• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang disepakati dalam perundingan General Ageement on Tariff of Trade (GATT WTO) yaitu melalui ratifikasi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on

Establishing the World Trade Organization.1 Setidaknya terdapat dua

konsekuensi atas ratifikasi tersebut, yaitu konsekuensi eksternal dan konsekuensi internal. Sebagai konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan dalam forum WTO. Sedangkan konsekuensi internalnya adalah Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO.2 Bentuk harmonisai terhadap peraturan perundang-undangan dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO dilakukan dengan menyelaraskan seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perdagangan internasional dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam WTO. Begitu pula dengan

1 Muhammad Sood, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hlm. 26.

2 Ibid.

(2)

ketentuan mengenai ekspor dan impor yang sangat identik dengan perdagangan internasional.

Salah satu pengaturan WTO dalam ekspor dan impor selain GATT adalah Agreement on Import Licensing Procedures atau ILA. Persetujuan ini memuat ketentuan-ketentuan mengenai perizinan impor. Pentingnya persetujuan ini adalah untuk memastikan bahwa perdagangan internasional terutama impor harus tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan GATT yang dilaksanakan secara adil. Selain itu juga untuk memastikan bahwa perizinan impor yang diterapkan oleh suatu negara dalam rezim impornya tidak akan membatasi dan mengahalangi kesempatan perdagangan negara anggota WTO. Oleh karena itu perizinan impor harus diatur melalui persetujuan ini.

ILA merupakan salah satu persetujuan WTO yang dibuat pada Putaran Tokyo 1979. Persetujuan ini menetapkan disiplin pada pengguna sistem perizinan impor dengan tujuan utama untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan untuk pemberian lisensi impor tidak membatasi perdagangan.3 Tujuannya adalah untuk menyederhanakan, memperjelas dan meminimalkan persyaratan administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan izin impor.

ILA mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prosedur perizinan impor. Mulai dari jenis dari perizinan impor, prosedur perizinan impor yang ideal, ketentuan jangka waktu, persyaratan administratif,

3 Anonim, “Introduction to Import Licensing Procedures in WTO”, https://ecampus.wto.org/,

(3)

pengarturan lembaga dalam perizinan impor, prosedur notification atau pemberitahuan, dan sebagainya.

Di Indonesia sendiri ILA telah diimplementasikan di berbagai peraturan perundang-undangan. Seperti, Undang-undang tentang Perdagangan, Undang-undang tentang Kepabean, Peraturan Menteri Perdagangan tentang ketentuan umum di bidang impor, dan lain sebagainya. Selain itu peraturan perundang-undangan Indonesia juga mengatur mengenai prosedur perizinan impor yang lebih spesifik, misalnya Peraturan Menteri Perdagangan tentang Impor produk Hortikultura, Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan, Peraturan Menteri Perdagangan tentang Angka Pengenal Importir, dan lain sebagainya.

Sayangnya, tidak semua negara, terutama negara partner Indonesia dalam impor, menganggap bahwa kebijakan Indonesia dalam perizinan impor telah sesuai dengan ILA maupun GATT 1994, yang dalam hal ini seperti yang terjadi pada kebijakan impor produk hortikultura. Sedikitnya sudah ada dua negara yang sepakat bahwa kebijakan impor produk hortikultura Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan WTO, salah satunya Amerika Serikat. Amerika Serikat menganggap bahwa Indonesia telah melanggar ketentuan WTO dengan ketidakkonsistenannya pada ILA.

Amerika Serikat berpendapat bahwa Indonesia telah memberlakukan rezim perizinan impor perdagangan restriktif, memberlakukan larangan dan pembatasan impor, serta melarang dan membatasi impor produk hortikultura ketika produksi dalam negeri dianggap cukup untuk memenuhi permintaan

(4)

dalam negeri.4 Oleh karena itu, Amerika Serikat melayangkan gugatan atas kebijakan impor produk hortikultura ini untuk pertama kalinya pada tahun 2013. Beberapa kali konsultasi telah diadakan, tetapi tidak mencapai kesepakatan. Bahkan, beberapa kali perubahan pengaturan impor produk hortikultura masih tidak dapat memperbaiki sengketa antara Indonesia, tetapi justru memicu diajukannya gugatan baru oleh Amerika Serikat. Sampai dengan akhir tahun 2015, sudah ada tiga gugatan yang diajukan Amerika Serikat atas kebijakan impor produk hortikultura Indonesia. Ketiga gugatan yang dilayangkan Amerika Serikat tersebut menyatakan dugaan atas ketidakkonsistenan Indonesia terhadap salah satu ketentuan dalam WTO, yaitu ILA.

Kasus ini bermula dari dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura pada tahun 2013. Peraturan ini mengatur mengenai sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi oleh importir untuk dapat melakukan impor produk hortikultura. Selain itu, terdapat peraturan lain yang memicu gugatan dari Amerika Serikat yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 86/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Kedua peraturan tersebut dianggap telah melanggar dan tidak konsisten dengan beberapa ketentuan WTO.5

Hasil dari penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO adalah berupa pemberian

4 Juan Millan, “WTO Dispute Settlement Proceeding Regarding Indonesia Importation of

Horticultural Products”, https://www.federalregister.gov, diakses pada 15 Desember 2015.

5

(5)

rekomendasi kepada para pihak. Rekomendasi tersebut selayaknya akan dipatuhi oleh para pihak yang merupakan anggota WTO. Hal ini berlaku pula untuk sengketa kebijakan impor hortikultura antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Rekomendasi yang kelak akan dihasilkan setelah proses penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO akan berpengaruh terhadap kebijakan impor produk hortikultura Indonesia. Terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi akibat dari dikeluarkannya rekomendasi tersebut, yaitu apabila menang Indonesia tidak perlu merubah kebijakan impor hortikultura yang sudah ada, namun apabila dinyatakan melanggar ketentuan WTO maka Indonesia harus merubah kebijakannya sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan Badan Penyelesaian Sengketa WTO.

Pada dasarnya suatu kebijakan yang dibuat oleh negara telah disesuaikan dengan kondisi dan kepentingan negara. Perubahan kebijakan melalui suatu Hukum Internasional tidak selalu baik dan sesuai dengan negara yang bersangkutan. Begitu pula rekomendasi yang kelak akan dihasilkan Badan Penyelesaian Sengketa pada kasus keijakan impor hortikultura antara Indonesia dan Amerika Serikat. Kebijakan impor hortikultura tersebut akan diubah sesuai dengan rekomendasi dari Badan Penyelesaian Sengketa yang belum tentu akan sesuai dengan kepentingan negara dan rakyat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan analisis yang matang dan strategi yang baik dalam menghadapi sengketa di Badan Penyelesaian Sengketa WTO.

(6)

Melihat fakta tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai apakah terdapat pelanggaran Pasal ILA pada kebijakan impor produk hortikultura Indonesia, dan bagaimanakah langkah dan strategi pemerintah Indonesia dalam menghadapi gugatan-gugatan tersebut, yang tertuang dalam penulisan hukum yang berjudul “Implementasi Agreement on Import Licensing Procedures pada Kebijakan Impor Produk Hortikultura Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kebijakan hortikultura Pemerintah Indonesia melanggar ketentuan dalam Agreement on Import Licensing Procedures?

2. Bagaimana langkah dan strategi Pemerintah Indonesia dalam menghadapi gugatan Amerika Serikat di Badan Penyelesaian Sengketa WTO?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan hukum ini adalah:

a. Mengidentifikasi dan menganalisa kebijakan hortikultura Pemerintah Indonesia yang melanggar ketentuan Agreement on Import Licensing Procedures;

(7)

b. Menganalisa langkah dan strategi Pemerintah Indoensia dalam menghadapi gugatan Amerika Serikat di Badan Penyelesaian Sengketa WTO.

2. Tujuan Subjektif

Penulisan hukum ini bertujuan untuk memenuhi syarat kelengkapan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran penulis di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan melalui media Internet serta media cetak dan elektronik lainnya, penelitian mengenai “Implementasi Agreement on Import Licensing Procedures pada Kebijakan Impor Hortikultura Indonesia belum pernah dilakukan. Namun sejauh dilakukannya penelusuran tersebut terdapat penulisan hukum yang memiliki relevansi permasalahan yang ditulis dalam penulisan hukum ini. Dalam karya ilmiah tersebut terdapat perbedaan yang mendasar dengan apa yang penulis teliti dan bahas dalam penulisan hukum ini baik dari segi judul, rumusan masalah, objek penelitian, hasil penelitian. Penelitian yang memiliki relevansi yang dimaksud adalah: Penulisan hukum yang dilakukan oleh Shinta Marcella Hutami di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015 dengan judul “Tinjauan Yuridis Pengaruh WTO dalam Perlindungan Hukum terhadap Perdagangan Buah di Indonesia

(8)

(Khususnya dalam Pengaturan Pengetatan Impor Buah)”. Penulisan hukum tersebut terdapat beberapa perbedaan mendasar, antara lain:

1. Kebijakan yang dikaji dalam penulisan hukum tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012. Dalam penelitian penulis, kebijakan yang dikaji adalah kebijakan hortikultura pemerintah Indonesia sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan;

2. Permasalahan yang diteliti adalah apakah kebijakan pemerintah dengan pengetatan impor hortikultura melanggar prinsip-prinsip dan/atau perjanjian yang diatur dalam WTO dan juga mengenai mekanisme pengaturan kebijakan perdagangan internasional mengenai kebijakan impor yang tidak merugikan buah lokal Indonesia dan tidak melanggar peraturan dalam WTO. Sedangkan yang diteliti oleh penulis adalah tentang apakah ada pelanggaran pasal Agreement on Import Lisencing Procedures atau ILA pada kebijakan impor hortikultura pemerintah Indonesia dan bagaimana langkah dan strategi pemerintah Indonesia dalam menghadapi gugatan Amerika Serikat.

3. Peraturan WTO yang digunakan dalam penulisan hukum tersebut antara lain: GATT, SPS Agreement dan TBT Agreement. Dalam penelitian penulis peraturan WTO yang digunakan adalah GATT dan ILA; dan 4. Jenis penelitian tersebut adalah yuridis normatif, sedangkan penelitian

(9)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan penulis, dan dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang Perdagangan Internasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis dimasa mendatang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam bidang hukum, terutama yang berkaitan dengan Hukum Perdagangan Internasional.

b. Bagi Masyarakat, terutama praktisi hukum, importir, eksportir, dan lain sebagainya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat tentang implementasi Agreement on Import Lisencing Procedures atau ILA pada kebijakan impor hortikultura Indonesia. c. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan yang berguna kepada Pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan terutama Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memenuhi dan melayani permintan dan kebutuhan pemohon/penguna informasi PPID Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat memberikan layanan melalui

(5) Dalam hal data yang disampaikan oleh produsen data telah sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, perangkat daerah

Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Peralatan laboratorium di SMA Negeri se Kabupaten Karo 33%

Kedua, pada kasus yang terjadi pada perdagangan orang ini, Terdakwa Wanta bersama-sama dengan Woto(dalam berkas perkara lain) pada hari Rabu tanggal 12 Desember

Untuk merk yang paling sering dibeli memiliki nilai kedekatan paling tinggi dengan mutu yang dianggap paling penting(0,221) dan tempat beli(0,201).. Sedangkan frekuensi pembelian

Akuntansi tingkat harga umum akan mengadakan penyajian kembali komponen-komponen laporan keuangan ke dalam Rupiah pada tingkat daya beli yang sama, namun sama sekali

Berbagai upaya seperti penggunaan hard power atau soft power telah dilakukan oleh banyak negara agar proses diplomasi dapat terealisasi dengan baik, yang mana hal tersebut nantinya

13 Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Proyek Kereta Api Kunming – Singapura yang merupakan bagian dari BRI digunakan oleh China untuk