• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gender dapat diartikan sebagai perbedaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gender dapat diartikan sebagai perbedaan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Gender dapat diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai, pekerjaan (role) dan perilaku. Secara umum, gender digunakan sebagai indentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Hal ini berbeda dengan sex yang secara umum digunakan untuk mengidentifikasi dari segi anatomi biologis jenis kelamin semata.

Berdasarkan uraian di atas maka konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Ciri dari sifat itu sendiri dapat dipertukarkan. Misalkan, sifat kelemah-lembutan yang dimiliki oleh perempuan ternyata juga sering didapati ada pada laki-laki, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian maka relasi gender sebagai akibat dari keberadaan gender tidak sama di setiap tempat, daerah, karena erat kaitannya dengan berbagai faktor, seperti faktor ekologi, budaya dan termasuk juga agama.

Seringkali terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender yang sangat merugikan, khususnya dialami oleh perempuan. Ketidakadilan ini mengakibatkan retaknya keharmonisan hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Oleh kerena itu muncullah suatu reaksi yang diikuti tindakan struktural untuk menyusun kembali pola hubungan laki-laki dan perempuan agar mencapai keseimbangan, kesamaan status dan peran sosial guna menghilangkan ketimpangan gender di dalam masyarakat. Reaksi inilah yang sering dikenal dengan sebutan feminisme. Pandangan feminisme terhadap perbedaan peran laki-laki dan perempuan secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:

1.Feminisme Liberal

Dasar filosifis kelompok ini adalah liberalisme, yaitu bahwa semua manusia diciptakan sama, serasi dan seimbang. Baik laki-laki atau perempuan memiliki hak-hak yang sama, maka sudah seharus tidak ada penindasan antara satu sama lain.

Perempuan sudah semestinya mendapatkan peran diwilayah publik, baik sektor ekonomi, politik dan termasuk sektor militer. Maka tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih mendominiasi, karena organ reproduksi yang dimiliki perempuan bukan merupakan penghalang terhadap pembatasan peran perempuan.

2. Feminisme Marxis-Sosialis

Aliran ini berupaya menghapus struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Mereka berpendapat bahwa posisi inferior perempuan berkaitan erat dengan struktur kelas dan keluarga dalam masyarakat kapitalis. Hal tersebut mengakibatkan hubungan antar suami dan istri seperti hubungan antara borjuis dan proletar. Sebagai solusi untuk mengangkat harkat martabat perempuan supaya seimbang dengan laki-laki, maka perlu menghapus dikotomi pekerjaan sektor domestik dan sektor publik. Hingga pada akhirnya terbentuknya suasana kolektif antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan publik dan domestik.

3. Feminisme Radikal

Aliran ini berpendapat bahwa terjadinya perbedaan gender yang merugikan perempuan bukan dikarenakan struktur social dan budaya, malainkan karena unsur biologisnya. Mereka lebih mengarahkan gerakannya dalam realitas seksual, bukan hanya berusaha menghapus hak-hak laki-laki, namun juga menghapus perbedaan seksual. Kelompok ini lebih radikal dari pada yang lain karena menuntuk persamaan dengan laki-laki dalam segala hal.

a.Relasi Gender Suami Istri dalam Keluarga

Keluarga terdiri dari dua kata, yaitu kula yang artinya abdi, hamba yang mengabdi untuk kepentingan bersama; dan warga yang artinya anggota, yang berhak ikut berbicara dan bertindak. Maka ‘keluarga’ mempunyai artian mengabdi, bertindak dan bertanggung jawab kepada kepentingan umum. Dari definisi itu bisa disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat yang berfungi untuk menciptakan rasa tentram, aman, damai dan sejahtera dalam kasih sayang antara satu sama yang lainnya.

(2)

1.Memberi perlindungan bagi anggotanya, baik ketentraman maupun ketertiban dalam wadah keluarga tersebut.

2. Memberi kebutuhan social-ekonomi secara materiil.

3. Menumbuhkan dasar-dasar kaidah-kaidah pergaulan hidup.

4.Sebagai wadah sosialisasi awal untuk memahami nilai yang berlaku dimasyarakat.

Menambahkan dari yang di atas, keluarga sebagai sebuah institusi minimal harus memiliki enam fungsi, yaitu fungsi religius, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi edukatif, fungsi protektif, fungsi rekreatif.

Adapun yang dimaksud dengan relasi mempunyai arti hubungan, pertalian dengan orang lain. Maka relasi gender bisa diartikan hubungan kemanusiaan (sosial) yang didasarkan pada pertimbangan aspek kesadaran gender. Menurut Nasaruddin Umar, relasi gender merupakan konsep dan realitas pembagiaan kerja social antara laki-laki dan perempuan yang tidak didasarkan pada pemahaman yang bersifat normative serta terkategori biologis, melainkan kwalitas, skill, dan peran berdasarkan konvensi-konvensi social. Relasi gender dalam kajian ini dibatasi hanya pada relasi gender antara suami dan istri dalam rumah tanggal.

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa merealisasikan relasi yang baik antara suami istri dalam sebuah rumah tangga memerlukan prinsip utama yaitu al-mu’asyarah bil ma’ruf, yang berdiri diatas landasan sikap saling memahami, saling mengenal, saling tanggung jawab dan bekerja sama, serta kesetiaan dan keluhuran cinta. Ada pula yang menambahkan harus ada penanaman nilai ketauhidan, saling menasehati, memperbanyak doa dan mengharap keberkahan dalam keluarga.

Konsep al-mu’asyarah bil ma’ruf tidak mudah untuk direalisasikan, terkait akan banyak faktor. Setiap manusia yang memilik keterbatasan satu sama lain, tingkatan yang berbeda-beda, maka wajar dalam hal-hal tertentu sering kali laki-laki diunggulkan dalam hubungan keluarga, sedangkan perempuan dalam kondisi sebaliknya. Menyikapi hal ini, ada beberapa teori berkaitan pembagian peran antara suami dan istri:

1. Fungsionalisme, perlu adanya pembagian peran fungsi antara laki-laki dan perempuan. Suami sebagai provider, perannya dilakukan diwilayah publik. Sedangkan peran istri adalah housekeeper, berada dalam wilayah domestik. Dipelopori oleh tokoh Talcott Parsons.

2. Feminisme, menuntut kesamaan hak secara total. Tidak perlu ada pembagian tugas dalam membangun rumah tangga. Dengan demikian tidak ada lagi peran yang lebih dominan dalam rumah tangga.

3.Teori crossed over yang diprakarsai oleh Janet Zollonger Giele. Menyepakati adanya pembagian tugas pokok, namun boleh bagi perempuan melakukan pekerjaan sebagaimana suami, dengan mengindahkan beberapa aspek, (1) atas izin suami, (2) menyesuaikan dengan kodrat yang dimiliki oleh perempuan dan (3) tanpa meninggalkan tanggung jawabnya dalam sekup rumah tanggal dan pengasuhan anak.

Di dalam al-Quran ada beberapa ayat yang menunjukkan peran yang sama perempuan dengan laki-laki sektor publik, sebagaimana perempuan juga berperan dalam sektor domestik. Kisah dua putri Nabi Syu’aib dan Musa AS (Q.S. Al-Qashash: 23), perempuan juga memainkan perannya dalam mewujudkan al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar yang tidak hanya sebatas pada keluarga namun juga bermasyarakat (Q.S. An-Nahl: 97).

b.Konsep Keluarga Sakinah dalam Islam

Kata sakinah berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna ketenangan dan ketentraman. Di dalam al-Quran kata sakinah disebutkan sebanyak enam kali, yaitu Surat Al-Baqarah: 248, Surat At-Taubah: 26 dan 40, Surat Al-Fath: 4, 18 dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa sakinah itu pemberian Allah SWT. ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi ujian hidup. Maka bisa diartikan bahwa sakinah adalah suatu ketenangan dan kepuasan hati.

(3)

mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang diliputi suasana kasih sayang antar anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayat, dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.

Islam mengajurkan pemeluknya untuk membentuk sorga dunianya berupa keluarga sakinah sebagaimana tercantum dalam Q.S. Ar-Rum: 21. Hal ini dikarenakan beberapa alasan diantaranya:

1. Adanya kewajiban menjaga diri dan keluarga dari neraka (Q.S. At-Tahrim: 6). 2. Tempat mendapatkan perlindungan, pendidikan dan pengakuan sosial.

3.Mayoritas manusia mengabiskan waktunya dalam keluarga. 4. Pondasi awal dalam membangun masyarakat Islami.

Maka tidak heran kalau agama Islam memberikan perhatian besar terhadap keluarga, sebagaimana sabda Rasulullah mengungkapkan “Bayti Jannati”.

Menurut Khoiruddin Bashori menambahkan, ada beberapa ciri yang menjadikan keluarga sehat, harus memiliki beberapa hal diantaranya adalah:

1. Kekuasaan dan hubungan intim yang seimbang (power and intimacy). 2.Kejujuran dan kebebasan berpendapat (honesty and freedom of expression). 3. Kegembiraan dan humor hadir dalam keluarga (warmth, joy and humor).

4. Keterampilan organisasi dan negosiasi (organization and negotiating skill).

Al-Qur’an empat belas abad yang lalu telah memberi rumusan prinsip-prinsip dasar dalam keluarga, terletak pada Surat An-Nisa’: 19, yaitu mu’asyarah bil al-ma’ruf atau berinteraksi dengan baik. Realisasinya adalah dengan menciptakan hubungan resiprokal atau timbal balik antara suami istri. Keduanya harus saling mendukung, saling memahami, dan saling melengkapi. Disamping itu juga harus memaksimalkan peran dan fungsi masing-masing dalam berkeluarga. Tidak luput pula bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban harus berdasarkan pada prinsip kesamaan, keseimbangan dan keadilan, dengan demikian habungan suami istri diletakkan atas dasar kesejajaran dan kebersamaan tanpa harus ada pemaksaan atau tindakan kekerasan dalam keluarga.

Dengan demikian, konsep hubungan suami istri dalam keluarga Islami bertumpu pada kemitrasejajaran atau hubungan yang setara dalam memainkan peran masing-masing, sebagaimana hal ini ditekankan dalam Qs. Al Baqarah: 187 dijelaskan bahwa istri adalah pakaian bagi suaminya, dan suami adalah pakaian bagi istrinya.

Nasaruddin Umar, Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Quran, Jakarta: Paramadina, 2001, hlm. 17 Ibid., hlm. 65

Aisyah Dahlan, Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama dalam Rumah Tangga, Jakarta: Jamunu, 1969, hlm. 32.

(4)

Soeerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, hlm. 22

Nur Chozin Ar Rusyidhi, Rahasia Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Sabda Media, 2008, 2008, hlm. 16 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm. 943. Nasaruddin Umar, Argumentasi… hlm. xx

Fathi Muhammad Ath Thahir, Beginilah Seharusnya Suami Istri Saling Mencintai, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006, hlm. 227.

Mulya, Dimensi Sosial Islam, Ponorogo: Perpustakaan ISID, 2006, hlm. 29.

Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2004, hlm. 3

Dedi Junaedi, Keluarga Sakinah Pembinaan dan Pelestariannya, Jakarta: Akademika Pressindo, 2007, hlm. 14. Khoiruddin Bashori, Psikologi Keluarga Saskinah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006, hlm. 93.

Marhumah, Membina Kelurga Mawaddah wa Rahmah dalam Bingkai Sunnah Nabi, Yogyakarta: PSW IAIN Suka, 2003, hlm. 312.

(5)

ABSTAK

Kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalamrumah tangga adalah isu sensitif yang mengundang banyak kontroversi di tengah tengah masyarakat modern. Kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga yang berbanding lurus dengan peran dan kedudukan suami dan istri dalamkeluarga (kepemimpinan dalamkeluarga) menjadi permasalahan yang selalu menjadi polemik dalam masyarakat modern. Perbedaan peran dan kedudukan suami istri yang sejatinya merupakan akibat dari perkembangan lingkungan karena setiap masa menghasilkan peran dan kedudukan sendiri-sendiri, yang kemudian menjadi alat legitimasi kekuasaan berdasarkan perbedaanjenis kelamin dalammasyarakat yang diskriminatif. Soekarno adalah aktor pergerakan politik bangsa ini (founding fathers), yang memberikan kontribusi positif dalampeningkatan peran dan kedudukan perempuan di Indonesia. Melalui bukunya yang berjudul Sarinah,Soekarnomencoba mengangkat peran dan posisi perempuan. Buku ini merupakan hasil kursus perempuan yang ia lakukan selamadi Yogyakarta tiap dua minggu sekali. Karena menurut Soekarno, persoalan perempuan adalah persoalan kemasyarakatan, dan masyarakat belumpernah secara sadar mengangkat perandan posisi perempuan. Menurut Soekarno tujuan kemanusiaan tidak menghendaki siapa menjadi superior dan siapa yang inferior melainkan keadilan antara keduanya. Sehingga tercipta kondisi dinamis dimana perempuan (istri) dan laki-laki (suami) memiliki kesamaan hak, kewajiban,kedudukan, peranan dan kesempatan yangdilandasi sikap dan perilaku saling menghormati, saling menghargai, saling membantu dan saling mengisi dalamberbagai bidang dalam rumah tangga. Penelitian ini merupakan library researchyang menggunakan metode historis faktual yang kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan instrumen induktif dan interpretatif. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, penyusun menggunakan pendekatan normatif dengan mengambil penafsiran pemikir Islamkontemporer yang terdapatdalamal-Qur’an dan Hadits. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, Yaitu menggambarkan pemikiran Soekarno tentang perempuan, kemudian dianalisis sampai meraih kesimpulan sebagai jawaban dari pokok masalah berdasarkan data yang telah terkumpul; Sedangkan berdasarkan alasannya penelitian ini merupakan penelitian yang mengandung alasan intelektual (intelectual research),yakni lazimdisebut juga dengan penelitian dasar (basic research) atau penelitian murni (pure research). Setelahmeneliti dan menganalisa pemikiran Soekarno tentang perempuan khususnya kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalamkeluarga, maka penyusun menarik kesimpulan bahwa pemikiran tentang perempuan khsususnya mengenai

kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki terlalu terjebak pada asumsi teologis dan budaya patriarkhi yang tidaksehat dalammayarakat, yang menurut penyusun, konsep kemitrasejajaran bukanlah

(6)

Pengertian Jender

Jender adalah perbedaan-perbedaan sifat wanita dan pria yang tidak hanya mengacu pada perbedaan

biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial dan budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan wanita dan pria dalam setiap bidang masyarakat. Dari definisi di atas, jender jelas berbeda dengan jenis kelamin. (Jender=Gender, jenis kelamin=sex). Jender adalah pengertian yang mengacu pada pengertian yang terbentuk secara sosial bukan yang sejak lahir. Karena itu, pengertiannya dapat berubah.

Beberapa pengertian yang sudah menunjukan perubahan itu di antaranya:

a. Wanita dapat melakukan pekerjaan yang secara tradisional dilakukan oleh pria b. Pria dapat mengasuh anak sama baiknya seperti wanita.

3.2. Jender Dibedakan Dari Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah dasar biologis yang membedakan perempuan dan laki-laki. Contoh: setiap orang dilahirkan sebagai bayi perempuan atau laki-laki yang ditentukan berdasarkan ciri fisik – biologisnya. Perbedaan biologis ini seringkali dianggap sebagai: telah menjadi bawaan, telah ditentukan dan tidak dapat diubah. Karakteristik khas perempuan dan laki-laki yang ditentukan oleh kondisi biologisnya adalah antara lain: laki-laki mempunyai sperma, perempuan dapat mengandung dan melahirkan bayi.

3.3. Jender Sebagai Konstruksi Sosial

(7)

Sikap dalam Mewujudkan Kemitrasejajaran Laki-Laki dan Perempuan dalam Keluarga

Pdt. Bambang Subagyo, S.Th. Pendahuluan

Sebagai orang beriman agama apapun yang kita yakini mestinya menyadari dan

meyakini bahwa Allah menghendaki agar umatnya bejuang menegakkan keadilan dan kebenaran demi kemuliaan Allah dan kesejahteraan dan keutuhan seluruh ciptaan. Upaya menegakkan keadilan dan kebenaran hendaknya dimulai dari keluarga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, dengan dilandasi sikap menghormati dan menghargai seluruh anggota keluarga baik suami maupun isteri, orangtua maupun anak, laki-laki maupun perempuan, hendaknya kita

secara kritis berani melakukan reinterprestasi teks yang tidak relevan secara bertanggungjawab. Landasan untuk Bersikap Adil

Landasan yang menjadi pedoman bagi kita untuk membangun sikap adil bedasarkan kesaksian Alkitab antara lain:

1. Tuhan menghendaki agar Abraham memerintahkan kepada keturunannya untuk hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan dengan melakukan kebenaran dan keadilan. (Kejadian 18:19; Yesaya 1:16-17; 56:1; Amos 5:15).

2. Tuhan mengingatkan agar tidak memutarbalikkan keadilan dan tidak memandang bulu serta menerima suap (Ulangan 16:19).

3. Memberikan keadilan kepada orang yang lemah dan anak yatim, dan membela yang sengsara dan kekurangan (Mazmur 82:3-5).

4. Mewujudkan terpadunya kasih dan kesetiaan, keadilan, dan damai sejahtera. (Mazmur 85:9-14).

Keberadaan Laki-Laki dan Perempuan

Keberadaan manusia baik laki-laki maupun perempuan menurut kesaksian Alkitab adalah ciptaan yang memiliki keterpautan yang erat de

ngan Allah Sang Khalik yang dilukiskan dengan

berbagai gambaran antara lain:

1. Laki-laki dijadikan menurut gambar/citra Allah yang dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat (Kejadian 1:27; Mazmur 8:5-9).

2. Manusia hidup oleh hembusan nafas Allah, hal ini menggambarkan bahwa hidup manusia itu benar-benar bergantung pada relasinya dengan Allah (Kejadian 1:28).

3. Laki-laki dan perempuan terpanggil untuk beranakcucu memenuhi bumi ini serta dilibatkan sebagai kawan-sekerja Allah dalam mengusahakan dan memelihara alam semesta demi keutuhan dan kesejahteraan seluruh ciptaan (Kejadian 1:29).

4. Agar manusia tidak seorang diri, maka Allah memberikan penolong yang sepadan dengan dia (Kejadiaan 2: ayat 18).

Panggilan Hidup Berkeluarga

Dalam melaksanakan tugas untuk beranak-cucu memenuhi bumi, maka laki-laki dan

perempuan menyatukan diri untuk membangun keluarga dalam ikatan perkawinan. Pengajaran Yesus Kristus tentang perkawinan yang termuat dalam Matius 19:3-6 dapat dirangkupkan menjadi empat prinsip dasar yang harus dilaksanakan, yaitu:

1. Perkawinan dilandasi oleh kesadaran sebagai ciptaan Allah yang memiliki kekudusan dan kehormatan, sehingga dalam membangun kemitraan yang adil dalam keluarga, laki-laki dan perempuan harus saling mengkuduskan dan memuliakan (band 1 Tes 4:3-6).

2. Perkawinan dihayati dengan semangat mandiri baik material maupun mental.

3. Perkawinan merupakan satu kesatuan yang utuh dalam ikatan lahir-batin antara seseorang yang bahagia dan kekal. (band I Korintus 7:3-4 dan UU No. 1/19974 pasal 1)

4. Perkawinan diyakini sebagai karya Tuhan yang harus dihayati secara bertanggungjawab dan dijaga kelangsungannya. (band Iberani 13:4-6)

(8)

Makalah untuk Diskusi “Penguatan Pemahaman Dan Sikap Keagamaan Yang Adil Gender Dalam Keluarga” diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia, 5 September 2006.

2

Tanggungjawab untuk Mewujudkan Keluarga Bahagia dan Kekal

Setiap anggota keluarga hendaknya senansiasa tetap menyadari akan hakekat dan tujuan hidup berkeluarga yaitu

“Mewujudkan keluarga yang Bahagia dan Kekal” . Dan terciptanya

tujuan tersebut, menjadi tanggung jawab bersama baik suami dan isteri maupun anak-anak. Oleh karena itu perlu bagi setiap keluarga untuk meluangkan waktu bersama untuk menyegarkan dan menata kembali semangat kemitrasejajaran dalam keluarga untuk mencapai kebahagiaan

sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan dan dicita-citakan oleh setiap keluarga.

Ada tiga tonggak penyangga kebahagiaan keluarga sebagaimana yang tersurat dalam Mazmur 128:1-3 yaitu:

Tonggak Pertama

penunjang kebahagiaan keluarga adalah sikap takut akan Tuhan dan hidup

menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Untuk mewujudkan hal tersebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Orang tua hendaknya mendidik anak-anaknya mengasihi Tuhan secara total (Ulangan 6:5-9).

2. Tidak lupa memperkatakan dan merenungkan Kitab Suci siang dan malam (Yosua 1:7-9; I Timotius 3:15-17).

3. Menegakkan prinsip ketaatan kepada Tuhan dalam setiap keputusan etis keluarga (Kisah Para Rasul 5:29; Kolose 3:17; Petrus 3:17).

4. Bertekun dalam doa dan berjaga-jaga. (Kolose 4:2). Tonggak kedua

penunjang kebahagiaan keluarga adalah memelihara prinsip/tekad yang teguh yaitu memakan dari hasil jerih payah tanganny

a. Artinya senantiasa berusaha agar dalam kehidupan keluarga mempunyai:

1. Jiwa makarya adalah sikap hidup makarya (Filipi 1:22; II Tes 3:10) yang mempunyai ciri, yaitu:

1) Cinta kerja.

2) Tidak membedakan jenis kerja. 3) Menggunakan kesempatan kerja. 4) Bertanggungjawab dalam kerja.

5) Selalu berusaha meningkatkan kualitas kerja.

2. Etos kerja artinya melakukan pekerjaan dilandasi oleh moralitas yang benar, jujur, dan tulus tanpa melakukan rekayasa untuk memeras jerih payah orang lain demi keuntungan pribadi (Amsal 16:8).

Tonggak Ketiga

penunjang kebahagiaan keluarga ialah bila seluruh anggota keluarga merasa

kerasan dan berperan serta di rumahnya. Dan untuk itu suami-isteri dan anak-anak hendaknya senantiasa setia melaksanakan perannya seperti pohon anggur yang subur dan anak-anak seperti tunas zaitun, yakni melaksanakan perannya dalam rumah yaitu:

1. Menciptakan kehangatan relasi dalam keluarga. 2. Membangkitkan kegairahan hidup dalam keluarga. 3. Mewujudkan keluarga yang saling mengobati. Fenomena yang Harus Disikapi Secara Kritis

(9)

1. Dalam tradisi para pendahulu yang berada dalam sistem social patriakhat

, menempatkan

perempuan lebih rendah dari laki-laki baik dalam keberadaan, maupun haknya dalam keluarga dan masyarakat. Beberapa contoh antara lain:

1) Dalam tradisi Yahudi perempuan tidak boleh menjadi saksi dalam pengadilan agama.

2) Seorang yang melahirkan anak perempuan masa najisnya lebih lama dari pada melahirkan anak laki-laki (Imamat 12: 1 – 5).

3) Bagi mzab Hilel, seseorang laki-laki berhak menceraikan isterinya dengan alasan apa saja.

3

4) Perempuan tidak diijinkan mengajar dan memerintah laki-laki (I Timotius 2:8-15).

2. Dalam pembagian kerja perempuan mendapat beban lebih berat dari pada laki-laki (Amsal 31:10-31).

(10)

Gender Document Transcript

 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gender merupakan salah satu issue paling menarik untuk di bahas dewasa ini. Bagi masyarakat umum gender sungguh mudah diucapkan akan tetapi sangat sulit untuk di pahami. Tentu saja tidak semua tentang gender sulit dipahami. Seperti kata Gayle Rubin (1975) yang tercatat pertama kali mempopulerkan konsep kesetaraan gender, yang mendefinisikan gender sebagai social construction and codification of differences between the sexes refers to social

relantionship between women and men. Mudahnya gender adalah pembedaan peran perempuan dan laki-laki dimana yang membentuk adalah konstruksi social dan kebudayaan, jadi bukan karena

konstruksi yang dibawa sejak lahir. Wacana gender mengemuka pada 1977 ketika sekelompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist. Mereka mamilih jargo baru gender discourse. Ini adalah perkembanngan yang cerdas, karena sebenarnya masalah ketidaksetaraan hubungan perempuan dan laki-laki sebagian besar dibentuk oleh pembedaan konstruksi “perempuan” dan “laki-laki” secara social budaya, dan bukan secara biologis (seks,kelamin). Karena itu memindahkan wacana ketidaksetaraan tersebut dari panggung biologis ke panggung social-budaya secara teoritis lebih efektif. 1.2 Rumusan Masalah Untuk lebih mudah memahami makalah ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana munculnya istilah gender ? 2. Bagaimana ketidakadilan gender bisa terjadi ? 3. Bagaimana peran serta fungsi Masyarakat untuk mencegah terjadinya ketidakadilan dalam hal gender ?

 BAB II PEMBAHASAN GENDER 1. DEFINISI GENDER Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada definisi yang bersifat social budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Sementara itu, kantor menteri Negara pemberdayaan perempuan republic Indonesia, mengartikan gender adalah peraan peran social yang dikonstruksikan oleh masyarakat serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran peran social tersebut dapat dilakukan oleh keduanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan oleh karean itu, gender berkaitan denngan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan social dan budaya di tempat mereka berada. Dengan kata lain, gender adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran, fungsi, hak, perilaku, yang dibentuk oleh ketentuan social dan budaya setempat. Di dalam women’s studies encyclopedia di jelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik, emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender: an introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terahadap laki-laki dan perempuan. Pendapar ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperti Linda L. Lindsey, yang

menganggap semua keteapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender. H.T. Wilson dalam Sex And Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian ada 2 elemen gender yang bersifat universal yaitu :

(11)

agama, Negara idiologi, politik, hukum, ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat di pertukarkan dan memiliki sifat relative. 2. KETIMPANGAN GENDER Perbedaan atau ketimpangan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities ( ketidakadilan gender ). Namun yang menjadi masalah ketika perbedaan gender ini menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan system dan strktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari system tesebut. Dengan demikian agar dapat memahami perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan, maka dapat dilihat dari berbagai manifestasi yaitu sebagai berikut: 1. Marginalisasi 2. Subordinasi 3. Streotipe 4. Violence 5. Beban kerja

 3. PERSPEKTIF GENDER Anggapan mengenai perbedaan antara jenis kelamin adalah ‘alamiah’, atau merupakan fakta biologis telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Alamiah disisni tidak selalu

diartikan sebagai fakta biologis, tetapi sering kali diartikan sebagai ketentuan Tuhan. Sehingga adanya streotik perempuan sebagai makhluk emosional dan laki-laki sebagai pemikir dan rasional tidak perlu dipertanyakan lagi mengingat hal tersebut lebih banyak ditentukan secara kultural, begitu pula perilaku yang pantas bagi perempuan maupun laki-laki baik anak-anak maupun dewasa . Donelson G. dalam bukunya ‘ Women a psychological perspective memberikan suatu hipotesis dalam distribusi bimodal dan karakteristik gender yang meng- gambarkan bahwa derajat feminitas dan maskulinitas merupakan kombinasi dari karakteristik biologis dimana perilaku dan sikap yang dapat digambarkan me-rentang pada suatu skala gender. Identitas gender merupakan definisi diri tentang seseorang, khususnya sebagai perempuan atau laki-laki, yang berinteraksi secara kompleks antara kondisi biologisnya sebagai

perempuan maupun laki-laki dengan berbagai karakteristik perilakunya yang dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasinya. Identitas gender ini mulai berkembang pada saat seorang bayyi berinteraksi dengan orang- orang tertentu yang berada di sekitarnya, baika ayah, ibu, maupun pengasuh. Perilaku orang dewasa dalam berinteraksi dengan seorang bayi secara tidak di sadari sepenuhnya akan

dipengaruhi oleh stereotip yang berlaku. Dalam kehidupan sehari-hari, stereotip dan preferensi orang tua akan banyak menentukan caranya berkomunikasi terhadap anaknya. Ditinjau dari tahap perkembangan seorang, dinyatakan bahwa, pada sekitar usia 2 tahun seorang anak mulai menyadari tentang identitas dirinya. Pada anak usia 3 hingga 6 tahun, perkembangan kepribadian anak laki-laki maupun perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini melhirkan pembedaan formasi social yang berdasarkan identitas gender yakni bersifat laki-laki dan perempuan. Kesadaran akan identitas gendernya masih akan diperkuat lagi oleh lingkungan yang menyadarkannya dalam berbagai kesempatan bahwa ia anak perempuan atau laki-laki. Pada umumnya seorang anak perempuan bermain pasar-pasaran dan anak laki-laki bemain perang- perangan, bahkan orang tua maupun orang yang berada di sekitarnya kerap kali mengingatkan bahwa ia anak perempuan atau laki-laki sehingga apa yang pantas dilakukan oleh anak perempuan atau laki-laki sudah diarahkan. Pada saat seorang anak berusia remaja, idntitas gender muncul paling kuat .

Kecendrungan untuk memilih peran gender yang sesuai dengan jenis kelamin dimulai sejak anak-anak meskipun ada kalanya orang tua modern yang tidak menghendaki peran gender yang dipilih oleh si anak karena mereka ingin agar anaknya tidak terkungkung oleh stereotip

 gender. Namun, kecenderungan ini terjadi pada usia anak-anak karena memilih peran gender yang sesuai dengan jenis kelaminnya membantu seorang anak untuk dapat memberi struktur pada realitas yang dihadapinya. 4. KESETARAAN GENDER Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis, hamper selalu diartikan sebagai kondisi ‘ketidaksetaraan’ yang dialami oleh para wanita. Maka istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan seperti subordinasi,

penindasan, kekerasan, dan semacamnya. Konsep kesetaraan gender ini memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan mengundang kontorversial. Hingga saat ini belum ada konsensus

(12)

sama dalam melakukan aktualisasi diri namun harus sesuai dengan kodratnya masing- masing. Persoalan kesetaraan gender yang paling mendasar adalah bahwa belum semua perempuan memiliki atribut – atribut social yang mendukung pemberdayaannya dalam meraih kesetaraan berperan. Denga demikian, tanpa upaya melihat kesetaraan gender dari sudut pandang perempuan, tampaknya subordinasi

tersembunyi bagi perempuan akan tetap berlangsung. Meskipun banyak pihak yang tidak sepaham akan tetap menyanggah dengan keras. Akan tetapi apabila ada persoalan seperti ini dibiarkan terus maka stereotip pencitraan peran yang membedakan kemampuan seseorang dalam dalam berperan berdasarkan perbedaan biologis akan terus membelenggu. Upaya-upaya yang paling tepat dilakukan untuk

mensosialisasikan kesetaraan gender ini yaitu dengnan cara: 1. Pembakuan istilah gender dengan acuan pada keberadaan segala sesuatu yang ada di masyarakat secara ttradisi, dengan mempertimbangkan berbagai muatan social budaya, ekonomi dan poltik dalam konteks akses terhadap berbagai muatan pembangunan 2. Pendekatan analisis gender tidak lagi sekedar merujuk pada pembedaan biologis atau seks (laki-laki atau perempuan) atau sifat perseorangan (maskulin-feminin) akan tetapi mengacu pada perspektif gender menurut dimensi social budaya. 3. Perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan memepertimbangkan perbedaan peran gender dan ketergantungan antara laki-laki dan perempuan sebagai sesuatu hal yang dapat diubah dan akan mengalami perubahan sesuai dengna kondisi social-budaya

 masyrakat yang bersangkutan. Jika cara ini dilakukan maka dapat diharapkan proses pemudaran stereotip pembagian peran seks (biologis) yang bersifat rigid dapat berlangsung. Dengan demikian sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dengan sendirinya dari kepedulian kaum perempuan maupun laki-laki. Nmaun, hal ini bukan berarti dalam konteks ketergantungan atau pendominasian.Pemahaman mengenai kesetaraan gender ini akan membawa hikamah besar pada kaum perempuan dalam

menyinergikan persoaan dengan lebih sistematis. Sedangkan bagi kaum laki-laki akan membantu dalam memahami dan mengantisipasi kemungkinan pergeseran peran perempuan di masa mendatang, dalam konteks yang lebih adil berdasarkan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Harapan akan kesetaraan gender ini menuntut keberanian para perempuan dan kerelaan kaum laki-laki dalam melaksanakan justifikasi terhadap mitos-mitos yang merugikan refleksi optimal dari aplikasi pean menurut gender.

 BAB III PENUTUP Kesimpulan Dalam Gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat di bentuk atau di ubah tergantung dari tempat , waktu, suku atau ras budaya, status social, pemahaman agama, Negara idiologi, politik, hukum, ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat di pertukarkan dan memiliki sifat relative. Jika dilihat dari dari berbagai manifestasinya perbedaan gender yang menjadi peneyebab ketidakadilan dalam hal gender adalah sebagai berikut 1. Marginalisasi 2. Subordinasi 3. Stereotype (pelabelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin tertentu) 4. Violence (kekerasan) 5. Beban kerja Sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dengan sendirinya tanpa kepedulian kaum perempuan maupun laki-laki. Pemahaman menegnai kesetaraan gender ini akan membawa hikmah besar pada kaum perempuan maupaun laki-laki dalam menyinergikan persoalan dengan lebih sistematis.

 DAFTAR PUSTAKA Nugroho, Riant. 2008.Gender dan Strategi Pengarus-Utamaanya di

(13)

menurut William Pollacek, sebenarnya, bayi laki-laki secara emosional lebih ekspresif dibandingkan bayi perempuan. Namun ketika sampai pada usia sekolah dasar, ekspresi emosionalnya hilang. Laki-laki pada usia lima atau enam tahun belajar mengontrol perasaan-perasaannya dan mulai malu mengungkapkannya.

Penyebabnya adalah pertama, ada proses menjadi kuat bagi laki-laki yang selalu diajari untuk tidak menangis, tidak lemah, dan tidak takut.

Kedua, proses pemisahan dari ibunya, yakni proses untuk tidak menyerupai ibunya yang dianggap masyarakat sebagai perempuan lemah dan harus dilindungi. Meski berat bagi anak laki-laki untuk berpisah dari sang ibu, namun ia harus melakukannya jika tidak ingin dijuluki sebagai ”anak mami”.

Isu kesetaraan gender memang telah didengung-dengungkan oleh berbagai pihak, bahkan kebanyakan

mahasiswa sangat getol untuk menyuarakan isu tersebut. Tetapi jika isu tersebut hanya digembar-gemborkan ke sana-ke mari tanpa adanya keseriusan dari pihak terkait, hal ini hanya akan menjadi percuma dan sia-sia belaka. Untuk meminimalisasi atau bahkan menghilangkan bias gender agar tecapai kesetaraan dan keadilan gender perlu sebuah upaya serius dari berbagai pihak. Mulai dari lingkungan keluarga, ayah dan ibu mulai

menanamkan kesetaraan dan keadilan gender dengan cara mereka saling menghormati dan melayani, tidak lagi didasarkan atas ”apa kata ayah”. Jadi orang tua yang berwawasan gender diperlukan bagi pembentukan

mentalitas anak baik laki-laki maupun perempuan yang kuat dan percaya diri.

Pola penerapan kesetaraan dan keadilan gender yang kedua adalah dari pihak sekolah. Kesetaraan gender dalam proses pembelajaran memerlukan keterlibatan Depdiknas sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan, sekolah secara kelembagaan dan terutama guru. Dalam hal ini diperlukan standardisasi buku ajar yang salah satu kriterianya adalah berwawasan gender. Selain itu, guru akan menjadi agen perubahan yang sangat menentukan bagi terciptanya kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan melalui proses pembelajaran yang peka gender.

Perlu strategi lagi, selain dari dua upaya di atas, yaitu yang dikenal sebagai istilah pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Pengarusutamaan gender berarti kita selalu memasukkan atau memikirkan isu gender sebagai salah satu inti kegiatan utama dan bukan menomorduakan, dilakukan sambil lalu, dipinggirkan, dianaktirikan atau diabaikan.

Pada hakikatnya pengarusutamaan gender adalah suatu strategi yang dilakukan untuk menciptakan kondisi kesetaraan dan keadilan gender, yaitu upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas kesepakatan yang sama, pengakuan yang sama, dan penghargaan yang sama oleh masyarakat.

Bukan Kodrat Perempuan Mengacu pada Mansour Fakih, gender merupakan konstruksi sosial yang membedakan peran dan kedudukan wanita dan pria dalam suatu masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi sosial budaya. Gender juga memiliki pengertian sebagai konsep hubungan sosial yang membedakan fungsi dan peran antara lelaki dan perempuan. Gender merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia yang biasanya menghambat kemajuan perempuan.

(14)

di lingkungan mana pun. Dengan terwujudnya kesadaran, kepekaan, dan keadilan gender di masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dapat mengembangkan potensi dan kemampuannya serta memperoleh peluang yang sama. Salah satu jenis kelamin tertentu juga tak dirugikan. Laki-laki dan perempuan harus dilihat sebagai sumber daya yang berguna bagi pembangunan bangsa.

Karena itu pendidikan berpersfektif gender perlu ditumbuhkan di masyarakat, khususnya pendidik, orang tua, pembuat kebijakan. Pendidikan yang berperspektif gender merupakan pendidikan yang menggunakan konsep keadilan gender, kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan laki-laki, memperhatikan kebutuhan serta kepentingan gender praktis/ strategis perempuan dan laki. Pandangan masyarakat terhadap anak laki-laki dan perempuan yang masih konvensional perlu diberi wawasan yang lebih luas. (35)

–– Sri Multi Fatmawati SSos, aktivis perempuan dan pegawai negeri sipil di Pemkot Semarang

Pendidikan adalah produk atau konstruksi sosial. Celakanya, ada jenis kelamin dalam masyarakat yakni laki-laki dan perempuan yang salah satunya tidak selalu diuntungkan akibat dari konstruksi tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal partisipasi perempuan dalam dunia politik, juga harus diperhatikan kepada perempuan yang berada pada komunitas marginal juga.Kondisi marginal perempuan baik sebagai

Menganalisis prinsip kerja peralatan listrik searah (DC) berikut keselamatannya dalam kehidupan sehari-hari Listrik arus searah (DC) - Menjelaskan fenomena kelistrikan

Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Young (2012) pada individu dengan gangguan mental yang menunjukkan bahwa efek positif dari spiritualitas dapat meningkatkan

Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan, diantaranya perkecambahan,

3) Hasil pengujian menunjukkan nilai Cronbach’s alpha dari keseluruhan variabel adalah lebih besar dari 0,600, dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan adalah reliabel

Analisis Kadar Kalium, Natrium, Kalsium dan Magnesium dalam Daun Ekor Naga Hasil analisis penentuan kadar kalium, natrium, kalsium dan magnesium dilakukan

Physiology of Nitrous oxide Produktion In Estuarin Dissimilative Nitrate Reducing Bacteria [thesis].. Department of Biologi University of

4.1.The Antibacterial Activity as Clear Zone of Chrysanthemum indicum Extract on Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, and Escherichia coli