ERLANK BAGJAVICENNA
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
2
ABSTRAK
ERLANK BAGJAVICENNA. Potensi Propolis Lebah Trigona spp Sebagai
Bahan Antimikrob Ketombe. Dibimbing oleh AE ZAINAL HASAN dan I MADE
ARTIKA.
Ketombe merupakan masalah pada rambut dan kulit kepala yang membuat
lebih dari 85% pria dan wanita menjadi kurang percaya diri. Gejala umumnya
adalah adanya sisik-sisik putih pada kulit kepala, gatal, dan bisa juga disertai
kerontokan rambut. Ketombe dapat diperparah dengan adanya
mikroorganisme-mikrorganisme di rambut secara berlebihan.
Produk sampo yang digunakan untuk
mengatasi ketombe biasanya mengandung bahan-bahan seperti asam salisilat, coal
tar, zinc pyrithione, selenium sulfida, ketokonazol dan belerang.
Bahan-bahan
tersebut hanya dapat mengatasi gejala-gejala dari ketombe, tetapi tidak mengatasi
penyebab ketombe. Bahan alami alternatif yang diduga berfungsi sebagai
antimikrob ketombe adalah propolis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
adanya aktivitas propolis sebagai antimikrob ketombe dan menentukan
konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM).
Hasil isolasi mikrob penyebab ketombe yakni membentuk koloni mikrob
yang beragam dengan morfologi menyerupai anggur, bulat serta berwarna putih
kekuningan. Nilai KHTM yang diperoleh sebesar 6.25% ekstrak propolis terhadap
isolat mikrob ketombe. Konsentrasi 6.25% dapat dijadikan dosis bahan alternatif
antiketombe pada sampo. Keefektifan ekstrak propolis lebih besar terhadap
ketokonazol. Efektifitas ekstrak propolis asal Bukittinggi terhadap propolis merk
X sebesar 99,59% dan ketokonazol 2% sebesar 223,52%.
ABSTRACT
ERLANK BAGJAVICENNA. Potency of Trigona spp Propolis as an
Antimicrobial of Dandruff. Under the direction of AE ZAINAL HASAN and I
MADE ARTIKA.
Dandruff is one of the major hair problems that caused by the existence of
several microbes. More than 85% men and women had low self-esteem because
of hair and scalps problems. Nowadays, antidandruff shampoo, consist of salisilic
acid, coal tar, zinc pyrithione, selenium sulfide, and sulfur, can only overcome the
dandruff symptoms, but not the causes. Therefore, it is important to find another
substance to substitute chemical compound as an antimicrobial. The natural
antimicrobial substances having a good potential is propolis The aim of this study
is to determine the antimicrobial activity of Bukittinggi propolis against dandruff
microbes and to evaluate the minimum inhibitory concentration of propolis extract
against dandruff microbes.
Antimicrobial activity was determined by disk diffusion assay and plate
count method. The result of this study shows that minimum inhibitory
concentration of propolis extract against isolates of dandruff microbes were up to
6.25%. This concentration can be made as an alternate dose of antidandruff
compound for shampoo. The effect of Bukittinggi propolis extract against
propolis merck X were up to 99.59% and ketoconazole 2% 223,52%.
4
POTENSI PROPOLIS LEBAH Trigona spp SEBAGAI BAHAN
ANTIMIKROB KETOMBE
ERLANK BAGJAVICENNA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Skripsi : Potensi Propolis Lebah Trigona spp Sebagai Bahan Antimikrob
Ketombe
Nama
: Erlank Bagjavicenna
NIM
: G44103009
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. H.A.E. Zainal Hasan, M.Si Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. drh. Hasim, DEA
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
6
PRAKATA
Penulis bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat anugerah-Nya
hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Potensi Propolis
Lebah Trigona spp Sebagai Bahan Antimikrob Ketombe. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Februari 2008 hingga Juni 2008 di Laboratorium Pusat
Studi Biofarmaka. Penelitian ini terlaksana berkat bantuan dana dari Ir. H.A.E.
Zainal Hasan, M.Si dan Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc sebagai bagian dari
proyek penelitian tentang eksplorasi bahan alam antibiotika (propolis).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. H.A.E. Zainal Hasan, M.Si dan
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc atas bimbingan, pengarahan dan saran-saran
yang diberikan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada pak Amin atas
ekstrak propolisnya. Penulis sampaikan terimakasih pula kepada Mba Nunuk,
Mba Ina, Hendy serta Antonio atas semua bantuannya di laboratorium.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Metty dan Henry sebagai
rekan kerja yang banyak membantu dalam kegiatan penelitian. Terima kasih
untuk Adi dan Syamsul atas bantuan, saran dan dukungannya. Ucapan khusus
untuk sahabat-sahabatku tersayang (Gilang, Aried, Andhika dan Willy) yang
selalu memberikan semangat dan ketulusan hatinya. Kepada teman-teman
seperjuangan di lab (Wurian, Sandy, Irma, Faiz, dan Nandha) terima kasih atas
kebersamaannya selama penelitian dan tidak lupa kepada teman-teman biokimia
40 atas kehangatan dan kekompakannya.
Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang
tua, kakak dan adik tercinta atas perhatian, kasih sayang dan doanya. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang biokimia
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sorong, Papua pada tanggal 9 Agustus 1985 dari
ayahanda Endang Warsono, BA dan ibunda Asifa Hayani. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1
Sorong dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik
Lapangan di Laboratorium Bioteknologi, Balai Besar Riset Pengolahan Produk
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRPPBKP) Jakarta selama periode
Juli sampai dengan September 2006 dengan judul Isolasi dan Pemotongan Parsial
DNA Genomik dari Mikrob Bunga Karang yang Tidak Dikultur Disamping itu
penulis aktif menjadi pengurus HIMPRO Biokimia, Community of Research and
Education in Biochemistry (CREBs), pada Departemen Informasi, Komunikasi
dan Kesekretariatan periode 2005/2006. Penulis juga aktif sebagai komti biokimia
angkatan 40 periode 2003/2004.
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Trigona spp ... 1
Propolis... 2
Ketombe ... 2
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 3
Metode Penelitian ... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mikrob penyebab ketombe ... 4
Efektifitas penghambatan ekstrak propolis terhadap mikrob ketombe ... 5
Nilai Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ... 6
Jumlah koloni ... 7
SIMPULAN DAN SARAN ... 7
DAFTAR PUSTAKA ... 7
LAMPIRAN ... 9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Lebah Trigona spp ... 2
2 Sarang lebah Trigona spp... 2
3 Kulit kepala yang mengalami ketombe ... 3
4 Kultur dari mikrob ketombe yang berhasil di isolasi ... 5
5 Diagram Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ... 6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tahapan penelitian... 10
2 Efektifitas antimikrob ekstrak propolis... 10
3 Hasil pengukuran zona bening ... 10
4 ANOVA diameter zona bening ... 11
5 Analisis uji Duncan zona bening ... 11
6 Diameter zona bening isolat mikrob ketombe... 11
PENDAHULUAN
Rambut adalah mahkota yang sangat penting bagi penampilan dan kesehatan. Lebih dari 85% pria dan wanita menjadi kurang percaya diri karena masalah rambut dan kulit kepala. Salah satu penyebabnya adalah ketombe yang selalu menjadi masalah penting pada rambut. Ketombe banyak terdapat pada penduduk yang bermukim di daerah beriklim tropis, suhu tinggi dan udara lembab. Penyakit ini biasanya menyerang orang dengan kulit kepala yang berminyak. Gejala umumnya adalah adanya sisik-sisik putih pada kulit kepala, gatal, dan bisa juga disertai kerontokan rambut. Gejala kelainan yang muncul dapat bervariasi antar individu. Ketombe dapat diperparah dengan adanya mikroorganisme-mikrorganisme di rambut secara berlebihan.
Kini banyak sediaan krim, lotion, dan sampoo di pasaran untuk membasmi ketombe. Produk-produk sampo yang digunakan untuk mengatasi ketombe biasanya mengandung asam salisilat, coal tar, zinc pyrithione, selenium sulfida, ketokonazol dan belerang. Walaupun sebagian digolongkan sebagai obat yang dijual bebas dan sebagian digolongkan sebagai kosmetik, produk-produk tersebut hanya dapat mengatasi gejala-gejala dari ketombe, tetapi tidak mengatasi penyebab ketombe.
Penggunaan bahan alternatif lain sebagai antiketombe dalam sampo sudah banyak dilakukan. Walaupun demikian, perlu dilakukan dengan mencari bahan alami yang memiliki potensi sebagai antiketombe dalam sampo dan tidak memiliki efek samping. Efektifitas ekstrak tanaman-tanaman seperti daun sirih, daun ubi, dan seledri dilaporkan memiliki aktivitas antiketombe yang hampir sama dengan bahan-bahan kimia penghambat ketombe yang terdapat pada sampo (Puspitasari 2001). Bahan alami alternatif yang diduga berfungsi sebagai antimikrob ketombe adalah propolis. Dugaan ini berdasar pada beberapa penemuan, bahwa propolis bersifat antimikrob. Propolis merupakan salah satu produk alami dari lebah yang memiliki banyak manfaat.
Pengujian aktivitas antimikrob yang dilakukan propolis terhadap isolat mikrob penyebab ketombe merupakan suatu langkah yang kongkrit dalam usaha pencarian alternatif bahan antiketombe, yang berguna untuk mengurangi penggunaan antimikrob sintetik kimia yang memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan kepala dan rambut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas propolis sebagai antimikrob ketombe dan menentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM). Hipotesis penelitian adalah propolis dari lebah Trigona spp memiliki aktifitas antimikrob penyebab ketombe. Manfaat penelitian adalah memperluas nilai guna propolis sebagai bahan alternatif antimikrob ketombe dan memberikan nilai ilmiah sebagai bahan alternative sampo antiketombe.
TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Trigona spp
Lebah madu Trigona spp atau klanceng (Gamabr 1) merupakan salah satu serangga sosial yang hidup berkelompok membentuk koloni. Salah satu koloni lebah ini berjumlah 300 sampai 80000 lebah. Trigona spp banyak ditemukan hidup di daerah tropis dan subtropis, ditemukan di Amerika bagian selatan, dan Asia Selatan. Trigona spp diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona, dan spesies Trigona spp (Free 1982).
Trigona spp lebih banyak mencari makan pada pagi hari dibandingkan dengan sore hari. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Ukuran tubuh juga mempengaruhi jarak terbang lebah mencari makanan. Makin besar tubuh lebah, maka makin jauh jarak terbangnya. Trigona spp dengan ukuran 5 mm mempunyai jarak terbang sekitar 600 m (Nelli 2004). Lebah Trigona spp memiliki jumlah madu yang lebih sedikit dan lebih sulit diekstrak, namun jumlah propolis yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan lebah jenis lain (Singh 1962).
Trigona spp membuat sarang di dalam lubang-lubang pohon, celah-celah dinding atau lubang bambu di dalam rumah, tidak suka berpindah-pindah tempat karena lebah betinanya sangat gemuk dan tidak pandai terbang. Klanceng dipelihara masyarakat secara terbatas dengan menyiapkan batang- batang bambu yang di belah lalu diikat
kembali dengan tali.Sarang Trigona dibagun dari campuran lilin dan resin. Di dalam sarang terdapat sel-sel tetesan yang dilindungi oleh selubung yang lembut yang disebut involucrum. Trigona yang lebih primitif, membangun sarang yang lebih sederhana. Pot-pot ferikal untuk menyimpan madu dan pipa-pipa yang kaya lilin untuk menyimpan polen. Kadang-kadang madu dan polen disimpan pada pot yang sama. (Free 1982).
Salah satu sifat lebah madu yang memungkinkannya bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda adalah kemampuannya mengatur temperatur di dalam sarang. Oleh karena itu, lebah membuat sarang yang terlindung, volume ruang yang cukup, arah pintu dan pemanfaatan ruang yang apik. Koloni lebah lebih suka memilih ruangan dengan pintu masuk mengarah ke selatan, lubang kurang dari 60 cm dan terletak di dasar ruangan. Lubang-lubang kecil pada sarang akan ditutup dengan propolis.
Propolis
Propolis berasal dari resin yang dikumpulkan oleh lebah pekerja khusus yang tugasnya mencari resin dari daun yang baru tumbuh dan bagian kulit batang pohon tertentu. Oleh lebah pekerja di sarang resin tersebut dicampur sedikit dengan lilin lebah, madu dan enzim sebelum akhirnya menjadi propolis. Propolis adalah sejenis resin yang karena bentuknya lengket seperti lem disebut sebagai bee glue (Winingsih 2007). Propolis gunanya untuk menambal sarang lebah yang bocor dan memperkuat sarang. Propolis juga digunakan oleh lebah untuk mensterilkan sarang, menghentikan pertumbuhan dan penyebaran bakteri, virus dan jamur.
Propolis merupakan produk alami lebah yang menunjukkan efek antimikrobial (Dharmayanti 2000). Komposisi propolis sangat bervariasi tergantung daerah tempat lebah pekerja mengambil resin dari tanaman-tanaman sekitar tempat sarangnya (Gambar 2). Secara kimia, propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa terpena, asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat dan asam fenolat. Propolis juga mengandung flavonoid yang sangat tinggi sehingga banyak peneliti banyak memilih propolis sebagai senyawa flavonoid (Chinthalapally 1993). Khasiat tersebut adalah propolis bersifat antiseptik, antibiotik, antifungal, anti-inflamatory, dan kemampuan detoksifikasi. Propolis sebagai antimikrob dapat mengatasi kerontokan pada rambut yang disebabkan oleh ketombe yang menyerang kulit kepala (Fearnly 2005).
Gambar 2 Sarang lebah Trigona spp. Ketombe
Ketombe (juga disebut sindap atau kelemumur dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah suatu keadaan anomali pada kulit kepala, yang dikarakterisasi dengan terjadinya pengelupasan lapisan tanduk secara berlebihan dari kulit kepala membentuk sisik-sisik yang halus. Anomali ini disertai dengan adanya kondisi iritasi dan kerusakan rambut. Selain itu rambut menjadi agak berbau, lebih berminyak, dan sulit diatur (Sukandar 2006) . Gejala ketombe yang sering timbul adalah rasa gatal di kulit kepala pada siang hari, terutama bila panas dan berkeringat. Akibat garukan yang dilakukan pada kepala terjadi pelepasan lapisan keratin epidermal yang kemudian menempel di batang rambut seperti yang terlihat pada gambar 3, seringkali juga timbul luka pada kulit yang menyebabkan timbulnya infeksi sekunder oleh mikroba lain. Garukan karena rasa gatal juga dapat menyebabkan rontoknya rambut, terutama di daerah puncak kepala.
Ketombe dapat juga merupakan gejala seborrhoeic dermatitis, psoriasis, infeksi jamur atau kutu rambut. Bila mengalami ketombe, menggaruk kepala secara berlebihan harus dihindari. Menggaruk bagian tersebut dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang selanjutnya dapat meningkatkan resiko infeksi, terutama sekali dari isolat mikrob Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Walaupun infeksi isolat mikrob ini merupakan risiko terbesar dari ketombe, kebanyakan
Gambar 3 Kulit kepala yang mengalami
3
orang akan menemukan bahwa ketombe dapat menyebabkan isu sosial hilangnya kepercayaan diri bagi penderitanya.
Penyebab ketombe diikuti dengan sejalannya pertumbuhan kulit, sel-sel epidermal akan terdorong keluar, di mana mereka pada akhirnya mati dan terkelupas dari kepala. Pada umumnya, pengelupasan ini terlalu kecil untuk dapat terlihat mata. Namun demikian, kondisi tertentu menyebabkan pergantian atau pertumbuhan sel menjadi terlalu cepat, khususya umum terjadi di kulit kepala. Pada orang berketombe, sel-sel kulit mungkin mati dan digantikan setiap kira-kira dua minggu sekali, sedangkan pada orang tanpa ketombe, siklus ini berlangsung satu bulan sekali. Hasilnya, sel-sel kulit mati akan terlepas dan menumpuk dalam jumlah yang besar, yang tampak sebagai serpihan-serpihan kecil berwarna putih atau kelabu di kulit kepala (Puspitasari 2001).
Mikroorganisme yang diduga sebagai penyebab ketombe adalah: Pityrosporum Ovale, Aeriboc Coagulase Negative Stophylocoeci, Propionebacterium Acnes. Mikroorganisme Pityrosporum Ovale (P. Ovale) merupakan penghuni normal kulit kepala, tetapi pada orang yang ketombe jumlah P. Ovale akan meningkat dan anti bodi P. Ovale pada orang ketombe pun akan meningkat (Satchell 2002).
Menurut data yang telah dipersentasikan oleh para peneliti P&G dalam acara Kongres Dermatologi Dunia menyatakan bahwa ketombe bukan disebabkan oleh menumpuknya jamur Malassezia furfur atau lebih dikenal dengan P.ovale seperti yang diketahui sebelumnya. Ketombe biasa banyak menyerang lebih dari 50 persen orang Kaukasia dan 80 persen orang Afrika, yang disebabkan buangan protein dari dua jenis jamur Malassezia sp yang lain yaitu Malassezia restricta dan Malassezia globosa. Studi ilmiah yang mendukung hubungan antara Malassezia sp dan protein dalam kaitannya dengan ketombe. Studi-studi ilmiah yang lalu, menunjukkan keterlibatan Malassezia sp dalam sejumlah ilmu penyakit, berhubungan dengan perubahan protein permukaan kulit. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa hanya dua dari sembilan spesies Malassezia sp yang terdapat di kulit kepala, yang dapat menyerap protein alami di kulit kepala. Hal lain yang dapat menunjukkan hubungan antara ketombe dan M. restricta dan M. globosa, adalah Malassezia memakai enzimnya untuk memecah trigliserin.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak propolis dari lebah Trigona spp yang berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat, sampel ketombe, media cair Nutrient Broth (NB), media padat Nutrient Agar (NA), propilen glikol teknis, minyak kelapa, ketokonazol 2%, propolis komersial, etanol 70%, NaCl 0.9% dan akuades.
Alat yang digunakan adalah kertas cakram, pH meter, jangka sorong, laminar air flow cabinet, inkubator, lemari es, cawan petri, neraca analitik, kertas alumunium, autopipet, jarum ose, autoklaf, kapas, vorteks, dan seperangkat alat gelas lainnya.
Metode Penelitian
Isolasi Mikrob Penyebab Ketombe
Tahap awal dilakukan dengan mengambil sampel ketombe dari kepala manusia, yang kemudian dituangkan kedalam 10 ml media cair NB steril yang telah ditambahkan 2 ml minyak kelapa dan di inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30° C dan diamati adanya koloni mikrob yang terbentuk.
Koloni yang terbentuk kemudian dijadikan sebagai stok primer. Mikrob yang akan digunakan diambil dari stok kerja untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada stok primer. Mikrob yang berasal dari kultur primer diambil satu ose kemudian digoreskan ke agar miring NA dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 2-3 hari.
Uji Pendahuluan Aktivitas Antimikrob Uji aktivitas antimikrob menggunakan metode difusi agar dan metode hitungan cawan. Pembanding yang digunakan adalah propolis merk X (kontrol positif), akuades (kontrol negatif), kontrol pelarut (propilen glikol dan etanol 70%), dan ketokonazol 2 %.
Regenarasi Mikrob Uji. Isolat mikrob yang digunakan diambil dari stok kerja untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada stok primer. Isolat mikrob yang berasal dari kultur primer diambil sebanyak satu ose ke dalam 10 mL NB cair yang telah diberi minyak kelapa lalu diinkubasi pada suhu 30 oC selama 2-3 hari. Setelah itu, satu ose isolat mikrob dari media tersebut digoreskan ke agar miring NA dan diinkubasi pada suhu suhu 30 oC selama 2-3 hari.
Uji Aktivitas Antimikrob. Isolat mikrob dari stok kerja sebanyak satu ose dipindahkan
ke dalam 10 mL NB cair steril dengan campuran minyak kelapa dan diinkubasi pada suhu 30ºC selama 2-3 hari. Kemudian isolat mikrob dengan volume tertentu dari biakan tersebut disebarkan ke dalam cawan petri, lalu ditambahkan 20 mL media agar NB bersuhu ± 45 oC. Cawan petri digoyangkan agar isolat mikrob tersebar secara merata. Biakan isolat mikrob selanjutnya didiamkan pada suhu kamar hingga memadat. Minyak kelapa steril disebarkan sebanyak 20 µL diatas permukaan agar dengan menggunakan batang pengaduk.
Ekstrak propolis pekat berupa pasta terlebih dahulu dilarutkan dalam propilen glikol sebanyak satu kali volumenya sehingga konsentrasi murni propolis sebesar 50% dari total ekstrak propolis. Untuk selanjutnya konsentrasi 50% ekstrak propolis Trigona spp disebut propolis 100% dan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan propolis 100% tersebut. Sebanyak 15 µL ekstrak propolis diteteskan di atas cakram tersebut lalu diinkubasi pada suhu 30ºC selama 2-3 hari. Zona bening yang terlihat disekelililng kertas cakram menandakan sampel memiliki aktivitas antimikrob. Volume isolat mikrob yang diambil berdasarkan nilai absorban yang terukur pada panjang gelombang 600 nm dengan spektofotometer UV. Jika nilai absorban yang terukur kurang dari 1,000 A maka volume isolat mikrob yang diambil sebanyak 100 µL. Jika nilai absorban yang terukur lebih dari 1,000 A maka volume isolat mikrob yang diambil sebanyak 50 µL (Hadioetomo 1990).
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM).
Penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum dilakukan setelah diketahui bahwa ekstrak propolis memiliki aktivitas antimikrob. Tahap pertama yaitu pengenceran propolis dengan akuades steril sehingga didapatkan beberapa konsentrasi (100% sampai 3.13% v/v). Media NA padat yang terlebih dahulu diolesi dengan minyak kelapa steril disebarkan sebanyak 20 µL larutan isolat mikrob ketombe diatas permukaan agar dengan menggunakan batang pengaduk. Cakram kertas steril kemudian diletakkan diatas medium agar pada cawan petri berukuran 9-10 cm. Larutan uji masing-masing ditetesi sebanyak 15 µL. Masing-masing 3 cakram untuk tiap konsentrasi larutan uji pada 3 cawan petri yang berbeda. Setelah itu diinkubasi pada suhu 30ºC selama 2-3 hari. Aktivitas antimikrob diperoleh dengan mengukur diameter zona bening di
sekitar lubang sampel dengan menggunakan jangka sorong.
Uji Aktivitas Antimikrob Metode Hitungan Cawan.
Setelah nilai KHTM didapatkan, jumlah sel isolat mikrob dihitung berdasarkan metode hitungan cawan. Sampel propolis yang digunakan adalah ekstrak propolis 100% dan konsentrasi yang didapat saat KHTM.
Isolat mikrob uji sebanyak satu ose dikulturkan ke dalam 10 mL media NB cair yang ditambah minyak kelapa lalu diinkubasi pada suhu 30ºC selama 2-3 hari. Kultur tersebut dengan volume 20 µL dipindahkan ke dalam 2 mL media NB cair yang telah berisi sampel uji . Selanjutnya kultur diinkubasi pada suhu 30°C selama 2-3 hari. Kemudian diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% steril sehingga diperoleh isolat mikrob dalam jumlah tertentu. Larutan isolat mikrob hasil pengenceran sebanyak 25 µL disebar ke dalam cawan petri lalu media agar NB dituang dan dibiarkan hingga memadat. Setelah memadat kultur isolat mikrob tersebut diinkubasi pada suhu 30°C selama 2-3 hari. Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan dalam pengolahan data adalah rancangan percobaan satu faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Berikut ini merupakan model rancangannya:
Yij = µ + τi + εij
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ = Pengaruh rataan umum τ = Pengaruh perlakuan ke-i
ε = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Rancangan percobaan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (Analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 11.5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mikrob Penyebab Ketombe
Isolasi mikroba ketombe dilakukan dengan cara mengambil beberapa sampel ketombe dari kulit kepala manusia. Media isolasi yang digunakan adalah media NB dan NA yang dicampur dengan minyak kelapa. Minyak kelapa berfungsi sebagai salah satu penunjang pertumbuhan mikrob ketombe
5
yang sangat memerlukan kandungan media yang kaya akan lipid. Suhu yang digunakan untuk inkubasi adalah 30°C selama 2-3 hari.
Mikrob yang berperan dalam penyebaran ketombe, sebagian besar merupakan mikrob normal yang terdapat di kulit manusia. Pada dasarnya, di kulit manusia terdapat beberapa organisme yang tumbuh normal di kulit yang bersifat komensalisme terhadap permukaan kulit. Mikroorganisme ini mempunyai sifat dan komposisi yang stabil dan menempel serta memperbanyak diri terutama di permukaan pada waktu yang terbatas. Organisme- organisme ini termasuk ke dalam mikroorganisme patogen seperti Streptococcus, Staphylococcus, Pityrosporum dan Propionebacterium. Umur, jenis kelamin, ras, penyakit serta lokasi tumbuh pada tubuh mempengaruhi banyak sedikitnya mikroorganisme tersebut tumbuh normal pada kulit (Lederberg 1992). Hasil dari isolasi mikrob ketombe menunjukan hasil berbentuk koloni mikrob yang beragam dengan bentuk menyerupai anggur, bulat serta berwarna putih kekuningan (Gambar 4).
Gambar 4 Kultur dari mikrob ketombe yang berhasil di isolasi.
Efektifitas penghambatan ekstrak propolis terhadap mikrob ketombe
Ekstrak propolis terhadap propolis merk X. Metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas antimikrob adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas. Metode ini dipilih karena mudah, umum digunakan dalam uji aktivitas antimikroba dan dapat menghemat penggunaan sampel selama proses pengujian. Zona bening yang terbentuk disekitar cakram dalam media padat menunjukkan bahwa ekstrak propolis yang digunakan memiliki potensi antimikrob. Berdasarkan penelitian secara umum, semakin besar konsentrasi propolis, maka semakin besar pula daya hambatnya terhadap mikroba yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekitar larutan penghambat. Hal ini disebabkan oleh senyawa
aktifnya makin bertambah sehingga memudahkan penetrasi ke dalam sel.
Berdasarkan data statistik yang didapat, tidak terdapat beda secara nyata antara ekstrak propolis 100% dengan propolis komersial. Data yang didapat dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa zat aktif yang terdapat didalam propolis merk X maupun ekstrak propolis 100% memiliki kemampuan yang sama dalam menghambat pertumbuhan mikrob ketombe. Namun secara matematis, efektifitas ekstrak propolis terhadap propolis merk X adalah sebesar 99,59%. Efektifitas ekstrak propolis terhadap propolis merk X yang diperoleh lasmayanty (2007) sebesar 96.05% untuk bakteri Streptococcus mutans. Perbedaan nilai disebabkan perbedaan sensitifitas tiap mikroorganisme terhadap ekstrak, waktu pengumpulan propolis, dan tempat pengambilan propolis.
Ekstrak propolis terhadap ketokonazol 2 %. Ketokonazol merupakan suatu bahan aktif yang sering ditambahkan pada sampo antiketombe. Ketokonazol sering digunakan sebagai salah satu bahan aktif dalam sampo, karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan salah satu mikrob penyebab ketombe (Lederberg 1992). Konsentrasi ketokonazol yang sering digunakan pada sampo berkisar antara 1%- 2%
Diameter zona hambat ketokonazol 2% (%b/v) dengan kontrol negatif (akuades, etanol 70%, dan propilen glikol) berdasarkan data statistik tidak berbeda nyata. Sedangkan, diameter zona bening isolat yang ditambahkan ketokonazol 2% (%b/v) dengan ekstrak propolis 100% berbeda nyata. Diameter zona bening ekstrak propolis 100% yang terbentuk sebesar 16,887 mm dan 7,555 mm untuk larutan ketokonazol 2% (%b/v). Nilai efektifitas ekstrak propolis 100% terhadap ketokonazol 2% secara matematis yaitu sebesar 223,52%. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak propolis 100% memiliki aktifitas antimikrob ketombe yang lebih besar dibandingkan dengan Ketokonazol 2%. Ketokonazol 2% tidak memiliki aktifitas antimikrob ketombe yang besar karena senyawa ini lebih khusus menghambat pertumbuhan fungi pada ketombe dibanding menghambat mikrob pada umumnya. Keadaan ini di dukung pula dengan diameter zona hambat yang terbentuk tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Mengacu pada pemaparan tersebut, ekstrak propolis dapat dijadikan bahan alternatif dalam sampo antiketombe.
16,956 6,167 6,067 6,267 7,555 6,267 7,35 7,375 8,1 9,767 16,887 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Pro po lis 1 00 % Pro po lis 5 0 % Pro po lis 2 5 % Pro po lis 1 2,5 % Pro po lis 6 .25 % Pro po lis 3 .13 % Ke toko na zo l 2 % Pro pile n g liko l Ak ua de s Eta no l 70 % Pro po lis m erk X Perlakuan D ia m e te r z o n a b e n in g ( m m )
Nilai Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
Konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) dinyatakan sebagai konsentrasi terkecil yang masih dapat menghambat perumbuhan mikrob ketombe. Kepekaan mikrob ketombe terhadap ekstrak propolis dapat terlihat dari nilai KHTM-nya. Semakin kecil nilai KHTM yang diperoleh maka semakin peka mikrob ketombe tersebut. Hal ini berarti semakin sensitif penggunaan ekstrak uji dalam penelitian ini untuk menghambat pertumbuhan mikrob ketombe.
Konsentrasi ekstrak propolis yang diujikan beragam antara 100% hingga 3.13% (v/v). Berdasarkan data dan gambar 5, konsentrasi 6.25% merupakan nilai KHTM untuk ekstrak propolis. Hal ini berarti ekstrak propolis dengan konsentrasi 6.25% sudah dapat menghambat pertumbuhan mikrob ketombe. Namun secara statistik, ekstrak propolis 6.25% memiliki diameter zona bening yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (akuades, propilen glikol, dan etanol 70%). Berdasarkan analisis statistik, ekstrak propolis 12.5% baru menunjukkan adanya penghambatan terhadap mikrob ketombe.
Nilai KHTM ekstrak propolis yang diperoleh Anggraini (2006) 0.39% untuk S. aureus. Adapun nilai KHTM ekstrak propolis yang diperoleh oleh Lasmayanty (2007) terhadap bakteri Streptococcus mutans adalah 6.25%. Perbedaan nilai KHTM dapat disebabkan oleh sensitifitas dari mikrob terhadap zat antimikrobnya. Selain sifat bakteri uji, komposisi zat aktif yang berbeda dalam kedua ekstrak tersebut menyebabkan perbedaan nilai KHTM. Persamaan nilai KHTM di duga disebabkan oleh adanya kesamaan salah satu mikroorganisme yang diuji.
Nilai KHTM dari ekstrak etanol daun gandapura dan daun mangkokan terhadap mikrob ketombe yang dilakukan oleh Sukandar (2006) berturut-turut adalah 0,6% dan 0,3%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspitasari (2001), nilai KHTM selenium pada ekstrak daun sirih pada kultur mikrob ketombe yaitu sebesar 0.2%. Nilai-nilai KHTM tersebut lebih kecil dibandingkan dengan KHTM ekstrak propolis yang didapat. Berdasarkan perbandingan nilai KHTM ketiga ekstrak tersebut, maka ekstrak propolis memiliki daya hambat terhadap mikrob ketombe yang paling kecil. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan komposisi zat aktif pada ekstrak-ekstrak tersebut. Senyawa
flavonoid dan asam kafeat menurut Grange (1990) merupakan senyawa antibakteri terpenting yang terdapat pada propolis. Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Fatoni (2008) menunjukkan bahwa propolis asal dari Bukittinggi banyak mengandung senyawa golongan flavonoid dan tanin dalam jumlah tinggi. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Gas Chromatografi Mass Spektrum (GCMS) yang dilakukan Tukan (2008) diperoleh zat aktif tertinggi yang terdapat pada propolis dari Pandeglang adalah Cycloartenol yang merupakan salah satu zat yang digunakan untuk detoksifikasi dan antibakteri.
Gambar 5 Diagram KonsentrasiHambat Tumbuh Minimum (KHTM).
Jumlah Koloni
Metode hitungan cawan merupakan suatu uji kuantitatif yang didasarkan atas anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup didalam larutan propolis akan berkembang menjadi satu koloni. Setiap mikrob memiliki tingkat sensitifitas terhadap antimikrob yang berbeda, termasuk ekstrak propolis.
Berdasarkan uji yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa tidak terbentuk satu koloni untuk setiap sampel yang diujikan. Hal ini menyebabkan hasil uji tidak bisa di hitung. Keadaan ini terjadi karena isolat mikrob ketombe yang di uji memiliki koloni mikrob yang beragam, sehingga saat dilakukan pengujian isolat tersebut tidak terpisah setiap koloninya. Namun bila dilihat secara morfologi, terlihat penurunan jumlah koloni pada sampel propolis merk X dan ekstrak propolis (100% dan 12.5%). Ekstrak propolis 6.25% sudah mampu menurunkan jumlah koloni pada isolat mikrob ketombe. Hasil tersebut menunjang nilai KHTM ekstrak propolis yaitu pada konsentrasi 6.25%.
7
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Telah diisolasi mikrob ketombe berbentuk koloni mikrob yang beragam dengan bentuk morfologi menyerupai anggur, bulat serta berwarna putih kekuningan. Nilai KHTM yang diperoleh sebesar 6.25% ekstrak propolis terhadap isolat mikrob ketombe. Konsentrasi 6.25% dapat dijadikan dosis bahan alternatif antiketombe pada sampo. Keefektifan ekstrak propolis lebih besar terhadap ketokonazol. Efektifitas ekstrak propolis asal Bukit Tinggi terhadap propolis merk X dan ketokonazol 2% berturut-turut sebesar 99,59% dan 223,52%.
Saran
Diperlukan identifikasi lebih lanjut terhadap jenis mikrob penyebab ketombe dan uji KHTM terhadap masing-masing mikrob ketombe tersebut. Perlu juga dicari bahan lain yang dapat sinergis dengan propolis untuk mengurangi jumlah pemakaian propolis dalam formula sampo. Selain itu, penelitian secara in vivo ekstrak propolis dalam penghambatan mikrob penyebab ketombe serta aplikasinya terhadap sampo perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiprabowo H. 2008. Potensi antibakteri campuran propolis Trigona spp dan garam kelapa terhadap Streptococcus mutans [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Angraini AD. 2006. Potensi propolis lebah madu Trigona spp sebagai bahan antimikrob [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bancova V. 2005. Recent trends and important developments in propolis research. CAM 2:29-32.
Bastos EMAF et al. 2008. In vitro study of the antimicrobial activity of Brazilian propolis against Paenibacillus larvae. J Invertebr Pathol 97:273–281.
Chintyapally V, Rao, Valhalla NY. 1993. Propolis. Medical Journal 53:1482-1488. Chen YW et al. 2008. Characterisation of
Taiwanese propolis collected from
different locations and seasons. J Sc Food Agric 88:412– 419.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Fearnly J. 2005. Bee Propolis: Natural Healing from The Hive. London: Souvenir ltd.
Free JB. 1982. Bees and Mandkind. London: George Allen & Unkwin.
Ganiswarna SG et al. 2004. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Pr.
Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia. Heyden YV et al. 2002. Simultaneous
determination of ketoconazole and formaldehyde in a shampoo: liquid chromatography method development and validation. J Chromatogr A 958:191–201. Lasmayanty M. 2007. Potensi antimikrob propolis Trigona spp terhadap isolat mikrob kariogenik (Streptococcus mutans) [skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Lederberg, J. 1992. Encyclopedia Microbiology volume 4 S-Z. New York: Academic Pr.
Mohammadzadeh S et al. 2007. Chemical composition, oral toxicity and antimicrobial activity of Iranian propolis. Food Chemistry 103:1097–1103.
Nelli. 2004. Waktu pencarian serbuk sari Lebah pekerja Trigona spp [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari T. 2001. Analisis kandungan selenium pada tanaman yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai antiketombe [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
Satchell et al. 2002. Treatment of dandruff with 5% tea tree oil shampoo J Amcad Dermatol 47:852-855.
Sukandar EY. 2006. Aktivitas ekstrak etanol daun gandapura (Gaulteria leucocarpa BI.) dan mangkokan [Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.] terhadap Pityrosporum ovale. ACTA Pharmaceutica Indonesia 31:13-17. Woo KS. 2004. Use of bee venom and
propolis for apitherapy in Korea. Di dalam: Proceeding of the 7th Asian Apicultural Association Conference and 10th BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, 23-27 Februari 2004. Los Banos: Univ Philippines. Hlm 311-315.
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Lampiran 2 Efektifitas antimikrob ekstrak propolis
Diameter zona bening ekstrak propolis = 16,887 mm Diameter zona bening propolis komersil = 16,956 mm Diameter zona bening larutan ketokonazol 2% = 7,555 mm Perhitungan:
Efektifitas ekstrak propolis terhadap propolis komersil
=
100
%
komersil
propolis
diameter
propolis
ekstrak
diameter
= 16,887 x 100 % 16,956 = 99,59%Efektifitas ekstrak propolis terhadap ketokonazol 2%
=
100
%
%
2
l
ketokonazo
diameter
propolis
ekstrak
diameter
= 16,887 x 100 % 7,555 = 223,52%Lampiran 3 Hasil pengukuran zona bening
Sampel D awal (mm) D1 (mm) D2 (mm) D3 (mm) D rata-rata (mm) Propolis 100 % Propolis 50 % Propolis 25 % Propolis 12,5% Propolis 6.25 % Propolis 3.13 % Ketokonazol 2 % (%b/v) Propilen glikol Akuades Etanol 70% Propolis merk X 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 16,450 8,375 8.000 7,175 7,750 6,200 7,283 6,300 6,000 6,200 17,645 22,754 10,400 8,625 7,725 6,890 6,300 7,600 6,200 6,000 6,300 17,485 11,456 10,525 7,675 7,225 7,410 6,300 7,782 6,300 6,200 6,000 15,737 16,887 9,767 8,100 7,375 7,350 6,267 7,555 6,267 6,067 6,167 16,956 Isolasi mikrob
Sterilisasi alat dan bahan Regenasi mikrob
Uji akivitas antimikrob
11
Lampiran 4 ANOVA diameter zona bening
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 497,730 10 49,773 15,531 ,000 Within Groups 70,503 22 3,205 Total 568,233 32
Lampiran 5 Analisis uji Duncan zona bening
Subset for alpha = .05
Perlakuan N 1 2 3 Akuades 3 6,06667 Etanol 70% 3 6,16667 Ekstrak Propolis 3.13 % 3 6,26667 Propilen glikol 3 6,26667 Ekstrak Propolis 6.25 % 3 7,35000 7,35000 Ekstrak Propolis 12,5% 3 7,37500 7,37500 Ketoconazole 2 % (%b/v) 3 7,55500 7,55500 Ekstrak Propolis 25 % 3 8,10000 8,10000 Ekstrak Propolis 50 % 3 9,76667 Ekstrak Propolis 100 % 3 16,88667 Propolis merk X 3 16,95567 Sig. ,239 ,151 ,963
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 6 Diameter zona bening isolat mikrob ketombe