• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR WISATA INIS SEBAGAI MATERI AJAR PEMBELAJARAN TEKS NEGOSIASI DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR WISATA INIS SEBAGAI MATERI AJAR PEMBELAJARAN TEKS NEGOSIASI DI SMA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 4, Nomor 1, Juli 2021 E-ISSN 2715-9612 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR WISATA INIS SEBAGAI MATERI AJAR

PEMBELAJARAN TEKS NEGOSIASI DI SMA

𝐃𝐢𝐭𝐚 𝐖𝐮𝐥𝐚𝐧𝐝𝐚𝐫𝐢

𝟏

, 𝐅𝐫𝐚𝐧𝐬𝐢𝐬𝐜𝐮𝐬 𝐗𝐚𝐯𝐞𝐫𝐢𝐮𝐬 𝐒𝐚𝐦𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧 𝟐 , 𝐈𝐫𝐬𝐲𝐚𝐝𝐢 𝐒𝐡𝐚𝐥𝐢𝐦𝐚

𝟑

Universitas Tidar, Jl. Kapten Suparman No. 39 Potrobangsan, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia email: ditakkwulan@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa yang terjadi pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis, Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo; serta menghasilkan materi ajar pembelajaran teks negosiasi di SMA. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yaitu pengamatan, studi pustaka, sadap/rekam, SBLC, dan teknik catat.

Teknik analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif analitik dan teknik analisis isi. Adapun, instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Subjek dalam penelitian ini yaitu para penjual dan pembeli yang menghasilkan tuturan pada saat melakukan transaksi di Pasar Wisata Inis. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan data yang mengandung (1) pematuhan maksim kesantunan berbahasa sejumlah 55 data, (2) pelanggaran terhadap maksim kesantunan berbahasa sejumlah 15 data, (3) hasil penelitian ini diformulasikan sebagai materi ajar berupa modul pembelajaran teks negosiasi untuk kelas X SMA yaitu KD 3.11 dan 4.11.

Kata Kunci: Kesantunan Berbahasa, Maksim, Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa, Transaksi Jual Beli

Abstract

This study aims to describe the civility and language indecision that occurs during trade transactions in Inis Tourism Market, Brondongrejo Village, Purwodadi Subdistrict, Purworejo Regency; and produce teaching materials for negotiating text learning in high school. The research method used is qualitative descriptive method, with data collection techniques namely observation, library study, tapping/recording, SBLC, and note-recording techniques. The analysis techniques used are descriptive analytical methods and content analysis techniques. The main instrument in this study was the researchers themselves. The subjects in this study are sellers and buyers who produce speech when making transactions in Inis Tourism Market. Based on the research that has been done, found data containing (1) compliance maksim language civility a number of 55 data, (2) violations of maksim language civility a number of 15 data, (3) the results of this study formulated as teaching materials in the form of a learning module text negotiation for class X SMA namely KD 3.11 and 4.11.

Keywords: Language Politeness, Maxim, Violation of the Principle of Language Politeness, Sale and Purchase Transactions.

PENDAHULUAN

Pasar merupakan suatu tempat yang digunakan oleh penjual dan pembeli untuk

melakukan transaksi barang maupun jasa. Kegiatan jual beli ini melibatkan dua belah

pihak yang saling berhubungan yaitu penjual dan pembeli. Salah satu aspek yang harus

diperhatikan dalam melakukan sebuah transaksi jual beli di pasar yaitu aspek

(2)

kebahasaan, karena aspek kebahasaan merupakan suatu sarana berlangsungnya sebuah interaksi yang dilakukan oleh manusia di dalam masyarakat yang diatur oleh norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, aktivitas berbahasa berkaitan erat dengan faktor siapa, dengan siapa, dimana, tentang apa, dan untuk apa.

Pasar yang dipilih peneliti sebagai objek penelitiannya yaitu Pasar Wisata Inis, yang terletak di lahan persawahan tepatnya di Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Pasar wisata ini tergolong dalam pasar mingguan karena hanya buka pada hari Minggu. Lahan persawahan yang dipilih sebagai tempat berjualan memberikan suasana yang sejuk dan menenangkan kepada setiap pembeli yang mengunjunginya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di Pasar Wisata Inis, ditemukan adanya beberapa pelanggaran kesantunan berbahasa dalam proses transaksi jual beli. Hal itu disebabkan oleh perbedaan maksud antara penjual dan pembeli, ketidaktahuan pembeli mengenai menu makanan dan minuman tradisional yang ditawarkan penjual, dan adanya variasi tindak tutur para penjual berdasarkan konsep kesantunan dan kerjasama. Variasi bahasa itu muncul dilatarbelakangi oleh status sosial dan pendidikan yang terdapat di setiap masyarakat bahasa. Terkait dengan kesantunan yang terjadi di pasar tersebut, penulis tertarik untuk meneliti kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa yang terjadi di Pasar Wisata Inis, Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo

Hasil dari penelitian ini memiliki relevansi dengan pembelajaran teks negosiasi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas X di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Seperti yang tertuang dalam silabus bahasa Indonesia jenjang SMA kelas X Kurikulum 2013 revisi 2020, tepatnya pada Kompetensi Dasar (KD). 3.11 yang membahas mengenai analisis isi, struktur (orientasi, pengajuan, penawaran, persetujuan, penutup) dan (KD) 4.11 yaitu mengkonstruksi teks negosiasi dengan memerhatikan isi, struktur (orientasi, pengajuan, penawaran, persetujuan, penutup) dan kebahasaan. Berdasarkan silabus Kurikulum 2013 revisi 2020 tersebut, sepasang KD ini membahas materi mengenai pengertian teks negosiasi; ciri-ciri teks negosiasi;

tujuan teks negosiasi; pengajuan, penawaran, persetujuan dalam teks negosiasi;

syarat tercapainya persetujuan (kesepakatan); tata cara dalam menyampaikan pengajuan dan penawaran dalam bernegosiasi; struktur teks negosiasi; dan unsur kebahasaan teks negosiasi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini ditujukan untuk membuat sebuah buku ajar mengenai kesantunan berbahasa. Buku ajar ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi di kemudian hari dan dapat membantu menyukseskan terselenggaranya kegiatan belajar mengajar, khususnya untuk KD 3.11 dan 4.11 materi teks negosiasi.

Mengacu pada uraian sebelumnya, penelitian ini difokuskan pada kesantunan

berbahasa dan pelanggaran kesantunan berbahasa yang terjadi dalam transaksi jual

beli di Pasar Wisata Inis, Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten

Purworejo. Hasil penelitian yang didapat akan diimplementasikan menjadi sebuah buku

ajar berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Bernegosiasi di Pasar”. Buku ajar

tersebut, nantinya dapat dijadikan sebagai materi ajar yang digunakan guru dalam

kegiatan pembelajaran teks negosiasi KD 3.11 dan 4.11, sehingga semakin banyak

materi ajar yang dimiliki guru, maka semakin luas pula materi yang akan disampaikan

kepada para siswanya. Tujuan pembelajaran juga dapat tercapai dengan baik.

(3)

METODE

Penelitian kualitatif ini mendeskripsikan kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa yang terjadi pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis, Brondongrejo, Purwodadi, Purworejo. Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang dihasilkan oleh penjual dan pembeli pada saat melakukan transaksi. Sumber data yang digunakan yaitu para pedagang dan pembeli di Pasar Wisata Inis yang menghasilkan tuturan. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 14 Februari 2021 – 7 Maret 2021. Dalam penelitian kualitatif, alat pengumpul data utama (instrumen) ialah peneliti itu sendiri atau dengan bantuan orang lain Moleong (2014, h.9). Adapun, dalam penelitian ini yang menjadi instrument utama adalah peneliti itu sendiri dibantu dengan alat perekam tuturan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu pengamatan, studi pustaka, sadap/rekam, SBLC, dan teknik catat. Selanjutnya, teknik analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif analitik dan teknik analisis isi. Menurut Ratna (2015, h. 48) teknik analisis isi merupakan sebuah teknik yang memiliki hubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal, maupun nonverbal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan, ada enam jenis maksim yang mematuhi prinsip kesantunan berbahasa yaitu (1) maksim kearifan; (2) maksim kedermawanan; (3) maksim pujian; (4) maksim kerendahan hati; (5) maksim kesepakatan; (6) maksim simpati. Selain itu, ketidaksantunan berbahasa ditemukan dalam bentuk pelanggaran-pelanggaran terhadap lima maksim, yaitu (1) maksim kearifan; (2) maksim pujian; (3) maksim kerendahan hati; (4) maksim kesepakatan; (5) maksim simpati.

Pematuhan Prinsip Kesantunan Berbahasa pada Saat Kegiatan Transaksi Jual Beli di Pasar Wisata Inis

Maksim pematuhan prinsip kesantunan berbahasa yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 55 jenis tuturan dari total keseluruhan 70 data tuturan. Maka, dapat dikatakan 78,5% tuturan yang terjadi pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis, Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo mematuhi prinsip kesantunan berbahasa berdasarkan teori Geofrey Leech. Jenis maksim pematuhan berbahasa yang paling banyak ditemukan yaitu maksim kearifan ( Tact Maxim) dan maksim kesepakatan ( Agreement Maxim) .

Pematuhan Maksim Kearifan (Tact Maxim)

Dalam maksim kearifan, terdapat kriteria yang harus ditaati oleh setiap peserta pertuturan, yaitu buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, atau buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Penutur yang mematuhi aturan maksim ini, dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki kepribadian yang sopan dan santun. Berikut adalah tuturan pembeli ataupun penjual yang mengandung maksim kearifan.

Contoh Data

1 Waktu : 14/ Februari/ 2021

(4)

Konteks PEMBELI BERTANYA MENGENAI NAMA MAKANAN YANG DIJUAL OLEH PENJUAL Data

Pembeli : “Niki nopo nggeh, ketan nggeh?”

(Ini apa ya, ketan ya?) Penjual : “Sanes Bu, niku namine jadah”

(Bukan Bu, itu namanya jadah)

Pembeli : “Owalah?” (Sambil pergi meninggalkan lapak si penjual)

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Contoh data 1 termasuk ke dalam pematuhan prinsip kesantunan berbahasa tepatnya maksim kearifan karena penjual meminimalkan kerugian bagi pembelinya atau memaksimalkan keuntungan bagi pembelinya. Hal itu terlihat ketika penjual memberikan informasi yang benar kepada calon pembelinya terkait nama makanan yang ditunjuk.

Awalnya pembeli tersebut menduga bahwa nama makanan yang ditunjuknya yaitu ketan. Namun, penjual menjelaskan kepada pembeli bahwa nama makanan tersebut bukanlah ketan, melainkan jadah. Hal itu dibuktikan dengan tuturan, “ Bukan Bu, itu namanya jadah”. Setelah mengetahui kebenaran nama makanan tersebut, pembeli hanya merespons dengan berkata ” Oalah” tanpa membeli makanan di lapak tersebut.

Penjual membuat keuntungan pembelinya sebesar mungkin dengan memberikan informasi yang benar walaupun pada akhirnya pembeli tersebut tidak berbelanja di lapaknya. Sikap arif yang ditunjukkan oleh penjual menggambarkan bahwa dirinya memiliki kepribadian yang sopan dan santun.

Pematuhan Maksim Kedermawanan ( Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan ( Generosity Maxim) menuntut agar setiap peserta pertuturan dapat menghormati orang lain. Aturan yang diterapkan dalam maksim ini yaitu buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin atau buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Berikut data-data yang mengandung pematuhan maksim kedermawanan yang didapatkan pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.Pematuhan terhadap maksim kedermawanan (Generosity Maxim) juga terdapat pada data 7. Tuturan dalam data 7 disajikan dalam kartu data di bawah ini.

Contoh Data

2 Waktu : 14/ Februari/ 2021

Konteks PEMBELI HENDAK MEMBELI SOSIS DAN MEMINTA PENJUAL MENGANTARKAN MAKANANNYA.

Data Pembeli : “Pak sosis sek ageng sepuluh dianter ke saung pojok dekat sound nggeh?”

(Pak sosis yang besar sepuluh dianter ke saung pojok dekat sound ya)

Penjual : “Nggeh Pak, sekedap antri nggeh.”

(Ya Pak , sebentar antri ya)

Pembeli : “Nggeh, niki bukak sampe jam pinten to?

(Iya, ini buka sampai jam berapa?)

Penjual : “Jam 11 Pak.”

(5)

Pembeli : “Owalah, mangke dianter mriko nggeh Pak.”

Penjual : “Siap Pak, mangke tak terke.”

(Siap Pak, nanti saya antar)

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Tuturan yang terdapat pada contoh data 2 termasuk dalam pematuhan prinsip kesantunan berbahasa tepatnya maksim kedermawanan. Tampak sangat jelas adanya pematuhan maksim kedermawanan, karena penjual berusaha memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Dari konteks tuturan di atas menunjukkan bahwa penjual berusaha memberikan pelayanan yang baik kepada pembelinya. Hal itu dibuktikan oleh penjual dengan bersedia mengantarkan sosis pesanan pembelinya ke saung yang berada di dekat alat pengeras suara ( Sound).

Tuturan penjual yang memperlihatkan kesediaan tersebut yaitu, “Siap Pak, mangke tak terke ” yang artinya “ Siap Pak, nanti saya antar ”. Selain itu, dalam tuturan di atas penjual juga dengan senang hati menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pembeli, walaupun dirinya juga sedang sibuk membakar sosis pesanan para pembelinya.

Pelayanan baik yang dilakukan oleh penjual dapat membuat para pembeli merasa senang dan tertarik untuk berlangganan di lapaknya.

Pematuhan Maksim Pujian (Approbation Maxim)

Dalam maksim pujian (Approbation Maxim) , setiap peserta pertuturan diharuskan dapat mengurangi kecaman pada orang lain dan menambah pujian pada orang lain.

Dengan adanya maksim ini, diharapkan peserta tutur tidak saling mengejek, mencaci, atau saling merendahkan. Wujud tuturan penjual dan pembeli yang termasuk dalam pematuhan maksim pujian, terdapat dalam percakapan – percakapan berikut ini.

Contoh Data

3 Waktu : 14/ Februari/ 2021

Konteks PEMBELI YANG INGIN MEMBELI KLUBAN (SAYURAN YANG DICAMPUR DENGAN PARUTAN KELAPA DAN BUMBU REMPAH)

Data Pembeli : “ Niki nopo Bu ?” (Ini apa Bu?) Penjual : “ Kluban , Mas.”

Pembeli : “Itu aja Bu, berapa?”

Penjual :“ Niki sedoso.” (Ini sepuluh ribu) Pembeli : “Ini Bu uangnya.”

Penjual : “Maturnuwun, Mas bagus.” (Terima kasih, Mas ganteng)

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Tuturan yang terdapat pada contoh data 3 termasuk dalam kategori

pematuhan kesantunan berbahasa tepatnya yaitu pematuhan maksim pujian. Dalam

tuturan di atas, penjual berusaha memaksimalkan pujian terhadap pembelinya dan

(6)

meminimalkan kecaman terhadap pembelinya. Hal itu terlihat, ketika penjual memberikan pujian kepada pembelinya yang telah membeli makanan di lapaknya.

Berikut tuturan yang digunakan oleh penjual yang ditujukan kepada laki-laki muda yang menjadi mitra tuturnya (pembeli), Maturnuwun, Mas bagus, Terima kasih, Mas tampan’.

Pujian yang dilontarkan oleh penjual dapat meningkatkan keakraban antar keduanya.

Dengan demikian, penjual dapat dikatakan sudah bersikap santun kepada pembeli dan mematuhi prinsip kesantunan berbahasa Leech (1983).

Pematuhan Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

Maksim Kerendahan hati ( Modesty Maxim) menuntut agar setiap peserta tutur dapat bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian terhadap diri sendiri dan menambahkan kritik terhadap diri sendiri. Berikut data-data yang mengandung pematuhan maksim kerendahan hati yang didapatkan pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

Contoh Data

4 Waktu : 7/ Maret 2021

Konteks PEMBELI HENDAK MEMBELI PERKEDEL DI LAPAK MAKANAN MILIK BU SULIS

Data Pembeli : “Perkedelnya dua, eh satu aja deh. Kasih sambelnya dikit”.

Penjual : “ Ini ”. (Mengulurkan satu bungkus perkedel kepada pembeli) Pembeli : “Makasih”

Penjual : “Sama-sama”

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Tuturan yang terdapat pada contoh data 4 termasuk dalam pematuhan prinsip kesantunan berbahasa yaitu pematuhan maksim kerendahan hati. Pada konteks tuturan di atas, terlihat pembeli bermaksud menghargai penjual dengan mengucapkan terima kasih karena sudah memberikan pelayanan yang baik pada saat melakukan transaksi.

Menanggapi hal tersebut, penjual bersikap sederhana dengan membalas tuturan dari pembeli dengan kalimat, Sama-sama, yang artinya penjual juga berterima kasih kepada pembeli karena sudah berbelanja di lapaknya. Dengan demikian, pembeli telah bersikap rendah hati dengan mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.

Pematuhan Maksim Kesepakatan ( Agreement Maxim)

Maksim kesepakatan (Agreement Maxim) menekankan agar setiap peserta

tuturnya dapat mengurangi ketaksepakatan pada diri sendiri dengan orang lain dan

meningkatkan kesepakatan pada diri sendiri dengan orang lain. Dengan adanya maksim

ini, diharapkan peserta pertuturan dapat saling membina kemufakatan antar penutur

dengan mitra tutur. Berikut data-data yang mengandung pematuhan maksim

kesepakatan yang didapatkan pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

(7)

Contoh Data 5 Waktu : 14/ Februari/ 2021

Konteks PEMBELI HENDAK MEMBELI JENANG MUTIARA DI LAPAK MAKANAN Data Pembeli : “Bu, jenang mutiara satu?”

Penjual : “Ya, niki santen kalih jenange ajeng dicampur?”

(Ya, ini santan dengan jenangnya mau dicampur?) Pembeli : “Nggeh campur mawon”

(sambil membayar mengulurkan uang) (Iya campur aja)

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Tuturan yang terdapat dalam contoh data 5 tergolong dalam pematuhan maksim kesepakatan. Dalam tuturan tersebut, terdapat pematuhan prinsip kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh penjual dengan pembeli. Tuturan tersebut, berawal ketika pembeli hendak membeli jenang mutiara di salah satu lapak makanan yang ada di Pasar Wisata Inis. Setelah memesan, penjual bertanya kepada pembeli dengan kalimat berikut Ya, niki santen kalih jenange ajeng dicampur? , ‘ Ya, ini santan dengan jenangnya mau dicampur?’. Kalimat yang diucapkan oleh penjual, bermaksud menanyakan kepada pembeli apakah santan dan jenangnya mau dicampur atau tidak. Respons yang diberikan oleh pembeli yaitu Nggeh campur mawon, ‘ Ya, campur saja’, yang artinya pembeli sepakat dengan penjual untuk mencampur jenang dan santannya. Dengan demikian pembeli telah mematuhi aturan maksim kesepakatan yaitu, memaksimalkan kesepakatan antara dirinya dengan orang lain dan meminimalkan ketaksepakatan antara diri sendiri dengan orang lain.

Pematuhan Maksim Simpati (Sympthy Maxim)

Maksim simpati (Sympathy Maxim) mengharapkan setiap peserta pertuturan dapat mengurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan memperbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain. Sikap antipati terhadap orang lain akan dianggap sebagai tindakan yang tidak santun. Berikut data-data yang mengandung pematuhan maksim simpati yang didapatkan pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

Contoh Data 6 Waktu : 7/ Maret 2021

Konteks PENJUAL MELIHAT NENEK BERSAMA CUCUNYA KEBINGUNGAN MEMILIH MAKANAN YANG ADA DI LAPAKNYA. KEMUDIAN PENJUAL MEMBERIKAN TAWARAN KEPADA NENEKNYA.

Data Penjual : “Ada bubur ayam dek kagem mbahe”.

(Ada bubur ayam dek kalau buat neneknya) Pembeli : “Mboten”. (Sambil menggelengkan kepala)

(Tidak)

Analisis Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

(8)

Contoh data 6 termasuk dalam pematuhan prinsip kesantunan berbahasa, yakni pematuhan maksim simpati ( Sympathy Maxim). Tuturan yang diucapkan oleh penjual Ada bubur ayam dek kagem mbahe, ‘ Ada bubur ayam dek untuk neneknya’, merujuk pada kesimpatian yang ditampilkan oleh penjual kepada pembelinya. Penjual bersimpati kepada pembeli yang lewat di depan lapaknya, yaitu seorang nenek dan cucunya yang kebingungan memilih makanan. Dengan sikap yang santun dan penuh rasa simpati yang tinggi, penjual berusaha menawarkan bubur ayam kepada nenek tersebut. Menurutnya, bubur ayam sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang lanjut usia, karena memiliki tekstur yang halus dan mudah untuk dicerna. Namun, tawaran dari penjual tidak mendapat respons yang baik dari pembeli. Hal itu ditunjukkan dengan tuturan pembeli Mboten, ‘Tidak’ , disertai dengan menggelengkan kepala. Meskipun demikian, penjual telah mematuhi aturan maksim simpati, yaitu berusaha memaksimalkan rasa simpati antara dirinya dengan orang lain dan mengurangi rasa antipati antara dirinya sendiri dengan orang lain.

Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa Pada Saat Kegiatan Transaksi Jual Beli di Pasar Wisata Inis

Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa yang terjadi pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis, lebih sedikit ditemukan. Sebesar 21,5% data yang ditemukan termasuk dalam pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa. Beberapa penutur (penjual dan pembeli) yang ada di Pasar Wisata Inis melanggar lima maksim dari keenam maksim kesantunan berbahasa yang meliputi maksim kearifan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati.

Berdasarkan data yang terkumpul, tidak ditemukan adanya pelanggaraan maksim kedermawanan. Pelanggaran maksim yang paling banyak ditemukan yaitu pelanggaran terhadap maksim kesepakatan. Tuturan yang melanggar maksim kesantunan berbahasa dianggap sebagai tuturan yang tidak santun. Berikut ini adalah pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa yang ditemukan di Pasar Wisata Inis, Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo.

Pelanggaran Maksim Kearifan

Pelanggaran terhadap maksim kearifan ( Tact Maxim) yaitu penutur berusaha memperbesar kerugian orang lain dan mengurangi keuntungan dari pihak lain. Tuturan yang melanggar maksim ini dapat dianggap sebagai tuturan yang tidak santun. Berikut ini, hasil ketidaksantunan terhadap maksim kearifan yang ditemukan pada saat proses transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

Contoh

Data 7 Waktu : 14/ Februari/ 2021

(9)

Konteks PEMBELI (IBU DAN ANAK) INGIN MEMBELI SATE KOLANG-KALING NAMUN TIDAK JADI DAN MENINGGALKAN LAPAK TANPA BERKATA-KATA.

Data Pembeli 1 : “Bu mau beli ini (sambil menunjuk sate kolang-kaling)”.

Pembeli 2 : “Yang sana aja belinya”.

Penjual : “Monggo Bu”.

(Silakan Bu)

Pembeli 1&2 : (Menggelengkan kepala dan pergi)

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Kutipan tuturan dalam data 18 di atas, termasuk dalam pelanggaran maksim kearifan, karena pembeli memaksimalkan kerugian bagi penjual dan meminimalkan keuntungan bagi penjual. Konteks tuturan dalam data 18, terjadi ketika pembeli 1 (anak) hendak membeli sate kolang-kaling yang ada di salah satu lapak makanan. Namun, pembeli 2 (ibu) melarang anaknya untuk membeli di lapak tersebut dan mengarahkan untuk membeli di lapak lain. Hal itu ditunjukkan dalam tuturan pembeli 2 yaitu, Yang sana aja belinya (dituturkan di depan lapak penjual). Tuturan tersebut dapat menyakiti hati penjual, karena pembeli 2 secara tidak langsung memperbandingkan makanan yang ada dilapak tersebut dengan lapak yang lain. Melihat kejadian itu, penjual justru bersikap ramah kepada pembeli dengan menyapanya Mangga, ‘ Mari/silakan’. Namun, pembeli 1 dan 2 tetap meninggalkan lapak tersebut tanpa memberikan respons apapun. Dengan demikian, sikap yang ditunjukkan oleh pembeli 1 dan 2 dianggap memperbesar kerugian bagi penjual dan memperkecil keuntungan bagi penjual.

Pelanggaran Maksim Pujian

Pelanggaran terhadap maksim pujian (Approbation Maxim) yaitu peserta pertuturan berusaha memaksimalkan kecaman terhadap orang lain dan meminimalkan pujian terhadap orang lain. Berikut pelanggaran terhadap maksim pujian yang ditemukan pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

Contoh

Data 8 Waktu : 7/ Maret 2021

Konteks PEMBELI MEMUJI BUBUR BUATAN PENJUAL YANG RASANYA ENAK.

Data Pembeli : “Buburnya enak Bu, saya bungkus satu lagi ya”.

Penjual : Jelas dong, Mas, saya buatkan”.

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

(10)

Tuturan dalam contoh data 8 termasuk dalam pelanggaran maksim pujian, karena penjual memaksimalkan pujian terhadap dirinya sendiri. Konteks tuturan dalam data di atas, berawal ketika pembeli memberikan pujian terhadap bubur buatan penjual.

Hal itu ditunjukkan oleh pembeli dalam tuturan berikut, Buburnya enak Bu, saya bungkus satu lagi ya. Dalam kalimat tersebut, pembeli memuji bubur ayam buatan penjual karena memiliki rasa yang enak, selain itu pembeli juga meminta penjual untuk membungkuskan satu bubur ayam untuk di bawa pulang . Respons penjual setelah mendapat pujian dari pembeli yaitu merasa senang dan banngga. Tuturan penjual yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap maksim pujian yaitu Jelas dong, Mas, saya buatkan. Pada tuturan tersebut, penjual melanggar paradoks pragmatik yaitu memaksimalkan pujian terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian, penjual dapat dikatakan tidak berlaku sopan, karena seharusnya penjual berusaha meminimalkan pujian terhadap dirinya sendiri.

Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati

Pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati ( Modesty Maxim) adalah peserta pertuturan berusaha memaksimalkan pujian terhadap diri sendiri dan meminimalkan kecaman bagi diri sendiri. Berikut pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati yang ditemukan pada saat proses transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

Contoh

Data 9 Waktu : 7/ Maret 2021

Konteks PEMBELI BERTANYA KEPADA PENJUAL MENGAPA NASI GUDEG BUATANNYA TIDAK PEDAS SEPERTI BIASANYA.

Data Pembeli : “Nasi gudeg Bu biasa?”.

Penjual : (Menyiapkan nasi gudeg) “Monggo”.

Pembeli : “Kok kurang pedes Bu, gak kaya biasanya?”

Penjual : “Cabe lagi mahal, Mas, semua pada naik”.

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Tuturan dalam contoh data 8 termasuk dalam pelanggaran terhadap maksim

kerendahan hati, karena penjual memaksimalkan kecaman bagi pembelinya. Tindakan

yang dilakukan oleh penjual menununjukkan sikap yang tidak sopan, karena penjual

tidak berusaha memaksimalkan rasa hormat kepada pembeli. Konteks tuturan dalam

data 30, berawal ketika pembeli hendak membeli nasi gudeg di lapak penjual. Setelah

beberapa saat menikmati gudeg buatan penjual, pembeli bertanya dengan tuturan

berikut Kok kurang pedes Bu, gak kayak biasanya?. Menanggapi pertanyaan tersebut,

penjual justru merasa tersinggung dan tampak marah kepada pembeli. Hal itu

ditunjukkan dengan ekspresi penjual yang cemberut dan tuturan yang dilontarkan

(11)

kepada pembeli, yaitu Cabe lagi mahal, Mas, semua pada naik. Maksud dari tuturan tersebut, penjual menuntut pembelinya untuk memahami kondisi yang sedang terjadi.

Namun, tindakan penjual tersebut dianggap melanggar prinsip kesantunan berbahasa, karena tidak seharusnya penjual berusaha memaksimalkan kecaman untuk pembelinya.

Pelanggaram Maksim Kesepakatan

Pelanggaran maksim kesepakatan ( Agreement Maxim) yaitu peserta pertuturan berusaha memperbesar ketaksepakatan antara dirinya dengan orang lain dan mengurangi kesepakatan antara dirinya dengan orang lain. Berikut pelanggaran terhadap maksim kesepakatan yang ditemukan pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis.

Contoh

Data 10 Waktu : 7/ Maret 2021

Konteks PEMBELI (BERASAL DARI SUMATRA) HENDAK MENAWAR HARGA SOTO YANG DIJAJAKAN OLEH PENJUAL DI PASAR INIS

Data Pembeli : “Sotonyo bara?”

(Sotonya berapa?)

Penjual : “ Soto ayam biasa lima ribu kalau ayam kampung delapan ribu”.

Pembeli : “Soto ayam kampuangnyo duo jadi limo baleh ribu yo Bu!”

(Soto ayam kampungnya dua jadi lima belas ribu ya Bu!”

Penjual : Pas tidak bisa kurang”.

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Pada kutipan pada tuturan contoh data 10 di atas, tampak penjual tidak menerapkan prinsip kesantunan berbahasa saat melakukan transaksi jual beli.

Ketidaksantunan yang dilakukan oleh penjual, bermula ketika pembeli (berasal dari Sumatra) bertanya mengenai harga soto yang dijual di lapak penjual. Setelah mengetahui harga soto tersebut, pembeli mengajukan penawaran harga kepada penjual.

Hal itu ditunjukkan dengan tuturan pembeli, Soto ayam kampuangnyo duo jadi limo baleh ribu yo, Bu!, ‘ Soto ayam kampungnya dua jadi lima belas ribu ya Bu!’. Pembeli menawar harga dua soto ayam kampungnya menjadi lima belas ribu rupiah dari harga asli enam belas ribu rupiah. Namun, penawaran yang dilakukan oleh pembeli mendapat penolakan dari penjual. Hal itu dibuktikan dari tuturan penjual Pas tidak bisa kurang, yang artinya penjual tidak sepakat dengan penawaran yang diajukan oleh pembeli. Sikap yang ditunjukkan oleh penjual, menandakan adanya pelanggaran terhadap maksim kesepakatan. Hal itu dikarenakan, penjual memaksimalkan ketaksepakatan antara dirinya dengan pembeli.

Pelanggaran Maksim Simpati

(12)

Pelanggaran terhadap maksim simpati ( Sympathy Maxim) merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh peserta pertuturan dengan memperbesar rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan memperkecil rasa simpati antara dirinya dengan orang lain. Berdasarkan data yang terkumpul, terdapat beberapa tuturan yang mengandung pelanggaran maksim simpati antara lain seperti di bawah ini.

Contoh Data

11 Waktu : 14/ Februari/ 2021

Konteks PENJUAL MENAWARKAN SATE KEPADA CALON PEMBELI YANG LEWAT DI DEPAN LAPAKNYA

Data Penjual : “Monggo, Mas, sate biasa, sate lontongnya?”

Pembeli : (Diam dan pergi)

Analisis

Pematuhan Pelanggaran

Mkf Mkd Mpj Mkh Mst Msp

Berdasarkan contoh data 11 di atas, pelanggaran terhadap maksim kesimpatian dalam transaksi jual beli ditunjukkan dengan lambang non verbal yaitu ekspresi wajah datar, diam dan pergi meninggalkan lapak. Konteks tuturan dalam data 15, bermula ketika penjual menyapa dan menawarkan barang dagangannya kepada pembeli yang lewat di depan lapaknya. Hal itu dibuktikan dengan tuturan penjual yaitu Monggo, Mas, sate biasa, sate lontongnya, ‘Silakan, Mas, sate biasa, sate lontongnya’. Sapaan dan tawaran yang diberikan oleh penjual tidak dihiraukan oleh pembeli yang melintasi lapaknya. Sikap yang ditunjukkan pembeli yaitu diam disertai ekspresi wajah datar dan meninggalkan lapak tersebut. Sikap seperti ini tidak diperbolehkan di dalam kaidah bertutur. Oleh karena itu pembeli melanggar maksim kesimpatian, dengan berusaha memperbesar antipati kepada penjual.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian kesantunan berbahasa pada saat transaksi jual beli di Pasar Wisata Inis sebagai materi ajar teks negosiasi, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Sesuai dengan data yang terkumpul, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa beberapa penjual dan pembeli di Pasar Wisata Inis, Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo mematuhi prinsip kesantunan berbahasa pada saat melakukan transaksi jual beli. Pematuhan terhadap prinsip kesantunan berbahasa tersebut, terjadi pada keenam maksim kesantunan berbahasa menurut Geoffrey Leech (1983), yaitu maksim kearifan ( tact maxim), maksim kedermawanan ( generosity maxim), maksim pujian ( approbation maxim), maksim kerendahan hati ( modesty maxim), maksim kesepakatan ( agreement maxim), dan maksim simpati ( sympathy maxim). Dari keenam maksim tersebut, jenis maksim yang paling banyak ditemukan yaitu maksim kearifan dan maksim kesepakatan.

2. Selain ditemukan adanya pematuhan prinsip kesantunan berbahasa, pada penelitian

ini juga ditemukan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa dalam transaksi

jual beli di Pasar Wisata Inis. Namun, pelanggaran tersebut hanya terjadi pada kelima

(13)

maksim kesantunan berbahasa, yaitu maksim kearifan ( tact maxim), maksim pujian ( approbation maxim), maksim kerendahan hati ( modesty maxim), maksim kesepakatan ( agreement maxim), dan maksim simpati ( sympathy maxim). Sesuai dengan data yang terkumpul, pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pelanggaraan terhadap maksim kedermawanan ( generosity maxim) . Pelanggaran yang paling banyak ditemukan yaitu pelanggaran terhadap maksim kesepakatan.

3. Penelitian ini dapat diformulasikan sebagai materi ajar pada pembelajaran teks negosiasi di kelas X SMA mengenai struktur dan kebahasaan teks negosiasi yang berupa pematuhan dan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa yang terjadi pada saat transaksi jual beli.

Materi tersebut dapat diformulasikan menjadi modul pembelajaran teks negosiasi khusunya KD 3.11 dan 4.11 mengenai struktur dan kebahasaan teks negosiasi. Dengan adanya modul ini, siswa dapat memperluas pengetahuannya mengenai tata cara bernegosiasi yang baik dengan memerhatikan penggunaan bahasa yang sopan dan santun. Bahasa yang sopan dalam bernegosiasi merupakan bahasa yang mematuhi maksim-maksim kesantunan berbahasa seperti, maksim kearifan ( tact maxim), maksim kedermawanan ( generosity maxim), maksim pujian ( approbation maxim), maksim kerendahan hati ( modesty maxim), maksim kesepakatan ( agreement maxim), dan maksim simpati ( sympathy maxim).

DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud. (2020). Silabus revisi 2020 bahasa Indonesia kelas 10 kurikulum 2013. Diakses pada 3 Januari 2021, dari guruberbagi@kemdikbud.go.id.

Leech, Geoffrey. (1993). Prinsip – Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Prastowo, A. (2014). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar.Yogyakarta: DIVA Press.

Ratna, Nyoman Kutha. (2015). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Wijana, Dewa Putu. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik.Yogyakarta: ANDI.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, Pelanggaran prinsip kesantunan yang terdapat dalam jual beli online di facebook terdiri dari lima submaksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan,

Hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap penggunaan prinsip kesantunan berbahasa dalam kegiatan jual-beli di Pasar Mandalika, dapat disimpulkan

Leech dalam Susanti (2015) merumuskan enam prinsip kesantunan berbahasa yang menjadi acuan penunjuk kesantunan sebuah ujaran, yaitu (1) Maksim kebijaksanaan,

Pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa maksim kearifan atau kebijaksanaan pada data (001) menunjukkan bahwa penutur memaksimalkan kerugian terhadap orang lain (mitra

Permasalahan yang diangkat pada penelitian sebelumnya yaitu bentuk pematuhan dan penyimpangan maksim kesantunan berbahasa dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan pemilihan kata

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya penelitian tentang penggunaan strategi kesantunan berbahasa dengan judul „Strategi Kesantunan Berbahasa Pada Transaksi

Pertama, bentuk pematuhan prinsip kesantunan dalam teks sastra pada buku teks pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII yaitu a pematuhan maksim kebijaksanaan memaksimalkan keuntungan orang

Tabel 1 Penerapan Prinsip Kesantunan Berbahasa Leech pada Dialek Tanjungbalai dalam Lingkungan Keluarga No Penerapan Maksim Waktu Jumlah 1 Maksim Kebijaksanaan Minggu/05Maret