definisi setiap istilah yang tertera di tabel menurut Rustiadi (2008:324) :

1. Visi (vision) : suatu kondisi ideal (cita-cita) normatif yang ingin dicapai di masa datang 2. Misi (mission) : cara normative untuk mencapai visi

3. Tujuan-tujuan (goals) : hal-hal yang ingin dicapai secara umum. Setiap bentuk tujuan (goal) bersifat dapat dimaksimumkan atau diminimumkan

4. Sasaran (objective) : bentuk operasional dari tujuan, biasanya lebih terukur, disertai target pencapaiannya. Kondisi minimum yang harus dicapai dalam mencapai tujuan dalam waktu tertentu

5. Strategi (strategy) : sekumpulan sasaran-sasaran dengan metode-metode untuk mencapainya 6. Kebijakan (policy) : sekumpulan aktivitas (actions), untuk pelaksanaan-pelaksanaan jangka

pencapaian jangka pendek

7. Aktivitas (actions) : kegiatan pelaksanaan, khususnya menyangkut fisik dan biaya

(4)

Substantive theory Procedural theory

Procedural theory Substantive

theory

9. Proyek (project) : sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai suatu tujuan/target/sasaran tertentu yang dilakukan oleh suatu institusi tertentu dalam waktu tertentu dengan sumberdaya (biaya) tertentu

Lebih lanjut, Conyers & Hill (1990, h.3-8), ada empat komponen utama perencanaan, yaitu : 1. To plan means to choose (merencanakan berarti memilih)

2. Planning as a means of allocating Resource (perencanaan berarti menyediakan sumberdaya) 3. Planning as a means of achieving goals (perencanaan berarti meraih tujuan)

4. Planning for the future (perencanaan berarti berorientasi pada masa mendatang)

Perencanaan Prosedural dan Substantif

Perencanaan dalam perspektif Faludi dibagi atas dua tipe yaitu prosedural dan subtantif, Faludi, (1973 h.3) menyatakan :

“Two types of theory which currently come under planning theory : procedural and substantive. The latter helps planners to understand whatever their area of concern my be. The former can be seen as planners understanding themselves and the ways in which they operate which, at present, are less clearly seen as problematic.”

Faludi mensimulasikan perencanaan prosedural dan perencanaan subtantif pada sebuah gambar (1973 h.7).

Gambar 1.

Teori prosedural dan subtantif

Sumber : diadopsi dari Faludi (1973, h.7)

(5)

teori perencanaan prosedural. Pada prakteknya justru teori substantif yang memiliki sumbangan lebih besar melalui motoda-metoda analisis yang diserap oleh teori perencanaan prosedural.

Perencanaan Teknokratis dan Partisipatif

Terminologi terkait pendekatan perencanaan teknokratis sebagaimana menurut PERMENDAGRI No.54 Tahun 2010 Pasal 6 yang menyatakan bahwa pendekatan perencanaan teknokratis merupakan pendekatan yang menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah. Metoda dan kerangka berpikir ilmiah yang dimaksudkan adalah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis terkait perencanaan pembangunan berdasarkan bukti fisis, data dan informasi yang akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Sutoro Eko, pendekatan teknokratis dengan pendekatan partisipasi sejatinya tidak saling bertentangan. Pendekatan teknokratis berupaya melakukan translasi atas pendekatan partisipasi. Para pemimpin daerah atau politisi sering memberikan respons politik atas partisipasi secara cepat, begitu dialog dengan masyarakat berlangsung. Sementara pendekatan teknokrasi membutuhkan proses translasi melalui analisis yang lama, senada dengan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh proses partisipatif. Tetapi ada sebuah prinsip dasar bahwa siapapun yang sabar mengikuti proses maka akan membuatnya menjadi lebih bijak. Sehingga jika pendekatan teknokrasi dimasukkan dalam proses partisipasi maka akan menghasilkan perencanaan yang lebih bermakna dan berkualitas. Hal ini misalnya ditempuh dengan analisis masalah dan penentuan skala prioritas dalam musrenbang.

Sedangkan perencanaan partisipatif Abe (2005, hal.88) menyatakan bahwa perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak lansung). Menggerakan perencanaan partisipatif membutuhkan pra kondisi untuk maksud mentransformasikan kapasitas kesadaran dan keterampilan mas yarakat, sehingga bisa keluar dari tradisi bisu dan menyembunyikan maksud di bawah permukaan. Selama hal ini tidak berlangsung, maka partisipasi hanya akan terlihat sebagai formalitas partisipatif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah hegemoni dan manipulasi.

Dua bentuk perencanaan partisipatif. Pertama, perencanaan yang langsung disusun bersama rakyat. Perencanaan ini bisa merupakan perencanaan yang menyangkut daerah dimana masyarakat berada dan perencanaan wilayah yang disusun dengan melibatkan masyarakat secara perwakilan. Kedua, perencanaan yang disusun melalui mekanisme perwakilan, sesuai dengan institusi yang sah (legal-formal), seperti parlemen.

Perencanaan Pembangunan Daerah

(6)

kepada daerah (desentralisasi) dimaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan lebih partisipatif sehingga pelayanan kepada masyarakat berjalan lebih baik dan potensi daerah dapat dimanfaatkan secara optimal. Kondisi tersebut itulah yang memberikan suatu kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa gelombang otonomi daerah tidak bisa dibiarkan berjalan tanpa “makna” (tidak memiliki arah pembangunan), tapi harus ada upaya untuk mengarahkan dan mengisinya dengan berbagai tindakan nyata yang lebih proaktif.

Melalui perencanaan pembangunan juga dirumuskan skala prioritas dan kebijaksanaan pembangunan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan. Sebagaimana disebutkan di dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat (1) menerangkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

Keberhasilan pencapaian tujuan perencanaan pembangunan daerah, menurut Riyadi dan Bratakusuma (2004 h.15) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor perencanaan pembangunan daerah merujuk pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan. Beberapa faktor tersebut meliputi :

1. Lingkungan, faktor lingkungan ini bisa berasal dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal). Baik dari luar maupun dari dalam. Eksternal biasanya dating dari wilayah tetangga, atau pengaruh global yang berkembang dalam lingkup nasional maupun internasional, sedangkan internal merupakan pengaruh yang dating dari dalam wilayah perencanaan sendiri. Unsur-unsur yang terkandung didalamnya adalah sosial, budaya, ekonomi dan politik

2. Sumber daya manusia perencana, faktor sumber daya manusia merupakan motor penggerak perencanaan. Kualitas perencanaan yang baik akan lebih memungkinkan tercipta oleh sumber daya manusia yang baik. Harus bersifat komprehensif atau menyeluruh, sehingga membutuhkan pengetahuan intersektoral yang luas. Unsur-unsur yang terkandung didalamnya adalah perencanaan sumber daya alam, perencanaan social ekonomi, dan perencanaan fisik dan infrastruktur

3. Sistem yang digunakan, faktor sistem yang digunakan adalah aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang digunakan oleh suatu daerah/wilayah tertentu sebagai dasar/landasan pelaksanaan perencanaan pembangunannya. Unsur-unsur yang terkandung didalamnya adalah prosedur, mekanisme pelaksanaan, pengambilan keputusan, pengesahan, dll.

4. Perkembangan ilmu dan teknologi, faktor ilmu pengetahuan dapat memberikan pengaruhnya dimana tidak hanya dari segi peralatan namun dapat juga adanya berbagai teknik dan pendekatan manajemen yang lebih maju. Peralatan hanya merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efesiensi.

(7)

Pilihan jenis perencanaan yang tepat akan menciptakan akselerasi dalam pembangunan, selanjutynya Kuncoro (2012, h.25) menjelaskan sub-sistem dari setiap jenis perencanaan sebagai berikut :

a. Top-down adalah perencanaan pembangunan yang didominasi oleh pemerintah pusat (sentralisitik), termasuk juga peran dalam menentukan alokasi anggaran untuk daerah tanpa banyak memperhatikan prioritas lokal.

b. Bottom-up adalah seperti yang dianjurkan dalam kerangka prosedural, merupakan proses konsultasi dimana setiap tingkat pemerintahan menyusun draf proposal pembangunan tahunan berdasarkan proposal yang diajukan oleh tingkat pemerintahan yang dibawahnya.

c. Perencanaan makro adalah perencanaan pembangunan nasional dalam skala makro atau menyeluruh. Perencanaan makro ini mengkaji berapa pesat pertumbuhan ekonomi dapat dan akan direncanakan, berapa besar tabungan masyarakat dan pemerintah akan tumbuh, bagaimana proyeksinya, dan hal-hal lainnya secara makro dan menyeluruh.

d. Perencanaan sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan berdasarkan sektor. Yang dimaksud dengan sektor adalah kumpulan kegiatan-kegiatan atau program yang mempunyai persamaan cirri-ciri dan tujuannya. Pembagian menurut klasifikasi fungsional seperti sector adalah untuk mempermudah perhitungan-perhitungan dalam mencapai sasaran makro.

e. Perencanaan regional adalah menitikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemda mempunyai kepentingan yang berbeda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah.

f. Perencanaan mikro adalah perencanaan skala terperinci dalam perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran rencana-rencana, baik makro, sektoral, maupun regional ke dalam susunan proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan dengan berbagai dokumen perencanaan dan penganggarannya.

(8)

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT RPJP

RKPD

VISI-MISI KEPALA DAERAH RPJMD

INDIKATOR KINERJA: Pertumbuhan Ekonomi Penanggulangan Kemiskinan Perluasan Kesempatan Kerja

Wilayah Kab/Kota/Kec/Kawasa n Mana yang Menjadi

Prioritas Prioritas

Pembangunan Daerah

Sektor Mana yang Menjadi

Prioritas

LOKUS

FOKUS

Gambar 2. Perencanaan Regional

Sumber :

Sumber: Kuncoro (2012, h.43)

(9)

Renstra KL

Renstra SKPD

RKP RPJP Nasional

RPJM Daerah

Renja SKPD RPJM Nasional

RPJP Daerah

RKP Daerah Renja KL Gambar 3.

Alur Perencanaan

Pedoman

Pedoman Diacu

Pedoman Dijabarkan

Diacu Diperhatikan

Pedoman Dijabarkan

Pedoman Diacu

Pedoman

Sumber : diadaptasi dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Frase perencanaan dan pembangunan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, ibarat satu tubuh yang diantara satu organ dengan organ lainnya memiliki keterhubungan yang melekat, karena pembangunan membutuhkan perencanaan dan perencanaan harus mewujud dalam pembangunan, mulai dari pemerintahan pusat sampai pada tingkat pemerintahan daerah. Dalam struktur pemerintahan pusat dikenal dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan dalam struktur pemerintahan daerah pada umumnya disebut dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Serta diantara institusi tersebut memiliki interkonektivitas, sebagaimana juga disebutkan di dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2004 bahwa :

(10)

Dalam rangka mewujudkan sistem perencanaan pembangunan yang ideal, maka dibutuhkan apa yang disebut dengan tahapan-tahapan, sebagaimana juga sudah terdefinisikan di dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2004 bahwa tahapan tersebut adalah :

a. Penyusunan rencana b. Penetapan rencana

c. Pengendalian pelaksana rencana, dan d. Evaluasi pelaksanaan rencana

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis akan melakukan penelitian pada wilayah pemerintahan daerah dan difokuskan pada perencanaan pembangunan daerah yang selanjutnya diejawantahkan oleh institusi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA).

Pada umumnya perencanaan pembangunan daerah di Indonesia mengenal empat pendekatan, sebagaimana juga disebutkan di dalam PERMENDAGRI No.54 Tahun 2010 Pasal 6, diantaranya adalah teknokratis, partisipatif, politis dan top down-bottom up :

1.

Teknokratis, yang merupakan pendekatan yang menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah. Metoda dan kerangka berpikir ilmiah yang dimaksudkan adalah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis terkait perencanaan pembangunan berdasarkan bukti fisis, data dan informasi yang akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.

2. Partisipatif, yakni pendekatan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dengan mempertimbangkan:

a. Relevansi pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, di setiap tahapan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah;

b. Kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur pemerintahan dan non pemerintahan dalam pengambilan keputusan;

c. Adanya transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan serta melibatkan media massa;

d. Keterwakilan seluruh segmen masyarakat, termasuk kelompok masyarakat rentan termarjinalkan dan pengarusutamaan gender;

e. Terciptanya rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan pembangunan daerah; dan f. Terciptanya konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan

keputusan, seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi, kebijakan dan prioritas program.

(11)

a. Penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program kepala daerah dan wakil kepala daerah ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan daerah selama masa jabatan;

b. Konsultasi pertimbangan dari landasan hukum, teknis penyusunan, sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran pembangunan nasional dan pembangunan daerah; dan

c. Pembahasan dengan DPRD dan konsultasi dengan pemerintah untuk penetapan produk hukum yang mengikat semua pemangku kepentingan.

4. Top-down dan bottom-up. Pendekatan yang hasilnya diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Soft System Methodology

Berpikir sistem memiliki dua pendekatan, diantaranya hard dan soft systems thinking. Kedua pendekatan tersebut dibedakan atas jenis masalah yang dihadapi. Pendekatan Hard system menghadapi persoalan yang terstruktur dengan jelas, sementara pendekatan soft system menghadapi situasi masalah yang kurang terdefinisi dengan baik. Checkland dan Scholes (1990 h.22) menyatakan bahwa perbedaan pendekatan tersebut tidak bersifat fundamental. Perbedaannya justru terletak pada bagaimana kata sistem digunakan dan pada atribusi kesisteman. Perbedaan fundamentalnya adalah: jika hard system mengasumsikan bahwa dunia yang dipersepsi berisi holon (system), sedangkan soft system menganut pandangan bahwa metodologinyapun juga sudah mengandung sistem. Checkland dan Scholes (1990 h.22) menyatakan bahwa dua pendekatan berpikir sistem di atas tidak hanya sekedar berbeda dalam menghadapi persoalan tetapi juga saling melengkapi.

Tabel 2.

Perbedaan Antar Pendekatan dalam Berpikir Sistem

HARD APPROACH SOFT APPROACH

Model Definition/Definisi

Model A reprentation of the real world/representasi dari real world A way of generating debate and insight about thereal world/sebuah konsep yang mendefinisikan hal-hal yang diperdebatkan dan hal-hal yang

Ambiguous and multidimensional (multiple objective)/Ambigu dan mencakup banyak cara pandang

People and Organization/

Pelaku dan Organisasinya Not taken info accountmemiliki keanggotaan dan/Tidak struktur organisasi yang jelas

Insight and learning /Penguasaan wawasan dan proses pembelajaran

Outcome/Hasil Product and

recommendation/Rekomendasi dan Hasil

Progress through group learning/Kemajuan dalam kelompok pembelajaran

(12)

Berangkat dari pengembangan analisa system thinking, penulis lebih spesifik akan menggunakan pendekatan soft system methodology. Soft systems methodology (SSM) merupakan sebuah pendekatan untuk memecahkan situasi masalah kompleks yang tidak terstruktur berdasarkan analisis holistik dan berpikir sistem. Soft system methodology juga merupakan sebuah metodologi partisipatori yang dapat membantu para stakeholders yang berbeda untuk mengerti perspektif masing-masing stakeholders. Fokus soft system methodology adalah untuk menciptakan sistem aktivitas dan hubungan manusia dalam sebuah organisasi atau grup dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Soft system methodology juga merupakan metodologi yang digunakan untuk mendukung strukturisasi pemikiran dalam masalah organisasi dan komunitas yang kompleks. Terhadap masalah ini, soft system methodology adalah proses untuk mengidentifikasi, merumuskan akar permasalahan dan pemecahannya, menemukan dan mempertemukan pendapat para pihak yang terlibat seperti pelaksana, pengambil keputusan, pengguna, dan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan pandangan umum masyarakat/politik/sosial budaya, dalam pengertian yang lebih sederhana dapat diartikan bahwa soft systems methodology merupakan pendekatan yang terstruktur untuk menyelesaikan masalah yang tidak terstruktur. Sebagaimana diungkapan oleh Checkland and Scholes (1990, h.1) bahwa:

“Soft systems methodology (SSM) helps such managers, of all kinds and at all levels, to cope with their task. It is organized way of tackling messy situations in the real world. It is based on systems thinking, which enables it to be highly defined and described, but flexible in use and broad in scope”.

Soft systems methodology didasarkan pada 7 tahapan proses yang dimulai dari pengklarifikasian situasi masalah yang tidak terstruktur melalui perancangan sistem aktivitas manusia yang diharapkan membantu memperbaiki situasi model konseptual ini kemudian dibandingkan dengan situasi masalah dalam rangka mengidentifikasi perubahan yang layak. Tujuh tahapan soft system methodlogy sebagaimana juga disampaikan olehCheckland and Scholes (1990, h.27)

1. Enter situation considered problematical (Mengenali situasi permasalahan) 2. Express the problem situation ((Mengungkapkan situasi permasalahan)

3. Formulate root definitions of relevant systems of purposeful activity (pembuatan definisi permasalahan) adalah mengidentifikasi stakeholders yang terlibat, transformasi, Weltanschaungg (cara pandang), dan lingkungan untuk kemudian membangun definisi sistem aktivitas manusia yang dibutuhkan untuk memperbaiki situasi masalah.

(13)

5. Compare models with real worl action (perbandingan antara model konseptual dengan situasi permasalahan/membandingkan model dengan realitas) adalah membandingkan model sistem konseptual yang dibuat dengan apa yang terjadi di dunia nyata (real world).

6. Define possible changes which are both desirable and feasible (menetapkan perubahan yang layak/perubahan model yang diinginkan) adalah membuat debat publik dalam rangka mengidentifikasi perubahan yang layak tersebut.

7. Take action to improve the problem situation (melakukan tindakan perbaikan) Membangun rencana aksi untuk memperbaiki situasi masalah.

Analisa Social Setting

Pembangunan Kota Malang yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan budaya, pendidikan, serta perlindungan sosial. Walaupun banyak kemajuan yang telah dicapai, tetapi masih banyak pula tantangan dan masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan.

Pelayanan umum adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah kepada masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat dalam arti luas. Fungsi pelayanan umum pada hakekatnya untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata. Peningkatan fungsi pelayanan umum perlu ditunjang dengan kemampuan profesionalisme aparat, pemanfaatan teknologi infomasi serta pentingnya kesadaran semua pelaku pembangunan (stakeholders). Kelengkapan pranata hukum (Peraturan Daerah-Peraturan Daerah) termasuk produk-produk perencanaan pembangunan (RPJPD, RPJMD, RKPD, dan lain-lain), yang secara substantif mampu memberikan arah pembangunan secara komprehensif dan berkelanjutan, sangat diperlukan.

Metodologi

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang diarahkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena perencanaan pembangunan dalam dua dimensi permasalahan. Pertama, proses penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) pada Pemerintah Daerah Kota Malang. Kedua, peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Setelah hal tersebut dilakukan kemudian dianalisis proses penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dengan pendekatan soft system methodology.

Berangkat dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka fokus penelitian ini adalah: 1. Proses penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) pada Pemerintah Kota Malang

(14)

c. Penyusunan rancangan RKPD d. Pelaksanaan musrenbang RKPD e. Perumusan rancangan akhir RKPD f. Penetapan RKPD

g. Dokumen RKPD

2. Peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Malang terkait dengan peran SKPD dalam musrenbang kecamatan, musrenbang kota, serta peran SKPD yang paling menonjol adalah pada pembahasan forum SKPD.

3. Analisis penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Pemerintah Kota Malang dengan menggunakan pendekatan soft system methodology

a. Mengenali situasi permasalahan (the problem situation : unstructured) b. Mengungkapkan situasi permasalahan (the problem situation : expressed) c. Pembuatan definisi sistem permasalahan (root definitions of relevant) d. Membangun model konseptual (conceptual models)

e. Perbandingan antara model konseptual dengan situasi permasalahan (comparison of 4 with 2) f. Perubahan model yang diinginkan (feasible, desirable, changes)

g. Tindakan perbaikan (action to improve the problem situation)

Tempat penelitian yang digunakan adalah Kota Malang. Sumber data yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber data primer dapatkan melalui wawancara dengan eksekutif (BAPPEDA dan DPRD Kota Malang) dan pihak yang terlibat di musrenbang kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD maupun musrenbang kota. Sedangkan data sekunder dapat penulis dapatkan melalui dokumen-dokumen, laporan-laporan, dll yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dokumen dan laporan tersebut bisa berupa Undang-Undang atau Peraturan Menteri dan jenis pertauran lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian. Instrumen penlitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument sekaligus pengumpul data, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

(15)

1.The problem situation : unstructured

2. The problem situation : expressed

6. Feasible, desirable, changes

5. Comparison of 4 with 2

3. Root defnitions of relevant 4. Conceptual models

4b. Other systems thinking 4a. Formal system concept

7. Action to improve the problem situation Gambar 4

Tujuh Tahapan Soft Systems Methodology

Real world

Systems thinking

Sumber : diadaptasi dari Checkland (1999, h.163)

1. Mengenali Situasi Permasalahan

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah mengumpulkan beragam informasi berkaitan dengan permasalahan berdasarkan struktur dan proses yang terjadi dalam berbagai aktivitas sesuai dengan fenomena yang diteliti. Kegiatan ini dilakukan melalui observasi, pengumpulan data sekunder, dan yang tidak kalah penting adalah melakukan wawancara secara informal. Tujuannya untuk mendapatkan isu-isu tertentu, konflik-konflik, keinginan yang diharapkan, atau masalah lainnya.

2. Mengungkapkan Situasi Permasalahan

Tahap ini diperlukan untuk strukturisasi permasalahan dan proses yang terjadi sebagai pusat perhatian penelitian (problem situation expressed), mengingat pada tahap pertama situasi permasalahan yang dikenali masih belum terstruktur. Strukturisasi yang dimaksud menyangkut struktur yang diproses. Struktur permasalahan meliputi rancangan bentuk, hirarki kekuasaan, bekerjanya struktur, dan pola komunikasi baik formal maupun informal. Sedangkan proses permasalahan menyangkut hubungan aktivitas dasar yang menentukan suatu pekerjaan itu sendiri, monitoring terhadap pengaruh eksternal, dan tindakan korektif yang dilakukan secara sungguh-sungguh.

(16)

analisis sistem politik menyangkut penggunaan kekuasaan sebagai suatu proses pertukaran dalam institusi atau disebut juga dengan analisis power tetaphor and narrowly defined power metaphor

3. Pembuatan Definisi Sistem Permasalahan

Tahapan ini adalah menyangkut pembuatan definisi mendasar tentang sistem permasalahan (root definition) dengan cara menggali permasalahan secara mendalam dari stakeholder dan pandangan idealnya tentang apa sebaiknya suatu sistem yang relevan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuannya mengambarkan keterkaitan antara situasi permasalahan dengan esensi pemecahan masalah yang perlu dikerjakan. Dengan mendefinisikan sistem permasalahan akan terungkap mengenai apa yang dikerjakan, mengapa dikerjakan, siapa yang mengerjakan, siapa yang diuntungkan dengan pekerjaan tersebut, dan apakah lingkungan yang membatasi tindakan yang dilakukan.

(Checkland, 1990 h.35-36) merumuskan keterkaitan tersebut dengan sebutan unsur CATWOE (customers, actors, transformation process, world view, owners, environmental constraints). Berikut dikemukakan pengertian masing-masing unsure.

1. Customers (pelanggan), adalah pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan dari kegiatan pemecahan masalah

2. Actors (actor-aktor), adalah pihak-pihak yang melaksanakan aktivitas pemecahan masalah 3. Transformation process (proses tranformasi), adalah aktivitas yang mengubah masukan

menjadi keluaran dalam institusi

4. World view (cara pandang terhadap realitas), yaitu pemahaman berbagai pihak tentang makna yang mendalam dari situasi permasalahan

5. Owners (pemilik), adalah pihak yang dapat menghentikan aktivitas institusi

6. Environmental constraints (hambatan lingkungan), adalah hambatan dalam lingkungan system yang tidak dapat dihindari

4. Membangun Model Konseptual

Tahap ke empat dalam menerapkan soft system methodology adalah membangun model konseptual (building conceptual models) artinya menggambarkan situasi permasalahan yang terjadi dalam realitas dan upaya pemecahannya dengan membuat tiruannya dalam model konseptual. Conceptual models adalah prosses transformasi dari root definition. Model konseptual ini dibangun menggunakan konsep sistem formal (formal system concept) tentang permasalahan yang dihadapi dan upaya pemecahannya dengan menggunakan kerangka berpikir sistem (other system thinking)

(17)

sistem yang lebih luas atau berinteraksi dengan lingkungan, memiliki batasan, terpisah dari lingkungan yang lebih luas, memiliki sumberdaya manusia untuk mendukung proses pengambilan keputusan, dan memiliki jaminan untuk kontiunitas dan stabilitas dalam jangka panjang. Supriyono, (2007 h.114)

5. Perbandingan Antara Model Konseptual dengan Situasi Permasalahan

Membandingkan model konseptual dengan realitas yang dihadapi (comparing models and reality) diperlukan untuk mendorong terjadinya debat tentang berbagai kemungkinan perubahan dalam model konseptual yang telah dibangun. Perubahan model konseptual ini sangat dimungkinkan dan diperlakukan mengingat soft systems methodology esensinya adalah membandingkan antara kerangka berpikir sistem (system thinking) dengan dunia nyata (real world) untuk menganalisis dan memecahkan masalah secara sistemik. Analisis pada tahap ini intinya membandingkan antara model konseptual dengan analisis situasi permasalahan yang telah dikaji secara mendalam pada tahapan pertama (problem situation unstructured) dan tahapan kedua (problem situation expressed)

6. Perubahan Model yang Diinginkan

Tahapan ini adalah menyangkut pendefinisian perubahan yang diinginkan dan yang akan dilakukan (desirable and feasible changes) setelah melalui proses debat yang membandingkan antara model konseptual dengan situasi permasalahan dalam dunia nyata. Termasuk dalam hal ini mempertimbangkan kelayakan proses perubahan system dilihat dari berbagai perspektif yaitu : budaya, politik, dan sosial, yang berpengaruh terhadap penetapan keputusan perubahan Flood and Jackson dalam Supriyono (2007 h.115)

7. Tindakan Perbaikan

Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam soft systems methodology. Sebagaimana dinyatakan oleh Supriyono (2007 h.116) bahwa, tahapan ini dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan memecahkan permasalahan yang dihadapi melalui penerapan model konseptual yang telah berubah dan disempurnakan melalui proses diskusi dengan komponen stakeholder. Tentu dengan pertimbangan waktu.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengujian keabsahan data dengan teknik pemeriksaan menurut Moleong (2007 h.327). Hal tersebut dapat dilihat dari tabel teknik pemeriksaan data:

Tabel 3. Teknik Pemeriksaan Data Kualitatif Moleong Kriteria Tehnik Pemeriksaan Kredibilitas

(derajat kepercayaan) 1. Perpanjangan keikutsertaan2. Ketekunan pengamatan 3. Triangulasi

4. Pengecekan sejawat 5. Kecukupan referensial 6. Kajian kasus negatif 7. Pengecekan anggota Kepastian 8. Uraian rinci

(18)

Hasil Penelitian

Pembahasan

Simpulan

Daftar Pustaka

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta : Pustaka Jogja Mandiri.

Balle, Michael. 1994. Managing With Systems Thinking. Berkshire : McGRAWW-HILL Book Company Europe

Bratakusumah, Riyadi. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. Cavana, Maani. 2000. Systems Thinking Modelling. Auckland : Pearson Education New Zealand

Limited.

Checkland, Peter. 1999. Systems Thinking, Systems Practice : Includes a 30-year retrospective. Chichester : John Wiley & Sons.

Checkland, Scholes. 1990. Soft Systems Methodology in Action. Chicester : John Wiley & Sons. Conyers, Hills. 1990. An Introduction To Development Planning In The Third World. Chicester : John

Wiley & Sons.

Faludi, Andreas. 1973. Planning Theory. Oxford : Pergamon Press. Hardjanto, Imam. 2011. Teori Pembangunan. Malang : UB Press.

Kumar, Arvind. 2001. Encyclopedia Of Decentralised Planning and Local Self Governance. New Delhi : J.L.Kumar For Anmol Publications Pvt.Ltd.

Kuncoro, Mudrajad. 2012. Perencanaan Daerah, Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan. Jakarta : Salemba Empat.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. Muluk, Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah Kajian

dengan Pendekatan Berpikir Sistem). Malang : Bayumedia Publishing. Rustiadi, Ernan. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor : IPB.

Soesesilo, Aminullah, Muhammadi. 2001. Analisis Sistem Dinamis (Lingkungan Hidup Sosial, Ekonomi, Manajemen). Jakarta : UMJ Press.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Khairul, Muluk. 2006. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerintahan Daerah Dengan Pendekatan Berpikir Sistem. Depok : FISIP UI.

(19)

Syaifullah. 2007. Analisis Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah di Kota Magelang (Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Tahun 2007). Semarang : FISIP UNDIP.

Brenton RMN, Kevin, MSc. 2007. Using soft system methodology to examine communication difficulties. Journal of Mentah Health Practice. Vol 10, No 5.

Dibia, Ifechukwude K, Hom Nath Dakai, Spencer Onuh. 2011. A ‘Lean’ Study using the Soft Systems Methodolgy.

Durant Law, Graham. 2005. Soft system methodology and grounded theory combined – a knowledge management research approach. actKM Online Journal of Knowledge Management. Volume 2, Issue 1.

Gati, Patria Kurnia, Mahmud Imrona dan Saufiah. 2010. Analisis Soft System Methodology (SSM) Untuk Excellent Service Management : Studi Kasus Spee- Dy PT.Telkom Divre III Jabar Dan Banten.

Raguphati, Wullianallur, Amjad Umar. 2009. Integrated digital Health system Design : A Service-Oriented Soft System Methodology. International Journal of Information Technologies and system approach. Volume 2, Issue 2.

Turner, Mike. 2008. Using Mode 2 soft system methodology in the teaching and assessment of the “practical” content in undergraduate hospitality degrees. Journal of hospitality, Leisure, Sport and Tourism education. Volume 7, No. 2.

Undang-Undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No.12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undan-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 050/200/Ii/Bangda/2008 Tentang Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri 2008 Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)

Gambar

Tabel 1.Istilah-istilah didalam proses perencanaan berdasarkan unsur perencanaan yang dikandungnya
Gambar 1.Teori prosedural dan subtantif
Gambar 2.Perencanaan Regional
Gambar 3. Alur Perencanaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Secara singkat panas bumi didefinisikan sebagai panas yang berasal dari dalam bumi. Sedangkan energi panas bumi adalah energi yang ditimbulkan oleh panas

Analisis dari pemanfaatan itu akan dijadikan sebagai bahan rekomendasi dan masukan untuk mahasiswa IM Telkom jurusan MBTI yang akan menggunakan situs jejaring

Melihat adanya hubungan tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah kepercayaan diri pada penyalahguna NAPZA dimana bagi mereka komunikasi akan sulit dilakukan karena

Variabel  Pengungkapan Risiko (Y)  Struktur Kepemilikan, Komisaris Independen, Komite Audit Independen, Jenis Auditor Eksternal, Tingkat Leverage, Ukuran Perusahaan, dan

Dari ketiga jenis minuman yang dibuat, dapat disimpulkan bahwa min uman campuran sari jahe sereh dianggap memiliki aktivitas antioksidan yang.. lebih baik dari pada

Wajib melakukan konfirmasi sebelum melakukan perawatan di luar negara Indonesia ke nomor Pelayanan Medis 24 Jam (6221) 29976381. Imprint kartu kredit akan diminta sesuai ketentuan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan tugas akhir (TA) tepat waktu dan tanpa

Jika kita Jika kita menghadapi dua gejala yang masing-masing berskala ordinal, maka teknik korelasi menghadapi dua gejala yang masing-masing berskala ordinal, maka teknik