Bab ini berisi kesimpulan dari pengujian yang dilakukan dan saran mengenai penyempurnaan hasil penelitian untuk peneliti berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Sel Bahan Bakar
2.1.1 Pengenalan Sel Bahan Bakar
Sel bahan bakar terdiri dari anoda, katoda dan membran elektrolit. Hidrogen
dioksidasi di anoda dan oksigen direduksi pada katoda. Proton dikirimkan dari anoda ke
katoda melalui membran elekrolit. Pada kondisi sebenarnya, molekul tak dapat bertahan pada
keadaan ionik, untuk itu molekul segera mengkombinasi ulang dengan molekul lain untuk
memperoleh keadaan netralnya. Proton hidrogen pada sel bahan bakar tetap pada keadaan ion
dengan menjelajah dari satu molekul ke molekul lain melalui material khusus. Pada katoda,
oksigen bereaksi dengan proton dan elektron, membentuk air dan menghasilkan panas.
Anoda dan katoda keduanya mengandung katalis untuk mempercepat proses elektrokimia.
(Sumber : Colleen Spiegel, 2008)
Berikut akan dijabarkan keuntungan dalam pemakaian sel bahan bakar yaitu:
• Dapat menghasilkan daya langsung bila fluidanya sudah mengalir. Sehingga energi
yang terbuang dapat diperkecil
• Dalam penggunaan sel bahan bakar, tidak ada sama sekali polusi udara yang
dihasilkan sehingga mengurangi pemanasan global
• Pada sel bahan bakar, hanyalah fluida yang mengalir didalamnya sehingga tingkat
kerusakan peralatan sel bahan bakar dapat menurun
• Sel bahan bakar ini sendiri dapat meningkat efisiensinya bila digunakan sesuai dengan
prosedurnya
• Ukurannya yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan alat pembangkit listrik lainnya
• Jenis daripada sel bahan bakar ini juga beragam
Berikut akan dijabarkan kekurangan dalam pemakaian sel bahan bakar yaitu:
• Material komponen sel bahan bakar ini yang masih tergolong spesifik menyebabkan
harganya menjadi melonjak
• Sumber tenaga dari sel bahan bakar perlu diolah dan proses pengolahannya yang juga
tergolong mahal ini berakibat pada melonjaknya harga bahan bakarnya
• Sumber bahan bakar yang tidak sesuai dengan komponen sel bahan bakar dapat
mengakibatkan penurunan efisiensi pada sel bahan bakar
Penurunan performa menjadi suatu masalah pada tumpukan sel bahan bakar. Dan dari
penelitian Seyyed Mohsen Mousavi Ehteshami bertujuan untuk mengetahui bagaimana
dampak dari terserapnya karbon monoksida ke dalam tumpukan sel bahan bakar membran
elektrolit polimer. Metode yang digunakan dalam mencapai tujuannya adalah simulasi
dengan program CFD. Hasil yang di peroleh dari simulasi yaitu performa akan menurun
seiring terserapnya karbon monoksida ke dalam sel bahan bakar. Kesimpulan yang di peroleh
bahwa penurunan performa sel bahan bakar sebanding dengan banyaknya karbon monoksida
yang terserap dalam sel bahan bakar. (Sumber: Seyyed Mohsen Mousavi Ehteshami, 2010)
2.1.3 Penggunaan Sel bahan bakar
Dulunya sumber energi amat bergantung terhadap pembakaran bahan bakar fosil yang
memiliki beberapa kekurangan seperti polusi, jumlah yang terbatas dan penyebab konflik
antar negara. Sel bahan bakardapat memberikan tenaga pada apa saja baik dari rumah, mobil
Berikut penggunaan sel bahan bakarpada beberapa bidang yaitu: • Sektor portabel
Salah satu dari pasar raksasa masa depan untuk sel bahan bakar ialah sektor portabel.
Akan ada banyak peralatan portabel yang akan menggunakan sel bahan bakar agar
peralatannya dapat bertahan dengan jangka waktu yang lebih lama. Beberapa
peralatan ini seperti laptop, telepon seluler, perekam video, ipad, tab, dll. Kemiliteran
juga membutuhkan tenaga besar, perangkat yang bertahan lebih lama untuk peralatan
tentara. Sel bahan bakar dapat dengan mudah dimanufaktur dengan tenaga yang lebih
besar dan lebih ringan untuk kepentingan kemiliteran. Dan keuntungan bagi
kemiliteran termasuk kebisingan yang rendah dan temperatur yang juga lebih rendah.
Dan berikut gambar 2.1 menunjukkan penggunaan sel bahan bakar pada sektor
portabel yaitu:
Gambar 2.1 Penggunaan Sel Bahan Bakar pada Sektor Portabel
(Sumber :
• Sektor transportasi
Sektor transportasi akan lebih menguntungkan dengan penggunaan sel bahan bakar
karena bahan bakar fosil yang terus habis yang akan berdampak pada kenaikan harga
bahan bakar fosil. Selain itu, pencegahan polusi juga menjadi salah satu masalah. Ada
beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan penurunan emisi dan telah menjual
memiliki kemampuan untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan
transportasi yang ditenagai oleh bahan bakar jenis lainnya. Dan berikut gambar 2.2
menunjukkan penggunaan sel bahan bakar pada sektor transportasi yaitu:
Gambar 2.2 Penggunaan Sel Bahan Bakar pada Sektor Transportasi
(Sumber :
http://inhabitat.com/transportation-tuesday-boeing-flies-first-fuel-cell-plane)
• Sektor stasioner
Stasioner sel bahan bakar yang besar dapat menghasilkan listrik yang cukup umtuk
memberi tenaga pada rumah. Sel bahan bakar juga menguntungkan untuk bisnis dan
perumahan yang membutuhkan listrik. Generator sel bahan bakar lebih dapat
diandalkan dibandingkan generator jenis lainnya. Hal ini dapat menguntungkan
perusahaan dengan menghemat uang ketika listrik padam. Dan berikut gambar 2.3
Gambar 2.3 Penggunaan Sel Bahan Bakar pada Sektor Stasioner
(Sumber :
2.1.4 Sejarah Sel bahan bakar
William Grove dinobatkan sebagai orang yang menemukan sel bahan bakar pada
tahun 1839. Sel bahan bakar sendiri tidak dikembangkan lebih lanjut pada tahun 1800an dan
banyak dilanjutkan pada tahun 1900an. Sel bahan bakar mulai diteliti pada tahun 1960an di
NASA. Beberapa dekade terakhir, sel bahan bakar telah dikembangkan secara serius dan
akan mendekati komersialisasi.
Pada tahun 1800, W.Nicholson dan A.Carlisle menemukan proses elektrolisa untuk
memecahkan air. Pada tahun 1836, William Grove mendemonstrasikan sel bahan bakar. Pada
tahun 1889, beberapa tim yaitu L.Mond dan C.Langer, C.Wright dan C.Thompson,
L.Cailleteton dan L.Colardeau menunjukkan beberapa jenis eksperimen sel bahan bakar.
Pada tahun 1893, F.Ostwald menjelaskan fungsi dari komponen sel bahan bakar. Pada tahun
1896, W.Jacques mengkonstruksi baterai karbon. Awal 1900an, E.Baur dan muridnya
melakukan eksperimen pada temperatur tinggi. Pada tahun 1960an, T.Grubb dan L.Niedrach
menemukan teknologi sel bahan bakar PEM (Polymer Electrolyte Membrane). Pada tahun
1990an sampai sekarang, penelitian sel bahan bakar untuk segala tipe sel bahan bakar
Dan bila sejarah tersebut diurutkan secara berurut maka akan seperti gambar 2.4
dibawah ini:
Gambar 2. Sejarah Perkembangan Sel bahan bakar
Gambar 2.4 Sejarah Sel Bahan Bakar
(Sumber : Colleen Spiegel, 2008)
NASA melakukan riset pada sel bahan bakar PEM (Polymer Electrolyte Membrane)
untuk proyek Gemini. Baterai digunakan pada misi proyek Merkuri, tapi proyek Apollo
membutuhkan sumber tenaga yang dapat bertahan lebih lama. Sel bahan bakar PEM
(Polymer Electrolyte Membrane) pertama memiliki banyak persoalan seperti kontaminasi sel
dalam dan kebocoran oksigen melalui membran. Setelah akhirnya didesain ulang maka model
barunya dipakai untuk keseluruhan penerbangan Gemini.
Pada tahun 1970an ditemukan teknologi elektrolisa air pada sel bahan bakar PEM
(Polymer Electrolyte Membrane) yang kemudian digunakan sebagai pembangkit tenaga
Angkatan Laut Amerika Serikat. Angkatan Laut Inggris juga menggunakan teknologi ini
pada awal 1980an untuk kapal selam mereka. Dan beberapa dekade terakhir ini, teknologi ini
telah diriset oleh perusahaan komersial untuk transportasi, stasioner dan pembangkit tenaga.
(Sumber: Colleen Spiegel,2008)
Sel bahan bakar sampai saat ini sudah memiliki jenis yang membedakannya. Dan
pada umumnya yang membedakannya ialah jenis elektrolit yang digunakan sehingga
menentukan jenis reaksi kimia yang terjadi didalam sel. Bukan hanya jenis elektrolit saja hal
lainnya seperti jenis katalis, batas temperatur juga turut berperan dalam pengklasifikasian sel
bahan bakar. (Sumber: Colleen Spiegel,2008). Sampai saat ini jenis sel bahan bakar yang
sudah ditemukan adalah:
• Polymer Electrolyte Membrane
Sel bahan bakar PEM menggunakan polimer padat sebagai elektrolit dan elektroda
karbon yang mengandung katalis platinum. PEM membutuhkan hanya hidrogen,
oksigen dari udara, dan air murni untuk beroperasi dan tidak memerlukan cairan
korosif. PEM biasanya digunakan untuk aplikasi transportasi dan beberapa aplikasi
perkantoran. Biasanya digunakan untuk angkutan umum, seperti mobil dan bus.
(Sumber: Colleen Spiegel,2008).
• Direct Methanol
Sel bahan bakar ini digerakkan menggunakan methanol murni, yang dicampur dengan
uap dan dialirkan secara langsung ke anoda daripada sel bahan bakar. Direct methanol
ini tidak mempunyai permasalahan tempat penyimpanan seperti sel bahan bakar lain
pada umumnya. Hal ini dikarenakan methanol mempunyai berat jenis yang lebih
tinggi daripada elektron namun lebih kecil daripada minyak diesel atau bensin. Saat
ini penelitian dan pengembangan mengenai Direct methanol ini 3 – 4 tahun lebih
lambat daripada sel bahan bakar jenis lainnya. (Sumber: Colleen Spiegel,2008).
• Alkaline
Sel bahan bakar ini merupakan yang pertama digunakan secara luas untuk program
penghasil listik dan air pada pesawat luar angkasa oleh NASA. Sel bahan bakar ini
menggunakan hidroksida dalam air sebagai elektrolit dan dapat menggunakan
beberapa jenis dari metal sebagai katalis pada anoda dan katoda. Kekurangan dari sel
bahan bakar tipe ini adalah dapat dengan mudah dicemari oleh karbondioksida. Pada
prosesnya, karbondioksida dalam jumlah kecil pada udara yang sedikit dapat
mempengaruhi kerja dari sel bahan bakar ini. Selain mempengaruhi kerja juga
mempengaruhi umur daripada sel bahan bakar. (Sumber: Colleen Spiegel,2008).
Sel bahan bakar ini menggunakan cairan asam fosfor sebagai elektrolit dan elektroda
besi karbon yang mengandung katalis platinum..Phosporic Acid ini lebih dikenal
sebagai generasi pertama dari sel bahan bakar modern. Phosporic Acid terlihat lebih
besar dan berat, dan juga lebih mahal. Seperti halnya PEM, Phosporic Acid
membutuhkan katalis platinum yang lebih mahal, yang mana menaikkan biaya
daripada sel bahan bakar. (Sumber: Colleen Spiegel,2008).
• Molten Carbonate
Sel bahan bakar ini menggunakan elektrolit yang terdiri dari molten carbonate salt
mixture, lithium aluminium oksida (LiAlO2). Tidak seperti sel bahan bakar jenis
alkaline, phosforic acid dan PEM, Molten Carbonate tidak membutuhkan alat
pengubah eksternal untuk mengubah bahan bakar. Kekurangan utama daripada
Molten Carbonate ini adalah daya tahan. Temperatur yang tinggi yang bekerja pada
sel bahan bakar ini dan elektrolit korosif yang digunakan mempercepat korosi
daripada kompenen, yang mengurangi umur daripada sel bahan bakar. (Sumber:
Colleen Spiegel,2008).
• Solid Oxide
Sel bahan bakar ini menggunakan bahan keramik yang keras dan tidak mudah
berkarat sebagai elektrolit. Karena elektrolit dari Solid Oxide ini bersifat padat, sel
bahan bakar tidak harus dibuat di dalam plat seperti sel bahan bakar jenis lainnya.
(Sumber: Colleen Spiegel,2008)
• Regenerative
Sel bahan bakar ini menghasilkan listrik dari elektron hasil hidrolisis air,
membangkitkan panas untuk proses hidrolisis air. Sel bahan bakar jenis ini sedang
dikembangkan oleh NASA dan perusahaan lainnya. (Sumber: Colleen Spiegel,2008).
Bentuk dari sel bahan bakar mempengaruhi performa sel bahan bakar merupakan masalah
pada sel bahan bakar. Tujuan penelitian adalah mengetahui dampak modifikasi pada sel
bahan bakar. Modifikasi ini termasuk aspek rasio geometri saluran, konfigurasi elektroda dan
beberapa lubang masuk saluran secara periodik. Metode yang di gunakan untuk mencapai
tujuan adalah dengan penggunaan aplikasi simulasi COMSOL Multiphysics. Hasil yang di
beberapa lubang masuk saluran secara periodik sebesar 62,3% sedangkan dengan bentuk
lubang masuk saluran berbentuk persegi sebesar 13,8%. Dengan bentuk saluran meruncing
maka kurva polarisasi naik dari 15,4% menjadi 57,6%. Kesimpulan penelitian ini adalah
dengan beberapa lubang masuk saluran secara periodik maka pemanfaatan sel bahan bakar
lebih besar bila dibandingkan terhadap lubang masuk saluran berbentuk persegi. Dengan
bentuk saluran meruncing maka performa sel bahan bakar meningkat di sebabkan karena
elektroda pada dinding atas dan bawah pada saluran bisa lebih di perpanjang menuju pusat
saluran. (Sumber: A. Ebrahimi Khabbazi, 2010)
2.3 Komponen Sel Bahan Bakar Membran Elektrolit Polimer
Komponen pada tiap sel bahan bakar berbeda. Dan pada umumnya yang
membedakannya ialah jenis elektrolit yang digunakan sehingga menentukan jenis reaksi
kimia yang terjadi didalam sel. Bukan hanya jenis elektrolit saja hal lainnya seperti jenis
katalis, batas temperatur juga turut berperan dalam pengklasifikasian sel bahan bakar.
(Sumber: Colleen Spiegel,2008). Dan gambar 2.5 menunjukkan komponen pada tumpukan
sel bahan bakar membran elektrolit polimer
Gambar 2.5 Komponen Pada Tumpukan Sel Bahan Bakar
(Sumber : Vasquez, 2007)
3. Katalis anoda 4. Membran elektrolit
5. Katalis katoda
Dan tabel 2.1 menunjukkan komponen dasar yang terdapat pada sel bahan bakar jenis
membran elektrolit polimeryaitu:
Tabel 2.1 Komponen Dasar dari Sel Bahan Bakar Membran Elektrolit Polimer
Komponen Kegunaan Bahan yang biasa
digunakan
Membran
Elektrolit
Polimer
Memungkinan proton untuk mengalir
dari anoda menuju katoda dan
menghalangi elektron yang akan masuk
Persulfonic Acid
Membrane (Nafion
112, 115, 117)
Katalis Anoda Memisahkan hidrogen yang masuk
menjadi proton dan elektron.
Platinum / katalis
karbon
Katalis Katoda Menggabungkan proton yang masuk
melalui membran elektrolit, elektron
yang kembali setelah memutari
membran elektrolit dan oksigen dari
udara untuk membentuk air
Platinum / katalis
karbon
Lapisan Difusi
Gas
Memberi dukungan pada lapisan
katalis, membantu transportasi
hidrogen dan air menuju lapisan katalis
Carbon cloth atau
toray paper
Pelat Laju Alir Mengalirkan bahan bakar dan oksidan
menuju lapisan difusi gas
Grafit, baja anti
Performa sel bahan bakar merupakan masalah pada sel bahan bakar. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah lapisan platina pada lapisan katalis berpengaruh terhadap
performa sel bahan bakar. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah alogaritma
optimasi gradien sel bahan bakar. Hasil yang di dapat dari hasil penelitian adalah lapisan
platina perlu ditambah sebesar 20% - 30% dari fraksi massanya agar di dapatkan performa sel
bahan bakar yang optimal. Kesimpulan dari penelitian adalah dengan di tambahkan fraksi
massa platina pada lapisan katalis sebesar 20% - 30% maka performa sel bahan bakar dapat
meningkat. (Sumber: M. Secanell, 2006)
Transpor massa pada sel bahan bakar merupakan masalah dalam penelitian L. B. Wang.
Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui peningkatan performansi pada sel bahan bakar
membran elektrolit polimer jika partikel magnet permanen di tambahkan pada lapisan katalis
katoda. Metode yang di gunakan untuk mencapai tujuan adalah metode numerikal. Hasil dari
penelitian adalah dengan adanya magnet maka saturasi air antara lapisan katalis dan lapisan
difusi gas menurun sehingga menyebabkan ruang lebih untuk transport oksigen. Sehingga
reaksi menjadi lebih sempurna. Kesimpulan penelitian adalah reaksi menjadi lebih sempurna
bila transport massa selaras salah satunya dengan penambahan partikel magnet permanen
yang memberi ruang untuk oksigen untuk bereaksi. (Sumber: L. B. Wang, 2004)
2.4 Jenis Ruang Alir pada Tumpukan Sel Bahan Bakar
Didalam tumpukan sel bahan bakar terdapat suatu tempat yang berfungsi untuk mengalirkan fluida. Tempat melajunya aliran fluida ini juga dikenal sebagai ruang alir. Dan bentuknya juga bermacam-macam. (Sumber: Jundika C. Kurnia, 2011). Dan sampai saat ini sudah ditemukan beberapa jenisnya yaitu sebagai berikut:
• Paralel
Desain ruang alir ini memiliki pencabangan. Sehingga fluida yang masuk akan
dibagi-bagi dan pada akhirnya akan berkumpul pada satu titik keluar. (Sumber: Jundika
Gambar 2.6 Ruang Alir Paralel
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir paralel 2. Lubang keluar pelat laju alir paralel
• Serpentine
Pada jenis ini, saluran tidak ada pencabangan sama sekali dan jenis ini merupakan
jenis seri. Jenis ruang alir ini memiliki bentuk yang simetri. (Sumber: Jundika
C.Kurnia, 2011). Gambar 2.7 menunjukkan ruang alir serpentine:
Gambar 2.7 Ruang Alir Serpentine
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir serpentine
2. Lubang keluar pelat laju alir serpentine
Jenis ini sangat mirip dengan jenis paralel, hanya saja bentuk tempat alirannya yang
bergelombang. (Sumber: Jundika C.Kurnia, 2011). Gambar 2.8 menunjukkan ruang
alir wavy:
Gambar 2.8 Ruang Alir Wavy
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir wavy
2. Lubang keluar pelat laju alir wavy
• Obligue
Jenis ini merupakan jenis paralel yang menyamping. Selain itu bentuk jenis ini saling
terhubung satu sama lain antara baris dengan baris beserta kolom dengan kolomnya.
(Sumber: Jundika C.Kurnia, 2011). Gambar 2.9 menunjukkan ruang alir obligue:
Gambar 2.9 Ruang Alir Obligue
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir obligue
2. Lubang keluar pelat laju alir obligue
• Koil dengan outside inlet dan outlet
Jenis ini memiliki masukan beserta keluaran fluida pada sisi terluar dari ruang alirnya.
Dan bentuk daripada koil ini sendiri yaitu mengelilingi pusatnya. (Sumber: Jundika
C.Kurnia, 2011). Gambar 2.10 menunjukkan ruang alir koil dengan outside inlet dan
outlet:
Gambar 2.10 Koil dengan outside inlet dan outlet
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir koil dengan outside inlet dan outlet
2. Lubang keluar pelat laju alir koil dengan outside inlet dan outlet
• Koil dengan inside inlet dan outlet
Jenis ini merupakan koil dengan masukan dan keluaran fluida di pusatnya. Jenis ini
juga mengelilingi pusatnya. (Sumber: Jundika C.Kurnia, 2011). Gambar 2.11
Gambar 2.11 Koil dengan inside inlet dan outlet
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang keluar pelat laju alir koil dengan inside inlet dan outlet
2. Lubang masuk pelat laju alir koil dengan inside inlet dan outlet
• Koil dengan Serpentine
Jenis ini mengelilingi pusat dan pada bagian pusatnya berbentuk seperti jenis
serpentine. Bagian masuk dan keluar fluidanya terletak dibagian terluar dari ruang
alir. (Sumber: Jundika C.Kurnia, 2011). Gambar 2.12 menunjukkan ruang alir koil
dengan serpentine:
Gambar 2.12 Koil dengan Serpentine
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir koil dengan serpentine
2. Lubang keluar pelat laju alir koil dengan serpentine
Jenis ini memiliki persamaan dengan koil dengan serpentine. Hanya saja
perbedaannya, pada bagian pusatnya memiliki bentuk serpentine ganda. Bagian
masuk dan keluarnya fluida juga terletak pada bagian terluar dari ruang alir. (Sumber:
Jundika C.Kurnia, 2011). Gambar 2.13 menunjukkan ruang alir koil dengan
serpentine ganda:
Gambar 2.13 Koil dengan Serpentine Ganda
(Sumber : Jundika C. Kurnia, 2011)
Keterangan :
1. Lubang masuk pelat laju alir koil dengan serpentine ganda 2. Lubang keluar pelat laju alir koil dengan serpentine ganda
Performa aliran sel bahan bakar merupakan masalah pada sel bahan bakar. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui iterasi aliran sel bahan bakar membran elektrolit polimer tunggal
menggunakan pola aliran simetrik. Metode yang di gunakan untuk mencapai tujuan adalah
aplikasi CFD dengan persamaan konservasi massa, konservasi energi, keadaan steady. Hasil
yang di peroleh pada simulasi ini adalah keuntungan dalam penggunaan ruang alir jenis
serpentine karena bentuk simetrisnya. Kesimpulan penelitian adalah dengan menggunakan
sifat simetris ruang alir serpentine dapat mengurangi beban iterasi aplikasi CFD. (Sumber:
Bladimir Ramos Alvarado, 2011)
Dimensi sel bahan bakar menjadi masalah sel bahan bakar dalam memperoleh performansi
yang ideal. Tujuan di lakukan penelitiannya untuk menemukan dimensi yang ideal untuk tiap
sel bahan bakar dalam menghasilkan tegangan listrik. Metode dalam memperoleh tujuan
adalah dengan di simulasikan beberapa ukuran sel bahan bakar sehingga diperoleh kurva
polarisasi yang dapat di ukur. Hasil yang di dapat dari simulasi adalah dengan penyesuaian
dari hasil penelitian adalah dengan penyesuaian parameter geometrik yang ideal maka
efisiensi sel bahan bakar dapat meningkat. (Sumber: Chin Hsiang Cheng, 2009)
Dimensi ruang alir pada sel bahan bakar mempengaruhi performa sel bahan bakar menjadi
salah satu masalah sel bahan bakar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa
sel bahan bakar dengan ukuran dimensi ruang alir yang berbeda. Dimensi luas ruang alir yang
digunakan sebagai acuan peneliti adalah 0,535 x 0,535 mm2. Metode yang di gunakan dalam
penelitian adalah dengan menggunakan simulasi CFD. Hasil yang di peroleh dari simulasi
adalah bila luas ruang alir di kecilkan maka tingkat kecepatan transport oksigen meningkat
sehingga reaksi menjadi sempurna dan performa meningkat. Distribusi kerapatan yang lebih
seragam. Namun tekanan dalam ruang alir meningkat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
ukuran luas ruang alir berbanding terbalik terhadap performa sel bahan bakar dan tekanan
dalam ruang alir sel bahan bakar. (Sumber: Xiao Dong Wang, 2009)
2.5 Kecepatan Pada Ruang Alir
Dalam ruang alir, gas bergerak dari satu ujung ke ujung lainnya pada kecepatan
rata-rata tertentu.Perbedaan tekanan antara titik masuk dan titik keluar membuat cairan mengalir.
Dengan adanya perbedaan tekanan maka juga terdapat perbedaan kecepatan. Aliran melalui
ruang alir pada umumnya laminar, dan proporsional dengan tingkat aliran. Untuk mencari
kecepatan pada ruang alir maka dibutuhkan nilai diameter hidrolik, panjang saluran dan juga
laju aliran pada ruang alir. (Sumber: Colleen Spiegel,2008)
Untuk ruang alir, diameter hidrolik dapat digambarkan sebagai :
𝐷𝐷
𝐻𝐻=
2×𝑤𝑤𝑤𝑤𝑐𝑐+𝑐𝑐×𝑑𝑑𝑑𝑑𝑐𝑐𝑐𝑐 ... (2.1)Dimana:
𝑤𝑤𝑐𝑐 = lebar saluran (m)
𝑑𝑑𝑐𝑐 = kedalaman (m)
𝑆𝑆 = rasio stoikiometri oksigen
𝜑𝜑 = kelembaban relatif
𝑃𝑃𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 = tekanan saturasi (Pa)
Ncell = jumlah sel dalam tumpukan
Kecepatan di pintu masuk sel bahan bakar adalah :
𝑉𝑉�
=
𝑄𝑄𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑠𝑠Untuk mengetahui jenis aliran yang terjadi pada ruang alir maka perlu diketahui bilangan Reynold atau nilai Re yang digambarkan sebagai berikut:
𝑅𝑅𝑐𝑐
=
𝜌𝜌×𝑉𝑉�×𝐷𝐷𝐻𝐻𝜇𝜇 (2.4)
Dimana:
ρ = massa jenis (kg/m3
𝑉𝑉� = kecepatan rata-rata (m/s) )
DH
μ = viskositas fluida (kg/ms) = diameter hidrolik (m)
Dari nilai Reynold yang diperoleh maka dapat diketahui jenis aliran yang terjadi pada ruang alir. Dan berikut jenis aliran berdasarkan nilai Reynold:
Jika Re < 2300 maka jenis aliran laminar
Jika Re 2300 < Re < 4000 maka jenis aliran transisional Jika Re > 4000 maka jenis aliran turbulen
akibat hasil teori dan hasil praktek ini dikenal dengan istilah simpangan. Dan simpangan dapat diperoleh sebagai berikut:
Simpangan = |𝑃𝑃𝑟𝑟𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑐𝑐𝑠𝑠 −𝑇𝑇𝑐𝑐𝑇𝑇𝑟𝑟𝑖𝑖
𝑇𝑇𝑐𝑐𝑇𝑇𝑟𝑟𝑖𝑖 | x 100% ... (2.5)
Kecepatan dalam ruang alir terhadap performansi sel bahan bakar merupakan masalah pada
sel bahan bakar. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis aliran dalam ruang alir
terhadap performansi sel bahan bakar. Metode yang digunakan adalah menggunakan aplikasi
CFD. Hasil penelitian adalah jenis aliran yang terjadi di dalam ruang alir tanpa pencabangan
(serpentine) adalah jenis aliran laminar dengan nilai Reynold <100. Dengan aliran laminar
yang terjadi pada ruang alir maka di peroleh keseragaman kerapatan dan kecepatan dalam
ruang alir yang berpengaruh terhadap reaksi yang mempengaruhi performa sel bahan bakar.
Kesimpulan penelitian adalah keseragaman kerapatan dan kecepatan aliran mempengaruhi
performansi sel bahan bakar. (Sumber: Jundika C. Kurnia, 2011)
Prediksi performa sel bahan bakar membran elektrolit polimer merupakan masalah yang di
teliti oleh Alfredo Iranzo. Tujuan penelitiannya adalah membandingkan hasil simulasi
terhadap hasil perhitungan teori di mana luas lubang masuk hidrogen sebesar 50cm2. Metode
yang di gunakan adalah dengan aplikasi CFD dan perhitungan teori. Hasil yang di dapat
adalah simpangan antara hasil simulasi dengan hasil perhitungan teori sebesar 27,85%.
Kesimpulan dari penelitian adalah simpangan hasil simulasi dan perhitungan teori di
akibatkan oleh ketidak akuratan reaksi yang sepertinya berasal ketika saat pemecahan
hidrogen di mana proton melewati membran yang tidak dapat di modelkan dengan model
aliran multifasa. (Sumber: Alfredo Iranzo, 2010)
2.6 CFD (Computational Fluid Dyanamic)
2.6.1 Alur Kerja CFD
Aplikasi selalu bekerja berdasarkan suatu tahapan atau alur. Dan berikut alur kerja yang digunakan dalam penggunaan program CFD yaitu:
• Pemilihan masalah yang akan dianalisa dengan menggunakan program CFD
• Dilakukan analisa awal seperti objek apa yang akan dimodelkan, analisa tipe yang
akan digunakan, apakah masalah itu akan diselesaikan secara seluruhnya atau bisa
dimanfaatkan sifat simetri dari masalah tersebut yang bertujuan untuk mengurangi
• Membangun model yang akan dianalisa misalnya saja dengan menggunakan program Gambit, ICEM,dll. Setelah model telah siap maka dilakukan proses grid yaitu suatu
proses dimana memisahkan komponen menjadi bagian-bagian kecil
• Setelah objek siap di grid maka objek siap untuk di export yaitu suatu proses
pengkonversian jenis tipe file
• Setelah itu dilakukan langkah penentuan persamaan pembentuk aliran yang
diinginkan untuk model anda
• Setelah itu dilanjutkan dengan langkah teknik diskritisasi yaitu suatu teknik
memecahkan persamaan differensial parsial menjadi persamaan linear, juga
penentuan kondisi batas yang berguna untuk membatasi iterasi yang dijalankan oleh
aplikasi dan objek telah siap untuk dianalisa demi mendapatkan hasilnya
Berikut gambar 2.14 menunjukkan diagram alir daripada alur kerja CFD yaitu:
Gambar 2.14 Diagram Alir Alur Kerja CFD
2.6.2 Persamaan Pembentuk Aliran
1. Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas ini juga dikenal dengan hukum kekekalan massa. Konsep yang
digunakan dalam hukum kekekalan massa ini ialah rata-rata kenaikan massa pada kontrol
volume sama dengan massa yang mengalir masuk dan massa yang mengalir keluar. (Sumber:
J.D. Anderson, 1995). Gambar 2.15 menunjukkan elemen fluida untuk konservasi massa
yaitu:
Gambar 2.15 Elemen Fluida untuk Konservasi Massa
(Sumber: J.D. Anderson, 1995)
Hukum momentum ini terbagi menjadi dua yaitu hukum Newtonian/hukum Navier-Stoke dan
juga hukum non-Newtonian. Hukum Newtonian ini berlaku sesuai dengan hukum kedua
Newton yang isinya resultan gaya pada suatu objek sama dengan perkalian massa objek
terhadap akselerasi. Dan hal ini pula yang menjadi konsep dalam persamaan pembentuk
aliran fluida. (Sumber: J.D. Anderson, 1995). Gambar 2.16 menunjukkan elemen fluida untuk
konservasi momentum yaitu:
Gambar 2.16 Elemen Fluida untuk Konservasi Momentum
(Sumber: J. D. Anderson, 1995)
Berdasarkan hukum konservasi momentum maka dapat diperoleh rumusan sebagai berikut:
∑ 𝐹𝐹 = m a dimana ax =𝐷𝐷𝑜𝑜𝐷𝐷𝑠𝑠, ay =𝐷𝐷𝜕𝜕𝐷𝐷𝑠𝑠, az =𝐷𝐷𝑤𝑤𝐷𝐷𝑠𝑠 dan m = ρ𝜕𝜕x𝜕𝜕y𝜕𝜕z maka pada:
Sumbu-x:
−𝜕𝜕𝜌𝜌𝜕𝜕𝑥𝑥∂x∂y∂z + 𝜕𝜕𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥
𝜕𝜕𝑥𝑥 ∂x∂y∂z +
𝜕𝜕𝜏𝜏𝜕𝜕𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕 ∂x∂y∂z +
𝜕𝜕𝜏𝜏𝜕𝜕𝑥𝑥
𝜕𝜕𝜕𝜕 ∂x∂y∂y + 𝑓𝑓𝑥𝑥 ρ∂x∂y∂z =
ρ∂x∂y∂z 𝐷𝐷𝑜𝑜𝐷𝐷𝑠𝑠 ... (2.10)
Dan disederhanakan menjadi:
−𝜕𝜕𝜌𝜌𝜕𝜕𝑥𝑥 + 𝜕𝜕𝜎𝜎𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥 + 𝜕𝜕𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥 + 𝜕𝜕𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥 + ρ𝑓𝑓𝑥𝑥 = ρDu𝐷𝐷𝑠𝑠 ... (2.11)
Sumbu-y:
−𝜕𝜕𝜌𝜌𝜕𝜕𝜕𝜕 ∂x∂y∂z + 𝜕𝜕𝜎𝜎𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ∂x∂y∂z + 𝜕𝜕𝜏𝜏𝜕𝜕𝑥𝑥𝑥𝑥𝜕𝜕 ∂x∂y∂z + 𝜕𝜕𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 ∂x∂y∂y + 𝑓𝑓𝜕𝜕 ρ∂x∂y∂z =
ρ∂x∂y∂z 𝐷𝐷𝜕𝜕
Dan disederhanakan menjadi:
persamaan (2.11), (2.13) dan (2.15) dapat disubsitusi menjadi:
−𝜕𝜕𝜌𝜌𝜕𝜕𝑥𝑥 + 𝜕𝜕𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥
Pada fluida Newton, tegangan normal dan tegangan geser dapat diformulasikan sebagai
berikut:
Pada persamaan (2.16), (2.17) dan (2.18) dimasukkan formula fluida Newton maka akan
diperoleh persamaan Navier-Stoke secara lengkap untuk tiap sumbunya yaitu:
Sumbu-y:
Konsep yang digunakan dalam hukum kekekalan energi ini ialah rata-rata perubahan energi dalam (Ė) pada elemen sama dengan jumlah dari fluks panas (Q) kedalam elemen dan rata-rata kerja (W) yang diselesaikan pada elemen oleh badan dan gaya permukaan. Tujuan
dilakukannya persamaan energi yaitu untuk mendapatkan distribusi temperatur pada objek.
(Sumber: J.D. Anderson, 1995). Gambar 2.17 menunjukkan fluks panas pada permukaan dari
elemen fluida yaitu:
Gambar 2.17 Fluks Panas pada Permukaan dari Elemen Fluida
(Sumber: J.D. Anderson, 1995)
Dimana
Melalui hukum Fourier untuk mencari gradien temperatur lokal maka diperoleh
qx = −k𝜕𝜕𝑇𝑇𝜕𝜕𝑥𝑥 ; qy = −k𝜕𝜕𝑇𝑇𝜕𝜕𝜕𝜕; qz = −k𝜕𝜕𝑇𝑇𝜕𝜕𝜕𝜕 dan V = u+v+w
Subsitusikan pada persamaan (2.30) sehingga menjadi:
Q = [ρq + 𝜕𝜕
Dan untuk rata-rata kerja (W) maka kembali digunakan persamaan momentum dan hasilnya
akan menjadi sebagai berikut:
W = [−(ρV) +𝜕𝜕𝑥𝑥𝜕𝜕 (u𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 + v𝜏𝜏𝑥𝑥𝜕𝜕 + w𝜏𝜏𝑥𝑥𝜕𝜕) + 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 (u𝜏𝜏𝜕𝜕𝑥𝑥 + v𝜎𝜎𝜕𝜕𝜕𝜕 + w𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕)]δV +
[𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 (u𝜏𝜏𝜕𝜕𝑥𝑥 + v𝜏𝜏𝜕𝜕𝜕𝜕 + w𝜎𝜎𝜕𝜕𝜕𝜕) +ρfV] δV ... (2.32)
Dan setelah rumus-rumus diatas disederhanakan dan juga dijumlahkan maka akan diperoleh
suatu persamaan yang lebih sederhana yang dikenal dengan persamaan energi yaitu: 𝜕𝜕(𝜌𝜌𝑐𝑐𝑇𝑇)
Efisiensi metode numerik pada sel bahan bakar menjadi masalah dalam simulasi. Dan tujuan
penelitian dari Pengtao Sun adalah mengembangkan efisiensi dan keakuratan hasil simulasi
pada sel bahan bakar. Metode yang digunakan melalui simulasi CFD dengan menggunakan
persamaan konservasi massa, momentum dan energi. Hasil simulasinya berupa hasil
konvergen dapat diperoleh melalui 80 iterasi non-linear. Kesimpulanya adalah pada objek
simetri, hanya perlu di bentuk setengah bagian objeknya saja untuk menghemat proses iterasi
sehingga efisiensi metode numerik di peroleh. (Sumber: Pengtao Sun, 2011)
Transportasi sel bahan bakar pada temperatur tinggi menjadi salah satu masalah pada sel
bahan bakar. Tujuan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh konvektif dan
yaitu dengan simulasi menggunakan CFD. Hasil yang di peroleh dari simulasi adalah
transportasi hidrogen pada daerah reaksi baik secara konvektif maupun difusif memiliki
peranan yang sama penting demi hasil reaksi yang sempurna. Kesimpulan dari penelitiannya
adalah proses pemisahan dan penggabungan hidrogen yang tidak selaras mempengaruhi
performa sel bahan bakar. (Sumber: Young Jun Sohn, 2011)
2.6.3 Bidang Aplikasi CFD
CFD awalnya dikembangkan hanyalah untuk kebutuhan bidang aerospace dimana
perhitungan amat diperlukan untuk melengkapi data pengujian di terowongan angin. Setelah
sukses dengan misi awal ini ternyata CFD sekarang amat banyak digunakan di berbagai
bidang. Prinsipnya selama menggunakan fluida mengalir maka CFD dapat digunakan.
(Sumber: Nazita Saye, 2008). Dan berikut beberapa bidang yang menggunakan aplikasi CFD
ini yaitu:
• Aerodinamik
Dalam hal ini CFD digunakan untuk menghitung gaya drag dan juga gaya angkat
pada pesawat, motor ataupun mobil. Dan berikut gambar 2.18 menunjukkan
perhitungan aerodinamik dengan menggunakan program CFD yaitu:
Gambar 2.18 Perhitungan Aerodinamik dengan Program CFD
(Sumber :
• Hidrodinamik
Dalam hal ini CFD digunakan untuk menganalisa kemampuan suatu objek dalam
menghadapi fluida misalnya saja seperti air,dll. Berikut gambar 2.19 menunjukkan
Gambar 2.19 Perhitungan Hidrodinamik dengan Program CFD
(Sumber :
http://mechanicalengineeringblog.com/2213-aerodynamics-cfd-aerodynamic-analysis-aerodynamics-concepts-aerodynamics-introduction/)
• Pembangkit Tenaga
Dalam kasus ini CFD digunakan untuk menganalisa pembakaran yang terjadi pada
motor bakar dan turbin gas. Berikut gambar 2.20 menunjukkan simulasi pembangkit
tenaga dengan aplikasi CFD yaitu:
(Sumber :
http://ansys.com/Products/Simulation+Technology/Fluid+Dynamics/ANSYS+CFD)
• Turbomachinery
Dalam kasus ini CFD digunakan untuk menganalisa objek misalnya sirip pompa,dll.
Berikut gambar 2.21 menunjukkan simulasi dengan program CFD yaitu:
Gambar 2.21 Perhitungan Sirip Pompa dengan Program CFD
(Sumber : http:
• Elektronika
Dalam kasus ini CFD digunakan untuk menganalisa komponen elektronik dan juga
pendingin yang digunakan untuk mendinginkan komponen elektronika. Berikut
gambar 2.22 menunjukkan simulasi dengan program CFD yaitu:
Gambar 2.22 Analisa Aliran pada Papan Elektronik
(Sumber: http://schneider.co.il/en/products.php?ar=1&ct=4&id=26)
Dalam kasus ini CFD digunakan untuk menghitung temperatur yang dihasilkan dari
proses kimia yang terjadi. Berikut gambar 2.23 menunjukkan temperatur yang
dihasilkan akibat pengadukan dengan menggunakan program CFD yaitu:
Gambar 2.23 Temperatur akibat Proses Pengadukan
(Sumber: http://glatt.com/times/times30site/tms30_home.html)
• Bangunan
Dalam kasus ini CFD digunakan untuk menganalisa gaya yang dapat ditahan oleh sebuah bangunan misalnya saja seberapa besar angin yang dapat ditahan oleh sebuah bangunan. Berikut gambar 2.24 menunjukkan simulasi dengan program CFD yaitu:
Gambar 2.24 Perhitungan Ketahanan Bangunan dengan Program CFD
(Sumber :
• Teknik biomedikal
Dalam kasus ini CFD digunakan untuk keperluan medis misalnya saja dalam
perhitungan inkubator bayi,dll. Berikut gambar 2.25 menunjukkan simulasi dengan
Gambar 2.25 Analisa Inkubator Bayi