• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN DESENTRALISASI, PEMERINTAHAN DAERAH DAN PERKEMBANGAN DESA DI PROVINSI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN DESENTRALISASI, PEMERINTAHAN DAERAH DAN PERKEMBANGAN DESA DI PROVINSI BALI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN DESENTRALISASI, PEMERINTAHAN DAERAH DAN PERKEMBANGAN DESA DI

PROVINSI BALI

2.1 Desentralisasi

Secara etimologi istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu ”de” berarti lepas dan centrum berani pusat. Jadi menurut perkataan berasal dari desentralisasi adalah melepaskan dari pusat.21

Desentralisasi dalam arti self government menurut Smith dalam Khairul Muluk22 berkaitan dengan adanya subsidi teritori yang memiliki self government melalui lembaga politik yang akan direkrut secara demokratis sesuai dengan batas yuridiksinya. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat daerah baik provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan atas daerah pemilihan yang mencerminkan aspirasi rakyat di daerah pemilihan tenentu. Karena dewan perwakilan rakyat daerah merupakan elemen dalam penyelenggraaan pemerintahan di daerah.

Menurut Henry Maddick dalam Juanda, desentralisasi merupakan pengalihan kekuasaan secara hukum untuk melaksanakan fungsi yang

21 Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, PT. Alumni Bandung, hal. 117.

22 Smith, dalam Khairul Muluk, 2005, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah,

Banyumedia Publishing, Malang, hal. 8.

(2)

spesifik maupun residual yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.23 Amrah Muslimin menyebutkan, sistem desentralisasi, yaitu pelimpahan kewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu mengurus rumah tangganya sendiri.24

Berdasarkan pendapat Bachrul Elmi menyebutkan, bahwa desentralisasi berarti memberikan sebagian dari wewenang pemerintahan pusat kepada daerah, untuk melaksanakan dan menyelesaikan urusan yang menjadi tanggung jawab dan menyangkut kepentingan daerah yang bersangkutan (otonomi). Urusan yang menyangkut kepentingan dan tanggung jawab daerah meliputi : urusan umum dan pemerintahan, penyelesaian fasilitas pelayanan dan urusan sosial, budaya, agama dan kemasyarakatan.25

Penyerahan urusan pemerintahan lebih lanjut menurut Siswanto Sunarno26 menjelaskan bahwa desentralisasi berarti pelepasan tanggung

jawab yang berada dalam lingkup pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah, Desentralisasi seringkali disebut pemberian otonomi. Dengan kata lain, bahwa desentralisasi merupakan penotonomian menyangkut proses memberikan otonomi kepada masyarakat dalam wilayah tertentu.

Pada hakekatnya pemerintahan daerah melaksanakan asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

23Henry Maddick dalam Juanda, Loc. Cit.

24Amrah Muslimin, 1986, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, hal.

5.

25Bachrul Elmi, 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas

Indonesia Press, hal. 7.

(3)

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan pemerintahan wajib dan pilihan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan otonomi daerah adalah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah dalam fungsi mengatur bersifat menetapkan peraturan -peraturan terhadap kepentingan daerah yang bersifat abstrak berisi norma perintah dan larangan, sedangkan tindakan mengurus bersifat peristiwa konkrit serta tindakan mengadili yaitu mengambil tindakan dalam bentuk keputusan untuk menyelesaikan sengketa dalam hukum publik, privat dan hukum adat.

Sistem daerah otonom berdasarkan asas desentralisasi, pemerintahan daerah melakukan urusan penyelenggaraan rumah tangga sendiri telah didelegasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, oleh Jimly Asshiddiqie27, dinyatakan memiliki kewenangan untuk mengurus, sebagai urusan rumah tangga daerahnya sendi ri, sehingga dikenal tiga ajaran dalam pembagian penyelenggaraan pemerintah negara,yakni: (1) ajaran rumah tangga materiil; (2) ajaran rumah tangga formil; dan (3) ajaran rumah tangga riil. Lebih lanjut ketiga ajaran rumah tangga ini dijelaskan oleh Jimly Asshiddiqie sebagai berikut :28

27 Jimly Asshiddigie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, PT. Bhuana

Ilmu Populer, Jakarta, hal. 423.

(4)

1. Ajaran rumah tangga materiil, untuk mengetahui yang manakah urusan yang termasuk rumah tangga daerah atau pusat. Urusan rumah tangga ini melihat materi yang ditentukan akan diurus oleh pemerintahan pusat atau daerah masing-masing. Dengan demikian pemerintah pusat dinilai tidak akan mampu menyelenggarakan sesuatu urusan dengan baik karena urusan itu termasuk materi yang dianggap hanya dapat dilakukan oleh daerah, atau sebaliknya pemerintah daerah tidak akan mampu menyelenggarak an suatu urusan karena urusan itu termasuk materi yang harus diselenggarakan oleh pusat.

2. Ajaran rumah tangga formil, merupakan urusan rumah tangga daerah dengan penyerahannya didasarkan atas peraturan perundang -undangan, sehingga hal-hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah dipertegas rinciannya dalam undang-undang.

3. Ajaran rumah tangga riil, yaitu urusan rumah tangga yang didasarkan kepada kebutuhan riil atau keadaan yang nyata, dengan didasarkan pertimbangan untuk mencapai manfaat yang sebesar -besarnya, sesuatu urusan yang merupakan wewenang pemerintah daerah dikurangi, karena urusan itu menurut keadaan riil sekarang berdasarkan kebutuhan yang bersifat nasional. Akan tetapi sebaliknya suatu urusan dapat pula dilimpahkan kepada daerah untuk menjadi suatu urusan rumah tangga daerah, mengingat manfaat dan hasil yang akan dicapai jika urusan itu tetap

(5)

diselenggarakan oleh pusat akan menjadi berkurang dan penambahan atau pengurangan suatu wewenang harus diatur dengan undang-undang atau peraturan peraturan lainnya.

Pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi seluas -luasnya, berdasarkan pendapat Sudono Syueb menyebutkan pada intinya, bahwa daerah diberikan kebebasan dan kehadirian untuk mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk menentukan sendiri kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dalam pemilihan langsung kepada masyarakat. Melalui pemilihan langsung, maka dihasilkan kepala daerah otonom adalah pemimpin rakyat di daerah bersangkutan yang mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pemerintahan daer ah guna mewujudkan kesejahteraaan rakyat di daerah. Sebagai kepala daerah otonom, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip demokrasi, karena melibatkan sebesar -besarnya peran rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta menciptakan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang demokratis akan dapat menyelenggarakan roda pemerintahan berdasarkan prinsip akuntabilitas dan transparansi, partisipatif efektif dan efisien serta bermoral yaitu pemerintahan daerah melaksanakan tindakan pemerintahan dengan baik dan mempertanggung-jawabkan kepada pemerintah dan rakyat sesuai dengan prinsip akuntabilitas, serta dapat berlangsung secara terbuka dan siap dikoreksi oleh rakyat sesuai esensi prinsip transparansi.

(6)

Menurut pendapat peneliti desentralisasi dalam asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Pasal 18 Ayat (2) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dilaksanakan dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kebebasan dan kemadirian yang seluas -luasnya dilakukan oleh pemerintahan daerah. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh kepala daerah yang memiliki fungsi atau bidang pekerjaan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi sesuai dengan demokrasi.

2.2 Pemerintahan Daerah

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia, menurut Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa daerah Indonesia dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil. Hal ini secara terimplisit dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18.

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah -daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(7)

(2) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, d an kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang

(8)

-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan pemerintah daerah menurut Pasal 1 angka 3 adalah Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak terlepas dari penyelenggaraan pemerintahan pusat, k arena pemerintahan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam teritorial negara Indoenesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturendelandchappen dan volksgemeen schappen29, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dn sebagainya. Daerah-daerah tersebut mempunyai kedudukan dan masyarakat asli dan dapat dianggap sebagai daerah yang mempunyai keistimewaan di daerah tersebut. Dengan demikian asas penyelenggaraan pemerintahan berlaku juga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk asas-asas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.

Berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah. dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah

29 Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika,

(9)

berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas:

a. kepastian hukum;

b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i. efektivitas; dan j. keadilan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 58 Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang -undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Huruf b

Yang dimaksud dengan “tertib penyelenggara negara” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

(10)

Yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan" adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara deng an tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "asas proporsionalitas" adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "asas profesionalitas" adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11)

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai hasil kerja yang terbaik.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna.

Huruf j

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap tindakan dalam penyelenggaraan negara harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dengan melibatkan partisipasi berbagai komponen masyarakat dan trasparansi sebagai bahan informasi bagi masyarakat didalam upaya untuk meningkatkan kredibilitas masyarakat, untuk penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan effektif dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan dalam proses peren canaan pemerintahan menuju good governance. Pemerintahan daerah yang bertanggungjawab menunjukan tata masyarakat yang berubah, terciptanya kebutuhan kesejahteraan dalam kemakmuran serta berkeadilan yang melibatkan masyarakat, maka dikembangkan konsep good governance (kepemimpinan yang baik). Good governance penerpana asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan karena pejabat publik atau administrasi negara mempunyai kecendrungan untuk menyalahgunakan kekuasaan,

(12)

apalagi tidak dibatasi secara tegas oleh perat uran atau tanpa pengawasan yang bersifat fungsional.30

Menurut pendapat Osborn dan Gaebler dalam Bachrul Elmi, adanya paradigma baru pemerintah daerah menuju good governance, dengan mengemukan 10 (sepuluh) prinsip sebagai berikut :

1. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi, dalam membuat program selalui berdasarkan misi yang sudah disusun. Peraturan -peraturan yang tidak sesuai dengan misis yang diemban harus dibuang, sehingga misi dapat digerakkan organisasi dengan semangat tinggi dari aparat pemerintah. Melalui pengembangan sistem anggaran dapat diinvenstasikan dana untuk mrespon perubahan -peruban dan melakukan inovasi-inovasi baru.

2. Pemerintah milik masyarakat, tugas pemerintah adalah mendorong dan memberikan motivasi agar masyarakat dapat mengatasi masalah yang dihadapinya sendiri. Kepedulian masyarakat terhadap permasalahan yang mereka hadapi sangat penting dan dibutuhkan. Pemerintah memberikan pelayanan yang sebaik -baiknya kepada masyarakat dan swasta dan tetap bertanggungjawab sampai terdapat kepastian bahwa berbagai kebutuhan masyarakat telah terpenuhi. 3. Pemerintah yang kompetitif, pemerintah dalam melaksanakan

program perlu mengundang pesaing-pesaing dengan tujuan untuk menghasilkan pelayanan terbaik sehingga tidak terdapat monopoli. Kompetisi akan mendorongg inovasi dan upaya untuk mencapai kesempurnaan. Pola mengembangkan kompetisis dalam pemeberian pelayanan memberikan keuntungan sebagai berikut : (a) efisiensi yang lebih besar, (b) respon terhadap kebutuhan masyarakat lebih

30 Nomensen Sinamo, 2015, Hukum Aministrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, h.

(13)

baik, (c) menghargai inovasi ,(d) semangat juang aparat yang lebih tinggi.

4. dengan memanfaatankan sektor swasta untuk melakukan yang terbaik dalam pembangunan, terjalin hubungan kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam yang potensial bagi sebesar -besarnya kemakmuran rakyat. Kemampuan mengarahkan sebagai katalis menimbulkan keuntungan-keuntungan sebagai pengemudi sehingga manajemen pemerintahan berlangsung lebih efisien, lebih fleksibel, lebih dapat dinilai kinerjanya, lebih kreatif, lebih berpengalaman dan lebih menyeluruh pemecahann ya.

5. Pemerintah yang transparansi dalam urusan publik, transparansi dalam urusan publik merupakan salah satu tuntutan masyarakat. Urusan publik harus ditangani secara cermat, tepat, efektif dan efisien, sehingga terwujud pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

6. Pemerintah yang berorientasi hasil, mencapai tujuan suatu program adalah sangat penting, sehingga anggaran diarahkan untuk tujuan tersebut. Dengan meningkatkan mutu hasil, seperti mutu sekolah, mutu kesehatan, mutu pelayan hotel, dan sebaginya. Masyara kat merasa puas dan dalam hal sistem skorsing dan ranking segala kegiatan yang menyangkut pelayanan hendaknya dapat berjalan. 7. Pemerintah wirausaha, pemerintah bukan hanya sebagai badan yang

menghabiskan dana saja, tetapi seharusnya juga dapat menghasilkan uang sebagaimana bisnis. Keuntungan dapat dimanfaatakan untuk kesejahteraan masyarakat dan pegawai negeri. Dalam hal ini sebagai contoh pemanfaatan limbah yang dapat didaur ulang sehingga menghasilkan dana untuk pemerintah dalam menjalankan programnya.

8. Pemerintah antisipatif, dengan semboyan ”lebih baik mencegah dari pada mengobati, pemerintah meningkatkan kepekaan terhadap persoalan- persoalan yang bakal timbul ditengah-tengah masyarakat

(14)

agar secara dini dapat mengantisipasinya. Dengan penerapan peraturan pembangunan, misalnya , dapat dicegah kebakaran secara dini. Pencegahan mempunyai visi ke depan melalui rencana yang antisipatf.

9. Pemerintah desentralisasi, kewenangan desentralisasi memberikan kekuatan yang besar bagi pemerintah daerah untuk berkembang mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah lokal mempunyai otoritas melakukan keputusan sendiri, sesuai dengan kondisi masalah yang dihadapi, karena dalam era globalisasi, kecepatan informasi harus diimbangi dengan kecepatan pengambilan keputusan.

10.Pemerintah berorientasi pasar, pemerintah mendorong masyarakat dan swasta untuk menghasilkan produk-produk yang berorientasi pasar. Masyarakat diberi insentif supaya lebih efektif dalam berproduksi. Keuntungan mekanisme pasar adalah : (a) pasar didesentralisasi (akan membentuk persaingan/kompetisi), (b)mendukung konsumen untuk menentukan pilihan sendiri, (c) mengaitkan sumber daya secara langsung kepada hasil, (d) pasar memberikan respon terhadap perubahan yang cepat, (e) pasar memungkinkan pemerintah mencapai skala yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah – masalah yang serius.31

2.3 Perkembangan Desa Di Provinsi Bali

Masuknya kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda ke Bali Selatan (1906-1908) menggantikan posisi kerajaan atas desa-desa di Bali dalam penyelenggaraan pemerintahan di Bali, pemerintahan kolonial Belanda menerapkan dua sistem pemerintahan; Sistem pemerintahan langsung di bawah

31Bachrul Elmi, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia,

(15)

Belanda dan sistem pemerintahan sendiri oleh raja-raja yang disebut dengan daerah swapraja. Dalam penyelenggaraan pemerintahan pemerintah belanda memanfaatkan Perbekel sebagai wakilnya untuk mengawasi keadaan di desa dengan Perbekel yang diangkat sendiri. Belanda membangun suatu lembaga administrasi ditingkat desa, dengan membentuk desa baru bentukan pemerintah kolonial, dengan desa yang baru diharapkan didalamnya akan terdapat penduduk desa yang siap menjalankan tugas-tugas rodi Dengan demikian muncul dualisme desa yaitu desa adat dan desa dinas. Urusan agama dan adat dipegang oleh desa adat, sedangkan urusan administrasi pemerintahan dilakukan oleh desa dinas, fungsi desa dinas adalah dalam lapangan pemerintahan umum, kecuali adat dan agama, sedangkan pengairan dan pertanian dikelola oleh subak, dengan demikian desa dinas dapat juga dianggap sebagai desa administratif dalam arti tertentu, karena tugasnya sekedar melaksanakan urusan administrasi pemerintahan.

Kerangka paradigmatik pengaturan politik oleh Negara Kolonial Belanda dilanjutkan oleh UU Nomor 5 Tahun 1979 yang dapat dilihat dari dua tataran. Pertama penerusan politik dualisme desa dimana pengaturan politik yang dibangun negara memungkinkan tetap terjadinya dualisme pengertian desa di Bali yakni desa dinas (Keperbekelan) dan desa adat (Desa Pakraman).32 “Desa dinas dijadikan desa yang menjadi perangkat pemerintahan terendah dan langsung di bawah camat, sedangkan desa pakraman tetap mendapatkan pengakuan lewat pasal 18B (2) UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup

32Baliaga, 2000, Bentuk Desa di Bali, Http//www. Baliaga.com , diakses 5 Desember

(16)

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan peringsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa, maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja tidak berlaku lagi, karana tidak sesuai dengan perkembangan dan keadaan pemerintahan desa. Sesuai dengan Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/ MPR/ 1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang bertujuan tidak saja mengadakan tertib hukum dan menciptakan kepastian hukum bagi jalanya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, tetapi juga yang penting adalah mensukseskan pembangunan di segala bidang di seluruh Indonesia, guna mencapai cita-cita nasional berdasarkan Pancasila, yaitu masyarakat adil dan makmur baik materil maupun spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia, maka perlu memperkuat pemerintahan desa agar makin mampu menggerakan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi desa yang makin meluas dan efektif. Sejalan apa yang telah di gariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tersebut, maka sudah saatnya pula untuk membuat suatu undang-undang nasional yang mengatur pemerintahan desa sebagai penganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965, sesuai dengan perkembangan Orde Baru yang berniat untuk sungguh sungguh melaksanakan dan mensukseskan pembangunan yang telah dimulai sejak PELITA I.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa, yang dimaksud dengan desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di

(17)

dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa mempunyai wilayah tersendiri yang diberi nama dusun yang di maksud dengan dusun adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa. Kepala Desa mempunyai hak, wewenang dan kewajiban, menurut pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 ayat (1) kepala desa menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan desa yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggaran dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan desa, urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan dan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dan menumbuh kembangkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan desa.

Setelah beberapa tahun lamanya berjalan tentang pengaturan desa yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Desa. Bahwa pengertian tentang desa masih dianggap kurang karena adanya penyeragaman nama, bentuk susunan dan kedudukan pemerintahan desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui dan mengormati hak asal usul daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti. Pada tahun 2004 maka di terbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

(18)

memberikan pengertian bahwa Desa atau yang disebut nama lainya, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk dalam sistim pemerintahan nasional dan berada di kabupaten kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisifasi otonomi asli, demokratisasi dan pemerdayaan masyarakat, undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainya.

Kepala desa melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu. Sedangkan terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena tramigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, manjemuk, atau heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.

Sebelum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 untuk membantu kelancaran mekanisme pemerintahan desa maka didirikan suatu lembaga yang di sebut dengan Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan keanggotanya terdiri dari atas kepala-kepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan pemuka-pemuka masyarakat yang bersangkutan. Pemuka-pemuka dalam hal ini

(19)

adalah pemuka-pemuka yang diambil antara lain dari kalangan adat, agama, kekuatan sosial politik dan golongan profesi yang bertempat tinggal di desa bersangkutan, kepala desa karena jabatanya ex officio menjadi ketua LMD. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tidak lagi ada Lembaga Musyawarah Desa ( LMD ) tetapi sebagai suatu perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di bentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaran pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, keputusan kepala desa, di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintahan desa dalam pemardayaan masyarakat desa.Mengenai pengertian Lembaga Tjondronegoro menyebutkan bahwa lembaga dapat pula diartikan sebagai badan yang lebih nyata dengan bangunan, pola organisasi dan segala peralatan yang dibutuhkan untuk dapat melakukan fungsinya.33 Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan desa adalah: kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 yang di maksud dengan desa tidak tertuang tentang batas-batas wilayah yurisdiksi dan adanya

33Koentjaraningrat.1984, Masalah-Masalah Pembangunan Bunga Rampai Antropologi Terapan, LP3ES, Jakarta, hal 216.

(20)

penyeragaman nama, bentuk susunan dan kedudukan pemerintahan desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui dan mengormati hak asal usul daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti. Maka dalam Undang Nomor 32 Tahun 2004 di sempurnakan lagi dengan batas-batas wilayah,dan perlunya mengakui dan mengormati hak asal usul daerah yang bersifat istimewa, kalau di lihat pasal 200 Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 ayat (1) dalam pemerintahan daerah kabupaten / kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Pada era tahun 1979 pemerintahan desa terdiri dari Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dimana fungsinya hampir sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), perbedanya berada dalam struktur kepengurusan LMD dan BPD, yang menjadi Ketua LMD adalah kepala desa, dan sekretaris LMD adalah sekretaris desa, dan yang menjadi anggota adalah kepala dusun karena jabatanya maka dipilih secara ex officio, setelah di tetapkanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 LMD di rubah menjadi BPD maka ketua dan sekrataris BPD di ambil dari salah satu anggota BPD berdasarkan kesepakatan anggota BPD dan BPD merupakan keterwakilan wilayah yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat setempat yang selain kepala dusun.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut membuka cakrawala baru tentang desa, besarnya arti desa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses sejarah perjalanan bangsa ini. Desa sabagai bagian terkecil struktur pemerintahan sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia

(21)

(NKRI) tak lagi dipandang sebelah mata. Konsekuensi logis dari lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai mana tercantum di dalam undang- undang ini akan adanya kucuran dana anggaran dari pusat kedaerah dalam jumlah yang cukup besar dan langsung di kelola oleh pemerintahan desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang dimaksud dengan desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain. Selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat hak asal usul dan/hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain di bantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diatur secara khusus tentang Desa Adat pada BAB XIII, yang mengatur penuh otonomi adat berdasarkan susunan aslinya, hak asal usul, dan hak-hak tradisional. Yang diatur tentang: Penataan desa adat, kewenangan desa adat, pemerintahan desa adat, peraturan desa adat.

Pemerintahan desa atau yang disebut dengan nama lainya adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintaha desa, pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah

(22)

Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dearah mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepala desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu. Sedangkan terhadap desa di luar desa gineologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk kerana pemekaran desa atau karena transmigrasi ataupun dengan alasan lain yang warganya pluralistis, menjemuk ataupun heterogen, maka otonomi desa yang merupakan hak wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial dan budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri.

Dengan demikian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten /kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang undangan yang di serahkan kepada desa. Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk meningkatan pelayanan serta

(23)

pemberdayaan masyarakat desa terdiri atas pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi dana kabupaten / kota, bantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah serta ibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa, tetapi walaupun demikian yang memegang peranan tertinggi di desa adalah kepala desa sebagai pimpinan pemerintahan desa berhak, berwenang dan berkewajiban menyelenggaraakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggaraan dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan desa, pemerintahan daerah dan urusan pemerintahan umum.34 Fungsi kepala desa ialah memimpin anggota pamong desa dalam menjalankan kewajibanya, sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan di dalam struktur organisasi pemerintahan desa, fungsi-fungsi lainya adalah merencanakan, mengkoodinir kegiatan pemerintahan desa mengawasi apakah para anggota pamong desa menjalankan kewajibanya sebagaimana mestinya.35

Administrasi desa adalah keseluruh proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa pada buku administrasi desa atara lain Administrasi umum adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai kegiatan pemerintahan desa pada buku administrasi umum, bentuk administrasi umum buku data peraturan desa, keputusan kepala desa, data inventaris desa, data aparat pemerintahan desa , data tanah milik desa / tanah kas

34Bachsan Mustafa, 1985, Pokok – pokok Hukum Administrasi Negara, Cetakan IV,

Alumni, hal 35.

35Sunindhia, Ninik Widiyanti, 1987, Kepala Dearah dan Pengawasan dari Pusat,

(24)

desa, data tanah di desa, buku agenda dan buku ekspidisi. Administrasi penduduk adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penduduk dan mutasi pada buku administrasi penduduk, bentuk administrasi kependudukan adalah : Buku induk penduduk desa, Buku data mutasi penduduk, Buku data rekapitulasi jumlah penduduk akhir bulan, Buku data penduduk sementara. Administrasi keuangan adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai pengelolaan keuangan desa pada buku administrasi pembangunan, bentuk administrasi keuangan desa yaitu : Buku anggaran penerimaan, Buku anggaran pengeluaran rutin, Buku anggaran pengeluaran pembangunan, Buku kas umum, Buku kas pembantu penerimaan, Buku kas pengeluaran rutin, Buku kas pembantu pengeluaran pembangunan. Administrasi pembangunan adalah kegiatan pencatatan data dan informasi pembangunan yang akan, sedang dan telah di laksanakan pada buku administrasi pembangunan, bentuk administrasi pembangunan yaitu : Buku rencana pembangunan, Buku kegiatan pembangunan, Buku inventaris proyek, Buku kader-kader pembangunan / permberdayaan masyarakat. Administrasi Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan BPD adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai BPD. Bentuk administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu : Buku data anggota BPD, Buku data keputusan BPD, Buku data kegiatan BPD, Buku agenda BPD, Buku ekspidisi BPD.

Tugas administratif pemerintahan desa yaitu melakukan kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa baik administrasi umum, penduduk, keuangan, pembangunan, administrasi Badan

(25)

Permusyawaratan Desa. Administrasi pemerintahan desa juga mempunyai fungsi untuk pengarsipan administrasi bila mana dikemudian hari di perlukan maka semua data- data masih bisa di akses atau di lihat, dan pemerintahan desa dapat mempertanggung jawabkan secara baik berdasarkan data yang masih ada.

(26)

kekhususan masing-masing daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta kepentingan umum. Dalam masyarakat daerah, peraturan daerah dibentuk dengan tujuan mengatur masyarakat daerah secara umum, agar dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan agar dapat mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda yang dibentuk sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan desentralisasi. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan dan berkedaulatan rakyat. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara di dalam negara. Dengan demikian di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintahan pusat. Pemerintahan adalah suatu badan di dalam negara. Akan tetapi tetapi ia tidak berdiri sendiri seperti negara, melainkan bersandar kepada sang daulat, yaitu rakyar.36

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.

Pada pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

36Abu Daud Busroh, 2010, Ilmu Negara, cetakan ketujuh , PT Bumi Aksara, Jakarta,hal.

(27)

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa hurf a bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;

3.1.1 Pemilihan Jenis Desa Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Setelah Berlakunya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa telah terjadi kebingungan dalam menginterpretasikan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Apakah maksud dari pembuat undang-undang untuk memilih antara Desa Dinas dan Desa Adat atau mengakui kedua Desa tersebut. seperti diketahui Desa Dinas dan Desa Adat di Bali memiliki fungsi yang berbeda, yaitu Desa Adat menjalankan fungsi adat istiadat dan Desa Dinas menjalankan fungsi administratif.

(28)

Permasalahan Pemilihan jenis Desa di Provinsi Bali didasari oleh adanya ketentuan penjelasan dari Pasal 6 Undang -Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dimana dalam penjelasan Pasal 6 ini disebutkan Bahwa :

”Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilaya h, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa Adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat Desa atau Desa Adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara Desa dan Desa Adat dalam 1 (satu) wilayah harus dipilih sal ah satu jenis Desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih (wilayah,Kewenangan dan Lembaga Desa) dalam penentuan jenis desa di Daerah. Dalam penjelasan Pasal 6 ini juga diketahui bahwa ada dua jenis desa yang diakui oleh Pemerintah, yaitu Desa dan Desa Adat. Dalam hal ini Pemerintah Daerah diharuskan untuk memilih diantara dua jenis desa tersebut untuk menghin dari terjadinya tumpang tindih.

Dalam kasus pemilihan Jenis Desa di Kabupaten Bangli dapat diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Bangli mengalami kesulitan dalam penentuan jenis Desa yang akan digunakan. Dimana seperti juga pelaksanaan kewenangan antara desa dinas dan desa adat selama ini sudah berjalan berkesinambungan dan saling menunjang.

(29)

Dalam prakteknya selama ini antara Desa Adat dan Desa Dinas di Provinsi Bali menjalankan tugas dan fungsinya masing -masing sehingga terjadi sinkronisasi urusan-urusan Adat dan administrasi pemerintahan di tingkat Desa. Dengan adanya ketentuan ini maka memberikan pilihan yang sulit bagi pemerintah Provinsi Bali. Walaupun sebenarnya alasan pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini adalah untuk memberikan dasar kewenangan bagi pemerintahan terbawah dalam hal ini Desa untuk mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya demi kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka memperkuat desa, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), dalam Pasal 19 meyebutkan kewenangan desa adalah sebagai berikut :

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. Kewenangan lokal berskala Desa;

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, disebutkan pada ayat 1 bahwa desa dan desa adat yang ada sebelum Undang-Undang ini diberlakukan tetap diakui sebagai desa. Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa, pemerintah kabupaten dan wali kota menetapkan desa dan

(30)

desa adat di wilayahnya. Sebenarnya pemilihan jenis desa tidak mendesak untuk dilakukan karena dalam undang-undang Desa disebutkan kalu jenis desa adat maupun Desa Dinas tetap diakui. Hanya saja dalam pelaksanaan undang Undang Desa ini nantinya akan terkait dengan penerimaan Dana Desa yang jumlahnya sangat besar sehingga mampu untuk mempermudah membiayai proses pembangunan di wilayah Desa.

Permasalahan yang timbul dari penjelasan Pasal 6 Undang -Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu : “ Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara desa dan desa adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat desa atau desa adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara desa dan desa adat dalam 1 (satuwilayah harus dipilih salah satu jenis desa sesuai dengan ketentuan Undang -Undang ini.

Dengan adanya opsi pemilihan desa dan desa adat maka mau tidak mau setiap desa yang ada di Provinsi Bali baik itu desa maupun desa adat harus menentukan sikap, format yang digunakan hanya untuk satu jenis desa saja. Masalah ini tentu bukan masalah yang sederhana karena berdasarkan sejarah desa di Provinsi Bali telah terjadi harmonisasi pemerintahan desa yang selama ini antara desa dan desa adat dalam menjalankan kewenangannnya hidup berdampingan dengan harmonisasi pelaksanaan tugas masing-masing.

Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

(31)

pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan demikian, lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini ialah penataan Desa, kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, tata cara penyusunan peraturan di Desa, keuangan dan kekayaan Desa, pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik Desa, kerja sama Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat Desa, serta pembinaan dan pengawasan Desa oleh camat atau sebutan lain. Berkaitan dengan pengaturan mengenai Pemerintahan Desa, Peraturan Pemerintah ini mengatur secara lebih terperinci mengenai tata cara pemilihan kepala Desa secara langsung atau melalui musyawarah Desa, kedudukan, persyaratan, mekanisme pengangkatan perangkat Desa, besaran penghasilan tetap, tunjangan, dan penerimaan lainyang sah bagi kepala Desadan perangkat Desa, penempatan perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil, serta tata cara pemberhentian kepala Desa dan perangkat Desa. Maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Kabupaten Bangli secara pembagian administrative wilayah memiliki (4) empat kecamatan dan 73 (tujuh puluh tiga) desa atau kelurahan. Kecamatan Kintamani memiliki Desa Abangsongan, Desa Abuan, Desa Awan, Desa Bantang, Desa Banua, Desa Batudinding, Desa Batukaang, Desa Batur Selatan, Desa Batur Tengah, Desa Batur Utara, Desa Bayungcerik, Desa Bayung Gede, Desa Belancan, Desa Belandingan, Desa Belanga, Desa Belantih, Desa Binyan, Desa Bonyoh, Desa Buahan, Desa Bunutin, Desa Catur, Desa Daup, Desa Dausa, Desa Gunungbau, Desa Katung, Desa Kedisan, Desa Kintamani, Desa Kutuh, Desa

(32)

Langgahan, Desa Lembean, Desa Mangguh, Desa Manikliyu, Desa Mengani, Desa Pengejaran, Desa Pinggan, Desa Satra, Desa Sekaan, Desa Sekardadi, Desa Selulung, Desa Serai, Desa Siakin, Desa Songan A, Desa Songan B, Desa Subaya, Desa Sukawana, Desa Suter, Desa Terunyan, Desa Ulian. Kecamatan Susut memiliki Desa Abuan, Desa Apuan, Desa Demulih, Desa Pengiangan, Desa Penglumbaran, Desa Selat, Desa Sulahan, Desa Susut, Desa Tiga. Kecamatan Tembuku memiliki Desa Bangbang, Desa Jehem, Desa Peninjoan, Desa Tembuku, Desa Undisan, Desa Yangapi. Dan kecamatan Bangli memiliki Desa Bunutin, Desa Kayubihi, Desa Landih, Desa Pengotan, Desa Taman Bali, Kelurahan Bebalang, Kelurahan Cempaga, Kelurahan Kawan, Kelurahan Kubu.

Dalam rangka meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, dan mutu pelayanan kepada masyarakat maka dipandang perlu mengatur pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa dalam bentuk Peraturan Daerah.. Hal ini tertuang dalam penjelasan umum Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

3.2Dasar Pengaturan Keuangan Desa di Kabupaten Bangli

Adanya isu pemilihan terhadap Desa mana yang dipilih setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini, tidak terlepas dari pemberian dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada semua Desa di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, pemerintah mengharapkan pembangunan daerah dilakukan dan dimulai dari membangun Desa itu sendiri

(33)

sebagai pemerintahan paling bawah dan yang paling dekat dengan masyarakat, sebagai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Desa.

Oleh karena amanat undang-undang yang akan memberikan dana desa itulah, maka muncullah kalimat pilihan, ini dilakukan agar memudahkan pemerintah untuk memberikan dana desa tersebut, sehingga yang didaftarkan kepusatlah yang akan mendapatkan dana desa itu. Kendati demikian, meskipun di Kabupaten Bangli terdapat dua jenis Desa, namun kedua jenis desa tersebut berhak untuk mendapat dana desa yang merupakan bantuan dari pusat tersebut, yang pengaturannya diatur lebih lanjut di daerah masing-masing.

Mengenai dana desa yang dapat diberikan kepada Desa Adat sebetulnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 Pasal 2 yang menyatakan bahwa Dana Desa yang bersumber dari APBN digunakan untuk mendanai pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diatur dan diurus oleh desa. Berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang dimaksud disini ialah hak yang dimiliki oleh Desa Adat di Kabupaten Bangli, sehingga dengan dasar ini Desa Adat di Kabupaten Bangli berhak untuk diberikan Dana Desa dari pusat tersebut, yang tentunya mekanisme pemberian dana desa tersebut ditentukan lebih lanjut.

Sejalan dengan hal tersebut diatas ruang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul desa yang dinyatakan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang

(34)

Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa Pasal 2 terdiri dari:

a. Sistem organisasi perangkat desa; b. Sistem organisasi masyarakat adat; c. Pembinaan kelembagaan masyarakat; d. Pembinaan lembaga dan hukum adat; e. Pengelolaan tanah kas desa;

f. Pengelolaan tanah desa atau tanah hak milik desa yang menggunakan sebutan setempat;

g. Pengelolaan tanah bengkok; h. Pengeloaan tanah pecatu; i. Pengelolaan tanah titisara;

j. Pengembangan peran masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, dari huruf b dan c jelas merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Desa Adat di Kabupaten Bangli. Ditegaskan pula dalam Pasal 3 yang menyatakan bahwa kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa Adat meliputi:

a. Penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat. b. Pranata hukum adat.

c. Pemilikan hak tradisional.

d. Pengelolaan tanah kas Desa Adat. e. Pengelolaan tanah ulayat

(35)

g. Pengisian jabatan Kepala Desa Adat dan perangkat Desa Adat. h. Masa jabatan Kepala Desa Adat.

Sehingga dari uraian tersebut diatas, Desa Adat tentu mendapat dana desa dari pusat. Besaran dana desa yang didapat oleh Desa Adat di Kabupaten Bangli tentunya akan di hitung berdasarkan jumlah Desa Adat yang dimiliki dalam satu kabupaten/kota di Bali. Apakah dana desa ini langsung diberikan kabupten/kota kepada Desa Adat ataukah melalui Desa dinas ini yang akan diatur lebih lanjut.

Selain dana desa tersebut Desa Adat juga mendapatkan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang diberikan kepada Desa Adat dan Subak di Bali. Dana bantuan keuangan khusus ini diberikan oleh Provinsi Bali guna memberdayakan masyarakat Desa Adat dan Subak yang merupakan aset kebudayaan Provinsi Bali. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Desa Adat dan Subak di Bali tidak langsung mendapatkan dana bantuan keuangan khusus yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Bali tersebut. Namun apabila didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang telah lebih dahulu mengatur pengelolaan keuangan di desa ini, Desa Adat dan Subak secara langsung mendapatkan dana Bantuan Keuangan Khusus atau disebut BKK ini.

Dengan adanya Permendagri yang baru tersebut, BKK atau Bantuan Keuangan Khusus tidak akan langsung diberikan kepada Desa Adat dan Subak oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, namun melalui Desa Dinas yang aturannya tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun

(36)

2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Sehingga Desa Adat berhak atas dana desa yang diberikan oleh pusat dan juga berhak atas dana bantuan keuangan khusus yang diberikan oleh Provinsi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Untuk pertanggungjawabannya, karena semua dana yang diberikan kepada Desa Adat dimasukkan terlebih dahulu ke APBDes, maka Kepala Desa Adat (Bendesa) wajib membuat SPJ atau Surat Pertanggungjawaban atas penggunaan dana yang dilakukannya.

Dari uraian tersebut diatas, pemerintah Kabupaten Bangli sebenarnya ingin membangun Desa yang dimulai dari pemerintahan terbawah dan yang paling dekat dengan masyarakat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa tersebut. Sehingga pemberian dana desa sebenarnya diutamakan adalah pemberian kepada Desa Adat sebagai skala prioritas yang diatur dalam Permendesa tersebut. Apabila nantinya Desa Adat diberlakukan di Kabupaten Bangli sebagai satu-satunya desa yang ada di Kabupaten Bangli, maka untuk warga Desa yang beragama non Hindhu, hanya akan diterapkan aspek sosial (Pawongan) dan aspek raang (Palemahan), sedangkan aspek keagamaan (Parhyangan) tidak di terapkan, sehingga penduduk Desa Adat yang non Hindu nantinya akan diperkecualikan terhadap kewajiban-kewajiban keagamaan. Pemisahan antara adat dan agama dalam Desa Adat ini, merupakan upaya modernisasi dari Desa Adat yang telah membuka diri terhadap globalisasi yang menjadikan Desa Adat heterogen.

Kewenangan dari Desa Adat yang sebelumnya tidak dimiliki oleh Desa Adat yang dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini memberikan kewenangan administrasi kepada Desa Adat, yakni yang termuat

(37)

dalam Pasal 105 yang menyatakan bahwa “Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa Adat”.

Dengan kewenangan administratif yang akan dimiliki oleh Desa Adat yang apabila ditetapkan ini akan menambah kekuatan dari Desa Adat di Kabupaten Bangli, bahwa Desa Adat tidak hanya akan mengurus urusan adat istiadat dan agama tetapi juga mengurus urusan administrasi, yang mana hal ini sebagai bentuk Desa Adat yang baru yang tidak hanya menjaga ketradisionalan daerahnya, tetapi juga modern dalam menjalankan urusan adminsitrasi pemerintahan. Sehingga dalam Desa Adat yang baru nantinya akan dibentuk bidang yang mengurus urusan adat dan agama dan ada bidang yang akan mengurus urusan pemerintahan.

3.3Pelaksanaan Pemilihan Jenis Desa Di Kabupaten Bangli

Penetapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa memberikan pilihan atau opsi bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan jenis desa yang akan dipilih. Dengan adanya opsi pemilihan desa dan desa adat maka mau tidak mau setiap desa yang ada di Provinsi Bali baik itu desa maupun desa adat harus menentukan sikap, format yang digunakan hanya untuk satu jenis desa saja. Masalah ini tentu bukan masalah yang sederhana karena berdasarkan sejarah desa di Provinsi Bali telah terjadi harmonisasi pemerintahan desa yang selama ini antara desa dan desa ad at

(38)

dalam menjalankan kewenangannnya hidup berdampingan dengan harmonisasi pelaksanaan tugas masing-masing.

Setelah penetapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Kabupaten Bangli menyikapi dengan menetapkan beberapa Peraturan yang terkait dengan Pemerintahan Desa, Perautran-peraturan tersebut Antara Lain :

1. Peraturan Bupati Bangli Nohor 42 Tahun 2015 Tentang Pengalokasian

Alokasi Dana Desa (Berita Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2015 Nomor 42);

2. Peraturan Bupati Bangli Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Tata Cara

Pembagian Dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa (Berita Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2015 Nomor 43);

3. Peraturan Bupati Bangli Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Bagian Hasil

Pajak Dan Retribusi Kepada Desa Dan Kelurahan (Berita Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2015 Nomor 44);

4. Peraturan Bupati Bangli Nohor 45 Tahun 2015 Tentang Bantuan Keuang

-An Kepada Desa Dan Kelurahan (Berita Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2015 Nomor 45);

5. Peraturan Bupati Bangli Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penghasilan

Tetap, Tunjangan Jabatan, Tambahan Penghasilan Perbekel Dan Perangkat Desa Serta Tunjangan Badan Permusyawaratan Desa (Berita Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2015 Nomor 46);

6. Peraturan Bupati Bangli Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Pedohan

Penyusunan, Dan Pertanggungjawaban Pelaksan aan Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Desa (Apbdesa) (Berita Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2015 Nomor 47);

(39)

7. Keputusan Bupati Bangli Nomor Nomor 940/ 515 /2015 Standar Belanja Uang Saku, Uang Transport, Uang Harian Dan Honorarium Kegiatan Desa Se-Kabupaten Bangli Tahun Anggaran 2016;

8. Bupati Bangli Nomor 412.6/ 516 /2015 Tentang Upah/Penghasilan Bulan

Ketiga Belas Dan Tunjangan Jabatan Bag] Kepala Lingkungan Se -Kabupaten Bangli Tahun Anggaran 2016

9. Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 8 Tahun 2015 Tentang

Pemilihan, Pengangkatan Dan Pemberhentian Perbekel

10. Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 3 Tahun 2016 Tentang

Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa

Dari hasil wawancara pada tanggal 12 Juli 2016 kepada Kepala Bagian Pemerintahan Desa Kabupaten Bangli, Ibu Nyoman Ariani, SH dari Penetapan Peraturan Daerah maupun Peraturan Bupati Bangli yang berkaitan dengan Pemerintahan Desa yang ditetapkan setelah adanya Penetapan Undang -Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa tidak ada satupun Peraturan Daerah mau pun Peraturan Bupati yang menyatakan dengan tegas Pilihan Jenis Desa yang dipilih oleh Kabupaten Bangli.

Pemerintah Kabupaten Bangli dalam penetapan peraturan tentang desa memang tidak mengatur secara khusus tentang pemilihan jenis desa yang akan dipakai, namun penetapan peraturan diatas menyiratkan adanya persiapan penyerapan Dana Desa. Dimana pada Pasal 1 (4) dan (5) Peraturan Bupati Bangli Nohor 42 Tahun 2015 Tentang Pengalokasian Alokasi Dana Desa disebutkan bahwa :

(40)

4. Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Pemerintah Desa adalah perbekel dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pernerintahan desa.

Dapat dilihat dari pengertian Pemerintahan Desa adalah sebagai penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disini berarti Desa yang dipakai adalah Desa dalam artian Desa dinas, karena selama ini penyelenggara urusan pemerintahan baik dengan pemerintah yang strukturnya berada di atas maupun yang berada di bawah adalah tugas dan kewenangan dari Desa Dinas.

Dari hasil wawancara pada tanggal 12 Juli 2016 kepada Kepala Bagian Pemerintahan Desa Kabupaten Bangli, Ibu Nyoman Ariani, SH, diketahui bahwa selain untuk penyerapan Dana Desa sebelum bisa melaksanakan penentuan jenis Desa Pemerintah Kabupaten Bangli sebenarnya lebih mengarahkan pilijhan Pada Desa Adat, hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 (1) Peraturan Bupati Bangli Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pembagian Dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa disebutkan bahwa :

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas Wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(41)

Masih tersirat adanya dualisme pemerintahan Desa, dimana pada Pasal 1 (1) Peraturan Bupati Bangli Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pembagian Dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa , disebutkan bahwa pengertian dari Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas Wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia .

Dapat diidentifikasi bahwa dari pengertian tersebut Pemerintah Kabupaten Bangli sampai dengan saat ini belum menjatuhkan pilihan baik memilih Desa Dinas Maupun Desa Adat. Selain itu dari pengaturan ini tersirat bahwa ada indikasi akan terjadinya arah kepada pemilihan jenis desa yakni Desa Adat, Karena sampai dengan penelitian ini dilaksanakan Peraturan Daerah mengenai pemilihan Jenis Desa di Kabupaten Bangli masih di Bahas di DPRD Kabupaten Bangli.

(42)

BAB IV

KRITERIA DAN TOLAK UKUR PEMILIHAN JENIS DESA DI KABUPATEN BANGLI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA SEBAGAI PEMERINTAHAN TERBAWAH DI PROVINSI BALI

4.1 Keuntungan Memilih Desa Adat Di Kabupaten Bangli

Desa Adat telah ada dan berkembang di Bali sebelum datangnya Belanda dan memasukkan Desa Dinas dalam sistem pemerintahan desa di Bali. Desa Adat sebenarnya telah diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B ayat (2) yang menyatakan bahwa " Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepaujang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang". Dari hal tersebut, maka desa adat dan desa dinas nampak diakui dalam peraturan perundang-undangan.

Ciri yang paling mendasar yang dimiliki oleh Desa Adat, yaitu setiap Desa Adat di bali memiliki Kahyangan Tiga sebagai tempat persembahyangan umat Hindu di Desa adat tersebut. Kahyangan Tiga merupakan tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi di dalam manifestasinya sebagai Tri Wisesa, yaitu Pura Desa untuk Brahma sebagai pencipta, Pura Puseh untuk Wisnu sebagai pemelihara dan Pura Dalem untuk Ciwa sebagai Pelebur. Pengertian Tri Wisesa ini memiliki kebenaran yang logis bahwa segala sesuatu ada yang menciptakan, memelihara dan akhirnya mengembalikan kepada asal mulanya. Demikian juga

(43)

dengan masyarakat suatu Desa Adat, tidak dapat dilepaskan dari kepercayaan akan Tri Wisesa tersebut, yaitu untuk menjaga keseimbangan dari hubungan yang bersifat skala maupun niskala. Kahyangan Tiga sebagai suatu unsur pembentuk dari Desa Adat ini merupakan pemersatu dalam masyarakat hukum adat di Bali, sehingga dengan hal tersebut tetap terpeliharanya hubungan warga desa dengan desanya dimanapun mereka berada. 37

Dari hasil wawancara pada tanggal 18 Desember 2015 kepada Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Bangli, Bapak Nyoman Pariarta, SH., mengatakan bahwa Desa Adat di Kabupaten Bangli mempunyai jumlah warganya yang relatif tetap, ini dikarenakan jarang dilakukan perpindahan oleh warga desa ke desa lainnya. Bahkan sering terjadi seseorang itu menjadi warga dari dua desa adat karena ia masih terikat pada desa adat lainnya. Besar atau kecilnya jumlah warga desa juga tidak sama, ada yang memiliki warga Desa Adatnya yang cukup besar dan ada pula yang memiliki sedikit warga desa. Oleh karena itu maka terdapat desa yang mempunyai beberapa banjar dan ada juga Desa Adat yang hanya memiliki satu banjar.

Dari hasil wawancara pada tanggal 18 Desember 2015 kepada Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Bangli, Bapak Nyoman Pariarta, SH., Desa Adat di Kabupaten Bangli mempunyai karakteristik yang berbeda dari desa pada umumnya, terutama dari kuatnya pengaruh adat terhadap sistem pemerintahan lokal, pengelolaan sumber daya lokal, dan kehidupan sosial masyarakat desa. Desa Adat di Kabupaten Bangli pada prinsipnya merupakan warisan organisasi

37 Tok Istri Putra Astiti, 2010, Desa Adat Menggugat dan Digugat, Udayana

(44)

kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun temurun yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin di masyarakat Desa Adat di Kabupaten Bangli agar dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal.

Dari hasil wawancara pada tanggal 19 Desember 2015 kepada Kelian Adat Dusun Selat Nyuhan Desa Pengiyangan Kecamatan Susut Bangli, I Dewa Ketut Bukian, SE., MPd., setiap Desa Dinas di Kabupaten Bangli Bisa terdiri lebih dari satu desa adat, Hal ini dikarenakan masing masing desa adat yang ada di dalam satu wilayah desa dinas memiliki masing-masing Pura Khayangan Tiga tersendiri. Selain itu Desa Adat juga merupakan wadah yang sangat memfasilitasi budaya untuk terus tumbuh dan keberadaannya tetap diperhatikan. Dusun Selat Nyuhan Desa Pengiangan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli sebagai masyarakat hukum adat masih tetap eksis sampai saat ini dan secara relatif dipandang mampu mempertahankan adat istiadat masyarakat dan nilai-nilai budaya Bali di tengah-tengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Dalam Pasal 103 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Desa Adat berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, yaitu meliputi:

a. Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli; b. Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;

(45)

d. Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;

e. Penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan etentuan peraturan perundang-undangan;

f. Pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat;

g. Pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat.

Dari hasil wawancara pada tanggal 18 Desember 2015 kepada Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Bangli, Bapak Nyoman Pariarta, SH., Pengaturan dan penyelenggaraan pemerintahan Desa di Kabupaten Bangli dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat yang berlaku di Desa Kabupaten Bangli yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan desa.

Keunggulan yang dimiliki Desa Adat Kabupaten Bangli bersifat tradisional, orisinil dan spesifik, dimana potensinya cukup besar bagi penunjang pembangunan nasional. Keunggulan yang dimiliki Desa Adat Kabupaten Bangli tersebut antara lain :

a. Dalam bidang Sosial Budaya Desa

Adat merupakan wadah kebudayaan yang berperan memelihara dan mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional yang telah ada

(46)

serta dimiliki sejak dulu. Desa Adat yang masih sangat kuat mengandung budaya bali ini memiliki kemampuan yang besar untuk memelihara, mengembangkan dan memajukan pariwisata di Bali dalam sektor pengembangan pariwisata budaya.

Adat dan kebudayaan adalah dua hak milik yang tersisa, yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Kebudayaan dan tradisi daiam perspektif masyarakat Bali telah menjadi hak milik itulah maka harus dilestarikan, dijaga.

b. Dalam bidang Politik

Desa Adat mempunyai susunan kepengurusan sendiri, sehingga dalam menjalankan pemerintahannya Desa Adat menggunakan prakarsa masyarakat dan menjalankan aspirasi masyarakat Desa Adat tersebut. Kepengurusan Desa dipilih langsung oleh masyarakat Desa Adat berdasarkan kepercayaan dan rasa kekeluargaan.

c. Dalam bidang Ekonomi

Desa Adat yang terkenal dengan adat istiadat, budaya, seni dan keagamaan yang sangat memiliki ciri khas dari Kabupaten Bangli ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap salah satu sumber penggalian dana bagi anggaran pendapatan daerah.

d. Desa Adat sebagai Lembaga Masyarakat

Desa adat merupakan tempat di implementasikannya ajaran-ajaran dari agama Hindu, ini nampak dalam upacara-upacara keagamaan Hindu. Sehingga hubungan adat dan agama Hindu tidak dapat dipisahkan, sehingga kedudukan adat dan agama di bali adalah sejajar.

Referensi

Dokumen terkait

Berbuat baik kepada kedua orangtua ialah dengan cara mengasihi, memelihara, dan menjaga mereka dengan sepenuh hati serta memenuhi semua keinginan mereka selama tidak

Berdasarkan data, sebesar 75% kabupaten di Indonesia pada tahun 2005 memiliki nilai jumlah penduduk miskin dibawah 114200.. Namun di tahun 2011, 75% kabupaten di Indonesia

Nije proveravao zavoje samo zbog toga što je to bilo neophodno, već i zato što nije bio u stanju da naĊe reĉi za nešto. Posmatram ga

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa apoteker di apotek milik PSA di Wilayah Surabaya Utara, dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian sudah memenuhi Peraturan

Dengan mengunjungi lembaga penyalur KPR terlebih dahulu, setelah mengetahui kemampuan keuangan anda, anda tidak perlu membuang waktu untuk melihat rumah yang harganya

Armin Syamriadi Putranto : Evaluasi Daya Gabung Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Dengan Metode Silang Varietas, 2008.. EVALUASI DAYA GABUNG BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea

Untuk pemasangan bantalan pada bentangan-bentangan gelagar, dongkrak harus ditempatkan di bawah gelagar badan profil/plat girder sedekat mungkin dengan plin-plin untuk

Pihak pengembang dalam menawarkan unit rumah bersubsidi pun tidak ada yang menonjolkan bahwa rumah yang dibangun adalah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah