• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pustaka, yang digunakan yang berkaitan dengan topik penelitian, rumusan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pustaka, yang digunakan yang berkaitan dengan topik penelitian, rumusan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

22 BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini, penulis memaparkan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka, yang digunakan yang berkaitan dengan topik penelitian, rumusan masalah, dan rujukan-rujukan saintifik dalam skripsi sarjana ini. Tujuannya adalah untuk memperjelas baik itu konsep mapun teori, serta bahan-bahan kepustakaan yang digunakan di dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini konsep yang penulis gunakan adalah mencakup: (a) kebudayaan, (b) masyarakat Tionghoa, (c) tari, (d) Tari Tibet, dan (e) Budha Lamaistik. Selanjutnya teori yang penulis gunakan untuk mengkaji tiga rumusan masalah adalah tiga teori juga. Untuk mengkaji struktur tari dan musik iringan tari digunakan teori kinisiologis struktur tari dalam disiplin etnokoreologi dan etnomusikologi. Untuk mengkaji fungsi Tari Tibet dalam budaya masyarakat Tionghoa di Kota Medan, digunakan teori fungsionalisme dari disiplin ilmu budaya (antropologi budaya), khususnya yang dikemukakan oleh Radcliffe-Brown dan Malinowski. Untuk mengkaji makna (bahasa dan budaya) digunakan teori semiotik. Berikut adalah penjelasan konsep dan teori tersebut

(2)

23 2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Poerwadarminta sebagai editor (1995:456) dikatakan bahwa, konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

Dalam hal ini, defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar. Selain itu adalah untuk menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Kebudayaan

Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dipelajari. Menurut Veegar dalam buku Ilmu Budaya Dasar, kebudayaan adalah hasil pengungkapan diri manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya. Manusia harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan ia makhluk yang tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaannya yang tidak lengkap dan naluri-nalurinya yang tidak terpadu. Jadi menurutnya kebudayaan adalah faktor kekuatan manusia dalam rangka merespons alam sekitarnya.

(3)

24 2.1.2 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat Tionghoa mulai masuk ke negara Indonesia pada abad ke-7. Pada abad ke-11, mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatra dan Kalimantan Barat. Kemudian pada abad ke-14, ada warga Tionghoa yang mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan antara India dan Tiongkok melalui jalur laut. Istilah Tionghoa dibuat sendiri oleh keturunan Cina, berasal dari kata 中 兰 zhōnghuá, dalam bahasa Mandarin dilafalkan sebagai Tionghoa.

Kehidupan masyarakat Tionghoa mulai mewarnai lembaran ritual di Indonesia. Masyarakat Tionghoa juga memiliki berbagai jenis adat istiadat budaya yang kita kenal dengan perayaan-perayaan ataupun festival-festival tradisional.

2.1.3 Tari

Di dalam kebudayaan Cina dijumpai beberapa jenis atau genre tarian. Di antaranya adalah tari tradisional, tari Xuanzi, tari Reba, tari Guozhuang, dan lain-lainnya.

Tarian tradisional Cina 中国兰兰舞/zhōngguó chuántǒng wǔdǎo adalah tarian tradisional dalam adat warisan masyarakarat Cina, yang awalnya adalah ritual pemujaan dan penghormatan kepada Dewa Mitologi Cina. Tarian Cina merupakan salah satu cabang dari seni yang menggunakan tubuh sebagai media pertunjukan. Tarian Cina memiliki gerakan tarian yang kaya, dapat mengekspresikan berbagai perasaan manusia, baik itu berupa senang, sedih,

(4)

25

gembira, marah, suka, duka, risau serta watak dan adegan cerita dari tokoh pemeran sipil maupun militer. Tarian Cina dalam pertunjukan sendratarinya masih terdapat bagian performa tarian. Performa tarian ini berbeda dengan pertunjukan pada drama, teater dan pertunjukan opera. Perferma tarian Cina menggunakan perpaduan ekspresi dan gerakan anggota tubuh, ditampilkan secara maksimal. Berikut ini tarian Cina berdasarkan etnis dan daerah.

Di Tibet ada beberapa jenis tarian. Salah satu di antaranya yaitu tarian etnis Lisu, tarian ini dibuat dengan meniru gerak-gerik kambing, tarian ini ekspresi kecintaan etnis Lisu terhadap alam dan kehidupan mereka.

Tarian Xuanzi, 玄子的舞蹈/xuánzi de wǔdǎo ini dan dipersembahkan oleh kaum pria dan wanita dengan diiringi irama musik tradisional Cina dan Tibet.

Tarian Xuanzi merupakan tarian yang menggambarkan perasaan penduduk lokal

setelah makan dan bekerja.

Tarian Reba, 兰 吧的舞蹈 /rè ba de wǔdǎo tarian ini terkenal di kota Tacheng, sebuah kota kecil di Kabupaten Otonom Etnis Lisu Weixi provinsi Yunnan China. Tarian Reba dipersembahkan saat merayakan perayaan keagamaan, memohon keselamatan penduduk desa kepada Buddha saat kejadian bencana alam dan serangan wabah. Tarian Reba dibagi sebagai tiga jenis tarian, yaitu tarian Reba klasik, tarian seniman di jalan, dan tarian persembahan komersial.

Tarian Guozhuang, 兰庄的舞蹈/guōzhuāng de wǔdǎo sebuah tarian di mana penarinya menggunakan pakaian ran ba. Ran ba adalah mantel panjang

(5)

26

berwarna menyolok merah dan putih.Ran ba dirajut dari benang wol murni, khusus dipakai untuk menghadiri pesta tarian Tibet.

2.1.4 Tari Tibet

Tari Tibet berasal dari 5 provinsi di Cina yaitu: Tibet, Yunnan, Qinghai, Gansu, dan Sichuan. Tari Tibet merupakan tarian tradisonal masyarakat Tionghoa yang sudah menjadi adat istiadat mereka. Tari Tibet yang menjadi topik penulisan ini, yaitu di Kota Medan, mengalami perubahan-perubahan karena faktor ekologi budaya di Indonesia pada umumnya dan Kota Medan secara khusus.

Berbicara tari Tibet pada masa awalnya dulu, terbentuk karena cara hidup tradisional orang-orang Tibet yang unik secara mendalam terefleksi dalam tarian mereka. Ciri yang paling istimewa dari gaya tarian ini adalah tubuh yang miring ke depan, ditemani juga oleh lompatan yang terus menerus dari lutut si penari. Awalnya digunakan untuk ucupan syukur masyarakat Tibet atas hasil panen mereka.

Tari Tibet ini berkembang di kota Medan, ditarikan oleh kaum perempuan dan laki-laki. Menurut informasi dari nmarasumber yaitu bapak Sutrisno, tari Tibet adalah tarian yang mencerminkan keadaan daerah Tibet tersebut dan lebih menceritakan budaya Tibet.

Tari ini biasanya dibawakan oleh 4 orang penari maupun lebih. Tarian ini bisa ditarikan oleh perempuan dan laki-laki, namun gerakan penari perempuan lebih anggun sedangkan gerakan penari laki-laki lebih tegas. Tari Tibet tampil sebagai hiburan dalam segala aktivitas masyarakat seperti pesta perkawinan, acara

(6)

27

festival maupun kegiatan sosial lainnya seperti acara bazar. Tari Tibet yang dipakai di Perhimpunan Keluarga Besar Wijaya sudah diperbaharui dan dikreasikan kembali.

Gerakan Tari Tibet ini meniru gerakan hewan Yak, yang mencerminkan masyarakat Tibet yang kuat sehingga gerakan tari Tibet ini banyak gerakan-gerakan lompatan. Serta lagu pengiring dalam tarian Tibet ini adalah lagu tradisional daerah yaitu 快兰的兰兰 kuàilè de nuò sū.

2.1.5 Buddha Lamaistik

Agama Buddha masuk ke Tibet pada abad kedelapan setelah perkembangan pemikiran sejarah Buddha di India pada tahun 500 sebelum Masehi. Sejak saat itu, pengajaran turun-temurun dilakukan, hal ini adalah salah satu cara bagi penganut Buddha Tibet mengikuti praktik agama seperti pada zaman Buddha Gautama masih hidup.

Pada umumnya orang-orang Tibet lebih menyukai metode pemerintah kependetaan, upacara religius dan rumusan magis. Maka tidak heran bila Lamaisme adalah suatu agama yang memenuhi untuk rakyat Tibet karena tiap-tiap orang menemukan jawaban yang diperlukan ketika mengalami kebingungan dengan berhubungan dengan Dewata sambil mengucapkan kata-kata suci tanpa henti yakni Om Mani Padme Hum. Bagi rakyat Tibet, kata-kata itu merupakan mantra yang berkuasa, suatu rumusan magis yang memberikan jasa ke arah kesempurnaan dan mayoritas para rahib menerima hal ini sebagai suatu simbol yang mereka pegang dengan samar-samar suatu isyarat pencerahan yang mereka

(7)

28

cari dan dalam pencarian ini dipisahkan sebagian kecil dari dan di atas perjuangan insani.

Orang-orang Tibet sangat mempercayai adanya reinkarnasi atau penjelmaan kembali. Dalai Lama yang dalam bahasa Tibet berarti samudera kebijaksanaan dipercayai sebagai inkarnasi Avalokitesvara. Pembahasan mengenai Buddhisme Tibet oleh L.Austine Waddell dalam bukunya The Buddhism of Tibet or Lamaism memaparkan tentang agama Buddha pada awalnya di Tibet dengan cara pemujaan mistik, simbol, dan mitos, serta hubungannya dengan Buddhisme India. Karena masuknya agama Buddha ke Tibet salah satunya berasal dari India. Dari sekte Buddha Mahayana yang berkembang yakni Tantra sampai perubahan dalam Buddisme primitif menuju Lamaisme.

Dalai Lama pertama merupakan titik awal sejarah adanya gelar dan kepercayaan-kepercayaan seputar dalai lama sebagai inkarnasi Avalokitesvara, sedangkan Dalai Lama ke-14 berhubungan dengan modernitas dan kemajuan jaman serta invasi Cina di Tibet. Dalai lama adalah kepala pemerintahan Tibet dan kepala Tibetan Buddhism. Para dalai lama memerintah di Tibet sampai Republik Rakyat China.

Demikian konsep-konsep yang penulis gunakan dalam rangka penelitian terhadap Tari Tibet ini. Kemudian diuraikan landasan teori yang digunakan di dalam penelitian ini.

(8)

29 2.2 Landasan Teori

Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan.

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang akan diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Teori Kinesiologis Struktur Tari dan Musik

Dalam ilmu-ilmu tari, perkembangan kinesiologi terjadi hampir bersamaan dengan perkembangan ilmu induknya yaitu anatomi. Pada tahun 384--322 SM. dimulailah penulisan tentang bekerjanya otot-otot yang diarahkan pada analisis geometrik. Orang yang pertama-tama melakukan penyelidikan adalah Aristoteles yang sekarang dikenal sebagai bapak kinesiologi. Observasi yang dilakukannya menghasilkan ingatan, bahwa hewan yang bergerak mengadakan perubahan letak dengan jalan menekan kakinya pada apa yang diinjak, Ia pula yang pertama-tama mengkaji dan menulis tentang adanya proses yang begitu kompleks pada cara jalan manusia, yang ternyata terdiri atas gerakan berputar (rotasi) yang selanjutnya dirobah menjadi gerak lurus (translatasi). Peranan gaya-berat (gravitasi), hukum gerakan dan pengertian tentang pengumpil mulai dibicarakan. Dari urian di atas

(9)

30

dapat dilihat adanya kenyataan, bahwa seorang pelompat jauh akan dapat melompat lebih jauh lagi dengan membawa beban pada kedua tangannya bila dibandingkan dengan yang tanpa membawa beban. Seorang pelari akan lebih cepat larinya, bila ia mengayunkan lengannya, karena dengan demikian terjadi extensi lengan yang sakan-akan dapat menjadi sandaran terhadap tangan dan pergelangannya.

Pada tahun itu pula Archimedes memberikan andilnya dengan prinsip hidrostatikanya. yang sampai sekarang masih dipakai dalam kinesiologi renang dan perjalanan ruang angkasa.

Setelah itu Galen dalam karangannya “De Motu Musculorum” mengajukan pengertian tentang adanya otot-otot agonis dan antagonis dan mulai pula dipakai kata-kata “diarthrosis” dan “sinarthrosis” pada sistem persendian. Sesudah Galen perkembangan kinesiologi menjadi statis dan baru pada tahun 1452-1519 Leonardo da Vinci membangkitkan kembali dengan memberikan perhatiannya pada struktur tubuh manusia yang dihubungkan dengan penampilan atau peragaannya, dan hubungan antara pusat gravitasi dan keseimbangan tubuh serta pusat tumpuannya.

Alfonco Borelli pada tahun 1608--1679 mulai menggunakan formula matematika untuk memecahkan problema gerakan otot dan mulai mengadakan pembedaan antara berbagai macam kontraksi otot serta mengemukakan dasar-dasar innervasi resiprok. Karena pengkajiannya yang mendalam tentang problema gerakan tadi, maka Feindler (ahli kinesiologi masa kini) menyebutnya sebagai “bapak kinesiologi modern dalam sistem lokomotor.” Konsep Borelli ini

(10)

31

dikembangkan oleh Webers pada tahun 1836. Uraiannya didasarkan atas adanya observasi yang menyatakan bahwa sikap tegak tubuh disebabkan oleh adanya tegangan pada ligament dan hanya sedikit saja atau tidak adanya kerja otot sedangkan pada berjalan atau lari maka gerakan ke depan dari tungkai merupakan ayunan bandul yang disebabkan oleh adanya gravitasi. Keadaan ini menyebabkan gerakan jatuh ke depan dari badan yang selanjutnya disalurkan ke tungkai. Webers pula yang menyatakan, bahwa panjang otot akan berkurang pada waktu kontraksi dan tulang berperan sebagai pengumpil.

Isaac Newton pada tahun 1642--1727 memberikan dasar-dasar dinamika modern yang ternyata sangat penting artinya bagi perkembangan Kinesiologi. Dasar ini tertuang dalam “Hukum Newton.” Mulai tahun 1861--1917 dengan adanya perkembangan teknik fotografi Otto Fischer mengadakan studi eksperimental tentang cara manusia berjalan. Rudolf A.Fick sekitar tahun itu pula meneliti tentang sikap (postur) manusia dan mekanik gerakan sendi.

Kari Culmann 1821--1S81 seorang insinyur Jerman mengadakan analisa yang menghasilkan teori trakyektori untuk arsitektur tulang. Sejalan dengan kemajuan teknologi, maka sejak tahun 1912 telah dipakai alat-alat elektromyograf. cinematograf dan sekarang dengan elektronik stroboskop yang dapat mengambil gambaran dengan kecepatan l juta sekon yang merupakan alat pada dewasa ini yang sewajarnya dipakai dalam pendidikan olahraga. Selain pemakaian alat-alat baru tersebut diatas ternyata terjadi pula perubahan dalam pemikiran tentang bergeraknya manusia. Teori stimulus-respons yang dianut

(11)

32

sebelumnya telah ditinggalkan dan diganti dengan mekanisme servo maupun mekanisme umpan-balik (feedback).

Pada beberapa tahun sesudah Perang Dunia II berakhir, kecuali terlihat adanya perkembangan teknologi mulai terjadi pula adanya pendekatan-pendekatan secara multidisipliner antara ahli-ahli faal. anatomi, psikolog, teknik, seni tari, seni musik, dan lain-lainnya, yang pada akhirnya berhasil membuahkan suatu ilmu baru yang sebetulnya merupakan saudara kembar dari kinesiologi.

2.2.2 Teori Fungsionalisme

Untuk mengkaji fungsi sosiobudaya tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa ini, peneliti menggunakan teori fungsionalisme yang ditawarkan oleh Malinowski. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.

Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya adalah guru besar dalam Ilmu Sastra Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memproleh pendidikan yang kelak memberikannnya suatu karier akademik juga. Tahun 1908 ia lulus

(12)

33

Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman (Koentjaraningrat, 1987:160).

Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu (Malinowski 1944).

Selanjutnya Malinowski (T.O. Ihromi 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi

(13)

34

(melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.

Dari teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski itu, penulis berasumsi bahwa tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa pastilah berfungsi, kalau tidak kegiatan atau lembaga sosiobudaya ini pastilah mati atau menjelma dalam bentuk yang lainnya. Kegiatan sosiobudya tari Tibet ini memainkan peran dalam konteks kesinambungan dan integrasi kebudayaan Tionghoa secara umum.

2.2.3 Teori Semiotik

Dalam membahas makna-makna yang terkandung dalam tari Tibet pada masyarakat etnik Tionghoa, secara lebih mendetail, penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representative. Istilah semiotik sering digunakan dengan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merefer pada ilmu tentangnya. Baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu popular (Endaswara, 2008:64).

(14)

35

Menurut Barthes dalam (Kusumarini, 2006), “denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.”

Barthes adalah penerus pemikiran Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.

Berthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk system sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki pertanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian

(15)

36

berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:912). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (KBBI,2003:912). Jadi, tinjauan pustaka yaitu hasil meninjau, pandangan, pendapat terhadap buku-buku maupun jurnal-jurnal yang sudah diselidiki atau dipelajari sebelumnya.

Skripsi Inovasi Gerak Si Menyon dalam Topeng Benjang menjadi Topeng Rehe Di Ujung Berung Bandung, Jawa Barat (Kiki Yovita, 2012). Dalam penelitian ini membahas tari Topeng Rehe yang merupakan inovasi dari Topeng Benjang; sebuah kesenian yang berasal dari Ujung Berung. Tari Topeng Rehe merupakan tari Jaipongan yang diciptakan oleh seorang penata tari Jaipongan bernama Gondo, di mana dalam proses penciptaannya Ia terinspirasi oleh seni Topeng Benjang yang di dalamnya terdapat tari yang yang menggunakan topeng dengan karakter Menyon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dan lokasi penelitian ini dilakukan di kecamatan Ujung Berung, Bandung. Penelitian ini dilakukan pada bulan november 2011. Penelitian ini berkontribusi dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menitikberatkan pada bentuk pertunjukan.

Skripsi Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat

(16)

37

Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan (Reni Yulyati, 2013). Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan perekaman. Penelitian difokuskan kepada bagaimana pertunjukan tari Galombang yang disajikan pada saat upacara perkawinan masyarakat Minangkabau. Adanya hubungan struktur tari, musik pengiring, dan fungsi sosial yang berhubungan dalam penyajiannya. Dalam proses meneliti gerak tari tersebut, penulis tidak terlalu memfokuskan secara detail pada gerak tari, dalam tulisan penulis menggunakan lambang-lambang umum dan sederhana yang dapat mewakili pola gerak tari Galombang. Penelitian ini berkontribusi menggunakan teori fungsionalisme untuk mengkaji fungsi tari dan struktur dalam sebuah tarian.

Skripsi Fungsi dan Struktur Tari Anak yang Diiringi Musik Sikambang dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah di Kecamatan Sibolga Kota (Evi Nenta Sipahutar, 2012). Penelitian ini membahas sejauh apa fungsi tari Anak dalam kebudayaan, terutama pada upacara adat perkawianan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, serta melihat bagaimana bentuk struktur dari tari Anak tersebut dalam upacara perkawinan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Untuk mengkaji permasalahan diatas menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan kerja lapangan serta kerja laboratorium. Dengan tersedianya data serta narasumber dilokasi penelitian maka akan memungkinka studi ini dilakukan.

Tesis Tortor dalam Pesta Horja pada kehidupan Masyarakat batak Toba: Suatu Kajian Struktur dan Makna (Sannur D.F. Sinaga, 2012). Penelitian ini merupakan bahasan tentang Tortor dalam pesta Horja pada masyarakat Batak

(17)

38

Toba. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada pesta Horja di desa Rahut Bosi, Pangaribuan, Tapanuli Utara. Bentuk penyajian dari gerak Tortor yang meliputi motif gerak dasar, danskrip gerak Tortor, pola lantai maupun busana merupakan pembahasan penulis tentang Tortor dalam pesta Horja tersebut.

Jurnal 浅兰藏族舞蹈 qiǎn tán zàngzú wǔdǎo (周智慧, 2011). Penelitian ini menjelaskan bahwa tari Tibet adalah tarian yang bernyanyi dan menari. Tari Tibet menceritakan tentang sejarah Tibet, lingkungan geografis, pekerjaan, praktik keagamaan, dan faktor lainnya, sehingga pembentukan bentuk tarian yang berbeda dan memiliki pesona tarian yang unik.

Jurnal 兰兰藏族舞蹈的屈伸兰兰韵式 shì lùn zàngzú wǔdǎo de qūshēn chàndòng yùn shì (兰毛措,2012). Jurnal ini menganalisis gerakan tarian Tibet, irama, jenis, dan pelatihan. tarian Tibet menari diantara titik kekuatan lutut dan langkah biasa. Tarian Tibet ini memiliki daya tarik yang unik. Penelitian ini untuk perkembangan kesenian tari dan untuk melestarikannya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

[r]

Dengan terbatasnya alat produksi proses pembuatan Bakso Aci juga berdampak pada tidak terpenuhinya target produksi Bakso Aci (Nursalim et al., 2019). Dari uraian diatas maka

Program Magister Teknik Sipil akan menjamin, bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis dalam penyediaan jasa layanan di bidang Teknik Sipil tersedia

Bila unsur-unsur ini terdapat dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang diperlukan, baik orang, perlengkapan, bahan ataupun produk, mereka hanya akan menambah nilai,

Penelitian dengan judul “Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Obat Generik di Apotek SAIYO FARMA Jombang” ini dilakukan untuk mengetahui

mana anak dapat menghayati cerita, sehingga anak dapat terbawa perasaan dan dapat merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh yang ada dalam cerita bergambar, pemberian motivasi

• Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsia, dan turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas) yang disertai dengan kadar gula darah (diambil secara acak) yang lebih