• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DAN PENGGUNAAN ALAS KAKI DENGAN KEJADIAN ULKUS DIABETIKUM (STUDI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DAN PENGGUNAAN ALAS KAKI DENGAN KEJADIAN ULKUS DIABETIKUM (STUDI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DAN PENGGUNAAN ALAS KAKI DENGAN KEJADIAN ULKUS DIABETIKUM (STUDI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE

2 DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016)

Siti Rohilah Aspia1)

Nurlina, S.KM., M.Kes dan Siti Novianti, S.KM., M.KM 2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi1)

Universitas Siliwangi (siti.rohilah@student.unsil.ac.id)

Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan2) Universitas Siliwangi

ABSTRAK

Ulkus Diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Pencegahan merupakan langkah pertama dalam menyelamatkan kaki diabetisi. Prinsip umum pencegahan masalah kaki diabetisi yaitu memilih alas kaki yang tepat dan nyaman bagi diabetisi untuk menghindari kulit menjadi kasar dan perawatan kaki secara teratur dapat mengurangi penyakit kaki diabetik sebesar 50-60% yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perawatan kaki dan penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan cross

sectional dengan sampel 100 dari 620 populasi. Analisis yang dilakukan yaitu analisis

univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan Uji Chi

Square. Hasil penelitian menunjukkan usia termuda responden adalah 20 tahun dan

usia tertua 80 tahun, responden yang mengalami Ulkus Diabetikum sebesar 36%, responden dengan perawatan kaki tidak baik sebesar 69,4%, responden dengan penggunaan alas kaki tidak tepat 61,1%. Analisis menggunakan chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara perawatan kaki dengan kejadian ulkus diabetikum dengan nilai p ≤ 0,05 (0,000), nilai OR = 8,117 serta ada hubungan antara penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum dengan nilai p ≤ 0,05 (0,001), nilai OR = 4,345. Disarankan kepada RSUD dr. Soekardjo untuk meningkatkan pemberian informasi kepada diabetisi mengenai cara perawatan kaki yang baik dan dalam memilih alas kaki yang tepat untuk digunakan.

Kata Kunci : Perawatan, Alas Kaki, Ulkus Diabetikum Kepustakaan : 55 (1994 - 2015)

(2)

2

RELATIONSHIP BETWEEN FOOT CARE AND FOOT WEAR WITH THE INCIDENT OF DIABETES ULCER (STUDY TO MEDICAL PATIENT OF DIABETES MELITUS

TYPE 2 IN RSUD DR SOEKARDJO TASIKMALAYA 2016)

Siti Rohilah Aspia1)

Nurlina, S.KM., M.Kes dan Siti Novianti, S.KM., M.KM 2) College Student Faculty of Health Majoring Epidemiology1) Siliwangi University Tasikmalaya (siti.rohilah@student.unsil.ac.id)

Lecturer of Majoring Epidemiology Faculty of Health2) Siliwangi University Tasikmalaya (nurlina_arifien@yahoo.com)

ABSTRACT

Diabetes ulcer is one of chronicle complication diabetes melitus, that is fair injury on the surface of the skin that can be accompanied by local tissue death. Preventive is first step to save diabetes’s feet. General principle of preventive problem for diabetes’s is choose proper and comfortable foot wear for diabetes’s feet to keep of skin become rough and foot care on a reguler basis can decrease diabetic feet diseases in the amount of 50-60% which is a affect life’s quality. This study aimed to analyze the relationship between foot care and foot wear with the incident of diabetes ulcer. Survey research methods using analytic metods with cross sectional approach and took 100 from 620 population. Analysis univariate consist of frequency distribution and analysis bivariate by chi square. The results showed the youngest age of respondents was 20 years old and the oldest 80 years of age, respondents who had diabetes ulcer are 36%, respondents who had poor foot care are 69,4%, respondents who usaged of the poor foot wear are 61,1%. Using chi-square analysis showed that there is a relationship between foot care with the incident of diabetes ulcer with p ≤ 0,05 (0,000), OR = 8,117 and there is a relationship between foot wear with the incident of diabetes ulcer with p ≤ 0,05 (0,001), OR = 4,345. Suggested to the RSUD dr. Soekardjo to improve giving information to diabetes’s patient about how to do foot care good and choosing foot wear which will be used.

Key Words : Foot Care, Foot Wear, Diabetic Ulcer Reference : 55 (1994 – 2015)

(3)

3 1. PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik

kematian di dunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular. Sedangkan angka kesakitan diabetes melitus pada tahun 2000 telah mencapai 171 juta di dunia dan diperkirakan akan mencapai 366 juta pada tahun 2030 (WHO, 2000). Diabetes melitus menduduki peringkat ke 7 dari total kematian penyakit tidak menular. Peningkatan kasus ini akan melebihi 40% di negara maju dan 170% di negara berkembang (WHO, 2005). WHO menyatakan bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah kasus diabetes melitus sebanyak 12,4 juta jiwa pada tahun 2025, naik dua tingkat dibanding tahun 1995 (Rosyid, 2010).

Angka kejadian diabetes melitus pada tahun 2013, menunjukkan penderita diabetes melitus akan meningkat sebanyak 592 juta dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, dan 5,1 juta orang meninggal karena penyakit ini. Dari pasien yang terkena diabetes melitus, 80% pasien berada di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Indonesia menempati peringkat ke 7 terbesar dengan angka kejadian diabetes melitus sebanyak 8,5 juta orang pada 2013 (International Diabetic Federation, 2013).

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (PERKENI, 2006). Hiperglikemi terjadi apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg% dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi, pernafasan kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma (Soewondo, 2006). Black and Hawks (2009) juga menjelaskan bahwa hiperglikemi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, bisa memperburuk kondisi kaki diabetes yang memungkinkan meningkatnya risiko ulkus diabetikum.

Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi DM yang paling serius dan melumpuhkan. Ulkus Diabetikum adalah penyebab paling umum amputasi kaki nontraumatik di seluruh dunia. Penderita diabetes dari 15 sampai 20 kali lebih mungkin memerlukan amputasi daripada mereka yang tidak menderita DM. Berdasarkan data dari National Diabetes Fact Sheet (2011), sekitar 60-70% diabetes mengalami komplikasi neuropati tingkat ringan sampai berat, yang akan berakibat pada hilangnya sensori dan kerusakan ekstremitas bawah. Menurut data dari WHO (2008) menyebutkan bahwa amputasi tungkai terjadi 10 kali lebih

(4)

4

banyak pada diabetisi dibandingkan non diabetisi. Hampir 14-24% pasien dengan ulkus diabetikum memerlukan amputasi, yang berarti bahwa setiap 30 detik ekstremitas bawah seseorang hilang karena diabetes. The Global Lower Extremity

Amputation Study Group memperkirakan bahwa 25-90% dari semua amputasi

dikaitkan dengan diabetes.

American Diabetes Assosiation (ADA) memperkirakan bahwa amputasi

kaki ulkus akan terus meningkat. Sebanyak 15% orang dengan DM akan mengalami ulkus selama hidup mereka dan 24% orang dengan ulkus kaki akan memerlukan amputasi (Lott et al., 2012). Saat ini, prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar 15% dari penderita DM (Waspadji, 2007). Di Indonesia sendiri, menurut data dari Perkumpulan endokrin Indonesi (PERKENI) (2009), di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, hampir 70% dari pasien DM dirawat dengan diagnosis ulkus kaki diabetikum. Berdasarkan data dari bagian rekam medis RSUD dr. Soekardjo tercatat jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2014 sebanyak 580 kasus (RSUD dr. Soekardjo, 2014). Pada tahun 2015, mengalami kenaikan sebesar 6,4% dengan jumlah 620 kasus (RSUD dr. Soekardjo, 2015). Dengan prevalensi penderita diabetes melitus yang mengalami ulkus diabetikum pada tahun 2015 sebanyak 15% dari penderita diabetes melitus.

Brookes dan O’Leaary (2006) menyebutkan bahwa pencegahan merupakan langkah pertama dalam menyelamatkan kaki diabetisi. Prinsip umum pencegahan masalah kaki diabetisi diuraikan oleh Day (2001) antara lain dengan mengontrol kadar gula darah dan menghindari rokok. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah ke kaki dan tungkai, menganjurkan untuk memilih alas kaki yang tepat dan nyaman bagi diabetisi untuk menghindari kulit menjadi kasar. Teknik pencegahan lainnya antara lain menjaga kelembaban kaki, membasuh kaki dan mengeringkannya dengan tepat, memotong kuku dilakukan saat kuku lembab dan tidak terlalu pendek, dan memeriksa kaki sendiri dengan menggunakan cermin untuk melihat adanya luka pada tungkai.

Menurut The Centers for Disease Control and Prevention (2009) bahwa perawatan kaki secara teratur dapat mengurangi penyakit kaki diabetik sebesar 50-60% yang mempengaruhi kualitas hidup. Kemauan melakukan perawatan kaki diabetik penderita harus mempunyai niat tinggi karena perawatan kaki diabetik ini harus dilakukan secara teratur jika ingin benar-benar mendapatkan kualitas hidup yang baik. Pemeriksaan dan perawatan kaki diabetes merupakan semua aktivitas

(5)

5

khusus yang dilakukan individu yang berisiko sebagai upaya dalam mencegah timbulnya ulkus diabetikum.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sepuluh pasien diabetes melitus tipe II yang berobat jalan di RSUD dr. Soekardjo, diantaranya tiga orang responden mengalami ulkus diabetikum dan tujuh orang responden tidak mengalami ulkus diabetikum. Dua orang responden mengaku merasakan kesemutan, kram kaki seperti kesetrum namun tidak pernah melakukan perawatan pada saat keluhan itu muncul dan membiarkannya hingga keluhan hilang, tiga orang responden merasakan pegal di kaki, kulit kaki terasa dingin selalu melakukan perawatan kaki seperti memijat kaki, menggunakan alas kaki dan mencuci kaki dengan air hangat, tiga orang responden merasakan kaki lemah sulit untuk berjalan, panas di kaki namun tidak melakukan perawatan kaki dan tidak menggunakan alas kaki, dan dua orang pasien tidak merasakan keluhan pada kaki tetapi selalu menggunakan alas kaki, rajin mencuci kaki, mengeringkan kaki setelah dicuci dan menggunakan pelembab kaki.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perawatan kaki dan penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 sebanyak 620 orang di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang menjalani perawatan di RSUD dr. Soekardjo sebanyak 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Convenience sampling (Accidental sampling). Instrument penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis Bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis Univariat

Analisis univariat menggambarkan subjek penelitian serta memberikan gambaran dari frekuensi variabel-variabel yang diteliti.

(6)

6 a. Karakteristik Responden

Berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi, didapatkan 100 orang responden yang memenuhi kriteria. Jumlah responden tersebut merupakan pasien diabetes melitus tipe II di RSUD dr. Soekardjo.

1) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II

Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya tahun 2016

Statistik Frekuensi Max 80 Min 20 Mean 57,19 Median 58,00 Std. Deviasi 11,355

Berdasarkan Tabel 3.1 diketahui bahwa responden yang berumur paling muda adalah umur 20 tahun, responden yang berumur paling tua adalah umur 80 tahun, rata-rata umur responden adalah 57,19 tahun.

2) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya tahun 2016

No Jenis Kelamin Frekuensi N Persentase (%) 1 Laki-Laki 40 40,0 2 Perempuan 60 60,0 Jumlah 100 100.0

Berdasarkan Tabel 3.2 diketahui bahwa responden perempuan lebih banyak yaitu 60 orang responden (60,0%), dibandingkan responden laki-laki yaitu 40 orang responden (40,0%).

(7)

7

3) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Menderita Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama menderita DM dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Menderita DM Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II

Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya tahun 2016

No Lama Menderita DM Frekuensi N Persentase (%) 1 <10 tahun 73 73,0 2 ≥10 tahun 27 27,0 Jumlah 100 100.0

Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui bahwa responden yang menderita DM <10 tahun lebih banyak yaitu 73 orang responden (73,0%) dibandingkan dengan responden yang menderita DM ≥10 tahun yaitu 27 orang responden (27,0%).

b. Variabel Penelitian

1) Variabel Tingkat Perawatan Kaki

Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner mengenai perawatan kaki yang dilakukan responden dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016

No Perawatan Kaki

Frekuensi Ya Tidak

N % N %

1 Memeriksa kaki setiap hari 58 58 42 42 2 Mencuci kaki menggunakan air bersih 84 84 16 16 3 Mencuci kaki menggunakan air bersih

yang hangat 32 32 68 68

4. Mencuci kaki menggunakan sabun 75 75 25 25 5 Mengeringkan kaki sampai sela jari-jari

kaki 40 40 60 60

6 Menggunakan lotion/pelembab 40 40 60 60 7 Menggunakan lotion/pelembab di seluruh

permukaan atas dan bawah kaki 21 21 79 79 8 Memotong kuku setelah mandi 48 48 52 52 9 Memotong kuku tidak terlalu pendek 83 83 17 17 10 Memotong kuku sejajar dengan ujung jari

dan lurus 78 78 22 22

(8)

8

12 Menggerakkan sendi kaki 46 46 54 54

13 Memeriksakan kaki atau kakinya diperiksa

dokter/perawat 24 24 76 76

Berdasarkan Tabel 3.4 diketahui bahwa perawatan kaki yang tidak dilakukan oleh >50% responden yaitu 68% responden mencuci kaki menggunakan air bersih yang hangat, 60% responden mengeringkan kaki sampai sela jari-jari kaki, 60% responden menggunakan lotion/pelembab, 79% responden menggunakan lotion/pelembab di seluruh permukaan atas dan bawah kaki, 52% responden memotong kuku setelah mandi, 52% responden tidak menyilangkan kaki ketika duduk, 54% responden menggerakkan sendi kaki dan 76% responden memeriksakan kaki atau kakinya diperiksa dokter/perawat. Sedangkan perawatan kaki yang dilakukan oleh >50% responden yaitu 58% responden memeriksa kaki setiap hari, 84% responden mencuci kaki menggunakan air bersih, 75% responden mencuci kaki menggunakan sabun, 83% responden memotong kuku tidak terlalu pendek, 78% responden memotong kuku sejajar dengan ujung jari dan lurus.

Pengelompokan perawatan kaki responden berdasarkan kriteria dari Sihombing (2009), didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II

Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016

No Kategori Perawatan Kaki Frekuensi

N Persentase (%)

1 Perawatan Kaki Baik 61 61

2 Perawatan Kaki Tidak Baik 39 39

Jumlah 100 100

Berdasarkan Tabel 3.5 diketahui bahwa jumlah responden yang perawatan kaki baik sebanyak 61 orang responden (61%) dan responden yang perawatan kaki tidak baik sebanyak 39 orang responden (39%).

(9)

9

2) Variabel Tingkat Penggunaan Alas Kaki

Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner mengenai penggunaan alas kaki yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penggunaan Alas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II

Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016

No Penggunaan Alas Kaki

Frekuensi

Ya Tidak

N % N %

1 Berjalan menggunakan alas kaki 88 88 12 12 2 Alas kaki masih dapat menggerakkan

ujung jari kaki 68 68 32 32

3 Menggunakkan alas kaki yang tertutup 30 30 70 70 4. Membersihkan bagian dalam terhadap

benda-benda asing 71 71 29 29

5 Menggunakan alas kaki pada area yang

panas 68 68 32 32

6 Menggunakan alas kaki yang rata tanpa

hak 44 44 56 56

7 Menggunakan kaos kaki berbahan

wol/katun 62 62 38 38

8 Menggunakan kaos kaki yang kering dan

menyerap keringat 52 52 48 48

9 Mengganti kaos kaki setiap hari 19 19 81 81 10 Melepas/mengganti alas kaki/kaos kaki

jika basah 73 73 27 27

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa penggunaan alas kaki yang tidak digunakan oleh >50% responden yaitu 70% responden menggunakan alas kaki yang tertutup, 56% responden menggunakan alas kaki yang rata tanpa hak, 81% responden mengganti kaos kaki setiap hari. Penggunaan alas kaki yang digunakan oleh >50% responden yaitu 88% responden berjalan menggunakan alas kaki, 68% responden menggunakan alas kaki yang masih dapat menggerakkan ujung jari kaki, 71% responden membersihkan bagian dalam terhadap benda-benda asing, 68% responden menggunakan alas kaki pada area yang panas, 62% responden menggunakan kaos kaki berbahan wol/katun, 52% responden menggunakan kaos kaki yang kering dan menyerap keringat, dan 73% responden melepas/mengganti alas kaki/kaos kaki jika basah.

(10)

10

Pengelompokan penggunaan alas kaki responden berdasarkan kriteria dari Sihombing (2009), didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Penggunaan Alas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II

Di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016

No Kategori Penggunaan Alas Kaki Frekuensi

N (%)

1 Penggunaan Alas Kaki yang Tepat 61 61 2 Penggunaan Alas Kaki yang Tidak Tepat 39 39

Jumlah 100 100

Berdasarkan Tabel 3.7 diketahui bahwa jumlah responden dalam penggunaan alas kaki yang tepat sebanyak 61 orang responden (61%) dan responden dalam penggunaan alas kaki yang tidak tepat sebanyak 39 orang responden (39%).

3) Variabel Kejadian Ulkus Diabetikum

Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner mengenai kejadian ulkus diabetikum, dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di

RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016 No Kejadian Ulkus Diabetikum Frekuensi N Persentase (%) 1 Ulkus Diabetikum 36 36

2 Tidak Ulkus Diabetikum 64 64

Jumlah 100 100

Berdasarkan Tabel 3.8 diketahui bahwa responden yang mengalami Ulkus Diabetikum sebanyak 36 orang responden (36%) dan responden yang tidak mengalami Ulkus Diabetikum sebanyak 64 orang responden (64%).

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yaitu hubungan perawatan kaki dan penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum. Hubungan antara Perawatan Kaki dengan kejadian Ulkus Diabetikum diuraikan dalam Tabel 3.9.

(11)

11

Tabel 3.9 Hubungan Perawatan Kaki dengan Kejadian Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD dr. Soekardjo Kota

Tasikmalaya Tahun 2016 No Kategori Perawatan Kaki Ulkus Diabetikum Total p OR 95% CI Ya Tidak N % N % N % 1 Perawatan Kaki Tidak Baik 25 69,4 14 21,9 39 39 0,000 8,117 2 Perawatan Kaki Baik 11 30,6 50 78,1 61 61 Jumlah 36 100 64 100 100 100

Berdasarkan Tabel 3.9 dapat diketahui bahwa responden yang melakukan perawatan kaki tidak baik, lebih banyak yang mengalami ulkus diabetikum (69,4%), dibandingkan yang tidak mengalami ulkus diabetikum (21,9%). Pada responden yang melakukan perawatan kaki baik, lebih banyak yang tidak mengalami ulkus diabetikum (78,1%), dibandingkan yang mengalami ulkus diabetikum (30,6%).

Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,000 (p ≤ 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara perawatan kaki dengan kejadian ulkus diabetikum. Nilai OR=8,117 yang berarti responden yang perawatan kaki yang tidak baik memiliki risiko 8,117 kali mengalami ulkus diabetikum dibandingkan responden yang perawatan kaki yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian dari 352 responden diabetes, 30,1% memiliki pengetahuan baik tentang perawatan kaki dan 10,2% memiliki praktik yang baik dalam perawatan kaki. Mayoritas 78,4% dari 352 responden praktek perawatan kaki buruk, karena memiliki pengetahuan kurang tentang perawatan kaki (Desalu, dkk, 2011). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013) di RSUD dr. Moewardi menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna perawatan kaki yang tidak rutin dengan kejadian ulkus diabetikum dengan OR= 12,936 yang berarti perawatan kaki tidak rutin pada responden memiliki kemungkinan 12, 936 kali terjadi ulkus diabetikum. Berdasarkan penelitian yang lain, lima dari enam responden berkembang menjadi ulkus yang memiliki riwayat ulkus sebelumnya. Setelah dilakukan program perawatan kaki yang baik. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan, yaitu ulkus diabetikum ditemukan lebih banyak pada responden yang perawatan kaki tidak baik.

(12)

12

Hasil analisis bivariat yang dilakukan oleh Hastuti (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perawatan kaki dengan kejadian ulkus diabetikum (p= 0,001) dan perawatan kaki buruk merupakan faktor risiko untuk terjadinya ulkus diabetikum (OR= 7,2) yang artinya bahwa perawatan kaki buruk mempunyai risiko terjadi ulkus diabetikum sebesar 7,2 kali dibandingkan dengan yang perawatan kaki baik.

Kemampuan perawatan kaki yang baik mampu dilakukan oleh orang dewasa, dimana usia dewasa menurut WHO >18 tahun. Perawatan kaki yang buruk pada diabetisi akan mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, diantaranya amputasi kaki. American Diabetes Association merekomendasikan pemeriksaan kaki tahunan oleh tenaga kesehatan dan pemeriksaan kaki harian oleh diabetisi atau keluarganya. Tindakan awal ini bisa mencegah dan mengurangi sebesar 50% dari seluruh amputasi yang disebabkan diabetes (Rowland, 2009).

Hubungan antara Penggunaan Alas Kaki dengan kejadian Ulkus Diabetikum diuraikan dalam Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Hubungan Penggunaan Alas Kaki dengan Kejadian Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya

Tahun 2016 No Kategori Penggunaan Alas Kaki Ulkus Diabetikum Total P OR 95% CI Ya Tidak N % N % N % 1 Penggunaan Alas Kaki yang Tidak Tepat

22 61,1 17 26,6 39 39

0.001 4,345 2 Penggunaan Alas

Kaki yang Tepat 14 38,9 47 73,4 61 61

Jumlah 36 100 64 100 100 100

Berdasarkan Tabel 3.10 dapat diketahui bahwa responden yang menggunakan alas kaki tidak tepat lebih banyak yang mengalami ulkus diabetikum (61,1%), dibandingkan yang tidak mengalami ulkus diabetikum (26,6%). Pada responden yang menggunakan alas kaki tepat, lebih banyak yang tidak mengalami ulkus diabetikum (73,4%), dibandingkan yang mengalami ulkus diabetikum (38,9%).

Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,001 (p ≤ 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum. Nilai OR=4,345 yang

(13)

13

berarti responden yang penggunaan alas kaki tidak tepat memiliki risiko 4,345 kali mengalami ulkus diabetikum dibandingkan responden yang penggunaan alas kaki tepat.

Hasil analisis bivariat yang dilakukan oleh Hastuti (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum (p= 0,013) dan penggunaan alas kaki tidak tepat merupakan faktor risiko untuk terjadinya ulkus diabetikum (OR= 6,2) yang artinya bahwa penggunaan alas kaki tidka tepat mempunyai risiko terjadi ulkus diabetikum sebesar 6,2 kali dibandingkan dengan yang penggunaan alas kaki yang tepat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gayle (2002) tentang tekanan pada kaki karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetikum 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat. Hasil kedua penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang penulis lakukan, yaitu ulkus diabetikum ditemukan lebih banyak pada responden yang penggunaan alas kaki tidak tepat.

Day (2001) menganjurkan untuk memilih alas kaki yang tepat dan nyaman bagi diabetisi untuk menghindari kulit menjadi kasar. Seibel (2009) menjelaskan bahwa diabetisi tidak diperbolehkan bertelanjang kaki saat bepergian. Sepatu yang dianjurkan adalah sepatu tanpa “hak” tinggi, menampakkan jari-jari dan tumit. Saat membeli sepatu baru, harus mencoba terlebih dahulu dengan menggunakan kaos kaki yang biasa dipakai dan pemakaian sepatu harus dilakukan secara bertahap. Sepatu baru disarankan tidak dipakai secara terus-menerus sampai lebih dari satu jam. Hal ini untuk melihat apakah sepatu tersebut nyaman dan sesuai dengan kaki diabetes. Penggunaan kaos kaki dianjurkan yang tidak ketat dan dari bahan yang mampu menyerap keringat dengan baik (katun atau wool).

4. Simpulan

a. Responden yang melakukan perawatan kaki tidak baik sebanyak 69,4% dan responden yang menggunakan alas kaki tidak tepat sebanyak 61,1%.

b. Responden yang mengalami Ulkus Diabetikum sebanyak 36 orang responden (36%).

(14)

14

d. Ada hubungan antara penggunaan alas kaki dengan kejadian ulkus diabetikum.

5. Saran

a. Bagi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya

Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) bahwa pentingnya sikap preventif dalam mencegah terjadinya ulkus diabetikum agar tumbuhnya kesadaran dalam diri diabetisi untuk lebih peka terhadap resiko yang mungkin bisa terjadi apabila tidak melakukan perawatan kaki dengan baik dan menggunakan alas kaki yang tepat, baik secara langsung melalui face to face antara diabetisi dengan petugas kesehatan ataupun tidak langsung melalui media yang lebih interaktif misalnya video yang berbentuk audio visual, bisa bekerjasama dengan stasiun televisi lokal sebagai media partner maupun diputar di RSUD dr. Soekardjo itu sendiri.

b. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan cara meneliti varibel lain yang merupakan faktor risiko dalam terjadinya ulkus diabetikum.

DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M & Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing Clinical Management For

Positive Outcomes (8thed). Singapore: Elsevier Pte Ltd

Brookes, S., O Leary, B. 2006. Feet First: A Guide To Diabetes Foot Services. British Journal of Nursing

Day, J.L. 2001. Living with Diabetes: The Diabetes UK Guide For Those Treated With

Diet and Tablets. London: WILEY

Desalu O. O, Salawu F.K, Jimoh A. K, Adekoya A. O, Busari O. A, Olokoba A. B. 2011.

Diabetic Foot Care : Self Reported Knowledge and Practice Among Patients Attending Three Tertiary Hospital In Nigeria. Ghana Medical Jurnal.

Gayle ER. Footwear used by individuals with diabetes and a history of foot ulcer, Departments of Health Services, Joslin Diabetes Center at Swedish Medical Center, Seattle, 2002.

Hastuti Tri, Rini. 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes

Melitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Program Studi Magister

Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, PhD

Thesis. Diakses pada tanggal 25 Mei 2016/

(15)

15

International Diabetic Federation. (2013). Executive Summary. 1-16 National Diabetes Facts Sheet. 2011. Fast Facts on Diabetes

PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia

PERKENI. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta: PB, PERKENI Rowland, K. 2009. Wound Healing Perspectives: Diabetic Foot Ulcers. National

Healing Coorporation, 6:(4)

Sihombing, Dhora, dkk. 2009. Gambaran Perawatan Kaki dan Sensasi Sensorik Kaki

Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik DM RSUD. Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Padjadjaran. Bandung

Soewondo P. 2006. Ketoasidosis Diabetik Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit

Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI. Jakarta.

Purwanti, Okti Sri. 2012. Hubungan Faktor Risiko Neuropati Dengan Kejadian Ulkus

Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Moewardi Surakarta, Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Subekti I. 2006. Neuropati Diabetik. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta

Waspadji, S. 2007. Diabetes Melitus di Indonesia, Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Gambar

Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur  Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan  Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II  Di RSUD dr
Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan  Tingkat Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan  Penggunaan Alas Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat MQ/ Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono 10 mengakui/ nasib para petani di DIY umumnya masih memprihatinkan// Pernyataan etrsebut/ disampaikan Sutan/

sebagainya agar menjadi warga negara yang memahami, mampu menyikapi, dan berprilaku sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Keberhasilan proses

〔商法二〇五〕手形取得後の所持人による裏書抹消と裏書の連続大 阪地裁昭和四九年一月三〇日判決 高鳥, 正夫Takatori, Masao 商法研究会Shoho

2 Perasaan dalam arti sempit: suatu rasa yang berkaitan dengan situasi konfrontasi antara harga diri dengan harga yang lain, sehingga menimbulkan nilai yang berbeda-buda rasanya bagi

“Analisis Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Masinis dan Asisten Masinis, dengan Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi sebagai

Kedua Ketetapan pemenang ini dibuat dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam pengadaan Barang/Jasa. Ditetapkan di

47 Ibid, hlm 28.. karena metode iniah yang disepakati untuk diterapkan sebagai metode prioritas guna menyelesaikan yang muncul dalam LBM. Metode ini adalah suatu cara

Pengamatan gambaran histologis dan penelitian morfometrik menunjukkan bahwa gambaran mitosis pada tumor phyllodes cenderung dijumpai pada stroma yang dekat dengan