• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP Salmonella typhimurium DENGAN TEKNIK HIBRIDOMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP Salmonella typhimurium DENGAN TEKNIK HIBRIDOMA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP Salmonella

typhimurium DENGAN TEKNIK HIBRIDOMA

Adria P.M. Hasibuan dan Suharni Sadi

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan

ABSTRAK

ID0000163

PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP Salmonella typhimurium DENGAN TEKNIK HIBRIDOMA. Pada penelitian ini antigen yang dipakai untuk imunisasi adalah S. typhimurium yang telah dimatikan dengan iradiasi gamma yang berasal dari 60Co dengan dosis 2,5 kGy. Hewan percobaan yang dipakai adalah

inencit Balb-C yang berumur sekitar 3 bulan. Imunisasi dilakukan dengan cara sub kutan dan dilakukan 2 minggu sekali, dengan maksud untuk mendapatkan sel limfosit spesifik. Sel hibridoina diperoleh dengan cara melakukan fusi antara sel limfosit spesiflk dengan sel mieloma. Dari hasil penelitian terbukti bahwa produksi antibodi monoklonal hewan perlakuan (kombinasi imunisasi dan iradiasi dosis rendah) lebih tinggi (5,15 mg/ml) daripada hewan kontrol (3,25 mg/ml).

ABSTRACT

PRODUCTION OF MONOCLONAL ANTIBODY AGAINST Salmonella typhimurium BY HYBRIDOMA TECHNIQUE. In this research S.typhimurium killed by irradiation was used as antigen. The antigen was prepared by exposing the bacteria to gamma rays from 60Co source with the dose of 2.5 kGy. Specific lymphocyte

cells were obtained by immunizing 3 months old Balb-C mice with the antigen. The itnmunizations were done by subcutan route with the interval of 2 weeks. The hybridoma cells were made by fusing the specific lymphocytes cells with the myeloma cells. It was found that the treated animals (immunization + irradiation with a low dose of 1 Gy) yielded monoclonal antibody with higher value (5.15 mg/ml) than the control animals (3.25 ing/tnl).

PENDAHULUAN

S. typhimurium adalah salah satu bakteri patogen

penyebab keracunan yang sering terdapat pada bahan pangan. Sutnbemya adalah bahan pangan hewani dan pada wabah diperkirakan lebih dari 70% disebabkan oleh

S.typhimurium (1). Bilaseseorang memakan makananyang

tercemar bakteri tersebut dan kurang baik pengolahannya maka dapat menimbulkan sakit. Gejala yang ditinibulkannya dapat berupa gastroenteritis dan cepat sekali menyebabkan fatal septicemia (keracunan darah) (2).

Penyakit yang disebabkan Salmonella dinamakan salmonellosis. Penyakit tersebut sebetulnya tergolong zoonosis artinya penyakit diantara hewan, tetapi dapat pula menular ke manusia (3). Hal ini disebabkan oleh endotoksin yang diproduksinya yang sangat berbahaya. Semua Sahnonella meinbentuk endotoksin yang dikenal dengan naina liposakharida (LPS); dan terdapat di bagian luar membran sel. Menurut FREEMAN (4), LPS terdiri dari 3 bagian yaitu : bagian inti, bagian spesifik dan lipid A.

JARADAT dan ZAWISTOWSKI (5) telah melakukan percobaan untuk inemproduksi dan melakukan karakterisasi monoklonal antibodi terhadap antigen 0-5 dari

Salmonella typhimurium yang difiisikan dengan sel mieloma

P3X63-Ag8.

Dahulu, pada pembuatan antibodi monoklonal dianggap tidak perlu menggunakan antigen murni, tetapi kemudian ternyata mendapat kesukaran pada waktu

melakukan seleksi hibridoma. Donor limfosit spesifik, dan teknik hibridoma merupakan salah satu cara terbaik untuk mendapatkan antibodi mono-spesifik atau antibodi monoklonal (6).

Menurut KOHLER dan MILSTEIN (7) teknik hibridoma dilakukan dengan cara menggabungkan sel mieloma dengan sel liinfosit spesifik. Sel gabungan tersebut memiliki sifat gabungan dari kedua sel asalnya, yaitu menghasilkan antibodi spesiflk yang diturunkan dari sel limfosit spesifik dan mempunyai sifat dapat hidup terus menerus yang didapat dari sel mieloma.

Sel litnfosit spesifik didapat dengan cara mengimunisasi mencit Balb-C dengan antigen spesifik, dan pada penelitian ini yang dipakai adalah S.typhimurium. Bakteri tersebut sebelumnya diiradiasi gamma dengan sumber ^Co dengan dosis 2,5 kGY.

Tujuan pembuatan antibodi monoklonal terhadap

S. typhimurium adalahuntukbahanuji/M v/Ywsecaracepat

(beberapa jam) tentang adanya pencemaran bakteri tersebut pada bahan pangan. Pemeriksaan dengan metode konvensional (bakteriologik) membutuhkan waktu yang cukup .laina yaitu sekitar seminggu.

BAHAN DAN METODE

Bahan Percobaan. Pada penelitian ini dipakai

mencit Balb-C yang berumur sekitar 3 bulan. Hewan percobaan tersebut mula-mula diobservasi yaitu dibebaskan

(2)

Pcnelitian dan Pengembangcm Aptikasilsolop dan Radiasi,

1998-dari pengaruh bakteri Enterobacteriaceae dengan menymitiknya dengan antibiotika. Setelahbebas dari bakteri tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan serum dan faeces, maka dilakukan penimbaiigan berat badan, dan diadakan analisis darah. Hewan diimunisasi dengan antigen iradiasi secara subkutan. Setelah interval 2 hari, hewan tersebut diiradiasi dengan dosis rendah 1 Gy. Imunisasi dilakukan 2 minggu sekali, dan analisis darah dan penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu. Setelah selesai imunisasi (sekitar 2 bulan) hewan diseksi dan diambil limpanya secara aseptis. Setelah itu dibuat suspensi linifosit.

Pembuatan Sel Limfosit Spesifik Limpa mencit

dipotong-potong dan dicuci dengan larutan Hank yang mengandung antibiotika. Kemudian digerus diatas kasa stainless steel steril dan dituangi MEM, lalu diputardengan putaran 1000/menit selama 5 menit. Supernatan yang didapat dibuang dan endapan selnya dicuci lagi dengan MEM dan diputar lagi. Endapan sel kemudian dituangi dengan pengliancur eritrosit y ang terdiri dari NH4C1, KHCO3

dan EDTA, dibiarkan selama 1 menit, lalu cairannya dibuang. Endapan sel kemudian dicuci dengan MEM 3X berturut-turut. Suspensi sel dibuat 2-3 X 10*sel/ml.

Pembuatan Antigen. Suspensi bakteri .$'.

typhimurium dengan kepekatan 2X109 sel/ml diiradiasi

dengan sumber radiasi 60Co dengan dosis 2,5 kGy dan laju

dosis 2,5 kGy/jam. Maksud penggunaan dosis tersebut ialah untuk mematikan bakteri tersebut. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan TPC (totalplate count) dari percobaan dengan 5 X ulangan ternyata tidak ada lagi bakteri yang hidup.

Teknik Hibridoma. Sel mieloma dibiak ulang

(passage) terus menerus hingga pertumbuhannya stabil. Setelah pertumbuhannya baik, dibiakkan dalam mediayang mengandung azaguanin 2X berturut-turut. Satu hari menjelang fusi, sel tersebut dibiakkan dalam media yang mengandung merkaptoetanol, lalu dicuci dengan MEM 2X berturut-turut. Suspensi sel mieloma dibuat 107selAnI dalain

media RPMI1640. Suspensi mieloma kemudian dicampur deugan suspensi sel lhnfosit spesifik untuk dilakukan fusi. Perbandingan sel mieloma dan sel limfosit spesifik adalah 1 dan 10. Campuran kemudian diputar dengan kecepatan 1000 putaran/menit selama 5 menit. Endapan sel yang didapat diratakan didasar tabung sentrifus, sambil dihangatkan pada temperatur 37°C dan dituangi lamtan PEG (polietilen glikol) secara perlahan-lahan sebanyak 0,2-0,3 ml. Setelah itu diangkat dari penangas air dan dituangi MEM 10 ml mula-mula perlahan-lalian, kemudian dituangi lagi dengan media tersebut secara cepat hingga mencapai volume 50 ml. Campuran tersebut diputar dengan kecepatan 1000 putaraii/menit selama 5 nienit. Suspensi hibridoma yang didapat dibuat kepekatan 106sel/inl,dan dimasukkan

Nilai antibodi diperoleh dengan cara mengurangi nilai total protein dengan nilai albumin sesuai prosedur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tabel dapat dilihat hasil yang diperoleh. Tabel 1 adalah hasil pengamatan berat badan hewan percobaan. Pada Kontrol perubahan berat pada analisis I-Vl berkisar antara 23,25 g dan 27,50 g. Pada hewan perlakuan (imunisasi +iradiasi) perubahan berat pada analisis I-VI berkisar antara 26,25 g dan 29,00 g. Terlihat disini bahwa baik pada pada hewan kontrol maupun pada hewan perlakuan, makin lama berat badan makin bertambah. Hal ini disebabkan hewan tersebut makin bertambah dewasa.

Tabel 2 adalah hasil pengamatan jumlah lekosit pada hewan percobaan. Pada Kontrol, dari analisis I-VI jumlah lekosit berkisar antara 8.875 - 15.125 sel/mm3.

Terlihat disini jumlah sel lekosit makin meningkat. Hal ini disebabkan hewan tersebut makin dewasa hingga sel imun makin responsif. Pada hewan perlakuan (imunisasi + iradiasi) pada analisis I terjadi penurunan jumlah sel lekosit, tetapi pada analisis selanjutnya terjadi kenaikan sel lekosit. Seperti diketahui hewan percobaan tersebut mula-mula diimunisasi, lalu setelah interval 2 hari diiradiasi dengan dosis rendah (1 Gy). MenurutKOZINETS (8) iradiasi dosis rendah pada seluruh tubuh hewan mempengaruhi darah perifer (stem sel). Dalam waktu 1-5 hari setelah iradiasi sel-sel mengalami kerusakan, tetapi setelah itu terjadi recovery (peinulihan), yaitu terjadi proliferasi sehingga jumlah sel meningkat. Antigen yang disuntikkan adalah protein, dan seperti diketahui protein bersifat protektor terhadap kerusakan sel akibat radiasi. Jadi dengan demikian masih dapat menghalangi atau tnengurangi kerusakan sel akibat radiasi.

Tabel 3 adalah pengamatan terhadap jumlah liinfosit pada hewan percobaan. Pada kontrol, hasil analisis I-VIjuinlah Iimfositberkisarantara63 %dan72 %. Terlihat dengan jelas jumlah sel tersebut makin meningkat. Hal ini disebabkan sel imunnya makin bekerja dengan aktif. Pada hewan perlakuan (imunisasi + iradiasi), pada analisis I jumlah limfosit agak menurun (68 %), tetapi meningkat lagi pada analisis berikutnya. Keadaan tersebut sama halnya dengan jumlah lekosit, yaitu seperti telah diterangkan diatas. Tabel 4 adalah hasil pengamatan terhadap pembentukan antibodi monoklonal pada hewan percobaan. Pada kontrol, antibodi tersebut nilainya adalah 3,25 mg/ ml. Pada hewan yang diperlakukan dengan imunisasi dan iradiasi antibodi yang dihasilkan adalah 5,15 lng/tnl. Terlihat bahwa antibodi pada hewan kontrol lebih rendah daripada hewan perlakuan (imunisasi + iradiasi). Pada

(3)

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasihotop danRadiasi, 1998

terjadinya sekresi sel imun unluk membentuk antibodi. Menurut MELSTEIN (7) bila hewan diimuiiisasi akan terjadi respon primer, yang akan berlangsung selaina 5- 14 hari. Pada percobaan ini dilakukan imunisasi beberapa kali, maksudnya supaya respon prinier berlangsung lebih lama sehingga antibodi yang terbentiik nilainya lebih tinggi. Pada respon primer yang akan terbentuk miila-mula adalah imunoglobulin M (Ig M) dengan nilai tinggi, sedang imunoglobulin G (Ig G) nilainya masili rendah. Pada imunisasi berikutnya Ig G nilainya inakin meningkat (9). Pada peneiitian ini hewan diberi perlakuan kombinasi imunisasi dan iradiasi dengan maksud agar antibodi yang diliasilkan tinggi nilainya. Iradiasi dengan dosis rendah akan menstimulasi sel untukberproliferasi, dan hal ini berkaitan dengan pembentukan antibodi (10).

Antibodi lnonoklonal dihasi'lkan dari sel hibridoma. Sel hibridoma didapat dengan cara menggabungkan sel limfosit spesifik dengan sel mieloma. Sel limfosit spesifik mempunyai enzim HPRT (hipoksantin fosforibose transferase). Sel mieloma hidupnya baka, atau hidup terus menerus tapi tidak mempunyai enzitn HPRT. Enzim tersebut penting peranannya pada waktu terjadi fusi antara sel liinfosit spesifik dan sel nueloina. Enzim tersebut berfungsi sebagai jalan terbentuknya inetabolisme asam nukleat yang berguna supaya sel hibridoma berkembang tems. Aminoplerin yang terdapat dalam media selektif HAT dapat memblokir terjadinya sintesis nukleotid. Sel yang bergabung (hibridoma) tahan terhadap aminopterin, sehingga dengan demikian dapat hidup terus dalam media selektif. Hal tersebut terjadi karena sel hibridoma mengandung enzim HPRT yang didapat dari sel limfosit spesifik. Sebaliknya sel induk yang tidak bergabung (sel mjelonia dan sel linifosit spesifik) akan mati dalam media selektif tersebut (7).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian iiii terbukti baliwa hewan yang diperlakukan dengan kombinasi imunisasi (imunisasi dengan interval 2 minggu sekali) dan iradiasi menghasilkan antibodi monoklonal spesifik lebih tinggi daripada hewan tanpa perlakuan atau kontrol yang antibodinya adalah antibodi bawaan atau alami.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami tujukan pada Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

yang lelah memberikan Salmonella typhimurium. Terima kasih kami sainpaikan juga pada Sdri. Sri Utami yang meinbantu penelitian ini hingga berhasil dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. MACKIE and MC CARTNEY, Handbook of Bacteriology, ed. by Robert Cruickshank, E. & S. LIVINGSTONE LTD., Edinburg and London, (1960).

2. MIKAT, D.M., and MIKAT, K.W., A clinician's Dictionary Guide to Bacteria and Fungi, 4dl ed. dist.

by ELILILY and Co., Indianapolis, Indiana 46285, USA and PT DARYA-VARIA LABORATIA, Gunung Putri, Bogor, Indonesia, (1980).

3. MURRAY, C.J., Salmonellae in the environment, Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz., K) 3, (1991) 765. 4. FREEMAN, B.A., Texbook of Microbiology, W.B.

SAUNDERS COMPANY, 22nded., Philadelphia,

London, Toronto, Mexico City, Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo, (1985).

5. JARADAT,Z.W.,andZAWISTOWSKI, J., Appliedand Environment Microbiology, Universitas Manitoba, Dept.Food Sci„ Canada, 62 1 (1996).

6. CAMBELL, A.M., Monoclonal Antibody Technology, Elsevier, Amsterdam, New York, Oxford (1987) 4. 7. MILSTEIN, C , Monoclonal Antibodies . Scien. Ann.

243 4 (1980).

8. KOZINETS, G., Manual on radiation haemotology (Technical Reports Series no.123) IAEA, Vienna, (1971) 129.

9. ROITT, I.M., Essential Immunology, 4th ed., Blackwell Scientific Publication Oxford, (1973).

10. DUPLAN, J.F., Manual on radiation haeinotology (Technical Reports Series no.123 ) IAEA, Vienna, (1971) 135.

(4)

Penelitian dan Pcngembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi,

1998-Tabel 1. Hasil pengamatan berat badan hewan percobaan (g)

Sampel H.Kontrol H.Perlakuan* Observasi 23 23,75 I 23,25 26,25 II 23,75 26,25 Periode analisis III 26,25 28,00 IV 26,25 28,00 V 26,25 28,75 VI 27,50 29,00 *) Hewan perlakuan = hewan diperlakukan dengan kombinasi imunisasi + iradiasi

Tabel 2. Hasil pengamatan jumlah sel lekosit (sel/inm3)

Sampel H.Kontrol H.Perlakuan* Observasi 8500 8850 I 8875 8700 II 9975 9500 Periode analisis III IV 11.300 11.400 10.950 11.300 11 12 V .875 .875 VI 15.125 15.280 .*) Hewan perlakuan = hewan diperlakukan dengan kombinasi imunisasi + iradiasi

Tabel 3. Hasil Pengamatan jumlah sel limfosit (%)**

Sampel H.Kontrol H.Perlakuan* Observasi 63 69 I 69 68 II 69 69 Periode analisis III 71 71 IV 71 71 V 71 72 VI 72 73 *) Hewan perlakuan = hewan diperlakukan dengan kombinasi imunisasi + iradiasi

**) % = 'Jumlah sel limfosit dibandingkan dengan jumlah sel-sel eosinofil, netrofil batang, netrofil segmen dan monosit.

Tabel 4. Hasil analisis antibodi dalam hewan percobaan „ . Kadar antibodi

S a m p d (mg/ml)

H. Kontrol* 3,25 H. Perlakuan** 5,15

(5)

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

K. DEWI

1. Bagaimana mekanisme kombinasi imunisasi + iradiasi dosis rendah dapat meningkatkan produksi antibodi monoklonal hewan percobaan ?

2. Apakah berarti bahwa kombinasi imunisasi + iradiasi dosis rendah meningkatkan imunisasi terhadap

Salmonella ?

ADRIA P.M. HASIBUAN

1. Menurut DUPLAN (1971) pembentukan antibodi terdiri dari 2 periode, yaitu periode lain dan periode produksi. Iradiasi dosis rendah akan mempengaruhi periode produksi, sehingga antibodi yang terbentuk tinggi nilainya. Dengan deinikian antibodi spesifik monoklonal yang terbentiik juga tinggi nilainya.

2. Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan antibodi spesifik monoklonal dengan nilai tinggi. Bila sudah didapat antibodi spesifik monoklonal tersebut, maka akan digunakan untuk deteksi secara cepat diagnosa secara cepat adanya pencemaran bakteri tersebut pada bahan pangan, yaitu secara imunologik-reaksi Ab-Ag.

MARIA LINA

Dari hasil percobaan, antibodi monoklonal pada hewan yang mendapat imunisasi + radiasi > tinggi dari hewan, kontrol yaitu 5,15 mg/ml dan 3,25 mg/ml.

1. Apakah dari hasil tersebut sudah dapat nantinya diterapkan/digunakan untuk diagnostik karena jika dilihat kenaikan produksinya Abm, tidak terlalu tinggi dibanbing dengan kontrol.

2. Apakah ada standar untuk antibodi monoklonal yang dapat digunakan untuk diagnostik adanya kontaminasi bakteri S. typhimurium pada makanan dan juga pada spesiinen ?

ADRIA P.M. HASIBUAN

1. Antibodi spesifik monoklonal yang didapat 5,15 mg/ml. Untuk tujuan deteksi dini, antibodi sfesifik monoklonal yang didapat ini harus diperlakukan dengan cara lain, yaitu untuk meningkatkan kadarnya, misalnya dengan pasase berulang-ulang sel hibidoma tersebut, dengan media yang diberi tambahan glutamic.

2. Bila ada kontaminasi pada bahan makanan, maka satnpel tersebut diperlakukan dulu untuk meningkatkan konsentrasi bakterinya dalam media penyubur. Karena reaksi aglutasi anbibodi monoklonal dengan antigen membutuhkan konsentrasi antigen tertentu. Bila ada penceinaran, maka akan terjadi reaksi argumentasi, yaitu terjadi penggumpalan

HARSOJO

Apakah penelitian ini sudah diaplikasikan karena cara pendeteksiannya memerlukan waktu yang singkat. Kalau beluin diaplikasikan mohon penjelasan ?

ADRIA P.M. HASIBUAN

Penelitian ini dipakai untuk deteksi dini secara cepat adanya pencernaan bakteri .S'. typhimurium pada bahan pangan. Tetapi belum diaplikasikan karena adanya kebijakan, dari pimpinan maka penelitian ini tidak dapat diteruskan/dilanjulkan meskipun sudah ada titik-titik terang pada penelitian ini.

Gambar

Tabel 1. Hasil pengamatan berat badan hewan percobaan (g)

Referensi

Dokumen terkait

umum atau kurang dari 3 (tiga) untuk seleksi sederhana” Berdasarkan hasil evaluasi tersebut di atas. maka Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Non Fisik menyatakan

'. Peningkatan Serta Penguatan Ka5asitas Kelembagaan *an =aringan 5ara 5ihak  -okus 5rogram ini *itu7ukan untuk 5enguatan ka5asitas *an 7aringan *alam a*&okasi kebi7akan

bereaksi dengan antibodi terhadap representatif virus asal Vietnam dan hanya menunjukkan reaksi silang yang tidak sempurna dengan virus asal Hong Kong dan Cina serta adanya reaksi

Arçelik A.Ş., “ürün hayat çevrimi” boyunca çevre etkilerinin kontrol altına alınmasını, tasarım aşamasından başlayan bir süreç olarak ele almakta, bu amaca hizmet

Pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk

tanarius (EMMT) dapat menurunkan kadar glukosa darah, mengetahui seberapa besar dosis EMMT dapat menurunkan kadar glukosa darah, dan seberapa besar potensi EMMT

Hasil analisis infrensial data menunjukkan bahwa nilai t yang diperoleh = 0,83 dalam artian bahawa t hitung > t tabel yaitu 0,83 > 0.05 ini menunjukkan