xi INTISARI
Hidrokuinon merupakan salah satu zat aktif yang digunakan dalam produk pemutih wajah. Penggunaan hidrokuinon sebagai agen pemutih dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek samping yang berbahaya. Oleh karena itu, untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, kontrol kualitas mutu produk sangat diperlukan.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-phenanthroline. Pemilihan metode ini didasarkan atas sifat dari hidrokuinon sebagai agen pereduksi yang baik. Adanya logam besi (Fe3+) mengakibatkan hidrokuinon akan mengalami oksidasi menjadi kuinon dan Fe3+ dapat tereduksi menjadi Fe2+. Penambahan pereaksi o-phenanthroline dapat membentuk komplek warna antara Fe2+ dan o-phenanthroline. Kadar hidrokuinon dihitung dari banyaknya jumlah Fe2+ yang membentuk komplek warna dengan o-phenanthroline.
Berdasarkan analisis hasil yang dilakukan pada taraf kepercayaan 99%, diperoleh kadar rata-rata hidrokuinon yang terkandung dalam sampel yaitu merk “A”diperoleh 1,71 % b/b; merk “B” diperoleh 1,99 % b/b, dan merk “C” diperoleh 4,99 % b/b. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa krim pemutih merk “A” tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pada The United States Pharmacopeia 30th yaitu hanya mengandung 85,5% C6H6O2 sedangkan krim
pemutih merk “B” dan “C” memenuhi persyaratan yang telah ditentukan yaitu mengandung berturut-turut 99,5% dan 99,8% C6H6O2.
Kata kunci: krim pemutih, hidrokuinon, o-phenanthroline, spektrofotometri visibel
xii
ABSTRACT
Hydroquinone is one of active ingredient that can be used in bleaching cream products. The uses of hydroquinone as bleaching agent in a big concentrations may cause dangerous adverse effect. Therefore, quality control product is very needed to protect consument confortable and safety.
This study was a non experimental descriptive which was using visible spectrometry method with o-phenanthroline reagent. The choice of the methods based on the characteristic of hydroquinone as a good reducing agent. The present of iron (Fe3+) can cause oxydation of hydroquinone into quinone and reduction of Fe3+ into Fe2+. A coloured complex ion was formed by additional amount of o-phenanthroline reagent. The concentration of hydroquinone was determined from the amount of Fe2+ reacted with o-phenanthroline to form a coloured complex ion.
Based on the result analysis on the significant level of 99%, it was found that the average concentration of hydroquinone in the sample with the trade mark “A” was 1,71 % b/b, with the trade mark “B” was 1,99 % b/b, and the trade mark “C” was 4,99 % b/b. Based on the data, it can be concluded that sample for merk “A” was not conditional fulfilled in The United States Pharmacopeia 30th that was only contain 85,5% C6H6O2, but sample with the trade mark “B” and the trade
mark “C” were conditional fulfilled that were contain 99,5% and 99,8% C6H6O2
respectively.
Keywords : bleaching cream, hydroquinone, o-phenanthroline, visible spectrometry
PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM KRIM PEMUTIH BERBAGAI MERK YANG BEREDAR DI YOGYAKARTA DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Fridolina Liancy Pasau NIM : 048114034
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM KRIM PEMUTIH BERBAGAI MERK YANG BEREDAR DI YOGYAKARTA DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Fridolina Liancy Pasau NIM : 048114034
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii Skripsi
PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM KRIM PEMUTIH BERBAGAI MERK YANG BEREDAR DI YOGYAKARTA DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL
Yang diajukan oleh : Fridolina Liancy Pasau
NIM : 048114034
telah disetujui oleh
iv
v
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang
apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal
keinginanmu kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ungkapan syukur”
(Filipi 4 : 6)
Karya ini kupersembahkan untuk :
Jesus Christ for His Love
Papa dan mama tercinta
Adekku, Melly
Teman-temanku
serta almamaterku
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Fridolina Liancy Pasau
Nomor Mahasiswa : 048114034
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih Berbagai Merk yang Beredar di Yogyakarta dengan Metode Spektrofotometri Visibel”
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 8 Agustus 2008
Yang menyatakan
( Fridolina Liancy Pasau )
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih Berbagai Merk yang Beredar di Yogyakarta dengan Metode Spektrofotometri Visibel”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan dukungan baik berupa materiil, moral maupun spiritual dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Christine Patramurti, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya membimbing, memberi saran dan kritik sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.
3. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun selama penelitian.
viii
5. Papa dan mama atas segala kasih sayang, dukungan, perhatian, nasehat dan doa yang senantiasa menyertai penulis. Terima kasih atas semua yang telah mama dan papa berikan.
6. Adekku, Meli, yang telah memberikan cinta dan semangat.
7. Sahabatku, Pandu, atas kebersamaan, perhatian, bantuan, nasehat, semangat, dan pengorbananmu selama ini yang sangat berarti bagi penulis.
8. My best friend, Avi, atas kasih, semangat, perhatian, bantuan kepada penulis. 9. Teman-teman UKF dolan-dolan atas persahabatan yang indah dan tak
terlupakan ini.
10. Teman-teman Marching Band Atmajaya Yogyakarta (terutama Mas Budi, Pak Pelatih, Fajar Jr, Fajar W, Ata, Laras, cah middle brass) atas keceriaan, semangat, kekompakan yang mewarnai hari-hari penulis.
11. Mas Aloy, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan semangat kepada penulis.
12. Rekan tim penelitian hidrokuinon (Leo dan Shinta Lia) yang selama ini telah membantu, menemani, mendukung dan menyemangati penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
13. Segenap staf laboran terutama laboran lantai IV, dan kepala gudang (mas Otok) atas masukan, bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya selama penelitian.
14. Teman-teman FST 2004 atas persahabatan dan kekompakan selama kuliah. 15. Semua penghuni Wisma Ananda yang senantiasa memberikan keceriaan,
persahabatan, bantuan, dan kebersamaan.
ix
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih memiliki kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi orang lain yang membutuhkan.
Yogyakarta, Juni 2008 Penulis
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juni 2008 Penulis,
xi INTISARI
Hidrokuinon merupakan salah satu zat aktif yang digunakan dalam produk pemutih wajah. Penggunaan hidrokuinon sebagai agen pemutih dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek samping yang berbahaya. Oleh karena itu, untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, kontrol kualitas mutu produk sangat diperlukan.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-phenanthroline. Pemilihan metode ini didasarkan atas sifat dari hidrokuinon sebagai agen pereduksi yang baik. Adanya logam besi (Fe3+) mengakibatkan hidrokuinon akan mengalami oksidasi menjadi kuinon dan Fe3+ dapat tereduksi menjadi Fe2+. Penambahan pereaksi o-phenanthroline dapat membentuk komplek warna antara Fe2+ dan o-phenanthroline. Kadar hidrokuinon dihitung dari banyaknya jumlah Fe2+ yang membentuk komplek warna dengan o-phenanthroline.
Berdasarkan analisis hasil yang dilakukan pada taraf kepercayaan 99%, diperoleh kadar rata-rata hidrokuinon yang terkandung dalam sampel yaitu merk “A”diperoleh 1,71 % b/b; merk “B” diperoleh 1,99 % b/b, dan merk “C” diperoleh 4,99 % b/b. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa krim pemutih merk “A” tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pada The United States Pharmacopeia 30th yaitu hanya mengandung 85,5% C6H6O2 sedangkan krim
pemutih merk “B” dan “C” memenuhi persyaratan yang telah ditentukan yaitu mengandung berturut-turut 99,5% dan 99,8% C6H6O2.
Kata kunci: krim pemutih, hidrokuinon, o-phenanthroline, spektrofotometri visibel
xii
ABSTRACT
Hydroquinone is one of active ingredient that can be used in bleaching cream products. The uses of hydroquinone as bleaching agent in a big concentrations may cause dangerous adverse effect. Therefore, quality control product is very needed to protect consument confortable and safety.
This study was a non experimental descriptive which was using visible spectrometry method with o-phenanthroline reagent. The choice of the methods based on the characteristic of hydroquinone as a good reducing agent. The present of iron (Fe3+) can cause oxydation of hydroquinone into quinone and reduction of Fe3+ into Fe2+. A coloured complex ion was formed by additional amount of o-phenanthroline reagent. The concentration of hydroquinone was determined from the amount of Fe2+ reacted with o-phenanthroline to form a coloured complex ion.
Based on the result analysis on the significant level of 99%, it was found that the average concentration of hydroquinone in the sample with the trade mark “A” was 1,71 % b/b, with the trade mark “B” was 1,99 % b/b, and the trade mark “C” was 4,99 % b/b. Based on the data, it can be concluded that sample for merk “A” was not conditional fulfilled in The United States Pharmacopeia 30th that was only contain 85,5% C6H6O2, but sample with the trade mark “B” and the trade
mark “C” were conditional fulfilled that were contain 99,5% and 99,8% C6H6O2
respectively.
Keywords : bleaching cream, hydroquinone, o-phenanthroline, visible spectrometry
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii
HALAMAN PENGESAHAN...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
PRAKATA...vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...x
INTISARI...xi
ABSTRACT...xii
DAFTAR ISI...xiii
DAFTAR TABEL...xvi
DAFTAR GAMBAR………...………....………xvii
DAFTAR LAMPIRAN...xviii
BAB I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
1. Perumusan masalah...3
2. Keaslian penelitian...3
3. Manfaat penelitian...3
B. Tujuan Penelitian...4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...5
xiv
1. Struktur dan sifat hidrokuinon...5
2. Penggunaan dan mekanisme kerja hidrokuinon...6
3. Efek samping hidrokuinon...7
B. Senyawa Kompleks...7
C. Krim Pemutih...8
D. Analisis Krim Pemutih...9
E. Spektrofotometri Visibel...9
F. Kolorimetri...15
G. Kesahihan Metode Analisis...19
H. Kesalahan dalam Metode Analisis...21
I. Keterangan Empiris...23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian...24
B. Definisi Operasional...24
C. Bahan Penelitian...24
D. Alat Penelitian...25
E. Tata Cara Penelitian...25
1. Pembuatan larutan baku hidrokuinon...25
2. Pembuatan larutan Fe3+...25
3. Pembuatan larutan o-phenanthroline...26
4. Pembuatan larutan natrium asetat...26
5. Optimasi Metode...26
xv
F. Analisis Hasil...28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...29
A. Optimasi Metode Penetapan Kadar Hidrokuinon...29
1. Penentuan operating time ( OT )...30
2. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum (λmaks)...31
3. Pembuatan kurva baku...33
B. Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Sampel Krim Pemutih...35
1. Pemilihan sampel...35
2. Preparasi sampel...36
3. Penetapan kadar hidrokuinon...37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...41
DAFTAR PUSTAKA...42
LAMPIRAN...45
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rentang akurasi yang masih dapat diterima...20
Tabel II. Rentang KV yang masih dapat diterima...21
Tabel III. Data pengukuran seri kurva baku hidrokuinon...34
Tabel IV. Kadar rata-rata hidrokuinon dalam sampel krim pemutih...39
Tabel V. Kadar hidrokuinon yang diperoleh dari tiap-tiap merk berdasarkan The United States Pharmacopeia 30th...40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur hidrokuinon...5
Gambar 2. Reaksi oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon...6
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik...11
Gambar 4. Diagram alir instrumentasi spektrofotometer visibel...15
Gambar 5. Reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+...29
Gambar 6. Reaksi pembentukan kompleks warna Fe2+ dengan o-phenanthroline...30
Gambar 7. Hasil penetapan operating time pada λ = 510,0 nm...31
Gambar 8. Hasil pembacaan panjang gelombang serapan maksimum...33
Gambar 9. Kurva hubungan antara konsentrasi hidrokuinon dengan serapan...35
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data penimbangan hidrokuinon baku untuk kurva baku...45
Lampiran 2. Perhitungan seri kadar baku hidrokuinon...45
Lampiran 3. Hasil Operating Time (OT)...48
Lampiran 4. Hasil scanning λmaks kadar hidrokuinon...49
Lampiran 5. Data scanning λmaks kadar hidrokuinon...49
Lampiran 6. Data kurva baku hidrokuinon...49
Lampiran 7. Kurva baku dari 3 replikasi...50
Lampiran 8. Komposisi sampel krim pemutih hidrokuinon...51
Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar hidrokuinon dalam sampel krim pemutih...51
Lampiran 10. Data penetapan kadar hidrokuinon dalam 3 merek krim pemutih...53
Lampiran 11. Data perhitungan KV(%)...54
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan produk kosmetik semakin berkembang di masyarakat terutama produk pemutih wajah yang biasa digunakan untuk mempercantik penampilan. Produk pemutih wajah ini dipercaya konsumen dapat membuat penampilan seseorang tampak bersih, tidak kusam dan menjadi lebih percaya diri.
Sediaan pemutih wajah yang beredar di pasaran dalam bentuk krim paling banyak digunakan oleh konsumen, karena apabila dibandingkan dengan sediaan salep, krim lebih mudah menyebar rata di permukaan kulit, lebih tidak berminyak, tidak meninggalkan lapisan film yang basah, dan dapat memberikan efek menyejukkan pada jaringan inflamasi (Ansel, 1995). Salah satu zat aktif yang banyak terkandung dalam krim pemutih wajah adalah hidrokuinon yang berfungsi untuk menyerap sinar UV dan mengurangi produksi melanin, sehingga membuat kulit tampak lebih putih (Anonim, 2005).
Penggunaan hidrokuinon sebagai agen pemutih kulit dapat dikategorikan menjadi dua yaitu sebagai produk kosmetik dan sebagai obat. Penggunaan hidrokuinon dalam kadar besar dapat menimbulkan efek samping yang berlebihan. Oleh karena itu, untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, kontrol kualitas mutu produk sangat diperlukan untuk mengetahui mutu dan kualitas dari produk yang dihasilkan. Pemilihan metode penetapan kadar sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Metode
2
pilihan untuk menetapkan kadar harus merupakan metode yang sensitif, selektif, dan praktis bagi senyawa tertentu. Metode-metode tersebut harus memenuhi kriteria validitas metode uji diantaranya akurasi, dan presisi.
Metode penetapan kadar untuk hidrokuinon ada beberapa macam metode yaitu kolorimetri, spektrofotometri, dan kromatografi (Anonim, 1996). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah spektrofotometri visibel dengan menggunakan pereaksi o-phenanthroline yang mengacu pada metode untuk determinasi besi dalam tablet vitamin. Metode ini mempunyai keunggulan karena senyawa yang bersama-sama dengan hidrokuinon yang mengabsorpsi radiasi di daerah ultraviolet, tidak akan mengganggu pengukuran serapan radiasi pada daerah sinar tampak. Selain itu, pemilihan metode ini didasarkan atas sifat dari hidrokuinon yaitu sebagai agen pereduksi yang baik (Anonim, 1996). Hidrokuinon akan mengalami oksidasi menjadi kuinon dan Fe3+ dapat tereduksi menjadi Fe2+ dengan adanya logam besi (Fe3+). Penambahan pereaksi o-phenanthroline dapat membentuk komplek warna antara Fe2+ dan o-phenanthroline. Kadar hidrokuinon dapat dihitung dari banyaknya jumlah Fe2+ yang membentuk komplek warna dengan o-phenanthroline. Metode penetapan kadar hidrokuinon dengan pereaksi o-phenanthroline ini telah dilakukan validasi oleh Agustoo (2008) dan diperoleh hasil dengan tingkat akurasi dan presisi yang baik.
3
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka diperoleh permasalahan sebagai berikut:
a. Berapakah kadar hidrokuinon dalam krim pemutih berbagai merk yang beredar di pasaran?
b. Apakah kadar hidrokuinon dalam krim pemutih memenuhi ketentuan yang tertera dalam The United States Pharmacopeia 30th (Anonim, 2007b) yaitu krim hidrokuinon mengandung tidak kurang dari 94% dan tidak lebih 106% C6H6O2 yang tertera dalam label kemasan?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian yang telah dilakukan berjudul Penetapan Kecermatan dan Keseksamaan Metode Kolorimetri Menggunakan Pereaksi Floroglusin untuk Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemucat (Ibrahim, dkk., 2004), sedangkan Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih Berbagai Merk yang Beredar di Pasaran menggunakan Pereaksi O-phenanthroline belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
a. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis penelitian ini adalah menambah informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
penggunaan pereaksi o-phenanthroline pada penetapan kadar hidrokuinon dalam krim pemutih yang beredar di pasaran.
b. Manfaat praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah memberi informasi bagi konsumen mengenai mutu, dan keamanan krim pemutih berbagai merk yang beredar di pasaran.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kadar hidrokuinon dalam krim pemutih berbagai merk yang beredar di pasaran.
2. Untuk mengetahui apakah kadar hidrokuinon dalam krim pemutih memenuhi ketentuan yang tertera dalam The United States Pharmacopeia 30th (Anonim, 2007b) yaitu krim hidrokuinon mengandung tidak kurang dari 94% dan tidak lebih 106% C6H6O2 yang tertera dalam label kemasan.
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hidrokuinon 1. Struktur dan sifat hidrokuinon
Hidrokuinon atau 1,4-Benzenediol adalah senyawa organik aromatik
dengan tipe fenol yang mempunyai rumus kimia C6H6O2. Hidrokuinon memiliki 2
gugus hidroksi yang terikat cincin benzen pada posisi para.
Gambar 1. Struktur hidrokuinon
(Wenninger, J.A.,2000)
Hidrokuinon mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H6O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Hidrokuinon berbentuk jarum
halus, putih, mudah menjadi gelap jika terpapar cahaya dan udara (Anonim,
2007b). Hidrokuinon mudah larut dalam air (1 dalam 17 bagian air), dalam etanol
(1 dalam 4 bagian etanol), dalam kloroform (1 dalam 51 bagian kloroform), dan
dalam eter (1 dalam 16,5 bagian eter) (Anonim, 1999).
Larutan hidrokuinon akan berwarna coklat dikarenakan proses oksidasi
dengan adanya udara. Hidrokuinon akan mengalami oksidasi dengan cepat dalam
suasana basa karena hidrokuinon merupakan agen pereduksi, dan oksidasi terjadi
secara reversibel menjadi kuinon.
HO OH
hidrokuinon
6
Gambar 2. Reaksi oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon
(Anonim, 1996)
2. Penggunaan dan mekanisme kerja hidrokuinon
Hidrokuinon digunakan sebagai agen depigmentasi untuk kulit yang
dalam kondisi hiperpigmentasi seperti melasma, bintik – bintik, dan lentigines.
Penggunaannya membutuhkan waktu beberapa minggu sebelum muncul suatu
efek, tapi depigmentasi terjadi setelah 2-6 bulan. Aplikasi hidrokuinon harus
dihentikan jika tidak ada peningkatan setelah 2 bulan perawatan. Hidrokuinon
harus digunakan dua hari sekali hanya untuk melindungi kulit dari sinar matahari
dan mengurangi repigmentasi (Anonim, 1999).
Hidrokuinon sendiri merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan
dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari
hidrokuinon yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan
reaksi oksidasi enzimatik dari tirosin ke 3,4-dihidroksifenilalanin (Wilkinson,
J.B., 1982). Enzim tirosinase ini merupakan enzim utama dalam pembentukan
melanin, sehingga jika kerjanya dihambat maka jumlah pigmen melanin pemberi
warna kulitpun menjadi berkurang dan kulit dapat tampak lebih putih. Selain itu,
hidrokuinon juga mampu mengelupas kulit bagian luar, sehingga akan tampak
lapisan kulit di dalamnya yang lebih putih (Anonim, 2006). OH
OH
O
O
Hidrokuinon Kuinon
OH
H2O
7
3. Efek samping hidrokuinon
Penggunaan hidrokuinon lebih dari 2% b/b termasuk golongan obat keras
yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter sebab dapat mengakibatkan
iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar juga dapat menyebabkan
kelainan pada ginjal (nephropathy), kanker darah (leukemia) dan kanker sel hati
(hepatocelluler adenoma) (Anonim, 2007a). Selain itu, penggunaan hidrokuinon
yang berlebihan juga dapat menyebabkan oochronosis (kulit berbintil seperti pasir
dan berwarna coklat kebiruan, serta terasa gatal dan seperti terbakar) terhadap
orang yang berkulit gelap (Anonim, 2006).
B. Senyawa Kompleks
Ion kompleks merupakan ion logam yang terikat kuat pada anion atau
molekul netral. Dalam zat-zat ini, ion logam berperilaku sebagai asam lewis dan
menjadi terikat secara kovalen kepada senyawa lain yang berperan sebagai basa
lewis. Basa lewis yang mengikatkan diri ke ion logam disebut ligan. Atom dalam
ligan yang menyumbangkan pasangan elektron kepada ion logam disebut atom
donor dan ion logam itu sendiri disebut akseptor. Karena pembentukan kompleks
itu terjadi karena pembentukan ikatan kovalen koordinat dari ligan ke ion logam,
senyawa yang mengandung kompleks disebut senyawa koordinasi (Brady, J.E.,
1994).
Ligan dalam kompleks adalah anion ataupun molekul netral yang terdiri
atas satu atom atau lebih dengan sekurangnya sepasang elektron menyendiri yang
dapat disumbangkan kepada ion logam (Brady, J.E., 1994).
8
C. Krim Pemutih
Krim didefinisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat
baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air”. Krim biasanya digunakan
sebagai emollient atau pemakaian obat pada kulit (Ansel, 2005).
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung
tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2
yaitu tipe air/minyak (A/M) dan minyak/air (M/A). Untuk membuat krim
digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik (eter
alkohol sulfat, alkil sulfat, dan sulfosuccinates), kationik (quarternary ammonium
compounds) dan nonionik (lanolin, polysorbate, sorbitan ester, polyoxyethilated (POE) alkyl phenols, dsb) (Anief, M., 2003).
Krim pemutih merupakan campuran bahan kimia yang bertujuan untuk
memucatkan noda hitam (cokelat) pada kulit. Dalam jangka waktu lama, krim
tersebut dapat menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit.
Namun, penggunaan yang terus-menerus justru akan menimbulkan pigmentasi
dengan efek permanen (Anonim, 2006).
Krim pemutih yang mengandung zat aktif hidrokuinon dapat berubah
warna dari putih menjadi coklat setelah 3-4 bulan. Krim pemutih dengan
kandungan hidrokuinon dapat digolongkan menjadi kosmetik dan obat. Krim
pemutih dengan kandungan hidrokuinon termasuk kosmetik golongan Ic yaitu
kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan.
(Anonim, 2003).
9
D. Analisis Krim Pemutih
Sediaan krim pemutih merupakan suatu emulsi yang didalamnya
terkandung zat yang akan dianalisis. Sebelum dilakukan analisis, sediaan krim
tersebut dipreparasi dengan cara emulsi dirusak terlebih dahulu dan zat aktif
diisolasi dari sistem emulsi. Stabilitas emulsi akan rusak jika sistem campurannya
terganggu oleh:
1. Penambahan salah satu fase emulsi
2. Penambahan asam atau basa kuat seperti HCl, H2SO4, NaOH
3. Penggojogan yang kuat
4. Pengaturan pH
5. Perubahan suhu
Setelah sistem emulsi rusak, zat aktif dipisahkan dari emulsi dengan cara
dilarutkan dalam pembawanya. Selanjutnya dilakukan evaporasi pelarutnya,
pengeringan ekstrak, dan dapat dilakukan analisis selanjutnya untuk penetapan
kadar (Cunniff, P., 1995).
E. Spektrofotometri Visibel
Spektrofotometri visibel adalah analisis spektroskopik yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer. Radiasi elektromagnetik dalam
rentang panjang gelombang 380-780 nm merupakan radiasi yang dapat dilihat
indera penglihatan manusia sehingga disebut cahaya tampak (visible) (Mulja dan
Suharman, 1995).
10
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan materi (atom, ion, atau molekul). Serapan adalah
interaksi yang menyebabkan perpindahan energi dari sinar radiasi ke materi.
Serapan atom menyebabkan peralihan elektronik atau transisi elektronik, yaitu
peningkatan energi elektron dari tingkat dasar (ground state) ke tingkat energi
yang lebih tinggi (excited state). Transisi ini, terjadi bila energi yang dihasilkan
oleh radiasi sama dengan energi yang diperlukan untuk melakukan transisi
(Rohman, 2007).
Ada 3 macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara
umum, yang dikenal sebagai orbital elektron phi (π), sigma (σ), dan elektron tidak
berpasangan (n) (Mulja dan Suharman, 1995). Suatu molekul apabila dikenai
radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi
elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi ini meningkatkan energi
potensial elektron pada tingkat eksitasi. Apabila pada molekul tadi hanya terjadi
transisi elektronik pada satu macam gugus, maka akan terjadi satu serapan yang
merupakan garis spektrum.
Pada kenyataannya, spektrum visible yang merupakan korelasi antara
serapan (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan
garis spektrum akan tetapi sebagai pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum
visible tersebut disebabkan transisi energi yang tidak sejenis dan terjadinya
eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang kompleks
(Rohman, 2007).
11
σ* Anti bonding
π* Anti bonding
E
n Non bonding
π Bonding
σ Bonding
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik
(Mulja dan Suharman, 1995)
Apabila suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka
kemungkinan akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi
yang dikenal sebagai orbital elektron antibonding seperti terlihat pada gambar 3
(Mulja dan Suharman, 1995).
Eksitasi elektron σ →σ* membutuhkan energi paling besar dan terjadi
didaerah ultraviolet jauh yang dihasilkan ikatan tunggal. Eksitasi elektron π→π*
dihasilkan ikatan rangkap dua dan tiga juga terjadi apabila molekul menyerap
energi di daerah ultraviolet jauh (Mulja dan Suharman, 1995).
Transisi elektronik pada senyawa organik yang dapat terjadi yaitu
transisi elektron dari orbital σ → σ* , π → π* , n → σ*, dan n → π*. Transisi
elektronik yang berguna dalam eksperimen adalah transisi π → π* dan n → π*
karena memberikan spektra didaerah 200-700 nm (Rohman, 2007).
Penyerapan radiasi oleh senyawa kompleks logam berbeda dengan
senyawa organik karena melibatkan perpindahan muatan dari donor elektron ke
akseptor elektron yaitu pergerakan elektron dari ion logam ke ligan atau
sebaliknya. Spesies-spesies yang menunjukkan penyerapan karena perpindahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
muatan sangat penting karena daya serap molarnya sangat besar (ε > 10.000
liter.cm-1.mol-1) (Rohman, 2007).
Saat transisi, terjadi reaksi reduksi-oksidasi antara ion logam dan ligan.
Biasanya, ion logam tereduksi dan ligan teroksidasi. Ion logam berada pada status
oksidasi terendah, dikompleks oleh ligan dengan afinitas elektron tinggi yang
dapat teroksidasi tanpa merusak kompleks (Christian, 2004). Kecenderungan
perpindahan elektron akan meningkat jika energi radiasi yang dibutuhkan untuk
terjadinya proses perpindahan muatan kecil. Kompleks yang dihasilkan akan
menyerap pada panjang gelombang yang besar (Rohman, 2007).
Secara eksperimental sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi
yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik
yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau
panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang
dibolehkan untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak
sama sehingga spektra absorpsinya berbeda. Dengan demikian spektra dapat
digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif.
Banyaknya sinar yang diabsorbsi pada panjang gelombang tertentu sebanding
dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Rohman, 2007).
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas
sinar yang diteruskan bila spesies penyerap tidak ada dengan intensitas sinar yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
diteruskan bila spesies penyerap ada. Intensitas sinar yang diteruskan bila tidak
ada spesies penyerap merupakan intensitas sinar yang masuk dikurangi dengan
yang hilang oleh penghamburan, pemantulan, dan serapan oleh konstituen lain
(Sastrohamidjojo, 1991).
Intensitas sinar yang diteruskan diukur serapannya pada panjang
gelombang serapan maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang
gelombang serapan maksimum adalah perubahan serapan untuk setiap satuan
konsentrasi pada panjang gelombang tersebut paling besar sehingga kepekaan
maksimum. Selain itu, pita serapan pada panjang gelombang serapan maksimum
datar sehingga memberikan kesalahan yang kecil dalam setiap pengulangan
(Mulja dan Suharman, 1995).
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan
oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
T =
=
10-a.b.cA = log = a.b.c
dimana :
T = persen tramsmitan
I0 = intensitas radiasi yang datang
I = intensitas radiasi yang diteruskan
A = serapan
a = daya serap
b = tebal larutan (cm)
c = konsentrasi (mol.L-1) (Anonim, 1995)
14
Daya serap (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal larutan dan intensitas radiasi yang mengenai sampel. Daya serap
tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi.
Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M)
maka daya serap disebut dengan daya serap molar dan disimbolkan є dengan
satuan M-1cm-1 atau L.mol-1cm-1 (Rohman, 2007) sehingga rumus lambert-beer
dapat ditulis menjadi :
A = є b c
Serapan jenis didefinisikan sebagai serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel
dengan ketebalan 1 cm dan diberi lambang A(1%, 1cm). Hubungan antara nilai
A(1%, 1cm) dengan daya serap molar (є) yaitu :
є = A(1%, 1cm) x BM
(Anonim, 1995).
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu :
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama.
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tidak tergantung terhadap senyawa
lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Rohman, 2007)
Spektrofotometer adalah suatu instrumen yang akan memisahkan
radiasi polikromatis menjadi beberapa panjang gelombang yang berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Instrumentasi dari spektrofotometer adalah : 1) sumber radiasi kontinyu pada λ
tertentu, 2) monokromator untuk mendapatkan berkas sempit dari sumber
spektrum, 3) sel sampel, 4) detektor, 5) pembaca respon detektor atau recorder
(Christian, 2004).
source monochromator sample
cell detector
read out respons (recorder)
Gambar 4. Diagram alir instrumentasi spektrofotometer visibel
(Christian, 2004)
F. Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu teknik pengukuran cahaya yang diabsorbsi oleh
zat berwarna baik warna yang terbentuk dari asalnya maupun akibat reaksi dengan
zat lain (Khopkar, 1990). Menurut definisi yang diperluas, sebagai kolorimetri
juga tercakup pengubahan senyawa tidak berwarna menjadi zat yang berwarna
dan penentuan fotometrinya dilakukan dalam daerah sinar tampak (400 – 800 nm)
(Roth dan Baschke, 1994).
Senyawa yang semula tidak berwarna harus diubah terlebih dahulu
menjadi senyawa berwarna karena senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tampak. Cara yang digunakan adalah dengan mengubah menjadi senyawa
lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
a. Reaksinya selektif dan sensitif
b. Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusible
16
c. Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.
Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent,
atau penggunaan teknik ekstraksi (Rohman, 2007).
Metode kolorimetri melibatkan perbandingan intensitas warna secara
visual artinya warna dari larutan senyawa yang tidak diketahui atau senyawa yang
diteliti dibandingkan dengan warna dari satu standar ataupun beberapa seri
standar. Perbandingan ini dibuat dengan mencapai kesesuaian antara warna
senyawa yang diteliti dengan standar yang biasanya dibuat dalam tabung Nessler
(Butz dan Nobel, 1961).
Menurut Schirmer (1982), ada dua jenis kolorimetri :
1. Metode kolorimetri langsung
Metode kolorimetri dapat digunakan untuk menentukan besarnya
senyawa yang dapat menyerap cahaya tampak dengan kuat. Masalah mendasar
pada metode ini adalah pemisahan analit dari senyawa lain yang dapat
mengganggu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan ekstraksi dan teknik
kromatografi. Bahan pengganggu pada metode kolorimetri relatif lebih sedikit
daripada pada metode spektrofotometri UV, karena relatif sedikit substansi yang
memberikan serapan pada panjang gelombang gelombang visible. Metode ini
lebih selektif dibandingkan dengan spektrofotometri UV (Schirmer, 1982).
2. Metode kolorimetri tidak langsung
Pada metode kolorimetri tidak langsung, senyawa yang akan ditetapkan
jumlahnya tidak dapat menyerap cahaya tampak secara langsung. Oleh karena itu
perlu ditambahkan suatu kromofor ke dalam sampel yang akan dianalisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Kromofor dapat diberikan pada suatu senyawa kimia dengan menggunakan
prosedur yang relatif sederhana. Hal ini menyebabkan metode kolorimetri dengan
spektrofotometri visible semakin luas penggunaannya untuk analisis obat.
Didukung pula oleh sensitifitas dan presisi yang baik dari spektrofotometer.
Pemilihan prosedur kolorimetri untuk menentukan substansi tergantung
pada pertimbangan sebagai berikut :
a. metode kolorimetri akan memberikan hasil yang lebih akurat pada
konsentrasi rendah dan prosedur yang lebih sederhana daripada titrimetri atau
gravimetri.
b. metode kolorimetri sering digunakan pada kondisi dimana dengan metode
titrimetri atau gravimetri memberikan hasil yang tidak memuaskan.
c. metode kolorimetri memiliki keuntungan dalam menetapkan suatu substansi
dari beberapa komponen dalam sejumlah sampel yang sama (Bassett, J.dkk.,
1994).
Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu
komponen. Hal ini menjadi dasar dari apa yang lazim disebut analisis kolorimetri.
Warna itu biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna
dengan ditambahkannya reagensia yang tepat, atau warna itu dapat melekat dalam
penyusun yang diinginkan itu sendiri (Bassett, J.dkk., 1994).
Kriteria untuk analisis kolorimetri yang memuaskan:
a. Kespesifikan reaksi warna
Sangat sedikit reaksi yang khas untuk suatu zat tertentu, tetapi banyak reaksi
menghasilkan warna untuk sekelompok kecil zat yang sehubungan saja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
artinya, reaksi-reaksi itu selektif. Dengan memanfaatkan peranti seperti
memasukkan senyawa pembentuk-kompleks lain, dengan mengubah keadaan
kondisi, dan pengendalian pH, seringkali dapat dicapai pendekatan ke
kespesifikan itu.
b. Kesebandingan antara warna dan konsentrasi
Untuk kolorimetri visual pentinglah bahwa intensitas warna hendaknya
meningkat secara linier dengan naiknya konsentrasi zat yang akan ditetapkan.
c. Kestabilan warna
Warna yang dihasilkan hendaknya cukup stabil untuk memungkinkan
pengambilan pembacaan yang tepat. Ini berlaku juga untuk reaksi dalam
mana warna itu cenderung mencapai maksimum setelah suatu saat: periode
warna maksimum harus cukup panjang untuk membuat pengukuran cermat.
d. Reprodusibilitas
Prosedur kolorimetri harus memberi hasil yang dapat diulang pada kondisi
eksperimen yang khas. Reaksi itu tidak perlu mewakili perubahan kimia yang
kuantitatif secara stoikiometris.
e. Kejernihan larutan
Larutan haruslah bebas dari endapan jika harus dibandingkan dengan standar
yang jernih. Kekeruhan akan menghamburkan maupun menyerap cahaya.
f. Kepekaan tinggi
Diinginkan, teristimewa bila harus ditetapkan zat berkuantitas sangat kecil,
bahwa reaksi warna itu sangat peka. Juga diinginkan bahwa produk reaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
menyerap dengan kuat dalam daerah nampak, bukan dalam daerah ultraviolet
(Bassett, J.dkk., 1994).
G. Kesahihan Metode Analisis
Kesahihan metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang
digunakan untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut dapat memberikan
hasil seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.
Metode analisis instrumen merupakan metode yang terpilih dan memadai untuk
mengantisipasi persoalan analisis yaitu sangat kecilnya kadar senyawa yang
dianalisis dan kompleksnya matriks sampel yang dianalisis (Mulja dan Suharman,
1995). Untuk itu diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode analisis
yang didukung oleh parameter – parameter dibawah ini:
1. Akurasi
Akurasi metode analisis adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
Kriteria kecermatan sangat tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks
sampel dan pada keseksamaan metode (RSD) (Harmita, 2004).
20
Tabel I. Rentang akurasi yang masih dapat diterima
Analit pada Matrik Sampel (%)
Rata-rata yang Diperoleh (%)
100 98-102
>10 98-102
>1 97-103
>0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 90-107
0,000.1 (1 ppm) 80-110
0,000.01 (100 ppb) 80-110 0,000.001 (10 ppb) 60-115 0,000.000.1 (1 ppb) 40-120
(Harmita, 2004).
2. Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen (Harmita, 2004).
Presisi dari suatu metoda analisa meliputi repeatabilitas, presisi antara,
dan reproduksibilitas. Repeatabilitas menyatakan presisi metoda analisis yang
dilakukan dalam kondisi yang sama dalam interval waktu yang singkat. Dengan
kata lain uji repeatabilitas dilakukan untuk mengetahui variabilitas data yang
dihasilkan pada dua pengujian berurutan pada kondisi yang sama. Perbedaan
absolut kedua data hasil uji diharapkan berada pada kisaran tingkat kepercayaan
(konfidensi) 95%. Presisi antara menyatakan variasi dalam yang sama baik hari,
analit, ataupun alat yang berbeda (Anonim, 2008).
Reproduksibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui variabilitas
yang dihasilkan pada dua pengujian contoh identik pada kondisi berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Perbedaan absolut dari masing-masing data hasil uji diharapkan berada dalam
kisaran tingkat kepercayaan (konfidensi) 95% (Anonim, 2008).
Tabel II. Rentang KV yang masih dapat diterima
Analit pada Matrik Sampel (%) KV (%)
> 1 2,5
0,001 5
0,000.1 (1 ppm) 16
0,000.000.1 (1 ppb) 32
(Harmita, 2004).
3. Linieritas
Linieritas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuannya (pada
rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional
dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Rohman, 2007). Persyaratan
data linieritas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,99
(Anonim, 2004).
4. Range
Range adalah interval antara kadar terendah sampai kadar tertinggi dari suatu analit yang masih dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode
tertentu yang masih dapat menghasilkan akurasi, presisi dan linieritas yang
mencukupi Biasanya range memiliki satuan yang sama dengan satuan yang
digunakan pada metode analisis, misalnya persen atau ppm (Anonim, 2007b).
H. Kesalahan dalam Metode Analisis
Kesalahan dalam metode analisis sangat sukar untuk dihilangkan namun
sumber kesalahan tetap harus ditekan seminimal mungkin. Kesalahan dalam
analisis kimia dapat dikategorikan menjadi 2 kelas utama, yaitu:
22
1. Kesalahan sistematik
Kesalahan sistematik adalah hasil analisis yang menyimpang secara tetap
dari harga kadar yang sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur analisis,
sehingga kesalahan ini disebut juga kesalahan prosedur (Mulja dan Suharman,
1995). Kesalahan sistematik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Kesalahan personil dan operasi. Kesalahan ini disebabkan oleh cara
pelaksanaan analisis, bukan karena metode. Kesalahan operasi umumnya
bersifat fisis (bukan khemis), misalnya kesalahan pengamatan visual pada
titik akhir titrasi, kekeliruan cara pencucian endapan, dan sebagainya. Jadi
kesalahan ini bersifat individual dan sangat dipengaruhi oleh keterampilan
analis dalam melakukan pekerjaan analisis.
b. Kesalahan alat dan pereaksi. Kesalahan ini disebabkan oleh pereaksi yang
kurang murni, alat yang kurang valid atau pemakaian alat yang kurang tepat
walaupun alatnya sendiri baik, contohnya pengambilan volume tepat dengan
pipet ukur atau gelas ukur, penggunaan buret 50 ml (buret makro) untuk
analisis mikro, dan sebagainya.
c. Kesalahan metode analisis. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh kesalahan
pengambilan sampel, kesalahan akibat reaksi kimia yang tidak sempurna, atau
ikut mengendapnya zat-zat yang tidak diinginkan.
Kesalahan sistematik dapat dihindari atau diperkecil dengan:
a. Mengkalibrasi instrumen dan melakukan koreksi secara berkala (biasanya
tiap 3 bulan atau disesuaikan dengan frekuensi pemakaian alat).
b. Memilih metode dan prosedur standar dari badan resmi.
23
c. Memakai bahan kimia dengan derajat untuk analisis (pro analysis = p.a).
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para analis.
e. Melakukan penetapan blangko atau kontrol dengan zat baku.
f. Melakukan penetapan paralel (in duplo atau in triplo) (Mulja dan Suharman,
1995; Rohman, 2007).
2. Kesalahan tidak sistematik
Kesalahan tidak sistematik adalah penyimpangan yang tidak tetap dari
hasil penentuan kadar dengan instrumen yang disebabkan fluktuasi dari instrumen
yang dipakai (derau). Penyebab kesalahan ini tidak dapat ditentukan dan tidak
dapat dikontrol maka kesalahan ini disebut juga kesalahan acak (random error).
(Mulja dan Suharman, 1995).
I. Keterangan Empiris
Penelitian ini untuk mengetahui metode penetapan kadar hidrokuinon
dengan pereaksi o-phenanthroline menggunakan spektrofotometri visibel dapat
digunakan untuk menetapkan kadar hidrokuinon dalam krim pemutih berbagai
merk yang beredar di pasaran.
24 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental deskriptif
karena pada penelitian ini tidak terdapat manipulasi dan perlakuan terhadap
subyek penelitian yang digunakan.
B. Definisi Operasional
1. Kadar hidrokuinon adalah besarnya hidrokuinon (% b/b) yang terdapat dalam
krim pemutih.
2. Krim pemutih yang dianalisis adalah krim pemutih yang mengandung
hidrokuinon dalam label kemasan baik berupa produk kosmetik maupun obat
yang beredar di Yogyakarta.
3. Spektrofotometri visibel adalah analisis spektroskopik yang menggunakan
sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer.
C. Bahan Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrokuinon
p.a. (E.Merck), o-phenanthroline p.a. (E.Merck), besi (III) klorida heksahidrat p.a.
(E.Merck), natrium asetat p.a. (E.Merck), etanol p.a. (E.Merck), metanol p.a.
(E.Merck), asam klorida p.a. (E.Merck), aquadest (Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma).
25
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
seperangkat spektrofotometer UV-VIS Perkin Elmer Lambda 20, neraca analitik
BP 160 dan scaltec SBC 22 readability 0,01 mg, waterbath (Abo-tech),
mikropipet 50-250 µl (Treff–Pipette), mikropipet 200-1000 l (Acura 821,
Socorex), penyaring Millipore, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan untuk
penelitian di laboratorium analisis (Pyrex, Germany).
E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan larutan baku hidrokuinon
a. Larutan stok. Sepuluh miligram hidrokuinon p.a ditimbang lebih
kurang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan
aquadest hingga tanda. Larutan ini harus selalu dibuat baru.
b. Larutan intermediate. Sebanyak 1,0 ml larutan stok diambil,
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga
tanda. Larutan ini harus selalu dibuat baru.
2. Pembuatan larutan Fe3+
Sebanyak 0,019 g FeCl3.6H2O ditimbang, dimasukkan ke dalam labu
ukur 10,0 ml dan diecerkan dengan aquadest hingga tanda. Ke dalam larutan
26
3. Pembuatan larutan o-phenanthroline
Sebanyak 0,025 g o-phenanthroline ditimbang, dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan 1 ml etanol p.a dan 9 ml aquadest
hingga tanda. Larutan ini disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya.
4. Pembuatan larutan natrium asetat
Sebanyak 0,025 g natrium asetat ditimbang, dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan ini dapat
disimpan di lemari pendingin.
5. Optimasi metode
a. Penentuan operating time (OT). Sebanyak 0,15 ml larutan
intermediate hidrokuinon diambil, dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml
yang mengandung 0,15 ml larutan Fe standar. Beberapa tetes larutan natrium
asetat (1-2tetes) ditambahkan hingga pH mencapai 3-4, digojog. Larutan
o-phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen. Serapan diukur pada panjang
gelombang serapan maksimum. Grafik dibuat antara serapan dan waktu.
Operating time dicari yang memberikan serapan yang stabil.
b. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum (λmaks). Sebanyak
0,05 ml; 0,15 ml; 0,25ml larutan intermediate hidrokuinon diambil, dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml yang mengandung 0,15 ml larutan Fe
standar. Beberapa tetes larutan natrium asetat (1-2tetes) ditambahkan hingga pH
mencapai 3-4, digojog. Larutan o-phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan
dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
didiamkan selama OT. Serapan diukur pada panjang gelombang antara 450-550
nm. Panjang gelombang dicari yang memberikan serapan maksimum.
c. Pembuatan kurva baku. Sebanyak 0,05 ml; 0,10 ml; 0,15 ml; 0,20
ml; 0,25 ml; 0,30 ml; 0,35 ml larutan intermediate hidrokuinon diambil dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml yang mengandung 0,15 ml larutan Fe
standar. Beberapa tetes larutan natrium asetat (1-2tetes) ditambahkan hingga pH
mencapai 3-4, digojog. Larutan o-phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan
dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen dan
didiamkan selama OT. Serapan diukur pada panjang gelombang serapan
maksimum. Kurva baku dibuat antara serapan dan konsentrasi kemudian dicari
persamaannya.
6. Penetapan kadar hidrokuinon dalam sampel krim pemutih
a. Pemilihan sampel. Sampel yang dipilih adalah krim pemutih yang
beredar di Yogyakarta dan mencantumkan hidrokuinon pada kemasannya. Krim
pemutih yang diambil sebagai sampel terdiri dari 3 merk yaitu 2 merk dari
golongan kosmetik dan 1 merk dari golongan obat. Masing-masing merk memiliki
nomor kode produksi yang sama dan dilakukan 10 kali replikasi.
b. Preparasi sampel krim. Masing-masing merk krim diambil 10
kemasan dan dicampur hingga homogen. Sebanyak ± 1,0 g sampel krim
ditimbang seksama, dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml. Sampel
diekstraksi dengan 25,0 ml campuran aquadest : metanol (1:1 v/v), dan digojog
dengan kuat selama ± 1 menit hingga suspensi homogen. Labu dipanaskan dalam
waterbath pada suhu 600C selama 30 menit, dan didinginkan dalam air dingin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Campuran aquadest : metanol (1:1) ditambahkan hingga tanda. Ekstrak disaring
dengan kertas saring ke dalam flakon.
c. Penetapan kadar hidrokuinon. Sebanyak 0,05 ml ekstrak sampel
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml yang mengandung 0,15 ml larutan Fe
standar. Beberapa tetes larutan natrium asetat (1-2tetes) ditambahkan hingga pH
mencapai 3-4, digojog. Larutan o-phenanthroline sebanyak 0,5 ml ditambahkan
dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda, lalu dicampur hingga homogen dan
didiamkan selama OT. Serapan diukur pada panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 10 kali.
F. Analisis Hasil
Analisis hasil yang dilakukan yaitu dengan menghitung kadar
hidrokuinon yang terdapat dalam krim pemutih yang beredar di pasaran yang
dimasukkan dalam persamaan kurva baku hidrokuinon y = bx + a. Kadar yang
diperoleh kemudian dicermati secara deskriptif dengan kadar yang tertera dalam
label kemasan baik itu golongan kosmetik maupun obat.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Optimasi Metode Penetapan Kadar Hidrokuinon
Krim hidrokuinon dalam penelitian ini merupakan suatu emulsi yang
akan dirusak dan zat hidrokuinon yang terkandung di dalamnya akan diukur
dengan cara larutan besi ( Fe3+ ) direduksi menjadi Fe2+ dengan bantuan
hidrokuinon sebagai agen pereduksi.
>>>
Gambar 5. Reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
Penambahan pereaksi o-phenanthroline dapat membentuk komplek
warna merah antara Fe2+ dan o-phenanthroline. Dalam metode ini, kadar
hidrokuinon dapat dihitung dari banyaknya jumlah Fe2+ yang membentuk
komplek warna dengan o-phenanthroline. Mekanisme yang terjadi dalam metode
ini dapat dilihat pada gambar 6.
30
λmaks = 510 nm
senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+
Gambar 6. Reaksi pembentukan kompleks warna Fe2+ dengan o-phenanthroline
1. Penentuan Operating Time (OT)
Pada penelitian ini, operating time (OT) dilakukan untuk mengetahui
waktu yang diperlukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ untuk memperoleh
serapan yang stabil dan maksimum. Penentuan operating time sangat penting
dalam pengukuran dengan metode analisis menggunakan prinsip kolorimetri
karena warna hasil reaksi yang dihasilkan tidak selamanya stabil. Operating time
ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan serapan
larutan.
Penentuan operating time ini dilakukan pada larutan baku hidrokuinon dengan konsentrasi 1,5 ppm setelah pembentukan senyawa warna merah
dilakukan, kemudian serapan diukur pada panjang gelombang teoritis yaitu
510,0 nm selama 30 menit.
Berdasarkan kurva pengukuran operating time terlihat bahwa serapan
warna yang dihasilkan telah stabil dari menit ke-0 sampai menit ke-30 dengan
serapan 0,491. Kestabilan warna ini menandakan reaksi pembentukan warna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ sudah optimum sehingga jika pengukuran
serapan dilakukan pada rentang waktu tersebut dapat meminimalkan terjadinya
kesalahan pengukuran. Pada penelitian ini, pengukuran dilakukan setelah menit
ke-5, untuk menyamakan perlakuan. Hasil pembacaan operating time dapat dilihat
pada gambar 7.
Gambar 7. Hasil penetapan operating time pada λ = 510,0 nm
2. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum (λmaks)
Penetapan panjang gelombang serapan maksimum bertujuan untuk
menentukan panjang gelombang saat warna yang terbentuk pada kompleks
[(C12H8N2)3Fe]2+ mempunyai serapan yang maksimum. Pengukuran serapan
dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum karena perubahan serapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
untuk setiap satuan konsentasi adalah yang paling besar, sehingga akan diperoleh
kepekaan analisis yang maksimum. Panjang gelombang serapan maksimum ini
digunakan untuk mengukur serapan dari larutan yang akan dianalisis. Analisis
yang dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum dapat memberikan
sensitivitas dan presisi yang maksimal.
Pengukuran serapan maksimum pada daerah tampak dilakukan pada
panjang gelombang 380 - 780 nm (Mulja dan Suharman, 1995). Menurut Agustoo
(2008), panjang gelombang serapan maksimum untuk metode ini adalah 510,5
nm. Pada penelitian ini penetapan λmaks tetap harus dilakukan, meskipun λmaks
hasil pembentukan komplek warna antara Fe2+ dan o-phenanthroline sudah
diketahui dengan tujuan untuk mengetahui intermediate precision dari metode ini
yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya,
peralatannya, maupun waktunya.
Pengukuran panjang gelombang serapan maksimum kompleks warna
dilakukan dengan menggunakan tiga konsentrasi larutan baku yang berbeda yaitu
0,5 ppm; 1,5 ppm; dan 2,5 ppm dengan tujuan untuk mengetahui repeatabilitas
dari metode ini yaitu presisi metoda analisis yang dilakukan dalam kondisi yang
sama dalam interval waktu yang singkat. Pengukuran panjang gelombang serapan
maksimum kompleks warna diukur pada menit ke-5 yang masih dalam rentang
waktu hasil penetapan operating time yaitu pada menit ke-0 sampai menit ke-30.
Panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari rentang
panjang gelombang 450 nm - 550 nm dimana panjang gelombang teoritis yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
510,0 nm masih berada dalam rentang tersebut. Hasil penelitian diperoleh panjang
gelombang serapan maksimum sebesar 510,5 nm.
Panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh sesuai dengan
panjang gelombang acuan yaitu 510,5 nm. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini
memiliki repeatabilitas dan intermerdiate precision yang baik, sehingga panjang
gelombang 510,5 nm dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Hasil penetapan
panjang gelombang serapan maksimum dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Hasil pembacaan panjang gelombang serapan maksimum
Keterangan : A = konsentrasi 2,5 ppm; serapan 0,720; λmaks 510,5 nm B = konsentrasi 1,5 ppm; serapan 0,487; λmaks 510,5 nm C = konsentrasi 0,5 ppm; serapan 0,267; λmaks 510,5 nm
3. Pembuatan kurva baku
Kurva baku diperoleh dengan melakukan pengukuran 7 seri konsentrasi
larutan baku hidrokuinon dengan replikasi 3 kali pada panjang gelombang serapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
maksimum hasil optimasi yaitu 510,5 nm. Pengukuran pada panjang gelombang
serapan maksimum akan menghasilkan serapan yang lebih sensitif dan kesalahan
yang kecil sehingga akan menghasilkan slope yang terbaik. Hasil pengukuran
kurva baku diperoleh 3 persamaan kurva baku yang berbeda yang dapat dilihat
pada tabel III.
Tabel III. Data pengukuran seri kurva baku hidrokuinon
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar (ppm) Serapan Kadar (ppm) Serapan Kadar (ppm) Serapan
0,51 0,267 0,50 0,254 0,50 0,253
1,02 0,381 1,00 0,342 1,00 0,344
1,54 0,504 1,50 0,443 1,50 0,421
2,05 0,625 2,00 0,589 2,01 0,586
2,56 0,777 2,50 0,754 2,52 0,779
3,07 0,891 2,99 0,870 3,02 0,871
3,58 0,989 3,49 0,934 3,52 0,976
Y = 0,241 X + 0,139 R = 0,999
Y = 0,244 X + 0,110 r = 0,994
Y = 0,254 X + 0,094 r = 0,993
Hubungan korelasi antara konsentrasi hidrokuinon dengan serapan yang
dihasilkan dapat digambarkan dengan nilai koefisien korelasi ( r ) masing-masing
replikasi yang mendekati satu dan lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,875 dengan
derajat bebas 5 dan taraf kepercayaan 99%. Hasil perhitungan tabel diatas
diperoleh nilai r yang paling besar yaitu 0,999 dengan persamaan kurva baku
y = 0,241x + 0,139 ( replikasi I ). Persamaan kurva baku ini akan digunakan untuk
menghitung kadar hidrokuinon dalam sampel. Penggambaran hubungan linier
konsentrasi hidrokuinon dengan serapan yang dihasilkan dapat dilihat pada
gambar 9.
35
Gambar 9. Kurva hubungan antara konsentrasi hidrokuinon dengan serapan
B. Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Sampel Krim Pemutih
1. Pemilihan sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu krim pemutih yang
dimaksudkan untuk memutihkan dan menghilangkan bintik-bintik hitam pada
wajah. Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga untuk populasi besar diambil
sampel sebanyak 10% dan untuk populasi kecil diambil 20% (Sevilla dkk., 1993).
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis, di Yogyakarta terdapat 2
merk krim pemutih hidrokuinon golongan kosmetik dan 4 merk krim pemutih
hidrokuinon golongan obat. Jumlah ini termasuk dalam populasi kecil, maka
untuk penelitian ini diambil 20% dari merk krim pemutih hidrokuinon. Sampel
golongan kosmetik diambil 2 merk karena 2 merk inilah yang sering digunakan
konsumen dan banyak terdapat di toko-toko obat di wilayah Yogyakarta,
y = 0,241x + 0,139
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Serapan
Konsentrasi (ppm)
Kurva Baku
36
sedangkan sampel golongan obat diambil 1 merk karena 20% dari populasi
golongan obat yaitu 1 merk.
Sampel yang termasuk golongan obat ini diperoleh dari salah satu apotek
di wilayah Yogyakarta dan tanpa menggunakan resep dokter. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No.347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek
(OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker
di apotek, dinyatakan bahwa krim hidrokuinon termasuk dalam golongan OWA
sehingga sampel krim hidrokuinon yang tergolong obat keras dapat diperoleh di
apotek tanpa menggunakan resep dokter dan diserahkan oleh Apoteker.
Sampel yang dipilih memiliki kode produksi yang sama karena setiap
sampel memperoleh perlakuan yang sama pada saat proses pembuatan di industri.
Tujuan dilakukan pemilihan sampel yaitu agar sampel yang dianalisis dapat
memberikan hasil yang representatif yang artinya sampel yang dianalisis dapat
mewakili populasi yang ada.
2. Preparasi sampel
Preparasi sampel dimulai dengan mencampur seluruh krim dari tube
kemasan agar kandungan hidrokuinon dalam tiap bagian sama. Sampel krim ini
merupakan suatu emulsi O/W yang didalamnya terdapat kandungan hidrokuinon
sehingga untuk dilakukan penetapan kadar hidrokuinon, hidrokuinon harus
dipisahkan dari krim terlebih dahulu.
Dalam penelitian ini, komposisi bahan tambahan yang digunakan dalam
sampel tidak diketahui termasuk jenis surfaktan yang digunakan, sehingga cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pemecahan sistem emulsinya juga berbeda tergantung jenis surfaktan yang
digunakan. Oleh karena itu, penulis mengacu pada metode pembuatan krim
simulasi secara umum yaitu menggunakan surfaktan nonionik seperti tween 80
sehingga dalam sampel, emulsi dirusak dengan cara menambahkan salah satu fase
dari emulsi yaitu fase air yang terdapat dalam campuran aquadest : metanol (1:1
v/v). Adanya metanol dalam campuran aquadest : metanol ini bertujuan untuk
menarik hidrokuinon dari sistem emulsi karena hidrokuinon larut dalam metanol.
Pemanasan dalam waterbath pada suhu 600C dilakukan untuk membantu proses
penarikan hidrokuinon agar lebih optimal. Preparasi sampel ini dilakukan untuk
mendapatkan hidrokuinon yang telah terpisah dari komponen lain dalam sampel
krim sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar hidrokuinon dari sampel
krim pemutih.
3. Penetapan kadar hidrokuinon
Metode pembentukan kompleks warna ini dimulai dengan mereaksikan
larutan Fe3+ dengan larutan hidrokuinon dalam suasana asam. Tujuan mereaksikan
larutan Fe3+ dengan larutan hidrokuinon dalam suasana asam adalah untuk
menjaga agar tetap terbentuk Fe2+ dan tidak kembali membentuk Fe3+. Larutan
natrium asetat digunakan dalam menjaga kestabilan pH pada reaksi ini agar tetap
dalam suasana asam yaitu pada pH 3-4. Setelah larutan Fe3+ tereduksi menjadi
Fe2+ dan hidrokuinon teroksidasi menjadi kuinon, adanya penambahan pereaksi
o-phenanthroline akan membentuk kompleks warna merah dengan Fe2+ yang
kemudian akan diukur serapannya. Larutan Fe3+ dibuat berlebih agar jumlah
38
hidrokuinon yang mereduksi Fe3+ dapat dihitung dari pembentukan Fe2+ yang
terjadi.
Penetapan kadar hidrokuinon dalam sampel krim pemutih ini diukur pada
panjang gelombang 510,5 nm. Penetapan kadar hidrokuinon ini dilakukan pada
tiga merk krim pemutih yang mengandung hidrokuinon yang telah diketahui
kadarnya dan dilakukan replikasi sebanyak 10 kali. Kadar yang diperoleh dari
tiap-tiap replikasi dapat dilihat dalam tabel IV.
39
Tabel IV. Kadar rata-rata hidrokuinon dalam sampel krim pemutih
Merk Replikasi Serapan Kadar
Hidrokuinon (%b/b)
Χ(%b/b) ± SD KV (%)
A
1 0,558 1,71
1,71 ± 0,023
1,3
2 0,541 1,68
3 0,556 1,72
4 0,560 1,73
5 0,540 1,70
6 0,550 1,72
7 0,535 1,68
8 0,555 1,75
9 0,556 1,74
10 0,561 1,71
B
1 0,624 1,94
1,99 ± 0,035
1,8
2 0,623 2,01
3 0,620 2,04
4 0,625 1,98
5 0,623 1,94
6 0,630 2,01
7 0,635 2,01
8 0,625 1,98
9 0,627 2,02
10 0,624 2,03
C
1 0,755 4,99
4,99 ± 0,042
0,8
2 0,759 4,97
3 0,759 4,99
4 0,758 5,04
5 0,753 4,97
6 0,760 5,03
7 0,757 4,98
8 0,755 4,95
9 0,753 5,09
10 0,757 4,98
Hasil penetapan kadar hidrokuinon didapatkan kadar rata-rata
hidrokuinon yang terkandung dalam sampel yaitu merk “A” diperoleh kadar
rata-rata 1,71 % b/b; merk “B” diperoleh kadar rata-rata-rata-rata 1,99 % b/b, dan merk “C”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
diperoleh kadar rata-rata 4,99 % b/b, sedangkan kadar yang tertera pada kemasan
adalah 2 % b/b untuk merk “A” dan “B”, dan 5 % b/b untuk merk “C”.
Hasil penetapan % koefisien variansi (KV) menunjukkan bahwa % KV
berada dalam rentang presisi yang dipersyaratkan yaitu < 2,5% (Harmita, 2004),
sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini memiliki presisi yang baik untuk
penetapan kadar hidrokuinon dalam krim pemutih.
Berdasarkan The United States Pharmacopeia 30th (Anonim, 2007b),
krim hidrokuinon mengandung tidak kurang dari 94% dan tidak lebih 106%
C6H6O2 yang tertera dalam label kemasan. Kadar hidrokuinon yang diperoleh dari
tiap-tiap merk berdasarkan The United States Pharmacopeia 30th (Anonim,
2007b) dapat dilihat dalam tabel V.
Tabel V. Kadar hidrokuinon yang diperole