DOI: 10.31544/jtera.v3.i2.2018.157-166
157 Diterima: 16 Agustus 2018; Direvisi: 8 September 2018; Disetujui: 19 September 2018
JTERA, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
© 2018 Jurnal Teknologi Rekayasa, Politeknik Sukabumi
Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan dan
Dampaknya Terhadap Respon Hidrologi DAS
Ciliwung Hulu
Sarif Robo
1, Hidayat Pawitan
2, Suria Darma Tarigan
3, Bambang Dwi Dasanto
41Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, Bogor16680, Indonesia
2,4
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
3Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
sarif_20@apps.ipb.ac.id
Abstrak
Penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu setiap tahunnya mengalami konversi, sehingga berdampak pada aliran permukaan dan debit puncak. Penelitian ini bertujuan untuk memproyeksikan perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap respon hidrologi DAS Ciliwung Hulu. Tools yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tools
analisis perubahan penggunaan lahan dan proyeksi yaitu model CLUE-S dan untuk respon hidrologi menggunakan tools
HEC-GeoHMS yang dipadukan dengan tools GIS. Proyeksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 dengan nilai Kappa akurasi 0,93. Nilai NSE untuk kalibrasi dan validasi model HEC-HMS berkisar antara 0,700 – 0,621. Hasil simulasi respon hidrologi dari hasil proyeksi penggunaan lahan tahun 2030 terhadap dengan debit puncak 111,3 m3/det dan volume limpasan 6,00 x 106 m3.
Kata kunci: penggunaan lahan, proyeksi, CLUE-S, HEC-GeoHMS, skenario
Abstract
Land use in the Ciliwung Hulu watershed is subject to conversion every year, which has an impact on peak surface flow and discharge. This study aims to project changes in land use and its impact on the Ciliwung Hulu watershed hydrological response. The tools used in this study consist of tools for analyzing land use change and projections, namely the CLUE-S model and for hydrological responses using HEC-GeoHMS tools combined with GIS tools. Projected changes in land use in 2030 with a kappa accuracy value of 0.93. NSE value for calibration and validation of the HEC-HMS model ranges from 0.700 to 0.621. The simulation results of the hydrological response from the results of projected land use in 2030 with a peak discharge of 111.3 m3/ sec and runoff volume of 6.00 x 106 m3.
Keywords: land use, projection, CLUE-S, HEC-GeoHMS, scenario
I.
P
ENDAHULUANDaerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air hujan yang jatuh pada daerah tersebut yang akan disimpan dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama secara alami [1]. DAS Ciliwung berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No: 19 tahun 1984 – No: 059/Kpts-11/1984 tanggal 4 April 1984 tentang penanganan konservasi tanah
dalam rangka pengamanan DAS prioritas, termasuk ke dalam 20 DAS super prioritas di Indonesia yang artinya DAS Ciliwung keadaannya sudah cukup kritis sejak tahun 1980-an [2]. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat disertai dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat telah mengakibatkan kebutuhan lahan semakin meningkat. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh Badan Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, 2014, terlihat bahwa tutupan lahan DAS Ciliwung pada tahun 1996 memiliki kawasan hutan seluas
158
5671,7 ha (36,77%), pertanian lahan kering seluas 8696,3 ha (56,7%), pemukiman seluas 383,3 ha (2,49%), dan semak belukar serta lahan terbuka seluas 128,7 ha (0,83%). Pada tahun 2013 menunjukkan penurunan luas hutan sebanyak 496,6 ha, pertanian lahan kering 1892,9 ha, dan semak belukar dan tanah terbuka sebesar 66,6 ha. Luas pemukiman dari tahun 1996 sampai dengan 2013 telah bertambah 1465 ha dari luasan 383,3 ha pada tahun 1996. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan kondisi hidrologi DAS Ciliwung makin terdegradasi. Peningkatan debit di outlet
Katulampa meningkat sebesar 68% dan volume sebesar 59% dari kondisi tahun 1981-1999 [3].
Studi perubahan penggunaan lahan banyak dilakukan untuk melihat dampaknya terhadap aspek hidrologi. Untuk melihat dampak tersebut maka dibangun model persamaan empiris untuk mengestimasi debit puncak. Model tersebut dibatasi oleh ukuran DAS dan kondisi iklim serta hidrologi dimana model tersebut dikembangkan. Model hidrologi saat ini telah dikembangkan berbasis spasial dan melibatkan lebih banyak parameter, sehingga akurasi dalam pemodelan semakin akurat dan terpercaya hasilnya, dengan syarat, metode yang digunakan harus sesuai dengan standar yang ditentukan.
Proyeksi penggunaan lahan telah banyak disimulasikan diberbagai wilayah urban namun belum banyak yang menghubungkan dengan prediksi besarnya aliran permukaan akibat dari perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Untuk dapat melihat hal tersebut maka dalam penelitian ini disimulasikan antara penggunaan lahan hasil proyeksi dengan aliran permukaan sehingga optimalisasi dalam perencanaan DAS dapat dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah memproyeksikan penggunaan lahan ke tahun 2030 serta menganalisis respon hidrologi DAS Ciliwung Hulu.
II.
L
ANDASANT
EORIA. Daerah Aliran Sungai
DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung, yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya ke danau atau laut secara alami [4][5]. DAS adalah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan larut lainnya kedalam sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.
B. DAS Ciliwung
Salah satu DAS terbesar yang berada di bawah pengelolaan BPDAS Citarum-Ciliwung dan mengalir melewati wilayah DKI Jakarta adalah DAS Ciliwung. Menurut toposekuens-nya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu hulu, tengah, dan hilir. Masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok, dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan. Berdasarkan batas administrasi, wilayah DAS Ciliwung melingkupi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Provinsi DKI Jakarta. Total luas DAS Ciliwung adalah 370,8 km2dengan panjang sungai utamanya 124,1 km dari hulu sampai ke hilir. Secara keseluruhan, total panjang aliran di DAS Ciliwung adalah 1076,1 km dengan kerapatan jaringan aliran permukaannya adalah 2,9 km/km2 [6].
C. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah bentuk perwujudan usaha manusia dalam menggunakan sumberdaya alam/lahan, yang di dalamnya terdapat komponen usaha, sedangkan penutupan lahan adalah bentuk perwujudan fisik dari penggunaan yang direncanakan ataupun tidak [7]. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan (land use) juga diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil [8][9].
D. Model CLUE-S
Conversion of Land Use and its Effect atau (CLUE) merupakan pendekatan empiris yang dilakukan dengan studi kasus antara lain di Atlantic Zone (Costa Rica), China, Ekuador, Honduras, dan Pulau Jawa [10]. Model ini merupakan model terpadu, secara spasial nyata, dinamis dan berdasarkan pada sosial ekonomi dan lingkungan. Pemodelan dengan CLUE terdiri atas dua tahap, yaitu: (1) analisis pola perubahan penggunaan lahan yang berasal dari penggunaan lahan lampau dan saat ini, sehingga dapat diketahui variabel penentu (driving factors) yang paling mempengaruhi baik dari aspek biofisik, sosial ekonomi maupun kebijakan; (2) menggunakan hasil analisis tersebut untuk menetapkan skenario yang memungkinkan untuk dilakukan.
E. Model HEC-GeoHMS
HEC-GeoHMS (Hydrologic Engineering Center-Geospatial Hydrologic Modeling Extension) merupakan seperangkat tool yang digunakan pada ArcGIS dan dirancang khusus untuk mengolah data
159 geospasial dan membuat file input, melakukan
manajemen data dan Graphical User Interface
(GUI) untuk model HEC-HMS melalui analisis informasi terrain, deliniasi sub-basin dan sungai, serta mempersiapkan file hidrologi untuk HEC-HMS. HEC-GeoHMS mampu menerjemahkan informasi spasial (SIG) menjadi file untuk model HEC-HMS, yaitu memformat dan mengolah data serta transformasi koordinat [11].
III.
M
ETODEP
ENELITIANA. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2018 pada Wilayah DAS Ciliwung Hulu. Secara geografis terletak pada 106 40’00” - 107 10’ 00” BT dan 6 30’ 00” - 6 10’ 00” LS dan termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.
B. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Peta Topografi skala 1:25.000, Peta Tanah skala 1:100.000, Peta Penggunaan lahan 3 series 1996 dan 2013 yang bersumber dari Badan Planologi Kementerian Kehutanan (BAPLAN) [12], data curah hujan dan debit tahun 1996-2013, serta data potensi desa tahun 2014. Alat yang digunakan berupa seperangkat komputer sistem operasi Windows yang dilengkapi dengan perangkat lunak ArcGIS 10.1, SPSS 17, Geo-HEC HMS 10.1, HEC-HMS 4.0, Microsoft Office 2007. Adapun uraian
data yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
C. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini terdiri dari lima tahapan yaitu: (1) Analisis perubahan penggunaan lahan; (2) Analisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan; (3) Proyeksi perubahan penggunaan lahan; (4) Pemodelan hujan-debit dengan model HEC-HMS; dan (5) Analisis respon hidrologi terhadap perubahan penggunaan lahan. Adapun diagram alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3.
Tabel 1. Data yang digunakan pada penelitian Jenis Data Unit Data Sumber
Peta penggunaan lahan
tahun/ha
Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian Kehutanan Digital Elevation Model (DEM) 12,5 meter https://vertex.daac.asf.al aska.edu/?/
Curah hujan harian Stasiun Cuaca BMKG Debit harian BPDAS Ciliwung -
Cisadane Peta jenis tanah hektar Puslittanak Cimanggu Bogor Layer jaringan jalan meter
Peta Rupa Bumi Indonesia Layer jaringan sungai meter BPDAS Citarum - Ciliwung Data kependudukan dan Sosek jumlah
jiwa/km Badan Pusat Statistik
160
Gambar 2. Diagram alur analisis perubahan penggunaan lahan
Gambar 3. Diagram alur analisis proyeksi perubahan penggunaan lahan tahun 2030
IV.
H
ASIL DANP
EMBAHASANA. Penggunaan Lahan Eksisting
Tutupan lahan (land cover) merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Land cover adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia, sedangkan penggunaan lahan (landuse) adalah tujuan manusia dalam mengeksploitasi land cover [13]. Penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 1996 dan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1996 dan tahun 2013 berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Tabel 2. Penggunaan lahan tahun 1996 dan 2013
Penggunaan Lahan Tahun 1996 2013 Ha % Ha % Hutan Primer 461 3,1 461 3,1 Hutan Sekunder 1558 10,3 1558 10,3 Hutan Tanaman 3597 23,8 5678 37,6 Lahan Terbuka 20 0,1 20 0,1 Pemukiman 1299 8,6 2229 14,7 Perkebunan 1014 6,7 1007 6,7 Pertanian Lahan Kering 5867 38,8 3211 21,2 Sawah 447 3,0 330 2,2 Semak Belukar 854 5,6 623 4,1 Total 15117 100,0 15117 100,0
161 Gambar 4. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1996
162
B. Pola Perubahan Penggunaan Lahan
Arah perubahan penggunaan lahan didapat dari lahan yang berubah dari periode tahun 1996-2013. Penggunaan lahan yang dianalisis adalah penggunaan lahan yang sama pada periode tahun 1996-2013. Pada setiap jenis penggunaan lahan terjadi perubahan dengan arah masing-masing dan berakhir pada jenis penggunaan lahan yang relatif stabil dan tidak lagi berubah. Dominasi pola perubahan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi lima pola perubahan penggunaan lahan, yaitu (1) pertanian lahan kering berubah menjadi pemukiman; (2) pertanian lahan kering berubah menjadi hutan tanaman; (3) sawah berubah menjadi pemukiman; (4) semak belukar berubah menjadi pemukiman; dan (5) semak belukar berubah menjadi hutan tanaman. Dominasi pola perubahan penggunaan lahan ini lebih banyak terjadi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering yang pada akhirnya menjadi pemukiman [14]. Pola perubahan penggunaan lahan akan stabil ketika akan mencapai penggunaan lahan pemukiman/lahan terbangun karena penggunaan lahan pemukiman akan sulit kembali menjadi penggunaan lahan lainnya. Pola dominan perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu tertera pada Tabel 3.
C. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
dengan CLUE-S
Model spasial CLUE-S dibangun dengan menggabungkan 4 variabel sebagai syarat dalam melakukan analisis perubahan penggunaan lahan yaitu kebutuhan penggunaan lahan (demand), nilai peluang penggunaan lahan untuk berubah (elastisitas), karakteristik lokasi (location characteristic), dan kebijakan spasial (spatial policy) [15]. Simulasi model yang dilakukan dengan menggunakan CLUE-S di DAS Ciliwung Hulu menggunakan ukuran raster (30 x 30) m. Hasil transformasi vektor ke raster diperoleh dengan jumlah raster yang terdiri dari 617 baris, dan 513
kolom. Luas untuk tiap sel adalah 900 m2 atau 0.09 ha. Simulasi dengan menggunakan CLUE-S memerlukan data kebutuhan penggunaan lahan atau perubahan penggunaan lahan per tahun. Data kebutuhan penggunaan lahan berdasarkan laju perubahan penggunaan lahan disimpan dalam sebuah file dengan nama demand.in.0 yang digunakan saat simulasi. Data kebutuhan penggunaan lahan tahun t0 dan tahun t1 didapatkan dari luas masing-masing jenis penggunaan lahan pada masing-masing tahun. Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan dibagi atas dua jenis, yaitu: elastisitas konversi (conversion elasticity) dan matriks konversi (conversion matrix). Nilai elastisitas disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian DAS Ciliwung Hulu.
D. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Penggunaan Lahan
Analisis dilakukan terhadap faktor pendorong (driving factors) yang memberi pengaruh terhadap perubahan atau peluang munculnya jenis penggunaan lahan tertentu. Hubungan faktor pendorong dengan peluang munculnya penggunaan lahan menggambarkan kesesuaian lokasi penggunaan lahan. Hasil analisis regresi logistik biner terhadap faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan terlihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Pola dominan perubahan penggunaan lahan
No Pola Perubahan Penggunaan Lahan
Luas Perubahan
(ha)
1 Pertanian lahan kering
Pemukiman 754 2 Pertanian lahan kering Hutan
tanaman 1901 3 Sawah Pemukiman 117 4 Semak belukar Pemukiman 54 5 Semak belukar Hutan
tanaman 177
Tabel 4. Hasil regresi logistik biner (β) Faktor Pendorong Penggunaan Lahan HP HS HT LTR PMK KBN PLK SWH BLK KP -13,92 -2,65 -15,56 0,42 -17,44 JJL 0,46 0,76 -0,09 0,56 -2,88 -1,13 -0,64 JJS 0,29 -0,16 0,78 4,29 -0,63 -0,32 0,34 KL 0,56 1,09 -0,14 -1,08 -0,09 -0,50 TNH JPC 1,02 0,58 0,79 -0,26 0,71 -0,71 0,34 CH 8,57 0,18 0,25 0,81 -0,24 -2,26 -2,19 EL 2,38 0,81 0,47 -2,39 -2,07 Konstanta -76,92 -10,34 -5,42 -13,14 -1,11 -22,00 -14,45 6,99 -19,69 ROC 0,994 0,955 0,814 0,932 0,838 0,995 0,998 0,959 0,913 Keterangan: KP (Kepadatan penduduk), JJL (Jarak dari jalan), JJS (Jarak dari sungai), JPC (Jarak dari pusat kecamatan), TNH (Tanah Assosiasi Typic Hapludans-Typic Troposaments, Assosiasi Typic Humitropepts-Typic Dystropepts, Kompleks Typic Hapludults, Konsosiasi Typic Distropepts, Konsosiasi Typic Eutropepts, Konsosiasi Typic Hapludults, Konsosiasi Typic Humitropepts), CH (Curah hujan), EL (Elevasi)
163 Faktor-faktor pendorong dikelompokkan
menurut faktor sosial ekonomi, biofisik dan aksesibilitas wilayah. Faktor sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk. Faktor pendorong biofisik meliputi, curah hujan, kemiringan lereng, elevasi, arah lereng dan jenis tanah. Faktor aksesibiltas wilayah meliputi, jarak dari kota kecamatan, jarak dari jalan utama, dan jarak dari sungai. Hasil dari analisis regresi logistik diuji ketepatannya dengan menggunakan metode ROC (relative operating characteristic). Nilai ketepatan ini biasanya berada ROC diantara 0,5 sampai 1,0. Nilai 1,0 mengindikasikan hasil perhitungan tepat sempurna, sedangkan nilai 0,5 mengindikasikan bahwa hasil tersebut karena pengaruh acak saja [16]. Rata-rata nilai ROC yang dihasilkan berkisar antara 0,814-0,998. Hal ini menandakan bahwa hasil uji regresi logistik memiliki nilai ketepatan yang tinggi.
E. Hasil Simulasi Prediksi Penggunaan Lahan
Tahun 2030
Simulasi perubahan penggunaan lahan proyeksi tahun 2030 dilakukan dengan skenario laju alami atau tanpa pembatasan. Luas perubahan penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2030 disajikan pada Tabel 5. Hasil prediksi terhadap penggunaan lahan tahun 2030 terlihat hasilnya. Hutan primer tetap yaitu 461 ha, hutan sekunder akan berkurang menjadi 810 ha, hutan tanaman akan mengalami pertambahan menjadi 8296 ha, lahan terbuka berkurang menjadi 20 ha, pemukiman akan mengalami peningkatan menjadi 3641 ha, perkebunan akan mengalami penurunan luas menjadi 972 ha, pertanian lahan kering akan mengalami penurunan luas menjadi 457 ha, sawah akan berkurang menjadi 58 ha, dan semak belukar
akan berkurang menjadi 402 ha dari total luasan DAS.
F. Membangun model basin
Membangun model basin merupakan langkah penting dalam melakukan analisis dalam sistem hidrologi dengan HEC-HMS. Besar nilai threshold
yang digunakan akan menentukan pembentukan jaringan sungai utama dan anak sungai. Jaringan sungai yang terbentuk akan menentukan jumlah subbasin yang terbentuk dalam DAS [17]. Hasil delineasi model subbasin DAS Ciliwung Hulu disajikan dalam Gambar 6 dan Gambar 7. Jumlah Subbasin yang terbentuk dapat berpengaruh terhadap output model [18]. Dalam skala penelitian ini threshold yang digunakan adalah 200 km2/ atau 20000 ha. Subbasin yang terbentuk yaitu Subbasin W130 (Ciseuseupan), Subbasin W140 (Ciesek), Subbasin W170 (Cibalok), Subbasin W190 (Ciliwung Hulu), Subbasin W200 (Cisarua), Subbasin W210 (Cisukabirus), Subbasin W240 (Cisuren). Titik outlet observasi debit terletak pada Subbasin W130.
Tabel 5. Luas penggunaan lahan tahun hasil proyeksi tahun 2030
Penggunaan Lahan Luas (ha)
Hutan Primer 461 Hutan Sekunder 810 Hutan Tanaman 8296 Lahan Terbuka 20 Pemukiman 3641 Perkebunan 972 Pertanian Lahan Kering 457 Sawah 58 Semak Belukar 402
Jumlah 15117
164
Gambar 7. Hasil delineasi model subbasin DAS Ciliwung Hulu
G. Kalibrasi dan Validasi Model HEC-HMS
Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan hasil model yang mendekati kondisi dilapangan atau hasil observasi dengan menyesuaikan parameter parameter didalam model. Metode yang digunakan untuk kalibrasi yaitu metode kombinasi trial and error untuk menentukan detail kombinasi yang optimal. Hidrograf hasil perbandingan simulasi debit kalibrasi dan validasi model HEC-HMS disajikan dalam Gambar 8. Hal ini disebabkan karena proses penggunaannya cukup sederhana,
cepat dan membutuhkan sedikit pengalaman bagi pemodel [19]. Nilai optimum tersebut kemudian dimasukan ke dalam nilai masukan parameter simulasi untuk selanjutnya dilakukan simulasi kembali hingga didapatkan statistik model yang baik dengan melihat nilai NSE (Nash-Sutcliffe Efficiency), hasil kalibrasi model yang berupa debit puncak dan volume limpasan sudah cukup baik bila NSE tinggi. Uji statistik untuk kalibrasi dan validasi model HEC-HMS disajikan pada Tabel 6.
Gambar 8. Hidrograf perbandingan data debit hasil simulasi model dan debit pengamatan hasil kalibrasi (atas) dan hasil validasi (bawah)
0.00 50.00 100.00 150.00 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00
01Jan1996 01Feb1996 01Mar1996 01Apr1996 01May1996 01Jun1996 01Jul1996 01Aug1996 01Sep1996 01Oct1996 01Nov1996 01Dec1996
HUJAN DEBIT OBSERVASI DEBIT MODEL
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00
01Jan2013 01Feb2013 01Mar2013 01Apr2013 01May2013 01Jun2013 01Jul2013 01Aug2013 01Sep2013 01Oct2013 01Nov2013 01Dec2013
165 Gambar 9. Hidrograf perbandingan simulasi hasil proyeksi dan eksisiting
Tabel 6. Statistik uji validasi dan kalibrasi model HEC-HMS
Tahun Validasi NSE Debit puncak
m3/det Volume 106 m3 Waktu Debit Puncak 1996 Observasi - 108,5 4,79 27 Jan 1996 Simulasi 0,700 105,4 3,73 26 Jan 1996 2013 Observasi - 6,69 6,69 20 Jan 2013 Simulasi 0,621 5,80 5,80 19 Jan 2013
Tabel 7. Hasil penerapan skenario simulasi respon hidrologi Simulasi Debit puncak m3/det Volume 106 m3 Waktu Terjadi Puncak
Kondisi Aktual 111.3 5.80 19Jan2013 Hasil Proyeksi 119.8 6.00 18Jan2030
Penentuan nilai kalibrasi yang sesuai untuk DAS Ciliwung Hulu dapat dilakukan dengan melihat parameter-parameter yang sensitif terhadap debit aliran di DAS Ciliwung Hulu. Parameter-parameter tersebut dapat meliputi curve number, initial baseflow, recession constan, dan ratio to peak.
Setelah dilakukan kalibrasi maka model HEC-HMS menunjukkan nilai NSE sebesar 0,700, MAE sebesar 6,3 (m3/det) RMSE 8,7 (m3/det) debit puncak 105,4 (m3/det) dan volume sebesar 3,73 x106 m3, debit puncak atau debit tertinggi terjadi pada tanggal 26 januari 1996 pukul 00:00. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa terjadi perlambatan 1 hari dalam kenaikan debit puncak, serta penurunan debit puncak yang tinggi menjadi lebih rendah. Validasi model dilakukan untuk melihat konsistensi model simulasi jika data masukan dalam hal ini curah hujan berubah dengan nilai masing-masing parameter model hasil kalibrasi tidak berubah. Validasi model bertujuan untuk menguji konsistensi hasil suatu proses sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Pada umumnya, validasi dilakukan dengan menggunakan data setelah periode data yang telah digunakan untuk kalibrasi [20].
Nilai kalibrasi dan validasi model HEC-HMS menunjukkan NSE sebesar 0,700, untuk kalibrasi
sedangkan untuk validasi menunjukkan nilai NSE sebesar 0,621. NSE dari hasil kalibrasi dan validasi menunjukkan bahwa model HEC-HMS memiliki tingkat akurasinya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa model HEC-HMS sangat baik untuk mensimulasi respon hidrologi DAS Ciliwung Hulu. Nilai NSE merupakan tingkat akurasi model, dimana nilai NSE < 0,5 adalah tingkat akurasi rendah, 0,5 < NSE < 0,7 adalah tingkat akurasi tinggi dan NSE > 0,88 adalah akurasi yang sangat tinggi [21].
H.Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan
Terhadap Respon Hidrologi Tahun 2030
Simulasi respon hidrologi pada tahun 2030 dengan menggunakan data hujan dan debit pada tahun 2013, terlihat bahwa debit puncak sebesar 119,8 m3/det dan waktu debit puncak terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aktual pada tahun 2013. Hal ini terjadi karena peningkatan luas pemukiman dan konversi lahan sehingga infiltrasi semakin kecil dan aliran permukaan semakin besar. Hasil penelitian [22] menunjukkan bahwa peningkatan luas hutan mampu mengurangi volume
runoff sebesar 18% di DAS Hei River. Faktor fisik yang berpengaruh terhadap hidrograf meliputi luas dan bentuk DAS, kerapatan jaringan sungai, kemiringan lereng, faktor tanah dan penggunaan lahan [20]. Hasil penerapan simulasi model proyeksi terhadap respon hidrologi disajikan pada Gambar 9 dan Tabel 7.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00
01Jan2013 01Feb2013 01Mar2013 01Apr2013 01May2013 01Jun2013 01Jul2013 01Aug2013 01Sep2013 01Oct2013 01Nov2013 01Dec2013
166
V.
K
ESIMPULANPada penelitian ini telah diproyeksikan perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap respon hidrologi di DAS Ciliwung Hulu. Perubahan penggunaan lahan periode tahun 1996-2013 terdiri dari lahan pertanian kering menjadi pemukiman, pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman, sawah menjadi pemukiman, semak belukar menjadi pemukiman, dan semak belukar menjadi hutan tanaman, dengan luas perubahan yang paling dominan adalah pertanian lahan kering. Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 terlihat bahwa pemukiman tumbuh pesat, sedangkan yang mampu bertahan hanyalah hutan primer karena ada kebijakan pembatasan. Model hidrologi HEC-HMS diaplikasikan untuk respon hidrologi DAS Ciliwung Hulu sangat baik ditunjukkan dengan nilai kalibrasi dan validasi untuk NSE sebesar 0,700 dan 0,621. Dari hasil penerapan simulasi penggunaan lahan tahun 2030 untuk respon hidrologi diperoleh bahwa debit puncak meningkat dari kondisi aktual pada tahun 2013.
R
EFERENSI[1] C. Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Indonesia: UGM Press, 1995 [2] [SKB] Surat Keputusan Bersama. Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri. Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan PU.124/KPTS/1984 Tahun 1984 Tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas, Jakarta, 1984
[3] H. Pawitan, “Present situation of water resources and water related disasters and the role of agro-environmental education in Indonesia”, Tsukuba Asian Seminar on Agricultural Education, November 6-12, 2002
[4] S. Manan, “Peranan Hidrologi Hutan dan Pengelolaan DAS,” Prosiding Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu, Departemen Kehutanan UGM, 3-5 Oktober 1985
[5] N. Sinukaban, S. D. Tarigan, W. Putrakusuma, D. P. T. Baskoro, E. D. Wahyuni, “Analysis of Watershed Functionsediment transport Across various type of filter strip,” Final report in association with ICRAF and UNILA. Laboratory of Soil Physics and Conservation, Department of Soil Science. Bogor Agricultural University, 2000 [6] [BPDAS-HL] Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. 2014. RTk-RHL DAS Tahun 2015-2029 Wilayah Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung [7] E. Rustiadi, S. Saefulhakim, D. Panuju,
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Jakarta: Yayasan Obor, 2009
[8] T. M. Lillesand, R. W. Kiefer, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997
[9] S. Arsyad, Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press, 2006
[10] A. Veldkamp, E. F. Lambin, “Editorial: predicting land-use change agriculture,” Ecosystems and Environment. 85. 1–6, 2001
[11] (2010), M. J. Fleming, J. H. Doan, HEC-GeoHMS Geospatial Hydrologic Modeling Extension User's Manual [Online]. Available: http:// www. hec. usace. army. mil/ software/ hec-geohms /documentation/ HEC - GeoHMS_Users_Manual_ 5.0.pdf
[12] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Planologi, Tutupan Lahan Pulau Jawa-Bali. Jakarta (ID): Kemenhut RI, 2013 [13] E. F. Lambin, J. G. Helmut, L. Erika, “Dynamics of
Land-use and land-cover change in tropical regions,” Annu. Rev. Environ. Resour, 28: 205–41, 2003
[14] A. Rafiuddin, “Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Mempertahankan Swasembada Pangan Domestik di Kabupaten Karawang,” Tesis Magister, Institut Pertanian Bogor, 2016
[15] P. H. Verburg, The CLUE Modelling Framework Course Material. Amsterdam: Institute for Environmental Studies, University Amsterdam, 2010
[16] J. P. Lesschen, P. H. Verburg, “Land-Use and Land-Cover Change (LUCC) Project,”
International Human Dimensions Programme on Global Environmental Change (IHDP)
[17] D. Sulaeman, “Simulasi Teknik Konservasi Tanah dan Air Metode Vegetatif dan Sipil Teknis Menggunakan Model SWAT,” Tesis Magister, Institut Pertanian Bogor, 2016
[18] T. W. Fitzhugh, D. S. Mackay, “Impact of input parameter spatial aggregation on an agricultural nonpoint source pollution model,” Journal of Hydrology, vol.23, pp. 35-53, 2000
[19] Indarto, Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Edisi 1 cetakan 2. Jakarta: Bumi Aksara, 2010
[20] Indarto, Hidrologi Metode Analisis dan Tool untuk Interpretasi Hidograf Aliran Sungai, Jakarta: Bumi Aksara, 2016
[21] A. García, A. Sainz, J. A. Revilla, C. Álvarez, J. A. Juanes, A. Puente, “Surface water resources assessment in scarcely gauged basins in the north of Spain,” Journal of Hydrology, vol. 356 (3-4), pp. 312-326, 2008
[22] H. He, J. Zhou, W. Zhang, “Modelling the impacts of enviromental changes on hidrological regimes in the Hei River Watershed, China,” Glob and Planet Chan, vol. 61, pp. 175-193, 2008