• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT (IPKM) KOTA DEPOK TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT (IPKM) KOTA DEPOK TAHUN 2013"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENYUSUNAN INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT (IPKM) KOTA DEPOK TAHUN 2013

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Keberhasilan pencapaian pembanguan nasional, dapatdiukur dari pencapaian pembangunan kualitas hidup manusianya (Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index). Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya terus-menerus yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. UNDP(United Nation Development Programme) mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk meperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan tersebut.

Indek Pembangunan Manusia (IPM) mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yang meliputi:

- Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran

- Pengetahuan yang diukur dengan dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah.

- Standard kehidupan yang layak diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan atau paritas daya beli.

Oleh karena itu, upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dilakukan secara berkesinambungan dengan memprioritaskan tiga aspek penting, yaitu peningkatan kualitas kesehatan, intelektualitas (pendidikan) serta kemampuan ekonomi (daya beli) seluruh komponen masyarakat.

Penjabaran dari tiga indeks komposit tersebut, aspek pendidikan dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, aspek ekonomi dapat dilihat dari daya beli, sedangkan aspek hidup yang sehat dan panjang umur masih terlalu luas untuk dilakukan pengukurannya. Selain itu dari sisi intervensi program untuk mendokrak nilai indeks pembangunan manusia, Indeks Pendidikan jelas intevensinya yaitu dengan wajib belajar 9 tahun, Indeks Ekonomi juga jelas intervensinya yaitu antara lain dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan melalui perluasan lapangan kerja. Adapun Indeks Kesehatan yang dapat dilihat dari Umur Harapan Hidup perlu ada penjabaran lebih lanjut dan adanya rumusan program yang lebih konkrit. Oleh karenanya, diperlukan adanya pengukuran indikator pembangunan kesehatan yang mampu menjabarkan indeks kesehatan yaitu dengan melakukan penghitungan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).

Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) merupakan indikator komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan masyarakat yang dilihat dari 24 indikator dengan data kesehatan berbasis komunitas yang bersumber dari Riset Kesehatan

(3)

Dasar (Riskesdas), Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survey Potensi Desa (Podes).

Secara Nasional, pencapaian pembangunan manusia diKota Depok bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi telah menunjukkan kemajuan. Hal ini dilihat dari pencapaian angka IPM yang berkecenderungan naik setiap tahun dengan data terakhir tahun 2011: 79,49, tahun 2012: 79,83. Kota Depok menduduki peringkat tertinggi Nasional ke 3 setelah DKI Jakarta Selatan dan Yokyakarta. Sedangkan urutan IPKM Kota Depok tahun 2010 adalah peringkat 111 secara nasional, dan peringkat ke 7 di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan, Kota Bandung, Kota Bekasi, KotaCimahi, Kota Cirebon, KotaBogor.Hal ini menunjukkan bahwa meskipun secara umum pembangunan di Kota Depok telah menunjukkan kemajuannya, namun pembangunan kesehatan di Kota Depok masih perlu mendapatkan perhatian serius karena berdasarkan survey IPKM, kondisi kesehatan (sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih sehat, status gizi, penyakit menular berbasis lingkungan, penyakit tidak menular, dll) masih berada pada peringkat 111 dibanding Kabupaten/Kota di Indonesia dan peringkat ke 7 di Jawa Barat.

Dalam 3 tahunterakhir, sesungguhnyatelahbanyak program dankegiatan yang

dilakukanolehPemerintah Kota Depokdalamupayameningkatkanderajatkesehatanmasyarakat Kota Depok.Namundemikian,

variasidalamkarakteristikkecamatan yang ada di Kota Depoktentuakanmempengaruhipencapaiantersebut.Olehkarenaitu kondisi yang demikian

ini perlu dilakukan intervensi yang lebih tepat sararan, efektif dan efisian.

Survey IPKM di tingkat Kecamatan perludilakukanuntuk mengetahuiapasajayang belum optimaldalampembangunan kesehatan di Kota Depok. Selain itu juga untuk melihat capaian pembangunan kesehatan atau peringkat di tiap kecamatan, karena kemungkinan permasalahannya berbeda satu kecamatan dengan lainnya, sehingga lebih fokus dan lebih tepat penanganannya untuk setiap wilayah kecamatan.

2. Maksud dan Tujuan Maksud:

Maksud disusunnya Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat Kota Depok adalah untuk memberikan gambaran pencapaian indekskesehatan di setiap wilayah kecamatan di Kota Depok sebagai langkah untuk menentukan prioritas pembangunan kesehatan berikutnya.

Tujuan:

Tujuan disusunnya dokumenIndek Pembangunan Kesehatan Masyarakat ini adalah untuk menyediakan data capaian indekskesehatan dari indikator kesehatan (24 indikator/variabel) yang ditetapkan berdasarkan wilayah kecamatan.

3. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

(4)

tentangPerimbanganKeuanganPemerintahPusatdanPemerintah Daerah;

4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentangRencana Pembangunan

JangkaPanjangNasionaltahun 2005-2025;

5. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

6. PeraturanPemerintahNomor 25 tahun 2000

tentangKewenanganPemerintahandanKewenanganPropinsisebagaiOtonomi Daerah; 7. Peraturan Menteri Kesehatan nomor: 1798/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman

Pemberakukan Indekss Pembanguan Kesehatan Masyarakat;

8. Peraturan Daerah Kota Depok No 13 tahun 2011 tentangRencanaJangkaMenengah Daerah Kota Depoktahun 2011-2016.

4. Ruang Lingkup

Lingkup kegiatan penyusunan indeks pembangunan kesehatan masyarakat adalah kegiatan penyusunan data 24 indikator/variabel kesehatan untuk menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan di 11 kecamatan Kota Depok pada tahun 2013, yang diambil secara primer (survey) serta data sekunder dari BPS (Susenas dan Podes). Kegiatan ini dilakukan karena capaian pembangunan kesehatan Kota Depok belum optimal, selain itu belum adanya gambaran kemajuan pembangunan kesehatan di tiap kecamatan Kota Depok. Pelaksanaan kegiatan akan dilakukan secara swakelola dengan instansi pemerintah lain yaitu oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

(5)

BAB II

ANALISIS SITUASI KOTA DEPOK 1. Geografis

Kota Depok merupakan kota yang berada di selatan DKI Jakarta. Kota Depok terletak pada koordinat 6019’00’’ – 6028’00’’ LS dan 106043’00’’ – 106055’30’’. Luas wilayah sekitar 200,29 Km2. Wilayah ini merupakan dataran rendah dengan ketinggian 50-140 meter di atas

permukaan laut dan kemiringan lereng kurang dari 15%. Kota Depok juga salah satu wilayah kotamadya muda di Jawa Barat.

Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga kabupaten dan 1 propinsi. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan denagn Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah DKI Jakarta.

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunug Putri Kebupaten Bogor.

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor.

Saat ini Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan, 63 kelurahan, 883 RW dan 4.990 RT. Kota Depok merupakan wilayah yang strategis karena diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Ini yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk Kota Depok cukup pesat seiring dengan perkembangan jaringan transportasi yang semakin baik.

2. Demografi

Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2012 mencapai 1.898.567 jiwa dimana penduduk laki-laki berjumlah 961.876 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 936.691 jiwa. Ini menunjukkan perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan hampir seimbang.

Kecamatan yang memiliki paling banyak penduduk adalah Kecamatan Cimanggis dengan jumlah 264.248 jiwa sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah Kecamatan Limo dengan jumlah 96.047 jiwa.

Kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 9.479 jiwa/km2. Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Sukmajaya dengan kepadatan penduduk 14.062 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 5.210 jiwa/km2.

3. Upaya Kesehatan

1) Situasi Derajat Kesehatan a. Mortalitas

(6)

derajat kesehatan yang digunakan sebagai salah satu dasar dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). UHH menggambarkan lamanya usia seorang bayi lahir diharapkan hidup. UHH di Kota Depok pada tahun 2010 adalah 73,09; pada tahun 2011 meningkat menjadi 73,22; dan pada tahun 2012 adalah 73,23.

b) Kematian

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.

• Jumlah Kematian Bayi

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Pada tahun 2007 jumlah kematian bayi berjumlah 33 bayi; pada tahun 2008 berjumlah 35 bayi; pada tahun 2009 meningkat pesat menjadi 117 bayi; pada tahun 2010 berjumlah 116 bayi; pada tahun 2011 berjumlah 119 bayi; dan pada tahun 2012 menurun menjadi 114 bayi dari 40.445 kelahiran hidup.

• Jumlah Kematian Balita

Kematian balita adalah kematian semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 (lima) tahun. Jumlah kematian balita pada tahun 2007 di Kota Depok sebanyak 21 orang; tahun 2008 sebanyak 25 orang; tahun 2009 sebanyak 23 orang; tahun 2010 meningkat menjadi 27 orang, tahun 2011 sebanyak 23 orang; dan pada tahun 2012 turun menjadi 14 orang.

• Jumlah Kematian Ibu

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll. Jumlah kematian Ibu di Kota Depok pada tahun 2007 sebanyak 18 orang; pada tahun 2008 sebanyak 17 orang; terjadi penurunan jumlah kematian ibu pada tahun 2009 yaitu menjadi sebanyak 13 orang; pada tahun 2010 sebanyak 14 orang; pada tahun 2011 dan tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah kematian ibu yaitu masing-masing 22 orang. b. Morbiditas

a) Pola 10 penyakit Terbanyak di Rumah Sakit

Pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2012 diperoleh berdasarkan laporan dari rumah sakit yang masuk ke Dinas Kesehatan Kota Depok. Penyakit terbanyak pada umur 0 – <1 tahun adalah Hiperbillirubin dan GE (infeksi), pada umur 1 – 4 tahun adalah GE dan kejang demam, pada umur 5 – 14 tahun dan 15 – 44 tahun adalah thypoid fever dan DHF, dan pada umur 45 – >75 tahun adalah DM tipe II dan stroke. Pola penyakit rawat inap terbesar yang tersebar di 16 rumah sakit

(7)

yang ada di Kota Depok adalah penyakit thypoid fever dengan 2.107 kasus lalu diikuti dengan DHF sebanyak 1.224 kasus.

(8)

b) Pola 10 penyakit Terbanyak Rawat Jalan di Puskesmas

Pola 10 penyakit terbanyak di puskesmas terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.1

Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Kota Depok Tahun 2012

No Nama Penyakit Jumlah %

1 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

Atas Akut Tidak Spesifik 53.637 14

2 Faringitis Akut 25.691 6.9

3 Hipertensi Primer (Esensial) 24.370 6.6

4 Nasofaringitis Akut (Common Cold) 23.280 6.3

5 Diare dan Gastroenteritis 18.765 5.0

6 Gastroduodenitis Tidak Spesifik 12.225 3.3

7 Influenza 11.821 3.2

8 Myalgia 11.362 3.1

9 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 10.750 2.9

10 Dermatitis Spesifik Lainnya 10.691 2.9

Sumber : LB1 Puskesmas 2) Situasi Upaya Kesehatan

Kualitas pelayanan kesehatan ditentukan dengan berbagai faktor di antaranya sarana fisik, tenaga kesehatan, alat penunjang pelayanan kesehatan, obat-obatan dan standar pelayanan kesehatan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat di antaranya :

a. Pelayanan Kesehatan Dasar

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang terdiri dari : a) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

• Pelayanan kesehatan ibu hamil  pelayanan antenatal (K1 dan K4), pelayanan kesehatan ibu bersalin, ibu hamil risiko tinggi (risti)/komplikasi yang ditangani, pelayanan nifas, kunjungan neonatus (KN1 dan KN2), dan pelayanan keluarga berencana.

• Pelayanan kesehatan bayi dan balita  pelayanan kesehatan bayi, pelayanan kesehatan anak balita, dan pelayanan imunisasi.

b) Pelayanan Kesehatan Umum dan Gigi

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Secara umum, puskesmas memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) maupun upaya kesehatan masyarakat (UKM). Dalam memberikan pelayanan di masyarakat, puskesmas biasanya memiliki sub unit pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling,

(9)

posyandu, pos kesehatan desa maupun pos bersalin desa (polindes). Pada tahun 2012, terdapat 32 unit puskesmas di Kota Depok dengan 3 (tiga) puskesmas perawatan yang berfungsi PONED yaitu UPT Puskesmas Cimanggis, UPT Puskesmas Sukmajaya, UPT Puskesmas Tapos dan 4 (empat) unit puskesmas yang berfungsi 24 jam terdiri dari UPT Puskesmas Cinere, UPT Puskesmas Sukmajaya, UPT Puskesmas Cimanggis, UPT Puskesmas Pancoran Mas, dan 6 (unit) pustu.

Tabel 2.2

Jumlah Puskesmas dan Jaringannya di Kota Depok Tahun 2006 – 2012

Sarana Kesehatan 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Puskesmas Non Perawatan 25 25 27 29 30 30 29

Puskesmas dengan

Perawatan 2 3 3 1 2 2 3

Jumlah Puskesmas 27 27 30 30 32 32 32

Jumlah Puskesmas

Pembantu 10 10 10 0 5 5 6

Jumlah Puskesmas Keliling 7 91 127 127 105 105 105

Tabel 2.3

Gambaran Wilayah Puskesmas dan Wilayah Kerja Kelurahan

No Nama Kecamatan Nama Puskesmas Wilayah Kerja Kelurahan

1 Pancoran Mas UPT PKM Pancoran

Mas Kelurahan Depok Kelurahan Pancoran Mas UPF PKM Depok Jaya Kelurahan Depok Jaya

Kelurahan Mampang UPF PKM Rangkapan

Jaya Baru Kelurahan Rangkapan Jaya Lama

Kelurahan Rangkapan Jaya Baru

2 Beji UPT PKM Beji Kelurahan Beji Timur

Kelurahan Beji

UPF PKM Kemiri Muka Kelurahan Kemiri Muka Kelurahan Pondok Cina UPF PKM Tanah Baru Kelurahan Tanah Baru

(10)

3 Sukmajaya UPT PKM Sukmajaya Kelurahan Sukmajaya UPF PKM Abadijaya Kelurahan Abadijaya

Kelurahan Cisalak UPF PKM Pondok

Sukmajaya Kelurahan Tirtajaya Kelurahan Mekarjaya UPF PKM Bhaktijaya Kelurahan Bhaktijaya

4 Cimanggis UPT PKM Cimanggis Kelurahan Curug

Kelurahan Cisalak Pasar

UPF PKM Tugu Kelurahan Tugu

UPF Pasir Gunung

Selatan Kelurahan Pasir Gunung Selatan

UPF PKM Harjamukti Kelurahan Harjamukti UPF PKM Mekarsari Kelurahan Mekarsari

5 Sawangan UPT PKM Sawangan Kelurahan Sawangan Lama

Kelurahan Sawangan Baru

UPF PKM Kedaung Kelurahan Kedaung

Kelurahan Cinangka UPF PKM Pasir Putih Kelurahan Pasir Putih UPF PKM Pengasinan Kelurahan Pengasinan

Kelurahan Bedahan

6 Bojongsari UPT PKM Bojongsari Kelurahan Pondok Petir

Kelurahan Curug Kelurahan Serua

Kelurahan Bojongsari Baru UPF PKM Duren

Seribu Kelurahan Duren Seribu Kelurahan Duren Mekar Kelurahan Bojongsari Lama

7 Cilodong UPT PKM Cilodong Kelurahan Cilodong

Kelurahan Kalibaru UPF PKM Kalimulya Kelurahan Kalimulya

Kelurahan Jatimulya UPF PKM Villa Pertiwi Kelurahan Sukamaju

8 Tapos UPT PKM Tapos Kelurahan Tapos

Kelurahan Leuwinanggung UPF PKM Sukatani Kelurahan Sukatani

Kelurahan Sukamaju Baru UPF PKM Jatijajar Kelurahan Jatijajar

UPF PKM Cilangkap Kelurahan Cilangkap

UPF PKM Cimpaeun Kelurahan Cimpaeun

9 Cipayung UPT PKM Cipayung Kelurahan Ratu Jaya

Kelurahan Cipayung Kelurahan Cipayung Jaya Kelurahan Pondok Terong Kelurahan Pondok Jaya

(11)

10 Cinere UPT PKM Cinere Kelurahan Cinere Kelurahan Gandul

Kelurahan Pangkalan Jati Kelurahan Pangkalan Jati Baru

11 Limo UPT PKM Limo Kelurahan Limo

Kelurahan Meruyung Kelurahan Grogol Kelurahan Krukut

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) di antaranya adalah Posyandu, Pos Malaria Kelurahan, Keluarga Siaga, dan lain sebagainya. Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal di masyarakat. Posyandu menyelenggarkan minimal 5 (lima) program prioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi, Imunisasi, dan Penanggulangan Diare.

(12)
(13)

Tabel 2.4

Jumlah Posyandu Menurut Strata, Kecamatan, dan Puskesmas Kota Depok Tahun 2013

No Kecamatan Puskesmas JumlahBalita

Posyandu PosyanduAktif RasioPosyandu

per SatuanBalita

Pratama Madya Purnama Mandiri Jumlah

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Bojongsari UPT Bojongsari 3.875 0 0,00% 14 26,42% 36 67,92% 3 5,66% 53 100% 39 74% 10,06

2 Duren Seribu 5.170 0 0,00% 15 42,86% 17 48,57% 3 8,57% 35 100% 20 57% 3,87 3 Sawangan Pengasinan 3.439 0 0,00% 15 44,12% 14 41,18% 5 14,71% 34 100% 19 56% 5,52 4 PasirPutih 1.489 0 0,00% 2 18,18% 7 63,64% 2 18,18% 11 100% 9 82% 6,04 5 UPT Sawangan 2.252 0 0,00% 12 63,16% 6 31,58% 1 5,26% 19 100% 7 37% 3,11 6 Kedaung 2.453 0 0,00% 4 18,18% 11 50,00% 7 31,82% 22 100% 18 82% 7,34 7 Cimanggis Mekarsari 3.789 0 0,00% 7 29,17% 9 37,50% 8 33,33% 24 100% 17 71% 4,49 8 UPT Cimanggis 3.786 0 0,00% 1 3,33% 23 76,67% 6 20,00% 30 100% 29 97% 7,66 9 Tugu 9.022 0 0,00% 2 6,06% 11 33,33% 20 60,61% 33 100% 31 94% 3,44 10 PasirGunung Selatan 2.879 0 0,00% 0 0,00% 20 95,24% 1 4,76% 21 100% 21 100% 7,29 11 Harjamukti 2.127 0 0,00% 7 46,67% 4 26,67% 4 26,67% 15 100% 8 53% 3,76

12 Beji UPT Beji 5.398 0 0,00% 7 22,58% 21 67,74% 3 9,68% 31 100% 24 77% 4,45

13 KemiriMuka 5.693 0 0,00% 6 20,69% 18 62,07% 5 17,24% 29 100% 23 79% 4,04

14 Tanah Baru 3.720 0 0,00% 0 0,00% 11 52,38% 10 47,62% 21 100% 21 100% 5,65

15 Cipayung UPT Cipayung 9.305 0 0,00% 44 65,67% 12 17,91% 11 16,42% 67 100% 23 34% 2,47

16 Sukmajaya UPT Sukmajaya 8.105 0 0,00% 0 0,00% 17 45,95% 20 54,05% 37 100% 37 100% 4,57

17 Bhaktijaya 6.884 0 0,00% 1 3,45% 3 10,34% 25 86,21% 29 100% 28 97% 4,07

18 Abadijaya 5.657 0 0,00% 1 2,17% 28 60,87% 17 36,96% 46 100% 45 98% 7,95

(14)

20 Tapos UPT Tapos 1.992 0 0,00% 2 6,67% 28 93,33% 0 0,00% 30 100% 28 93% 14,06

21 Sukatani 7.152 0 0,00% 24 57,14% 14 33,33% 4 9,52% 42 100% 18 43% 2,52

22 Jatijajar 2.546 0 0,00% 0 0,00% 6 42,86% 8 57,14% 14 100% 14 100% 5,50

23 Cilangkap 3.685 0 0,00% 2 10,00% 16 80,00% 2 10,00% 20 100% 18 90% 4,88

24 Cimpaeun 1.414 0 0,00% 1 5,00% 19 95,00% 0 0,00% 20 100% 19 95% 13,44

25 Pancoran Mas UPT Pancoran Mas 8.740 0 0,00% 5 11,36% 21 47,73% 18 40,91% 44 100% 39 89% 4,46

26 Rangkapan Jaya 4.733 0 0,00% 12 30,00% 12 30,00% 16 40,00% 40 100% 28 70% 5,92

27 Depok Jaya 4.886 0 0,00% 10 32,26% 14 45,16% 7 22,58% 31 100% 21 68% 4,30

28 Limo UPT Limo 5.584 0 0,00% 18 39,13% 19 41,30% 9 19,57% 46 100% 28 61% 5,01

29 Cilodong UPT Cilodong 2.218 0 0,00% 2 8,70% 18 78,26% 3 13,04% 23 100% 21 91% 9,47

30 Kalimulya 1.317 0 0,00% 11 45,83% 11 45,83% 2 8,33% 24 100% 13 54% 9,87

31 Villa Pertiwi 5.322 0 0,00% 21 60,00% 7 20,00% 7 20,00% 35 100% 14 40% 2,63

32 Cinere UPT Cinere 7.745 0 0,00% 23 51,11% 14 31,11% 8 17,78% 45 100% 22 49% 2,84

Jumlah 143.916 0 0,00% 272 27,61% 475 48,22% 238 24,16% 985 100% 713 72% 4,95

20 Tapos UPT Tapos 1.992 0 0,00% 2 6,67% 28 93,33% 0 0,00% 30 100% 28 93% 14,06

21 Sukatani 7.152 0 0,00% 24 57,14% 14 33,33% 4 9,52% 42 100% 18 43% 2,52

22 Jatijajar 2.546 0 0,00% 0 0,00% 6 42,86% 8 57,14% 14 100% 14 100% 5,50

23 Cilangkap 3.685 0 0,00% 2 10,00% 16 80,00% 2 10,00% 20 100% 18 90% 4,88

24 Cimpaeun 1.414 0 0,00% 1 5,00% 19 95,00% 0 0,00% 20 100% 19 95% 13,44

25 Pancoran Mas UPT Pancoran Mas 8.740 0 0,00% 5 11,36% 21 47,73% 18 40,91% 44 100% 39 89% 4,46

26 Rangkapan Jaya 4.733 0 0,00% 12 30,00% 12 30,00% 16 40,00% 40 100% 28 70% 5,92

27 Depok Jaya 4.886 0 0,00% 10 32,26% 14 45,16% 7 22,58% 31 100% 21 68% 4,30

28 Limo UPT Limo 5.584 0 0,00% 18 39,13% 19 41,30% 9 19,57% 46 100% 28 61% 5,01

29 Cilodong UPT Cilodong 2.218 0 0,00% 2 8,70% 18 78,26% 3 13,04% 23 100% 21 91% 9,47

30 Kalimulya 1.317 0 0,00% 11 45,83% 11 45,83% 2 8,33% 24 100% 13 54% 9,87

31 Villa Pertiwi 5.322 0 0,00% 21 60,00% 7 20,00% 7 20,00% 35 100% 14 40% 2,63

32 Cinere UPT Cinere 7.745 0 0,00% 23 51,11% 14 31,11% 8 17,78% 45 100% 22 49% 2,84

(15)
(16)

KERANGKA KONSEP DAN METODE SURVEI 1. Kerangka Konsep IPKM

Depkes pada tahun 2010 telah mengembangkan IPKM dengan pengertian bahwa IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) IPKM merupakan indeks komposit yang dirumuskan dari 24 indikator kesehatan yang dapat menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan. Pengembangan IPKM dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu:

• Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)

• Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) • Survei Podes (Potensi Desa)

Dengan pengembangan IPKM diharapkan dapat dirumuskan indikator komposit dari berbagai indikator kesehatan berbasis komunitas yang menggambarkan keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat.

IPKM dapat dimanfaatkan untuk berbagai maksud dan kepentingan, antara lain:

1. Sebagai Indikator untuk menentukan peringkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat.

2. Sebagai bahan advokasi ke Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota agar terpacu menaikkan peringkatnya, sehingga pemanfaatan sumber daya dan program kesehatan dapat diprioritaskan pada wilayah yang IPKM nya masih rendah.

3. Sebagai salah satu kriteria penentuan alokasi dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah (Provinsi maupun Kabupaten/ Kota) dan dari Provinsi ke Kabupaten/ Kota.

Variabel-variabel yang digunakan pada analisis awal IPKM untuk masing-masing survei berbeda dan saling mendukung. Secara rinci sebagai berikut:

1. Variabel pada Susenas yaitu akses air bersih, akses sanitasi lingkungan, dukungan variabel PHBS

2. Variabel pada Riskesdas yaitu penyakit, pemanfaatan fasilitas kesehatan, ketanggapan, kesehatan balita, perilaku, status gizi, sanitasi lingkungan

3. Variabel pada Podes yaitu jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan. Langkah-langkah analisis selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Menghitung nilai empiris. Dilakukan penyetaraan kondisi nilai cakupan dengan nilai prevalensi penyakit atau status kesehatan. Pada variabel cakupan, nilai sesuai dengan cakupan dari hasil analisis. Nilai cakupan semakin tinggi maka semakin baik. Pada variabel prevalensi penyakit atau status kesehatan, dilakukan penyetaraan dengan menggunakan rumus {100-angka prevalensi}. Dengan demikian nilai prevalensi tersebut mempunyai arti yang sama dengan cakupan bahwa semakin tinggi nilai variabel prevalensi maka semakin baik. Untuk ketenagaan dilakukan penghitungan rasio dokter per puskesmas dan rasio bidan per desa.

2. Nilai persen tiap variabel yang sudah dilakukan penyetaraan dikalikan dengan nilai bobot. Kelompok “indikator mutlak” dikalikan bobot 5, kelompok “indikator penting”

(17)

dikalikan 4, dan kelompok “indikator perlu” dikalikan 3. Hasil perkalian tersebut yang diurutkan menjadi nilai empiris. Makin tinggi nilai yang diperoleh maka makin bagus. 3. Setelah mendapatkan nilai empiris untuk mendapatkan nilai indeks perlu melakukan

penghitungan nilai teoritis. Untuk memperoleh nilai teoritis, mengacu:

a) Pada cakupan: nilai terburuk sama dengan 0 dan nilai terbaik sama dengan 100

b) Pada prevalensi: nilai terburuk sama dengan nilai riil terendah setelah disetarakan dan nilai terbaik sama dengan 100

c) Pada ratio: nilai terburuk untuk dokter sama dengan 0 dan nilai terbaik sama dengan 10. Untuk bidan, nilai terburuk sama dengan 0 dan terbaiknya sama dengan 3.

4. Kemudian nilai teoritis seluruh variabel dijumlahkan pada masing-masing kelompok indikator. Penjumlahan tersebut untuk kelompok nilai terburuk dan kelompok nilai terbaik. Setelah masing kelompok dihitung, kemudian kalikan bobot masing-masing seperti pada kelompok indikator mutlak, penting, dan perlu. Perkalian ini pun dilakukan untuk masing-masing kelompok nilai terburuk dan kelompok nilai terbaik. 5. Tahap selanjutnya untuk mendapatkan nilai indeks adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah pembuatan indeks tersebut dilakukan pada beberapa model dengan melibatkan variasi variabel, kemudian dilakukan korelasi dengan nilai Umur Harapan Hidup setiap Kabupaten/ Kota. Pemilihan indeks berdasarkan nilai prioritas variabel yang ikut serta dalam model dan besarnya nilai korelasi yang dihasilkan.

Berdasarkan metode yang telah ditentukan, maka dilakukan analisis pada 22 model kombinasi indikator. Jumlah variabel yang terlibat antara 18 sampai dengan 24. Model-model tersebut diuji korelasi terhadap Umur Harapan Hidup (UHH) setiap Kabupaten/ Kota. Hasil korelasi berkisar antara 0,314 sampai dengan 0,532 dan semua model mempunyai nilai kemaknaan p<0,001. Model yang terpilih mempertimbangkan variabel yang dianggap prioritas dan nilai korelasi.

Model IPKM terpilih melibatkan 24 variabel dengan melibatkan rasio dokter/ puskesmas dan rasio bidan/ desa. Nilai korelasi yang diperoleh dari model ini sebesar 0,512. Rincian variabel tersebut sebagai berikut.

(18)

No Variabel Bobot

1. Prevalensi Balita gizi buruk dan kurang 5

2. Prevalensi Balita sangat pendek dan pendek 5

3. Prevalensi Balita sangat kurus dan kurus 5

4. Akses Air Bersih 5

5. Akses Sanitasi 5

6. Cakupan Penimbangan Balita 5

7. Cakupan Pemeriksaan Neonatal-1 5

8. Cakupan imunisasi lengkap 5

9. Rasio dokter per puskesmas 5

10. Rasio bidan per desa 5

11. Cakupan persalinan oleh nakes 5

12. Prevalensi Balita Gemuk 4

13. Prevalensi Diare 4

14. Prevalensi Hipertensi 4

15. Prevalensi Pnemonia 4

16. Proporsi Perilaku Cuci tangan 4

17. Prevalensi Gangguan Mental 3

18. Proporsi Merokok Tiap Hari 3

19. Prevalensi Penyakit Gigi dan Mulut 3

20. Prevalensi Asma 3

21. Prevalensi Disabilitas 3

22. Prevalensi Cidera 3

23. Prevalensi Penyakit Sendi 3

24. Prevalensi ISPA 3

2. Metode

Untuk penghitungan IPKM yang dapat merepresentasikanmasing-masingdari 11 kecamatan di Kota Depokmaka digunakan metode Survei Cepat (Rapid Survey).

3. Populasidan Sampling

Populasisurveiiniadalahsemuapenduduk di 11 Kecamatan di Kota Depok.Sebagian besar indikator IPKM adalah terkaitan dengan kesehatan ibu dan anak maka sample penelitian ini adalah rumah tangga yang punya anak balita di 11 kecamatan Kota Depok.

Cara pengambilan sample metode survey cepat menurut WHO adalah sample klaster 2 tahap. Tahap pertama dipilih 30 klaster sesuai PPS dan pada tahap kedua dipilih subjek penelitian. Klaster adalah kumpulan penduduk dengan batasan tertentu dan memiliki karakteristik yang heterogen di dalam kumpulan tersebut. Pemilihan klaster pada tahap pertama secara propability proportionate to size untuk memilih 30 klaster rukun warga (RW). RW akan dijadikan sebagai klaster dan merupakan unit sample primer (primary sampling unit atau PSU).

(19)

Gambar 1.METODE & PROSEDUR SAMPLING

Unit Sampel/responden dalam survey di masyarakat adalah: rumah tangga dengan anggota keluarga telah tinggal di area penelitian setidaknya 3 bulan sebelum surveidilaksanakanpada bulanNovember 2013. Dari setiap rumah tangga yang memilikianakBalita, kepala rumah tangga atau pasangannya akan dipilih sebagai unit informasi yang akandiwawancarai. Anak balitaadalahanakberusia maksimal 5 tahun (59 bulan) pada saat pengukuran data dilakukan. Anak yang dimaksud adalah anak dari rumah tangga terpilih. Anak balita yang akandiukur status gizinyadibatasiusia 6 bulanataulebih. Jikaanakbalita yang berusia 6 -- 59bulanlebihdarisatu orang makapilihlahanakbalitatermuda.

Tahap-1.Memilih 30 cluster secaraacakproporsional Tiapkecamatan: dilakukanpemilihan 210 respondendenganmetode cluster 2 tahap

Tahap-2: Memilih 7 rumahtanggadenganBalita di RW terpilih

DibutuhkanDaftar RW besertajumlahpenduduk per RW di tiapkecamatan

Penelitimemilih 30 secara PPS (probability proportional to size)

Enumerator membuatdaftarrumahtangga yang memilikianakusiadibawah 5 tahundanmemilih 7 rumahtanggasecaraacaksistematik Enumerator mewawancaraipetugasPuskesmas KotaDepok: 11kecamatansebagailokasistudi (total populasikecamatan) Enumerator mewawancaraiibuBalitadanmengukur TB & BB Balita

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Indeks Kesehatan di 11 Kecamatan

Dalam penilaian indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat, indikator yang digunakan ada 24 indikator. Indikator-indikator tersebut diklasifikasikan menjadi indikator-indikator mutlak, indikator-indikator penting dan indikator-indikator perlu.

Tabel 4.1

Nilai IPKM dan Rangking Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Rangking Kecamatan Nilai IPKM

1 Pancoran Mas 0,91 2 Sukmajaya 0,90 3 Cimanggis 0,89 4 Tapos 0,87 5 Sawangan 0,87 6 Cilodong 0,86 7 Beji 0,86 8 Bojongsari 0,85 9 Cipayung 0,85 10 Cinere 0,83 11 Limo 0,82 Kota Depok 0,86

2. Status Gizi Balita

Status gizi balita dinilai dengan berdasarkan parameter antropometri berat badan dan tinggi/panjang badan. Indikator status gizi yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini kurang dapat memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis atau akut. Biasanya berat badan rendah dapat disebabkan karena anaknya pendek atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut).Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis. Umumnya penyebab masalah gizi ini adalah keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, pola makan yang kurang baik sejak anak dilahirkan sehingga anak menjadi pendek. Indikator BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut yang biasanya akibat dari situasi seperti wabah penyakit, kelaparan.

(21)

Grafik 4.1

Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas tampak bahwa kasus gizi buruk dan gizi kurang terbanyak di kecamatan Cipayung. Kecamatan yang masih mengalami kasus gizi kurang dan gizi buruk dengan prevalensi diatas rata-rata Kota Depok adalah Cipayung, Cinere, Bojongsari, Sawangan, Cilodong dan Tapos.

Masalah gizi buruk atau gizi kurang yang kerap muncul di masyarakat karena bayi tidak mendapatkan makanan yang tepat dalam jumlah yang cukup. Usia bayi yang tepat untuk mendapatkan makanan pendamping ASI adalah setelah 6 bulan. Namun, sering kali bayi belum berusia 4 bulan atau kurang sudah diberikan makanan tambahan. Masalah lainnya adalah ibu yang kekurangan gizi cenderung melahirkan bayi yang kekurangan gizi juga.

Mengapa sebab-sebab tersebut muncul? Bisa saja ibu atau keluarga ibu yang atau lingkungan masyarakat yang kurang memiliki informasi tentang perawatan bayi termasuk ASI eksklusif, terlebih bila ibu bekerja. Saat cuti melahirkan sudah habis, perawatan bayi dialihkan kepada anggota keluarga lain atau orang lain sehingga mendorong kegiatan pemberian ASI eksklusif pun sering terabaikan.

(22)

Grafik 4.2

Prevalensi Balita Sangat Pendek dan Pendek Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Pada grafik diatas tampak bahwa Kecamatan Cinere memiliki tingkat prevalensi balita sangat pendek dan pendek yang paling banyak. Sedangkan kecamatan lain yang memiliki masalah serupa dengan angka diatas rata-rata Kota Depok adalah kecamatan Cipayung, Sawangan, Beji, dan Bojongsari.

Grafik 4.3

Prevalensi Balita Sangat Kurus dan Kurus Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

(23)

Prevalensi balita sangat kurus dan kurus terbanyak terdapat pada kecamatan Pancoran Mas. Kecamatan lain yang memiliki masalah yang sama adalah kecamatan Cilodong, Cipayung, Sukmajaya, dan Limo.

Grafik 4.3

Prevalensi Balita Gemuk

Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

3. Kesehatan Anak

Tingkat kesehatan anak di wilayah Kota Depok semakin membaik. Umumnya situasi ini dipengaruhi oleh meningkatnya cakupan pelayanan yang diterima anak sejak dalam kandungan seperti: pelayanan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan neonatal, dan cakupan imunisasi.

Cakupan penimbangan balita di wilayah Kota Depok cenderung sudah baik. Hanya kecamatan Sawangan dan Bojongsari yang cakupan penimbangannya masih dibawah 90%.

Tabel 4.2.

Cakupan Penimbangan Balita Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

No. Kecamatan Cakupan Penimbangan Balita

1 Sukmajaya 98,60 2 Limo 97,30 3 Cilodong 95,00 4 Cinere 92,70 5 Pancoran Mas 92,60 6 Cimanggis 91,20 7 Tapos 91,00

(24)

9 Beji 90,00

10 Bojongsari 86,50

11 Sawangan 74,30

Kota Depok 90,89

Pemeriksaan neonatal yang dilakukan antara 1-7 hari setelah bayi lahir di wilayah Kota Depok cenderung sudah baik. Namun, ada beberapa kecamatan yang cakupan pemeriksaan neonatal ini masih dibawah 90 yaitu kecamatan Bojongsari, Cinere, Beji, Sawangan dan Cimanggis.

Tabel 4.3.

Cakupan Pemeriksaan Neonatal Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

No. Kecamatan Cakupan Pemeriksaan Neonatal 1

1 Sukmajaya 98,60 2 Tapos 98,60 3 Limo 98,60 4 Pancoran Mas 97,30 5 Cipayung 93,00 6 Cilodong 91,00 7 Cimanggis 89,90 8 Sawangan 89,00 9 Beji 88,70 10 Cinere 84,20 11 Bojongsari 81,60 Kota Depok 91,86 Grafik 4.4

(25)

4. Kesehatan Reproduksi

Komponen kesehatan reproduksi yang menjadi variabel perhitungan IPKM adalah persalinan oleh tenaga kesehatan. Secara umum, tingkat persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Depok sudah baik. Kecamatan yang masih perlu dorong cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Depok karena cakupannya masih dibawah 90% adalah Kecamatan Cipayung dan Pancoran Mas.

Grafik. 4.5.

Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kota Depok Tahun 2013

(26)

dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat. Bila ISPA yang mengenai jaringan paru-paru maka dapat menjadi Pneumonia.

Dalam kajian ini diketahui bahwa prevalensi penyakit ISPA tertinggi di KecamatanTapos. Kecamatan lain di Kota Depok yang juga mengalami masalah penyakit ISPA dengan angka prevalensi diatas rata-rata Kota Depok adalah kecamatan Bojongsari, Beji, Cimanggis, dan Sawangan.

Grafik. 4.6.

Prevalensi Penyakit ISPA Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Pada grafik dibawah ini tampak bahwa kasus penyakit pneumonia di Kota Depok masih relatif rendah. Namun, pada beberapa kecamatan harus diwaspadai dengan tingkat prevalensi penyakit pneumonia yang cukup tinggi yaitu kecamatan Bojongsari, Cimanggis dan Tapos.

Grafik. 4.7

(27)

Pada grafik berikut dapat diketahui bahwa Kecamatan Sawangan merupakan kecamatan dengan prevalensi penyakit diare tertinggi di wilayah Kota Depok. Disusul kecamatan Cilodong, Cipayung, Bojongsari, Beji, Sukmajaya dan Cinere yang memiliki angka prevalensi diare diatas rata-rata Kota Depok.

Grafik. 4.8

Prevalensi Penyakit Diare Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Pada grafik dibawah ini tampak bahwa kecamatan Sukmajaya, Bojongsari, Cimanggis, Cinere, Cilodong dan Beji memiliki prevalensi penyakit gigi dan mulut yang diatas rata-rata angka Kota Depok. Ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kota Depok untuk dapat mengembangkan program-program kesehatan dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Kota Depok.

(28)

6. Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular yang menjadi penilaian dalam IPKM adalah hipertensi, gangguan mental, asma dan penyakit sendi.

Grafik. 4.10

Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

(29)

Prevalensi Penyakit Asma Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Gangguan mental merupakan suatu kondisi yang mengindikasikan individu mengalami seuatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut. Kesehatan mental yang diukur dalam IPKM ini dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ).

Grafik. 4.12

Prevalensi Penyakit Gangguan Mental Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Grafik. 4.13

(30)

7. Cedera dan Disabilitas

Kasus cedera yang diperoleh dalam penilaian IPKM ini adalah berdasarkan wawancara. Cedera yang dimaksud adalah kecelakaan dan peristiwa yang sampai membuat kegiatan sehari-hari individu menjadi terganggu.

Grafik. 4.14

Prevalensi Cedera Berdasarkan Kecamatan di Kota Depok Tahun 2013

Grafik. 4.14

(31)

8. Kesehatan Lingkungan

Dalam perhitungan IPKM, hal yang diukur terkait kesehatan lingkungan adalah akses air dan akses sanitasi. Akses air ini dinilai dengan penggunaan air per kapita dalam rumah tangga. Pengelompokan jumlah penggunaan air untuk keperluan rumah tangga mengacu pada kriteria WHO. Jumlah penggunaan air dikelompokkan menjadi beberapa kriteria yaitu:

a. Penggunaan air kurang dari 5 liter/orang/hari menunjukkan tidak akses. b. Penggunaan air antara 5-19,9 liter/orang/hari menunjukkan akses kurang. c. Penggunaan air antara 20-49,9 liter/orang/hari menunjukkan akses dasar. d. Penggunaan air antara 50-99,9 liter/orang/hari menunjukkan akses menengah. e. Penggunaan air lebih dari 100 liter/orang/hari menunjukkan akses optimal.

Tabel. 4.4.

Akses Air Bersih Berdasarkan Kecamatan Di Kota Depok Tahun 2013

No. Kecamatan Akses air bersih

1 Sukmajaya 100,00 2 Cimanggis 100,00 3 Tapos 100,00 4 Bojongsari 100,00 5 Pancoran Mas 99,30 6 Sawangan 98,70 7 Beji 98,00 8 Cinere 97,90 9 Cilodong 95,70 10 Cipayung 88,40 11 Limo 21,80 Kota Depok 90,89

(32)

Akses Sanitasi Berdasarkan Kecamatan Di Kota Depok Tahun 2013

No. Kecamatan Akses Sanitasi

1 Limo 98,60 2 Pancoran Mas 98,00 3 Bojongsari 97,90 4 Cimanggis 97,30 5 Tapos 96,70 6 Sukmajaya 95,80 7 Sawangan 95,30 8 Beji 93,30 9 Cipayung 91,90 10 Cilodong 90,70 11 Cinere 64,80 Kota Depok 92,75

9. Perilaku Hidup Sehat dan Bersih

Komponen perilaku hidup sehat dan bersih yang menjadi penilaian dalam IPKM adalah perilaku cuci tangan dan perilaku merokok.

Tabel. 4.6.

Perilaku Mencuci Tangan Berdasarkan Kecamatan Di Kota Depok Tahun 2013

No. Kecamatan Perilaku Cuci Tangan

1 Sawangan 99,30 2 Pancoran Mas 90,30 3 Sukmajaya 82,00 4 Cimanggis 69,80 5 Bojongsari 69,60 6 Cinere 62,10 7 Beji 59,40 8 Cipayung 53,40 9 Cilodong 49,20 10 Tapos 28,50 11 Limo 17,40 Kota Depok 61,91 Tabel. 4.7.

(33)

No. Kecamatan Perilaku Merokok 1 Sawangan 35,60 2 Cilodong 35,40 3 Cipayung 34,70 4 Bojongsari 34,60 5 Tapos 33,90 6 Cinere 31,90 7 Cimanggis 31,70 8 Beji 31,10 9 Sukmajaya 29,50 10 Limo 28,70 11 Pancoran Mas 27,20 Kota Depok 32,21 10. Tenaga Kesehatan

Sumber daya manusia (SDM) adalah komponen yang sangat penting dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan di Kota Depok. Dalam rangka pemenuhan pelayanan yang merata dan berkualitas maka dibutuhkan ketersediaan SDM kesehatan secara memadai baik kuantitas maupun kualitasnya. Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan bahwa badan penyelenggara dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan harus memiliki sumber daya manusia yang cukup dan memadai sesuai kebutuhan serta harus profesional di bidang jaminan kesehatan.

Dalam penilaian IPKM, SDM Kesehatan yang menjadi indikator penting adalah tenaga dokter dan tenaga bidan. Pada tabel berikut diketahui bahwa kecamatan yang memiliki ketersediaan dokter per puskesmas paling sedikit adalah Kecamatan Limo dan kecamatan Bojongsari. Namun demikian, bila dibandingkan dengan Permenkes 81 Tahun 2004, kondisi ini masih memadai dan jumlah tersebut masih memenuhi standar kebutuhan tenaga dokter untuk puskesmas.

Tabel. Kecamatan prioritas Program Peningkatan Tenaga Dokter

No. Kecamatan Rasio dokter/PKM

1 Cipayung 6,00 2 Sukmajaya 4,80 3 Pancoran Mas 4,70 4 Cimanggis 4,00 5 Beji 3,70 6 Sawangan 3,30 7 Tapos 3,20 8 Cilodong 3,00 9 Cinere 3,00 10 Bojongsari 2,50 11 Limo 2,00

(34)

Sedangkan untuk tenaga bidan, rasio bidan per kelurahan yang rendah terdapat di Kecamatan Bojongsari dan Kecamatan Cipayung. Namun dalam peraturan pemerintah, diatur bahwa minimal 1 orang bidan untuk setiap desa atau kelurahan. Dengan demikian, ketersediaan tenaga bidan per kelurahan di seluruh kecamatan di Kota Depok masih relatif baik.

Tabel. Kecamatan prioritas Program Peningkatan Tenaga Bidan

No. Kecamatan Rasio Bidan/kelurahan

1 Cimanggis 3,80 2 Pancoran Mas 2,20 3 Sukmajaya 2,20 4 Tapos 2,00 5 Cilodong 1,80 6 Beji 1,70 7 Sawangan 1,70 8 Limo 1,50 9 Cinere 1,30 10 Cipayung 1,20 11 Bojongsari 1,10 Kota Depok 1,86

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

a. Urutan kecamatan di Kota Depok untuk nilai IPKM dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah sebagai berikut: Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya, Cimanggis, Tapos, Sawangan, Cilodong, Beji, Bojongsari, Cipayung, Cinere, dan Limo.

b. Permasalahan utama di Kecamatan Cipayung adalah kasus balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita sangat kurus dan kurus, akses air bersih, akses sanitasi, kasus diare, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan,ketersediaan bidan per kelurahan, perilaku cuci tangan, perilaku merokok, dan kasus disabiliti.

c. Permasalahan utama di Kecamatan Sukmajaya adalah balita sangat kurus dan kurus, kasus diare, kasus hipertensi, gangguan mental, penyakit gigi dan mulut, kasus asma, dan kasus cedera.

d. Permasalahan utama di Kecamatan Cinere adalah kasus balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita gemuk, akses sanitasi, cakupan pemeriksaan neonatal,kasus diare,kasus hipertensi,gangguan mental,penyakit gigi dan mulut,kasus disabiliti, dan kasus cedera

e. Permasalahan utama di Kecamatan Limo adalahbalita sangat kurus dan kurus, balita gemuk, akses air bersih, perilaku cuci tangan, ketersediaan dokter per puskesmas, dan kasus disabiliti.

f. Permasalahan utama di Kecamatan Tapos adalahkasus balita gizi buruk dan kurang, kasus pneumoni, perilaku cuci tangan, perilaku merokok, kasus asma, dan kasus ISPA.

g. Permasalahan utama di Kecamatan Beji adalahbalita sangat pendek dan

pendek,cakupan pemeriksaan neonatal,kasus diare,kasus hipertensi,perilaku cuci tangan, gangguan mental, penyakit gigi dan mulut, cakupan imunisasi lengkap, kasus cedera,penyakit sendi, dan kasus ISPA.

h. Permasalahan utama di Kecamatan Pancoran Mas adalahbalita sangat kurus dan kurus, dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.

i. Permasalahan utama di Kecamatan Cimanggis adalah cakupan pemeriksaan neonatal, kasus hipertensi, kasus pneumoni, penyakit gigi dan mulut,kasus cedera,penyakit sendi, dan kasus ISPA.

j. Permasalahan utama di Kecamatan Cilodong adalahkasus balita gizi buruk dan kurang, balita sangat kurus dan kurus,akses sanitasi, kasus diare,perilaku cuci tangan, perilaku merokok, dan kasus cedera.

k. Permasalahan utama di Kecamatan Bojongsari adalahkasus balita gizi buruk dan kurang, cakupan penimbangan balita, cakupan pemeriksaan neonatal, kasus diare, kasus hipertensi, kasus pneumoni, ketersediaan bidan per kelurahan, ketersediaan dokter per puskesmas, perilaku merokok, penyakit gigi dan mulut, kasus asma, kasus cedera, penyakit sendi, dan kasus ISPA.

l. Permasalahan utama di Kecamatan Sawangan adalahkasus balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, cakupan penimbangan balita, cakupan pemeriksaan neonatal, kasus diare, gangguan mental, perilaku merokok, penyakit sendi, dan kasus ISPA.

(36)

2. Saran

a. Pengembangan paket intervensi dengan pendekatan pelayanan berkelanjutan difoskuskan pada ibu sebelum hamil, ibu hamil, ibu yang menyusui, bayi dan anak bawah dua tahun.

b. Implementasi program standar emas makanan bayi dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif sampai usi bayi 6 bulan, pemberian makanan pendamping ASI sejak anak berusia 6-24 bulan.

c. Menyusun NSPK untuk mendorong fasilitas kesehatan baik untuk puskesmas, rumah bersalin, praktek bidan swasta, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang ada dilingkungan Kota Depok untuk mengoptimalkan IMD dan program ASI eksklusif. d. Sosialisasi terkait imunisasi menjadi sangat penting baik melalui media elektronik

maupun media cetak.

e. Optimalisasi peran kader posyandu dalam kegiatan penimbangan dan pemantauan tumbuh kembang anak balita dilingkungan RW.

f. Pelibatan institusi atau sekolah taman kanak-kanak (TK atau kelompok bermain) untuk pemantauan kesehatan anak khususnya pada lingkungan perumahan atau kompleks perumahan yang kurang aktif posyandunya.

g. Sosialisasi program Jampersal kepada masyarakat untuk semakin meningkatkan tingkat persalinan oleh tenaga kesehatan.

h. Mengembangkan kelas ibu hamil khususnya pada fasilitas kesehatan seperti puskesmas, dan bidan praktek swasta.

i. Program pengadaan kelas ibu hamil merupakan upaya untuk meningkatkan

pengetahuan dan perubahan perilaku ibu dan keluarga. Akibatnya kesadaran ibu hamil terhadap kesehatannya dan persiapan persalinan serta nifas menjadi lebih baik. Dalam kelas tersebut, ibu hamil dapat berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh dan sistematis.

j. Meningkatkan keaktifan kader dalam pelacakan ibu hamil dan memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan keluarga tentang kesehatan ibu dan bayi serta program jampersal.

Gambar

Gambar 1.METODE &amp; PROSEDUR SAMPLING

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah yang terjadi di atas maka dapat diajukan sebuah penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga

Sebuah pondasi rakit bisa digunakan di mana tanah dasar mempunyai daya dukung yang rendah dan/atau beban kolom yang begitu besar, sehingga lebih dari 50 % dari luas bangunan

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. 0fektif dalam

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terdapat juga pembagian urusan wajib dan urusan

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahan dalam rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan tugas akhir yang

Kami memiliki beragam layanan yang akan membantu untuk menerbitkan buku yang berkualitas dan bernilai jual tinggi, karena kami percaya bahwa sebuah buku akan memiliki makna yang

Bahkan Acropora sp dapat tumbuh 20 cm/tahun, dan banyak ditransplantasi (P2O-LIPI, 2008).. Penelitian ini merupakan salah satu upaya rehabilitasi dan konservasi terumbu