• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bawang Putih 2.1.1 Taksonomi - Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bawang Putih 2.1.1 Taksonomi - Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bawang Putih

2.1.1 Taksonomi

Garlic atau bawang putih telah digunakan sebagai obat dalam herbal

medicine sejak ribuan tahun yang lalu.Pada tahun 2700–1900 sebelum Masehi

bawang putih telah digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai

obat penangkal penyakit dan rasa letih.Sekitar tahun 460 sebelum Masehi

khasiatnya telah dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 sebelum Masehi oleh

Aristotle.Saat Perang Dunia tahun 1914–1918 bawang putih digunakan oleh

tentara Perancis untuk mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut

dan bawang putih dapat berkhasiat melindungi ternak mereka dari wabah penyakit

tersebut (Sunarto dan Susetyo, 1995).

Kedudukan bawang putih secara botani (Hutapea, 2000) yaitu:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Liliales

Suku : Liliaceae

Marga : Allium

(2)

Uraian makrokopis bawang putih adalah sebagai berikut (Kartasapoetra, 1992) :

a. Merupakan umbi majemuk dengan bentuk rata-rata hampir bulat, bergaris

tengah sekitar 4 sampai 6 cm.

bBerwarna putih, terdiri dari beberapa suing (8-20 siung), yang seluruhnya

terbungkus oleh 3-5 selaput tipis berwarna putih.

c. Tiap siungnya diliputi atau terbungkus pula dalam selaput tipis, selaput luar

berwarna mendekati putih dan agak longgar, sedangkan selaput dalam

membungkus ketat-melekat pada bagian luar daging suing, berwarna merah

jambu yang mudah lepas atau dikupas.

Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 1 cm.

Akar yang tumbuh pada batang pokokredumenter (tidak sempurna) berfungsi

sebagai alat pengisap makanan.Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang,

dengan banyak daun 7-10 helai pertanaman.Pelepah daunnya yang memanjang

merupakan batang semu.Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan

dapat membentuk biji.Biji tersebut tidak bisa digunakan untuk pembiakan.Tidak

semua jenis bawang putih dapat berbuga (Santoso, 1989).

2.1.2 Kandungan Kimia Bawang Putih

Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung (Oey, 1998) :

a. Energi 112 kkal (477 KJ)

b. Air 71 g

c. Protein 4,5 g

d. Lemak 0,20 g

e. Hidrat arang 23,10 g

(3)

g. Kalsium 42 mg

h. Fosfor 134 mg

i. Besi 1 mg

j. Vitamin B1 0,22 mg

k. Vitamin C 15 mg

Di samping itu dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif

awcin, awn, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin,

nicotinic acid (Priskila, 2008).

Bawang putih memiliki dua komponen kimiawi yaitu komponen larut

lemak dan komponen larut dalam air. Komponen larut lemak meliputi komponen

gugus sulfide yang berbau dan kurang stabil dibanding komponen yang larut air

antara lain dially sulfide, dially disulfide, dialy trisulfide dan allyl metal trisulfida,

Komponen larut air meliputi derivate sistein, termasuk S-allyl sistein, S-allyl

sistein, metal sistein serta gamma-glutamil sistein (Nurul, 2010).

Bau khas pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman tersebut terluka,

karena prekursor bau dan cita rasa terletak pada bagian sitoplasma. Umbi bawang

putih jika dipotong memberikan bau yang tajam dan khas, karena mengandung

minyak atsiri yang terdiri dari senyawa belerang.Hasil identifikasi menunjukkan

bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan senyawa belerang (Priskila,

2008).

Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah besar.

Komponen ini dapat mengalami proses hidrolisis dan oksidasi menjadi alliin yang

terakumulasi secara alami selama penyimpanan pada suhu kamar (Priskila, 2008).

(4)

belerang yang aktif dengan struktur yang tidak jenuh (Nurul, 2010). Bila bawang

putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu aliinase, akan mengubah

alliin menjadi allisin (Priskila, 2008).

Bawang putih (Allium sativum), seperti tanaman lain, memiliki sistem

pertahanan yang baik dengan berbagai macam komponen seperti pada sistem

imun manusia.Untuk melindungi dirinya dari serangga dan jamur, bawang putih

secara enzimatik memproduksi allisin ketika terluka.Dengan begitu, allisin

merupakan suatu repellent alami.Allisin ditemukan oleh Cavallito pada tahun

1944 yang pertama kali mencatat mengenai kemampuan antimikrobial bawang

putih.Allisin dianggap sebagai suatu komponen yang jarang ditemukan dalam

tubuh. Allisin dianggap hanya sebagai senyawa transisi yang secara tepat

terdekomposisi menjadi senyawa lain. Allisin yang diekstrak dari bawang putih

dapat kehilangan khasiatnya selama beberapa jam berubah menjadi senyawa yang

mengandung sulfur yang lain. Allisin merupakan suatu bahan cair berminyak

berwarna kuning, dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau yang

khas pada bawang putih (Alip, 2010).Alisin dapat membunuh kuman-kuman

penyakit (bersifat antibakteri) (Nurul, 2010).

Bawang putih juga mengandung beberapa senyawa yang bermanfaat

seperti scordinin yang dapat mempercepat pertumbuhan tubuh dan sebagai

antioksidan. Scordinin memiliki peranan sebagai enzim pendorong pertumbuhan

yang efektif dalam proses germinasi dan pengeluaran akar. Jika allisin bekerja

untuk memberantas penyakit bagi orang yang memakan bawang putih, maka

(5)

2.2 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Darmawansyah (2008), tikus rumah dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Filum : Chordata

Sub- filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus rattus

Sub-spesies : Rattus rattus diardii

Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh 100 – 190 mm,

dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh

(Darmawansyah, 2008). R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain

rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat hitam. Bentuk hidung kerucut dan

lebih besar dari ukuran mata, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut,

serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40 – 300 gram (Marsh, 2003).

2.2.2 Biologi dan ekologi

Pada umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena

tikus merupakan hewan omnivora (pemakan segala).Tikus rumah menyukai

makanan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran,

kacang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus bisanya

(6)

keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat

mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah bisaanya akan mengenali dan

mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit,

untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan

yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan

menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003).

Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila

dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya.Selain itu tikus rumah memiliki

kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik.Tikus mampu memanjat

dinding dan batang tanaman, selain itu tikus memiliki kemampun untuk meloncat

secara horizontal sejauh 3 meter dan meloncat dari ketinggian 4 meter

(Darmawansyah, 2008).Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan

yang aktif pada malam hari.Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman

terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah bisaanya

memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain.

Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air,

serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di

sekitar atap (Marsh, 2003).

Belum banyak diketahui dan disadari bahwa hewan ini juga membawa,

menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia.Penyakit yang

ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok

virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing.Penyakit tersebut dapat ditularkan

kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui

(7)

2.3 Pestisida

2.3.1. Pengertian pestisida dan repellent

Pestisida (Inggris :pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan

cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara

umumpestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk

mengendalikanpopulasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara

langsung maupuntidak langsung merugikan kepentingan manusia.Salah satu

golongan dari pestisida adalah repellent. Repellent merupakan zat atau bahan yang

dapat digunakan sebagai penghalau serangga atau hama lainnya seperti tikus,

kutu, tungau, siput, kecoa, dll (Budiyono, 2012).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas

peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat

kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yangmerusak

tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.

b. Memberantas rerumputan.

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagiantanaman

tidak termasuk pupuk.

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau

ternak.

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik

(8)

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat

menyebabkanpenyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi

denganpenggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida

adalah sebagai berikut:

a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk

mengendalikan,mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang

pengerat, nematoda,gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama,

kecuali virus, bakteriatau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan

binatang.

b. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur

pertumbuhantanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).

2.3.2. Penggolongan pestisida

Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang

berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan

menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan

sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur

kimianya dan berdasarkan bentuknya (Afrianto, 2014).

Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu:

a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

b. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa

(9)

c. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan

aktifberacun yang bisa membunuh bakteri.

d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.

e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan

yangmengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk

membunuhtungau, caplak, dan laba-laba.

f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun

yangdigunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya

tikus.

g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput

telanjang,siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak

terdapatdi tambak.

h. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan

untukmembunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

i. Repellent adalah bahan yang dapat digunakan untuk menghalau atau mengusir

serangga atau hama lainnya.

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh

hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu:

i. Racun perut

Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi

serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui

perut.

(10)

Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke

dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui

saluran nafas.

iii. Racun gas

Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan

tertutup.

2.3.4 Dampak Pestisida

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara

langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun

kronis.Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual,

muntah, dan sebagainya.Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit,

bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.

Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak

sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia.Keracunan kronis lebih

sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).

Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida

karena gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing

dan kudis.Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat,

seperti gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa

(11)

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada

masyarakat namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan

lingkungan.Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat

mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).

Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Afrianto, 2014):

a. Keracunan akut

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan

langsung pada saat itu.Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing,

mual, sakit dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram.Diare,

sulit bernafas, pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2 efek,

yaitu:

i. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang

terkenakontak langsung dengan pestisida. Bisaanya berupa iritasi, seperti

rasa kering,kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan

kulit, mataberair, batuk, dan sebagainya.

ii. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia

danmempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida

keseluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru,

perut,hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.

b. Keracunan kronis

Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan

(12)

ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah

terkena pestisida.Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati,

perut, system kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker.Bayi juga dapat

terkena pestisida ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena

pestisida.Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang

berbeda-beda karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berberbeda-beda.Namun ada pula

gejala yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).

i. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot

tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat,

air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak

jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan

akhirnya pingsan. Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase,

enzim ini secara normal menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan

kholin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin

meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada

system syaraf yang menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada

seluruh bagian tubuh.

ii. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan

dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan

lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.

iii. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan

golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih

(13)

iv. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru

timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.

v. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare,

sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak

keluar air ludah.

Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

keracunan pestisida antara lain :

a)Dosis.

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan

pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk

penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera

pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan

penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan

terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.

b) Toksisitas senyawa pestisida.

Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida

yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah

menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan

daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui

dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan

hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan-hewan-hewan tersebut mati.

c) Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.

Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada

(14)

lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru.Karena itu

penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat

menimbulkan keracunan kronik.

d) Jalan masuk pestisida dalam tubuh.

Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai

dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu.Keracunan akut atau kronik

akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan

saluran pernafasan.Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih

banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran

pencernaan dan pernafasan (Afrianto, 2014).

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni

(Djojosumarto, 2004):

a. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam

tubuh dan menimbulkan keracunan.Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit

merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Pekerjaan yang menimbulkan

resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:

i. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh

droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan

baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.

ii. Pencampuran pestisida.

(15)

b. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung

merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat

halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang

lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau

kerongkongan.

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat

saluran pernafasan adalah :

i. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang

tertutup atau yang ventilasinya buruk.

ii. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas,

aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk

tepungmempunyai resiko tinggi.

iii. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).

c. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)

Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi

dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat

terjadi karena :

i. Kasus bunuh diri.

ii. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

iii.Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau

sarungtangan yang terkontaminasi pestisida.

iv. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

(16)

2.4 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut :

a. Cara dingin

Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total,

yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil

yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan

ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki

keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah

ekstraksi dingin, dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada

suhu kamar secara bertutut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin

tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena

ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi

terurai (Istiqomah, 2013).

Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan

pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara teknologi maserasi

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan.Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI., 2000).

Maserasi berasal dari bahasa latinMacerace berarti mengairi dan

(17)

Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel

yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan

kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan

masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir.

Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan

berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang

lebih cepat dalam cairan.Sedangkan dalam keadaan diam selama maserasi

menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif (Voight, 1995).

Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang

sempurna.Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi kinetic berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama, dan seterusnya (Depkes RI., 2000).

Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna

yang umunya dilakukan pada termperatur ruangan.Prinsip perkolasi adalah

dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian

bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembahan bahan,

tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai

(18)

b. Cara panas (Depkes RI., 2000)

Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

addanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut yang relatif konstaan dengan adanya pendingin balik.

Biomasa ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring,

melalui alat ini pelarut akan terus direfluks.

Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur ruangan, yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

Infus

Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana

infus) tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC

selama waktu tertentu (15-20 menit).

Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 30oC) dan

Referensi

Dokumen terkait

Alternatif pilihan jawaban pada skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat pilihan jawaban yaitu Alternatif pilihan jawaban

Untuk itu saya mengambil penelitian yang berjudul “Studi Potensi Reduksi Sampah dengan Analisis Komposisi Sistem 3R (Reuse, Reduce, dan Recyling) adapun lokasi

Kepentingan non pengendali m encerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 800/10/PBJ-L3/PC/05/XI/2011 tanggal 02 November 2011 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Container pada Dinas

Hasil analisis untuk masing-masing provinsi pada nilai sensitifitas dan spesifisitas terbaik (Tabel 5) menunjukkan bahwa untuk Sumatera Barat dengan data PODES 1986 hanya

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir 20.13 Mampu menggunakan alat peraga, alat ukur, Menganalisis penggunaan piranti yang berhubungan keilmuan yang mendukung

5) Batas waktu penerimaan penawaran tidak melewati 7 (tujuh) hari setelah menerima surat penawaran kami. Apabila melewati batas waktu yang telah ditentukan maka

Demikian surat tugas ini dibuat agar menjadi maklum dan dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab.. Cikelet, 09 April 2018 Kepala