• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam

Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam:

Urgensi Dan Eksistensinya Dalam Sejarah Islam

Oleh: Aip Aly Arfan

1

[1]

A.

Pendahuluan

Islam adalah agama yang dipeluk oleh banyak orang di dunia. Sejak awal pertumbuhannya di Mekah hingga perkembangannya ke seluruh dunia, jumlah umat Islam saat ini mencapai lebih dari 1,6 miliar jiwa atau sekitar 23.4 persen dari total penduduk dunia. Pertumbuhan jumlah umat Islam ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah Muslim dunia sekitar 2.2 miliar jiwa atau sekitar 35 persen pada tahun tersebut.2[2]

Berkenanan dengan hal itu, studi Islam bagi umat Islam adalah hal yang sangat penting dilakukan, baik untuk kebaikannya di dunia, maupun di akhirat nanti. Untuk kebaikan umat Islam di dunia, ia bermanfaat bukan hanya untuk menjalani hari-harinya dengan sebaik mungkin peradaban, tetapi juga untuk menapaki masa depan peradabannya yang gemilang. Sedangkan untuk untuk kebaikannya di akhirat, ia bermanfaat sebagai pembelajaran yang sangat berharga baginya agar tidak terjerumus ke dalam jurang neraka.

Sejak dahulu hingga kini, studi Islam telah berkembang hampir di seluruh negara di dunia, baik di dunia Islam maupun non Islam. Saat ini di Indonesia, studi Islam sudah dilaksanakan di perguruan-perguruan tinggi umum dan yang berlabelkan agama Islam, baik negeri maupun swasta, temasuk di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Indonesia Jakarta.

Sedangkan di negara-negara non Islam, studi Islam diselenggarakan di beberapa negara, antara lain di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarh University India, Studi Islam di bagi menjadi dua, Islam sebagai doktrin dikaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam dari aspek sejarah dikaji di Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program dikaji di Fakultas Humaniora yang membawahi juga Arabic Studies, Persian Studies, dan Political Science. Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan di Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah dan Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Di lembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.

Di Amerika, studi Islam pada umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu sosial. Studi Islam di Amerika berada di bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.

Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar studi Islam itu dapat dilakukan dengan baik sehingga kedua tujuan tersebut tercapai?

Secara umum ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan studi Islam, yaitu pendekatan doktriner dan pendekatan ilmiah. Pendekatan doktriner dalam studi Islam adalah pendekatan dengan melihat Islam sebagai sebuah doktrin agama yang harus dipraktikkan

1

(2)

secara ideal. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan normatif. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah pendekatan dengan melihat Islam sebagai sebuah ilmu.

Beberapa dasawarsa terakhir ini pernah terjadi diskusi yang cukup menegangkan dan perdebatan yang sengit di antara akademisi, terutama di kalangan umat Islam terkait dengan pertanyaan mana yang harus dipilih antara kedua pendekatan tersebut. Umat Islam, pada umumnya lebih cenderung menggunakan pendekatan doktriner daripada ilmiah, sedangkan non-muslim, yang didominasi oleh para orientalis, sebaliknya. Mereka lebih cenderung menggunakan pendekatan ilmiah daripada doktriner. Menurut penulis, kedua pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, sehingga menjawab pertanyaan di atas, sebagaimana yang dinyatakan A. Mukti Ali dalam bukunya yang berjudul Metode Memahami

Agama Islam, kedua pendekatan tersebut harus digunakan. Dalam hal ini ia mengatakan:

“…….mempelajari Islam dengan segala aspeknya tidaklah cukup dengan metode ilmiah saja yaitu metode filosofis, ilmu-ilmu alam, historis dan sosiologis saja. Demikian juga memahami Islam dengan segala aspeknya itu tidak bisa hanya dengan jalan doktriner saja.

Menurut pendapat saya, pendekatan ilmiah dan doktriner harus digunakan bersama”.3[3]

Senada dengan itu, Amin Abdullah berpandangan bahwa dalam studi Islam, yang diperlukan bukan hanya pendekatan doktriner, yang dalam hal ini ia mengistilahkannya dengan pendekatan teologis filosofis, tetapi juga pendekatan ilmiah yang menurutnya dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan linguistik-historis dan pendekatan sosiologis antropologis. Dalam hal ini ia berasumsi bahwa ilmu apapun, termasuk ilmu tentang Islam yang memiliki kompleksitasitasnya sendiri tidak dapat berdiri sendiri. Begitu ilmu pengetahuan tertentu mengklaim dapat berdiri sendiri, merasa dapat menyelesaikan persoalan secara sendiri, tidak memerlukan bantuan dan sumbangan dari ilmu yang lain, maka self sufficiency ini cepat atau lambat akan berubah menjadi narrow-mindedness untuk tidak menyebutnya fanatisme partikularitas displin keilmuan. Dari dasar pemikiran seperti inilah, ia pun menghadirkan paradigma integratif-interkonektif sebagai jawaban atas pertanyaan filosofis di atas.4[4]

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang pendekatan ilmiah dan tidak akan membahas tentang pendekatan doktriner atau normatif dalam studi Islam, karena hal itu sudah dilakukan oleh mayoritas umat Islam dari berbagai kalangan dan level pendidikan yang beragam. Dan agar pembahasan dalam makalah ini lebih terfokus dan terarah, maka penulis akan membatasinya pada pentingnya pendekatan sejarah dalam studi Islam dan eksistensinya dalam sejarah Islam. Namun sebelum itu penulis akan menguraikan secara umum berbagai pendekatan ilmiah yang mungkin dilakukan dalam studi Islam, di antaranya adalah pendekatan antropologis, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan fenomenologis dan pendekatan politis.

B.

Berbagai Pendekatan Ilmiah Dalam

Studi Islam

Pada awalnya pendekatan ilmiah yang mungkin dilakukan dalam studi Islam terbatas pada pendekatan filosofis dan historis saja. Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, pendekatan yang mungkin dilakukan dalam studi Islam juga ikut berkembang. Selain kedua pendekatan filosofis dan historis, sedikitnya ada 5 (lima) pendekatan lain yang mungkin dilakukan, yaitu pendekatan antropologis, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan fenomenologis dan pendekatan politis. Berikut ini ketujuh pendekatan tersebut:

(3)

1.

Pendekatan Filosofis

Secara etimologi, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta dan kata shopos yang beraati ilmu atau hikmah. Jadi, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.

Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.

Secara terminologi, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dalam rangka mencari kebenaran, hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.

Pendekatan filosofis penting dilakukan sedikitnya karena beberapa sebab berikut:

a. Agar seseorang dapat menggunakan pemikiran atau rasio seluas-luasnya sampai titik

maksimal dari daya tangkapnya. Sehingga seseorang terlatih untuk terus berfikir dengan menggunakan kemampuan berfikirnya.

b. Dapat digunakan dalam memahami agama, dengan maksud agar mendapatkan hikmah,

hakikat atau inti dari ajaran agama, agar dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.

c. Agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.

2.

Pendekatan Sejarah

Dalam bahasa Arab, sejarah disebut tarikh yang secara harfiah berarti ketentuan waktu, dan secara istilah berarti keterangan yang telah terjadi pada masa lampau/masa yang masih ada. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah merupakan terjemahan dari kata history yang secara harfiah diartikan the past experience of mankind, yakni pengalaman umat manusia di masa lampau.

Jadi sejarah adalah ilmu yang membahas berbagai masalah yang terjadi di masa lampau, baik yang berkaitan dengan masalah sosial, politik ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, kebudayaan, agama dan sebagainya.

Pendekatan historis adalah salah satu upaya melakukan studi Islam dengan menumbuhkan perenungan untuk memperoleh hikmah dengan cara mempelajari sejarah nilai-nilai Islam yang berisikan kisah dan perumpamaan.

3.

Pendekatan Antropologis

Antropologi berasal dari Bahasa Yunani ”anthropos” artinya manusia/orang, dan ”logos”

yang berarti wacana.

Secara terminplogi, antropologi adalah adalah ilmu yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia terdiri dari aspek fisik dan non fisik dan berbagai pengetahuan tentang kehidupan lainnya yang bermanfaat.

Pendekatan antropologis adalah salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan jika pendekatan antropologis dilakukan dalam studi Islam dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami Islam dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini Islam tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.

4.

Pendekatan Sosiologis

(4)

sosiologis dilakukan dengan menyoroti dari sudut posisi manusia yang membawanya kepada sebuah perilaku.

Pendekatan Sosiologis digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami Islam. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak studi Islam dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari sosiologi.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaan, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.

Dari defenisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu itu suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.

Melalui pendekatan sosiologis, Islam dapat dipahami dengan mudah karena ia diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya, kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.5[5]

5.

Pendekatan Psikologis

Psikologi berasal dari Bahasa Yunani ”psych” yang berarti jiwa dan ”logis” yang berarti ilmu. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa. Dan jika pendekatan psikologi dilakukan dalam studi Islam maka hal itu mengandung arti paradigma atau cara pandang dalam memahami Islam dengan mempelajari jiwa seseorang dengan cara melihat gejala perilaku yang dapat diamati. Dalam Islam banyak sekali pengambaran batin. Seperti iman, taqwa kepada Allah. Perilaku seseorang dapat dilihat dari sesuatu yang dia yakini. Dengan pendekatan psikologis ini, maka akan diketahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan serta sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang.

6.

Pendekatan fenomenologis

Fenomenologi adalah sebuah studi Islam dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena.

Pendekatan fenomenologi merupakan pendekatan agama dengan cara membandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara berbagai macam agama.

Tokoh fenomenologi adalah Edmund Hussert dan Alfred Schulta, mereka mengungkapkan bahwa ”Diam merupakan tindakan untuk mengungkapkan pengertian sesuatu yang sedang diteliti, dengan diam akan mengetahui perilaku orang lebih lanjut”.

Tujuan fenomenologi:

1. Menginterprestasikan suatu teks berkenaan dengan persoalan agama dengan setepat-tepatnya.

2. Merekonstruksi suatu kompleks tempat suci kuno/menerangkan permasalahan suatu cerita

dari mitos.

3. Memahami struktur dan organisasi dari suatu kelompok masyarakat religius dengan

(5)

7. Pendekatan politis

Teori politik normatif adalah cara untuk membahas lembaga sosial, khususnya berhubungan dengan kekuasaan publik, dan tentang hubungan antar individu di dalam lembaga politik disebut juga sebagai moral/etika.

Perlawanan menghadapi penjajah merupakan pergerakan politik Islam yang kemudian menjadi pembentukan negara Indonesia.

Pendekatan politis dalam studi Islam adalah salah satu upaya memahami Islam dengan cara menanamkan nilai-nilai Islam pada lembaga sosial agar timbul motivasi/keinginan untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan serta perdamaian pada masyarakat.

C.

Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam

Istilah sejarah berasal dari kata berbahasa Arab syajarah yang berarti pohon. Dalam hal ini, Azyumardi Azra mengatakan:

“pengambilan istilah ini berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah –setidaknya dalam pandangan orang pertama yang menggunakan kata ini- menyangkut tentang, antara lain, syajarat al-nasab, pohon genealogis yang dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga. Atau boleh jadi juga karena kata kerja syajara juga punya arti to happen, to occur dan to develop. Namun selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang

sama dengan tarikh (Arab), istoria (Yunani), history atau geschicte (Jerman)”. 6[6]

Dalam penggunaannya, filosof Yunani memakai kata istoria untuk menjelaskan secara sistematis mengenai gejala alam. Dalam perkembangan selanjutnya, kata istoria

dipergunakan untuk menjelaskan mengenai gejala-gejala terutama hal ikhwal manusia dalam urutan kronologis.

Secara terminologi, para sejarawan beragam dalam mendefinisikan sejarah. Ada yang sempit dan ada yang luas. Yang mendefinisikan sejarah secara sempit contohnya adalah Edward Freeman. Sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, Edward Freeman mendefinisikan sejarah dengan politik masa lampau. Adapun yang mendefinisikan sejarah secara luas, contohnya adalah Ernst Bernheim, yang menyatakan, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, sejarah adalah imu tentang perkembangan manusia dalam upaya-upaya mereka sebagai makhluk sosial.7[7]

Secara leksikal, sejarah adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Secara terminologi sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala alam. Defenisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala dimensinya.

Yang jelas, sejarah adalah fakta yang benar-benar terjadi bukan yang seharusnya terjadi, ia adalah realitas bukan idealitas. Oleh karena itu, pendekatan sejarah amat dibutuhkan dalam upaya kita melakukan studi Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.

6

(6)

Maka lapangan sejarah adalah meliputi segala pengalaman manusia. Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang

yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.

Karena peristiwa sejarah adalah mengenai apa saja yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan dan dialami manusia, atau dalam bahasa metodologis bahwa lukisan sejarah itu merupakan pengungkapan fakta mengenai apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana sesuatu telah terjadi, maka pendekatan sejarah atau dapat dikatakan sejarah sebagai suatu metodologi menekankan perhatiannya kepada pemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas di dalam pendekatan sejarah. Karena itu pengkajian terhadap gejala-gejala agama berdasarkan pendekatan ini haruslah dilihat segi-segi prossesnya, perubahan-perubahan dan aspek diakronisnya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan juga mampu memahami gejala-gejala struktural yang menyertai peristiwa.

Dari sini kita dapat mengatakan bahwa sejarah bukan hanya sebagai masa lalu tapi juga ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta. Kebenaran sejarah terletak dalam kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas, sehingga diharapkan ia akan mengungkapkan sejarah secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan ialah adanya kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta. Sejarah dengan demikian didefenisikan sebagai ilmu tentang manusia yang merekonstruksi masa lalu.

Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Seperti orang yang ingin memahami al Qur’an maka ia harus memahami ilmuAsbabun Nuzul (Ilmu tentang Turunnya Al-Qur’an) dengannya seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dan kekeliruan memahaminya. Begitu juga jika seseorang ingin memahami Hadis nabi Muhammad SAW, maka ia membutuhkan ilmu Asbabul Wurud (Ilmu tentang turunnya Hadis) yang dengan cara itu ia mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat Hadis tersebut disampaikan Nabi saw. Dalam hal ini, Fazlurrahman mengatakan, sebagaimana dikutip oleh yang dikutip Profesor Dr. H.M. Amin Syukur , MA dkk, dalam bukunya Metodologi Studi Islam: Bila seseorang menemukan Al-Qur’an di Kutub utara dan bermaksud memahamninya meskipun ia mengetahui bahasanya, dia tidak akan berhasil memahami Al-Qur’an tersebut secara utuh”.8[8] Dan jika studi Islam difokuskan pada masalah pendidikan, maka melalui pendekatan sejarah ditemukan berbagai keterangan yang terkait dengan pendidikan Islam sepanjang sejarah, seperti adanya perhatian yang sangat besar umat Islam terhadap pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu sejak dini. Selain itu, juga akan didapat informasi yang sangat berharga terkait dengan para ulama Islam yang memiliki perhatian khusus terhadap dunia pendidikan Islam. Dan masih banyak lagi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dengan pendekatan ini, maka pertanyaan mengapa ayat tertentu diturunkan pada waktu tertentu dan Hadis dikeluarkan dari mulut Nabi Muhammad SAW akan mendapatkan jawabannya. Begitu juga dengan pertanyaan tentang bagaimana kondisi sosio-kultural masyarakat dan bahkan politik pada saat itu, akan terjawab.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendekatan sejarah dalam studi Islam bisa dikembangkan ke arah pendekatan multidisipliner di mana dalam pengungkapan berbagai hal di balik suatu kejadian bisa menggunakan teori-teori sosial, politik, antropologis dan psikologis.

(7)

adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang terjadi seiring dengan perkembangan jaman dan masyarakat yang semakin hari menjadi semakin kompleks.

D.

Tahapan pendekatan Sejarah dalam

Studi Islam

Sebagai sebuah ilmu, sejarah membahas berbagai peristiwa dengan memerhatikan unsur, tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.9[9] Dan tentunya pendekatan

sejarah dalam studi Islam ini dilakukan melalui berbagai tahapan yang harus dilalui.

Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah tahapan akumulasi data. Dalam tahapan ini, sumber sejarah merupakan salah satu yang menentukan kualitas pendekatan. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan dalam hal sumber sejarah ini adalah akurasi, dan otentisitasnya sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Adapun jenis sumber sejarah itu sendiri antara lain :

a. Sumber tertulis, seperti prasasti, arsip, segala dokumen, kitab-kitab, serat, babad, hikayat,

buku, majalah, dan sebagainya. Semuanya dapat dikumpulkan faktanya melalui telaah teks atau library research.

b. Sumber visual, dan audio visual, yaitu foto, film, video, kaset, laser disk, CD ROM, dan

sebagainya. Sumber semacam ini ditela’ah melalui pengamatan.

c. Benda-benda sejarah yang dapat memberikan dan menjadi bukti sejarah.

d. Sumber lisan, yaitu penuturan lisan dari pelaku sejarah dan atau penyaksi adanya peristiwa

sejarah. Pengumpulan data terhadap sumber tersebut dapat dilakukan dengan metode wawancara.

Sumber-sumber di atas, dalam proses pengumpulannya perlu dipertimbangkan apakah ia termasuk sumber primer, yaitu sumber langsung asli sebagai jejak-jejak sejarah, ataukah ia termasuk sumber sekunder, ialah sumber tidak langsung yang memberikan informasi adanya peristiwa sejarah.

Sumber sejarah tertulis dapat dicari di banyak tempat, terutama pusat arsip dan perpustakaan-perpustakaan. Kesulitan pencarian sumber biasanya terjadi karena permasalahan sejarah yang diteliti merupakan peristiwa yang sudah terlalu lama, misalnya dalam sejarah Islam sumber-sumber tertulis masa Nabi hingga abad pertengahan sudah sangat langka. Adapun sumber-sumber lisan, seyogyanya adalah manusia pelaku/penyaksi sejarah, keberadaannya perlu dicari dan berpacu pada usianya. Penggunaan sumber lisan ini akan lebih kredibel bagi penelitian sejarah kontemporer.

Untuk mengurangi kesulitan di dalam menghadapi berbagai sumber sejarah, dan dalam rangka menghemat waktu serta ketepatan sumber, maka diperlukan seleksi sumber sejarah berdasarkan relevansinya terhadap penulisan yang akan dikerjakan. Bagi sumber-sumber yang relevan (benar-benar mendukung dan berhubungan) dengan penulisan sejarah agama diambil, sedangkan sumber yang tidak relevan lebih baik diabaikan. Sumber-sumber yang benar-benar memiliki nilai relevan itu, kemudian dikaji ulang secara teliti dengan menggunakan metode kritik yang berlaku dalam metode sejarah.

Tahapan yang kedua adalah pemilihan data. Pemilihan data ini dilakukan dengan cara menyeleksi sumber sejarah melalui kritik sejarah. Kritik sejarah ini dilakukan terhadap dua hal, yaitu kritik terhadap sisi eksternal sumber dan kritik terhadap sisi internal sumber.

(8)

Kritik eksternal, yaitu kritik terhadap sisi fisik sumber. Apakah bahan yang dipakai itu asli, apakah tulisan tintanya juga asli dan sebagainya. Intinya di sini mempertanyakan keaslian (otentisitas) sumber sejarah.

Kritik internal, yaitu kritik terhadap isi sumber. Apakah isi dari pernyataan sumber itu dapat dipercaya? Caranya dengan membandingkan beberapa sumber yang sama. Apabila isi dari sumber itu sama benar, maka sumber itu dinyatakan dapat dipercaya kebenarannya.

Tahapan yang ketiga adalah tahapan interpretasi data. Tahapan ini merupakan proses pendekatan sejarah yang tidak terpisahkan dari langkah berikutnya, yaitu penulisan sejarah. Yang dimaksud interpretasi dalam hal ini adalah proses analisis terhadap fakta-fakta sejarah, atau bahkan proses penyusunan fakta-fakta sejarah itu sendiri. Seperti dikemukakan di depan, bahwa fakta sejarah haruslah objektif, tetapi tidaklah berarti peneliti tidak ada peluang untuk menerangkan fakta itu atas dukungan teori yang dimilikinya. Oleh karena itu proses interpretasi sejarah juga dimungkinkan masuk unsur-unsur subjektif peneliti, terutama gaya bahasa dan sistem kategorisasi atau konseptualisasi terhadap fakta-fakta sejarah berdasarkan teori yang dikembangkannya.

Tahapan yang terakhir adalah tahapan penulisan data. Dalam pendekatan sejarah, penulisan sejarah merupakan proses rekonstruksi sejarah. Dalam hal ini kerangka penulisan yang sudah dipersiapkan menjadi patokan, dan pola penulisan dimaksud tergantung kepada penulis, apakah penyusunannya berdasarkan pola yang dikembangkan secara urut waktu atau periodesasi ataukah didasarkan kepada tema-tema unik sesuai peristiwa sejarah. Demikian pula model pemaparan atas fakta-fakta sejarah dapat ditempuh secara deduktif maupun induktif. Suatu hal yang penting dicatat, bahwa penulisan sejarah biasa dikembangkan secara kualitatif, sehingga antara deskripsi fakta dan analisisnya merupakan satu kesatuan di dalam pemaparan sejarah. Dalam hal ini, Badri Yatim dalam salah satu kesimpulannya tentang penulisan sejarah, mengatakan bahwa pengerjaan ilmu sejarah tidak saja menuntut kemampuan teknis dan wawasan teori, tetapi juga integritas yang tinggi. Karena itu, dalam melakukan studi sejarah, sejarawan sering harus meninjau kecenderungan pribadinya.10[10]

E.

Pendekatan Sejarah dalam Wujud

Historiografi Islam

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hasil dari penulisan sejarah disebut sebagai historiografi. Dan jika sejarah yang ditulis adalah sejarah Islam, maka disebut historiografi Islam. Dalam sejarah, historiografi Islam secara umum dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.

Pada periode klasik, Dalam bukunya Historiografi Islam, Badri Yatim mengikuti pembagian Husein Nashar yang historiografi Islam Awal menjadi tiga aliran, yaitu aliran Madinah, aliran Iraq dan aliran Yaman. Pada aliran Madinah, penulisan sejarah bertolak dari gaya penulisan ahli hadits, lalu kemudian mulai berkembang penelitian khusus tentang kisah peperangan Rasul (al-Maraghi). Orang pertama yang menyusun al-Maraghi dan kemudian disebut sebagai simbol peralihan dari penulisan hadits kepada pengkajian al-Maraghi, ialah Aban Ibnu Usman Ibn Affan (w.105 H/723 M) dan yang paling terkenal sebagai penulis

al-Maraghi adalah Muhammad Ibn Muslim al-Zuhri (w.124 H/742 M), dari penulisan

al-Maraghi kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan penulisan Sirah Nabawiyah (riwayat

hidup Nabi Muhammad SAW).11[11]

(9)

Pada aliran Iraq, pengungkapan kisah al-ayyam di masa sebelum Islam, kemudian karena panatisme politik kekabilahan yang diakibatkan oleh adanya persaingan antara kabilah untuk mencapai kekuasaan, disini dikembangkan model penulisan silsilah. Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan penulisan sejarah di Iraq adalah pembukuan tradisi lisan. Ini pertama kali di lakukan oleh Ubaidillah Ibn Abi Rafi’ dengan menulis buku yang berisikan nama para sahabat yang bersama Amir al-Mukminin (Ali bin Abi Thalib) ikut dalam perang Jamal, Siffin dan Nahrawan oleh karena itu, dia dipandang sebagai sejarawan pertama dalam aliran Iraq ini.12[12]

Pada aliran Yaman, yang difokuskan adalah penulisan sejarah pra-Islam. Di daerah ini jauh sebelum Islam datang telah berkembang budaya penulisan peristiwa, isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan, sehingga berita-berita israiliyat masuk dan mempengaruhi historiografi Islam. Para penulis hikayat-hikayat yang banyak dikutip oleh sejarawan muslim berikutnya yang terpenting di antaranya adalah Ka’ab al-Ahbar Wahb Ibn Munabbih dan ‘Ubayd ibn Syariyah.13[13]

Periode pertengahan merupakan periode kemunduran peradaban Islam, di mana secara politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan umat Islam berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, terutama setelah penyerangan Hulagu Khan dari Mongol yang membumihanguskan kekuatan khilafahan Bani Abbasiyah di Baghdad pada tahun 1258 M. Kemunduran peradaban Islam ini disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Badri Yatim, kelemahan khalifah merupakan salah satu faktor kemunduran peradaban Islam pada periode ini. Selain itu, menurut Guru Besar Sejarah Peradaban Islam (SPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, ada beberapa faktor yang yang saling berkaitan satu sama lain, di antaranya adalah adanya persaingan antarbangsa Arab dan Persia, telah terjadinya kemerosotan di bidang ekonomi, adanya konflik keagamaan yang berkembang di kalangan penganut aliran Sunnah dan Syi’ah dan adanya ancaman dari pihak luar, baik akibat perang Salib maupun serangan Mongol.14[14]

Pada periode ini pendekatan sejarah dalam studi agama secara umum tidak dilakukan lagi oleh umat Islam. Hal itu disebabkan karena stagnasi ilmu pengetahuan Islam yang ditandai dengan minimnya karya ilmiah baru di berbagai bidang, termasuk sejarah. Sementara itu, di negera-negara Eropa dan Amerika yang non-muslim, masa pertengahan dalam periode sejarah Islam ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuannya, suatu hal yang menjadikan studi agama di kalangan mereka berkembang pesat pada abad ke-19 dan 20 M. Perhatian ini ditandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku

Introduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis P.

Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) dan sebagainya. Amerika menghasilkan tokoh seperti William James (1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The

Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski

(1884-1942) dari Polandia, Mircea Elaide dari Rumania. Keadaan inilah yang membuat para ilmuwan Barat ini mampu mengembangkan pendekatan mereka dalam studi agama ke pendekatan sejarah, seperti yang diwujudkan dalam karya-karya mereka di bidang sejarah pada periode modern yang akan diuraikan selanjutnya dalam makalah ini.

Namun hal ini bukan berarti tidak ada seorang ilmuwan muslim pun yang menghasilkan karya ilmiah baru pada periode ini. Bukti yang paling nyata adanya historiografi Islam pada

12

13

(10)

masa ini adalah karya fenomenal Ibn Khaldun yang berjudul Kitabul’Ibar Wa Diwanul Mubtadai Walkhabar Fi Ayyamil’arab Wal’ajami Walbarbar Waman ‘Asharahum Min Dzawis Sulthanil Akbar.

Yang sangat disayangkan terkait dengan pendekatan sejarah dalam studi Islam pada periode ini adalah bahwa hal itu berhenti pada sosok Ibn Khaldun tanpa ada lagi ilmuwan berikutnya yang mengikuti jejaknya sampai memasuki periode modern. Ironisnya lagi, di dunia Islam buku al-Muqaddimah ini sendiri baru diterbitkan di Kairo pada tahun 1855.

Sejak runtuhnya kekhilafahan bani Abbasiyah pada 1258 M., yang menandai kemunduran peradaban Islam hingga periode modern, bahkan sekarang, kepedulian umat Islam masih sangat rendah terhadap sejarah. Disiplin ilmu sejarah bagi umat Islam merupakan ilmu yang tertinggal dibanding ilmu yang lain, seperti ilmu kalam, fiqih dan tasawuf. Setelah

Al-Muqaddimah, karya Ibn Khaldun, karya ilmiah tentang sejarah di dunia Islam yang menjadi

referensi utama umat Islam hingga kini belum ada yang menandinginya, padahal dalam Islam, manusia memiliki peran sentral dalam sejarah. Muhammad Iqbal dalam bukunya, The

Reconstruction of Religious Thought in Islam, mengatakan bahwa manusialah yang memiliki

kekuatan penggerak sejarah yang berupa kesadaran yang berakar dalam sifat dan fitrahnya.

15[15]

Senada dengan hal itu, Muhammad Baqir Shardar, dalam bukunya mengatakan bahwa manusia dengan jiwa, pikiran dan semangat yang dimilikinya merupakan dinamo yang menggerakkan sejarah.16[16]

Pada periode modern, di akhir abad ke-18 awal abad ke-19, muncul seorang sejarawan yang disebut sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab Islam yang bernama Abdurrahman al-Jabarti (w.124 H/1825 M) dengan menggunakan dan mengembangkan corak penulisan sejarah melalui metode hawliyat ditambah dengan metode Maudu’iyat (tematik). Baru pada abad 20 para sejarawan Islam terutama setelah adanya kontak budaya dan ilmu pengetahuan antara Timur dengan Barat mulai mengembangkan historiografi Islam dengan metode kajian terhadap sejarah secara menyeluruh, total atau global, tidak hanya satu aspek sosial saja dengan mencontoh metode dan pendekatan yang berkembang di dunia Barat.

F.

Pendekatan periodisasi Sejarah dalam

Studi Islam

Dalam pendekatan ini, sejarah Islam dibagi menjadi tiga periode, yaitu periode klasik (650-1250M), pertengahan (1250-1800M), dan periode modern (1800 sampai sekarang). Pendekatan ini dilakukan diterapkan oleh banyak penulis sejarah, di antaranya oleh Harun Nasution dalam bukunya Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Dalam buku tersebut Harun Nasutionmembagi periode klasik kedalam dua fase:

a. Masa Kemajuan Islam I (650-1000M)

Pada fase ini daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai Spanyol di barat,dan melalui Persia sampai keIndia timur. Pada masa ini pula berkembang dan memuncaknya Ilmu pengetahuan baik dalam ilmu agama maupun non agama dan kebudayaan Islam. Dalam aspek hukum Islam, lahir banyak ulama besar seperti Imam Malik (93H), Imam Abu Hanifah (80H), Imam Syafi`i dan Imam Ahmad Bin Hanbal (164H).

Dalam bidang teologi (Ilmu Kalam) muncul Imam al Asy`ari, Imam al-Maturidi, Pemuka pemuka Mu`tazilah seperti Wasil Bin Atho`,Abu al Hudzail. Al Nazzam, dan

(11)

Jubba`i. Dalam bidang tasawuf/mistisme, seperti Dzul al Nun al Misri, Abu Yazid al Bustami dan al Hallaj. Dalam bidang filsafat ditemukan al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina,al Ghazali, Ibnu Rusdy dan Ibn Maskawaih. Dalam bidang Ilmu pengetahuan (sains) Ibnu Hayyan, Ibnu Haytam, al Khawarizmi, al Mas`udi al Razi. Dan bidang bidang lainnnya yang tidak kami sebutkan secara rinci di dalam pembahasan ini. Dengan demikian periode klasik ini merupakan periode kebudayaan dan peradaban Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh terhadap tercapainya kemajuan atau peradaban modern di Barat sekarang, sungguhpun tidak secara langsung.17[17]

b. Fase Disintegrasi (1000-1250)

Fase disintegrasi ini sebenarnya telah didahului oleh fase pradisintegrasi, yaitu suatu fase di mana kemajuan Islam masih berlangsung, yaitu daerah daerahnya mulai terdapat usaha memisahkan diri dari khalifah pusat di Damaskus atau Baghdad Misalnya:

Disebelah Timur Baghdad, timbul Dinasti Tahiri, yang berkuasa di Khurasan (820-872M), Dinasti Samani (874) melepaskan diri dari Baghdad, dan Dinasti Saffari pada tahun 908M

Adapun fase disintegrasi merupakan fase di mana pemisahan diri dinasti dinasti dari kekuasaan pusat, dilanjutkan dengan perebutan kekuasaan antara dinasti dinasti tersebut untuk menguasai satu sama lain. Sepeti Dinasti Buwaihi menguasai daerah Persia dikalahkan oleh Saljuk pimpinan Tughril Beg (1076M)

Di zaman disintegrasi ini, ajaran ajaran sufi timbul pada zaman kemajuan Islam, mengambil bentuk terikat, sehingga mutunya mulai menurun. 18[18]

Kemudian periode pertengahan. Periode ini juga dibagi menjadi dua fase:

a. Masa kemunduran I (1250-1500M). Pada masa ini desentralisasi dan disisntegrasi bertambah

meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi`ah, demikian juga antara Arab dan Persia bertambah tampak. Pada masa itu pula umat Isalm di Spanyol di paksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu.

b. Fase tiga kerajaan besar 1700M) yang dimulai dengan zaman kemajuan

(1500-1700M), kemudian masa kemunduran II (1700-1800M). Tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmaniah di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.

Selanjutnya periode Modern (1800 sampai sekarang). Periode ini merupakan zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir pada Tahun 1801 M yang mengakibatkan jatuhnya Mesir ke tangan Barat, itu membuka mata dunia Islam terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam dibanding dengan kemajuan dan kekuatan Barat.19[19]

G.

Penutup

Studi Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tua seumur dengan kemunculan Islam sendiri. Karena Islam sebagai sebuah agama memiliki banyak aspek, maka objek studi Islam pun beragam tergantung aspek mana yang ingin dilakukan oleh sang pengkaji maupun peneliti, baik itu dilakukan oleh umat Islam maupun kalangan non muslim. Oleh karena itu dibutuhkan berbagai pendekatan.

17

18

(12)

Diawali hanya dengan satu pendekatan saja, yaitu pendekatan doktriner atau normatif teologis, pendekatan dalam studi Islam kemudian berkembang seiring dengan perkembangan jaman menjadi banyak pendekatan, di antaranya pendekatan historis, pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, pendekatan psikologis dan pendekatan fenomenologis. Semua pendekatan ini memiliki tujuannya masing-masing yang secara umum adalah untuk menghasilkan pemahaman yang tepat dan komprehensif tentang segala permasalahan Islam yang menjadi objek pengkajian maupun penelitian.

Sebagai sumber utama studi Islam, Al-Qur’an dan Hadis perlu difahami dengan baik. Salah satu cara memahaminya adalah dengan menggunakan pendekatan linguistik, yaitu pemahaman Al-qur’an dan Hadis dari makna asalnya dalam bahasa Arab yang kita kenal dengan pemahaman secara tekstual. Cara seperti ini tidak cukup, bahkan bukan tidak mungkin akan membawa kita kepada pemahaman yang parsial dan tidak utuh. Di sinilah pentingya pendekatan sejarah dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis, yang kemudian dikenal dengan pemahaman kontekstual.

Kalau pentingnya pendekatan sejarah ini bisa diterapkan dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis, maka ia juga dapat diterapkan pada segala aspek dalam Islam. Dan jika ditelusuri perkembangan studi Islam sepanjang sejarahnya, maka akan ditemukan fakta-fakta dan realita yang meyakinkan tentang penggunaan pendekatan ini oleh umat Islam, yang dengannya umat Islam pernah menjadi mercusuar peradaban dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra, Penelitian Non Normatif Tentang Islam: Pemikiran Awal Tentang Pendekatan

Kajian Sejarah Pada Faklulltas Adab, dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan

Antar Disipin Ilmu Nuansa dan Pusjarlit, Cet. Pertama, 1998.

Basrin Melamba, Historiografi Islam: Pertumbuhan dan Perkembangannya Dari Masa Klasik

Hingga Modern, dalam jurnal Thaqafiyyat, vol. 2, no. 11, Juli-Deember 2010.

Dr. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Modernisme, Pustaka Pelajar, Cet. Pertama, Januari 1995.

(13)

Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M. Ag, Ilmu Studi Agama, CV Pustaka Setia, Cet. Pertama, 2005.

Drs. Badr Yatim, MA, Historiografi Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Cet. Pertama, 1997.

H. A. Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, PT Bulan Bintang, Cet. 1, 1991.

Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, UI Press, Cet. Kelima, 1985.

http://alymasyhar.wordpress.com/2009/11/03/pendekatan-deskriptif-dalam-studi-islam-klasifikasi-pendekatan-studi-agama-charles-j-adams/ diakses 8 Januari 2013

http://arieslailiyah.blogspot.com/2012/05/pendekatan-sejarah.html, diakses tanggal 8 Januari 2013

http://kamusbahasaindonesia.org/pendekatan/mirip#ixzz2HLbK0r2m, diakses tanggal 8 Januari 2013.

http://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-sejarah-dan-pendekatan.html, diakses tanggal 8 Januari 2013.

http://zuhrah.blogspot.com/2010/03/pendekatan-dalam-memahami-hadis-nabi.html diakses tanggal 8 Januari 2013.

Moh. Ali, Kontekstualisasi Alquran: Studi atas Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah melalui

Pendekatan Historis dan Fenomenologis dalam Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.1, April 2010.

Muhammad Baqir Shardar, Manusia Masa Kini dan Problem Sosial, Mizan, Bandung, t.t.

Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Kitab Bahuan, New Delhi, India, 1981.

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010

Prof. Dr. Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, PT Tiara WacanaYogya, Edisi kedua, Agustus 2003.

Prof. Dr. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yayasan Bentang Budaya, cet. Keempat, November, 2001

Profesor Dr. H.M. Amin Syukur , MA dkk, Metodologi Studi Islam, Gunungjati Semarang dan IAIN Walisongo Press, t.t.

Soeryono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, cet. Kesembilan, Juni1988.

Sukarman, Studi Sejarah dan Pendekatan Sejarah Islam, dalam jurnal Sintesa, vol. 8, no. 1, Januari 2008.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai yaitu : dapat menguraikan proses perekrutan dokter pada rumah sakit, dapat menerapkan metode Simple Additive Weighting (SAW) dalam sistem pendukung

Bahwa ada pemilihan fakta dan data-data tertentu agar dapat membentuk opini publik dengan sudut pandang tertentu, misalnya dalam demo buruh salah satu media

problem solving dengan video screencast power point dan siswa yang memperoleh model pembelajaran problem solving dengan power point menggunakan uji t untuk dua sampel

[r]

[r]

Menguji secara empiris pengaruh kualitas layanan pada kepercayaan. Menguji secara empiris pengaruh harga

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) kepada Pusat Perpustakaan IAIN Tulungag;ung

Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan siswa terhadap materi bermain peran yang diajarkan dengan sosiodrama (Role Playing) pada siklus