• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEDIA OVITRAP TERHADAP KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN HELVETIA KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2015 TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MEDIA OVITRAP TERHADAP KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN HELVETIA KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2015 TESIS."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEDIA OVITRAP TERHADAP KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN HELVETIA

KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2015

TESIS

Oleh

SYAMSUNNIHAR HASIBUAN 137032088/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

PENGARUH MEDIA OVITRAP TERHADAP KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN HELVETIA

KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2015

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAMSUNNIHAR HASIBUAN 137032088/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis : PENGARUH MEDIA OVITRAP TERHADAP KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN HELVETIA KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2015

Nama Mahasiswa : Syamsunnihar Hasibuan Nomor Induk Mahasiswa : 137032088

Program Studi : S2 IlmuKesehatanMasyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D ) Ketua

(Ir. Indra Cahahaya, M.Si) Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 4 Agustus 2015

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 4 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Anggota : 1.Ir. Indra Cahahaya, M.Kes

2.dr.Taufik Ashar, M.K.M 3.

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MEDIA OVITRAP TERHADAP KEPADATAN JENTIK NYAMUK Aedes aegypti DI KELURAHAN HELVETIA

KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2015

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2015 Penulis

S Syamsunnihar Hasibuan

137032088/IKM

(6)

i sehingga penyakit Demam Berdarah masih selalu tinggi khususnya di Kecamatan Helvetia. Salah satu upaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan memasang ovitrap untuk menjebak nyamuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh media ovitrap terhadap kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan rancangan acak kelompok guna mengetahui pengaruh beberapa media ovitrap terhadap kepadatan jentik Aedes aegypti. Sampel penelitian ini berjumlah 180 rumah tangga. Analisa data hasil pengukuran akan dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal Wallis yang digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata pada lebih dari 2 kelompok penelitian.

Ada perbedaan kepadatan jentik yang dilihat dari Ovitrep Index terhadap ukuran botol dengan nilai p = 0,03. Ada perbedaan kepadatan jentik yang dilihat dari Ovitrep Index terhadap warna botol dengan nilai p = 0,04. Penurunan House Index dan peningkaan Angka Bebas Jentik terbesar terjadi pada kelompok ovitrap yang diberi warna dan berukuran paling besar yaitu botol dengan ukuran 1500 ml.

Puskesmas harus mensosialisasikan cara pembuatan ovitrap yang diberi warna dengan ukuran 1500 ml kepada masyarakat agar masyarakat mau membuat ovitrap di rumah. Puskesmas harus mengadvokasi ke tingkat kelurahan agar seluruh lurah menganjurkan dan membuat kebijakan pemakaian ovitrap di setiap rumah warga.

Kata Kunci : Demam Berdarah Dengue , Ovitrap, Kepadatan Nyamuk

(7)

ii high, especially in the district of Helvetia. One of the efforts made in this research is to install ovitrap to trap mosquitoes. The purpose of this study was to analyze the influence of media ovitrap to the density of Aedes aegypti mosquito larvae.

This study used a quasi-experimental method with a randomized block design in order to determine the influence of some media ovitrap to the density of Aedes aegypti. This research sample totaled 180 households. Measurement data analysis will be done using Kruskal Wallis test were used to determine the significance of the difference in average at more than 2 study groups.

There are differences in the density of larvae were seen from Ovitrep Index to the size of the bottle with p = 0.03. There are differences in the density of larvae were seen from Ovitrep Index to color bottle with p = 0.04. Decrease House Index and peningkaan Figures Free Flick occurred in the group that was given ovitrap color and big size is the size of the 1500 ml bottle.

PHC should socialize the way of making ovitrap which are colored with 1500 ml size to the public so that people want to make ovitrap at home. PHC should advocate to the village level so that the whole village chief advocate and create usage policies ovitrap in every home residents.

Keywords: Dengue Hemoragic Fever, ovitrap, Mosquito Density

(8)

iii karunianya-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tesis dengan judul : “Pengaruh Media Ovitrap Terhadap Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2015”. Tesis ini ditulis sebagai persyaratan melakukan penelitian di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini dapat selesai karena banyak mendapat dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada,

1. Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Selaku Pembimbing I yang sangat banyak memberikan masukan dan bimbingan baik moril, spiritual maupun pengetahuan sekaligus mendorong penulis untuk menyelesaikan Tesis ini dengan tepat waktu.

(9)

iv 6. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku pengunji I yang memberikan saran-saran

yang positif dalam membangun dan meningkatkan kualitas Tesis

7. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku penguji II yang berperan aktif dalam memberikan penguatan dan saran yang konstruktif pada Tesis ini, semoga amal ibadah Almarhum diterima Allah SWT.

8. Seluruh staf di Puskesmas Helvetia yang telah memberi ijin serta semangat untuk penulis dalam mengumpulkan data yang objektif.

9. Suami dan anak-anakku tersayang yang selalu memberi motivasi dan semangat hidup agar dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Rekan-rekan angkatan Tahun 2013 di Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang memberi semangat dalam belajar, semoga perjuangan kita selalu membekas dalam kehidupan, dan menjadi bekal dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di tempat masing-masing

11. Seluruh pihak yang turut berperan dalam proses penyelesaian tesis ini yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu

(10)

v Penulis

Syamsunnihar Hasibuan 1137032088/IKM

(11)

vi tanggal 23 Februari 1973 dari pasangan Almarhum ayah Abdul Aziz Hasibuan dan Almarhumah ibunda Nurimah, Nst. Penulis merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara. Saat ini penulis dianugrahi 3 orang anak yang bernama Karina Amanda Natasya, Niken Dian Gunawan, Humaira Luthfia Putri

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri 050748 di Pangkalan Berandan selesai tahun 1985, pendidikan berikutnya di SMPN 2 Pangkalan Berandan selesai tahun 1988. Sekolah Perawat Kesehatan di YDB Langsa selesai tahun 1991, kemudian melanjutkan sekolah Pendidikan Program Bidan 1 tahun selesai tahun 1992. Pada tahun 2004 melanjutkan S1 FKM USU selesai tahun 2008, da pada tahun 2013 melanjutkan S2 di FKM USU.

Seteleh tamat langsung diangkat menjadi PNS pada tanggal 1 Februari 1993 dan dinas di Puskesmas Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang sebagai Bidan Desa, kemudian tahun 1995 pindah ke Puskesmas Medan Labuhan Kota Medan , dan pada tahun 1998 pindah ke Puskesmas Helvetia Kota Medan sampai sekarang dengan jabatan sebagai Kepala Tata Usaha..

(12)

vii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Lingkungan ... 8

2.1.1 Vektor ... 9

2.2 Nyamuk ... 10

2.2.1 Nyamuk Aedes aegypti ... 11

2.2.1.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti ... 12

2.2.1.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 13

2.2.1.3 Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti ... 15

2.2.1.4 Faktor-faktor Lingkungan yang Memengaruhi Keberadaan Aedes aegypti ... 16

2.2.2 Pengendalian ... 18

2.3 Perangkap Telur Oviposition Trap (Ovitrap) ... 21

2.3.1 Perkembangan Ovitrap ... 21

2.3.2 Modivikasi Ovitrap ... 25

2.3.3 Survei Ovitrap ... 26

2.4 Kerangka Teoritis ... 27

2.5 Kerangka Konsep ... 28

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2 Waktu Penelitian ... 29

3.3 Objek Penelitian ... 30

3.3.1 Populasi ... 30

(13)

viii

3.5.1 Variabel yang Diteliti ... 31

3.5.2 Definisi Operasional ... 31

3.6 Bahan dan Alat Penelitian ... 31

3.6.1 Bahan Penelitian ... 31

3.6.2 Alat Penelitian ... 32

3.7 Cara Kerja ... 32

3.7.1 Persiapan Bahan Penelitian ... 32

3.7.2 Pelaksanaan Penelitian ... 33

3.8 Analisis Data ... 34

BAB 4 : HASIL PENELITIAN ... 39

4.1. Gambatan Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1. Letak Geografis ... 39

4.1.2. Demografi ... 40

4.2. Gambaran House Index Berdasarkan Warna Botol Media Ovitrap Waktu Pengamatan ... 42

4.3. Gambaran House Index Berdasarkan Warna Botol Media Ovitrap Waktu Pengamatan ... 43

4.4. House Index Berdasarkan Ukuran Botol Media Ovitrap dan Waktu Pengamatan ... 44

4.5. Angka Bebas Jentik Berdasarkan Ukuran Botol Media Ovitrap dan Waktu Pengamatan ... 45

4.6. Pengamatan Ovitrap Index Berdasarkan Warna Botol Media Ovitrap ... 46

4.7. Pengamatan Ovitrap Index Berdasarkan Ukuran Botol Media Ovitrap ... 47

BAB 5. PEMBAHASAN ... 50

5.1. Hasil Penelitian Pengaruh Kepadatan Jentik Sebelum dan Setelah Perlakuan pada Minggu Pertama, Kedua dan Ketiga ... 50

5.2.Hasil Penelitian Pengaruh Warna Media Ovitrap ( Diberi Warna Hitam dan tidak Diberi Warna) terhadap Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti ... 53

5.3. Hasil Penelitan Pengaruh Ukuran Media Ovitrap ( Botol Berukuran 200 ml, 600 ml dan 1500 ml) terhadap Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes aegypti ... 56

(14)

ix LAMPIRAN

(15)

x 4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan

Kelurahan dan Jenis Kelamin ... 40 4.2. Klasifikasi Penduduk Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan

Usia di Setiap Kelurahan ... 41 4.3. House Index berdasarkan Warna Botol Media Ovitrap

dan Waktu Pengamatan ... 42 4.4. Angka Bebas Jentik Berdasarkan Warna Botol Media Ovitrap

dan Waktu Pengamatan ... 43 4.5. House Index Berdasarkan Ukuran Botol Media Ovitrap

dan Waktu Pengamatan ... 44 4.6. Angka Bebas Jentik Berdasarkan Ukuran Botol Media

Ovitrap dan Waktu Pengamatan ... 45 4.7. Pengamatan Ovitrap Index Berdasarkan Warna Botol Media

Ovitrap ... 46 4.8. Pengamatan Ovitrap Index Berdasarkan Ukuran Botol Media

Ovitrap ... 47

(16)

xi

1. Output Hasil Penelitian ... 70

2. Master Data ... 83

3. Surat Selesai Penelitian ... 91

4. Dokumentasi Penelitian ... 92

(17)

1 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembanguan nasional untuk mencapai kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi seluruh masyarakat agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal (PP RI Nomor 19 Tahun 2003).Salah satu tantangan terbesar dalam pencapaian tersebut adalah kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama masyarakat internasional.Hal ini terjadi selain karena cepat menular, penyakit ini merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan (WHO, 2012).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang menular dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk.Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti.Dikarenakan nyamuk A. aegypti tersebar di seluruh dunia terkhusus daerah tropis dan subtropis, maka penyakit DBD menyebar di seluruh dunia secara global.Penyakit DBD juga belum memiliki vaksin, sehingga penyakit ini juga sangat beresiko menyebabkan kematian (Encyclopedia of Global Health, 2008).

Laporan mengenai kasus dan wabah DBD terjadi di tahun 1600-an. Pada awalnya penyakit dengue dianggap sebagai penyakit ringan dan penyakit menular yang sifatnya tidak fatal.Pada tahun 1845, penyakit ini menjadi pandemik secara global dan terus berlanjut hingga saat ini.selama abat ke-20, distribusi dan kepadatan

(18)

nyamuk Aedes meluas yang diakibatkan oleh perpindahan manusia dan perdagangan.

Hal ini menyebabkan penyakit DBD semakin cepat menyebar (Encyclopedia of Global Health, 2008).

DBD pertama kali diumumkan sebagai wabah pada tahun 1959 dan menjadi wabah di Filipina dan Thailand (WHO, 2012). Dalam 50 tahun terakhir, insiden penyakit DBD telah meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan penyebaran secara geografis ke negara-negara baru dan dalam 10 tahun terahir ini telah menyebar dari kota ke pedesaan. Diperkirakan 50 juta infeksi terjadi setiap tahun di dunia, dan sekitar 2,5 miliar orang hidup di negara-negara yang endemik dengue (WHO, 2009).

Di kawasan Asia, sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) dari populasi beresiko untuk demam berdarah di seluruh dunia berada di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang menanggung hampir 75% dari beban penyakit dunia karena DBD saat ini.

Epidemi DBD adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama di daerah Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor-Leste yang berada bagian wilayah tropis dan zona khatulistiwa di mana A. aegypti tersebar luas baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan (WHO, 2009).

Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya.Dari tahun ketahun Indonesia menjadi daerah endemis DBD.Pada tahun 2010, Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di Asean dengan jumlah kasus 156.086 dan kasus kematian sebanyak 1.358 jiwa (ANA, 2011).Namun pada tahun 2012, jumlah kasus DBD yang dilaporkan menurun

(19)

menjadi 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 jiwa (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Propinsi Sumatera Utara merupakan daerah endemis DBD.Tahun 2010, kasus DBD di Sumatera Utara mencapai 8.889 jiwa dengan korban meninggal sebanyak 87 jiwa (Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2011).Pada tahun 2011, propinsi Sumatera Utara menempati peringkat ke-3 terbesar kasus DBD di Indonesia dengan jumlah kasus 2.066 kasus (KemkesRI, 2011).Sementara di Kota Medan, kejadian DBD pada tahun 2012 sebanyak 3.122 kasus (Kemkes RI, 2012).

Di kecamatan Medan Helvetia, jumlah kasus pada tahun 2009 berjumlah 179 kasus.Namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 262 kasus.Selama tahun 2011, jumlah kasus DBD di kecamatan ini menurun dari tahun sebelumnya menjadi 159 kasus.Dan berada pada posisi terendah pada tahun 2012 dengan jumlah kasus DBD sebanyak 96 kasus.Namun pada tahun 2013, kasus penyakit DBD di kecamatan Medan Helvetia meningkat kembali dari tahun sebelumnya menjadi 137 kasus (Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2013).

Sebagai penyakit menular, penyakit DBD termasuk ke dalam kategori penyakit yang menular melalui vektor (sering disebut vector-borne diseases).Hal ini dikarenakan bahwa penyakit DBD tidak dapat menular dari manusia ke manusia secara langsung, melainkan menular dengan bantuan vektor yaitu nyamuk.Nyamuk yang dapat menjadi vektor penularan penyakit DBD adalah nyamuk A. aegypti (Encyclopedia of Public Health, 2002).

(20)

Sampai saat ini, belum ada ditemukan vaksin untuk menyembuhkan penyakit DBD.Oleh karena itu, pencegahan penularan merupakan upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan DBD.Pencegahan dapat dilakukan melalui pengendalian populasi nyamuk A.aegypti yang dapat dilakukan melalui manajemen lingkungan berupa pemberantasan sarang nyamuk serta melalui upaya pengendalian berupa pemusnahan nyamuk dewasa maupun tahap larva secara berkala.Oleh karena itu, surveilans secara aktif terhadap populasi nyamuk maupun jentik, dan surveilans habitat nyamuk merupakan hal yang sangat penting dalam pencegahan DBD (Encyclopedia of Public Health, 2002).

Pengendalian vektor DBD di hampir semua negara dan daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan masih belum mampu memutus mata rantai penularan.Hal ini disebabkan oleh metode yang diterapkan belum mengacu kepada data/informasi tentang vektor. Disamping itu, pengendalian yang dilakukan masih menitikberatkan kepada penggunaan insektisida dengan cara penyemprotan dan larvasida (Supratman, 2010).

Departemen kesehatan telah melakukan banyak upaya program pencegahan dan pemberantasan DBD. Upaya tersebut telah berlangsung selama kurang lebih 43 tahun (dimulai dari tahun1968 dampai tahun 2010) dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan DBD (Menkes RI, 2012)

Salah satu cara survei yang saat ini banyak digunakan adalah dengan menggunakan ovitrap. Ovitrap juga merupakan salah satu teknik yang sangat sensitif

(21)

dan efisien dalam hal mendeteksi dan memantau populasi A. aegypti bahkan di daerah dengan kepadatan nyamuk yang rendah sekalipun.Selain tidak berbahaya bagi lingkungan, alat ini juga tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatannya.

Alat yang awalnya digunakan untuk melakukan survei untuk melihat jumlah telur nyamuk, kini juga dikembangkan menjadi alat untuk mengukur populasi dan kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti dewasa (Dengue Bulletin, 2000).

Pada perkembangannya, ovitrap telah banyak mengalami pengembangan yang merubah fungsinya dari hanya sekedar alat bantu survei, kini menjadi alat yang juga digunakan untuk membunuh nyamuk dewasa serta membunuh jentik nyamuk seperti jenis sticky ovitrap dan lethal ovitrap (autocidal traps) sehingga dapat mengendalikan keberadaan nyamuk A. aegypti. dalam upaya pengendalian penyebaran penyakit DBD (Silver, 2007).

Upaya pengendalian nyamuk A. aegypti, beberapa negara telah mengalami keberhasilan dengan penggunaan ovitrap. Seperti di Singapura, sejak tahun 1977, negara ini telah mencoba menggunakan ovitrap berjenis lethal ovitrap. Hingga tahun 2000, sekitar 2000 ovitrap telah ditempatkan dan disebar di seluruh pulau, 30%

ditempatkan di dalam ruangan dan 70% ditempatkan di luar ruangan. Kebanyakan dari ovitrap digunakan di kawasan pemukiman sebab jentik nyamuk banyak berada di dalam rumah dan juga di sekolah serta bangungan perbelanjaan (Dengue Bulletin, 2000).

Di Indonesia, penggunaan ovitrap masih sangat jarang dan belum menjadi perhatian nomor satu. Hal ini dikarenakan di Indonesia, pengasapan (fogging) masih

(22)

menjadi program utama dalam upaya pengendalian nyamuk Aedes.Namun demikian, di Indonesia saat ini telah banyak penelitian yang menunjukkan efektifitas penggunaan ovitrap dalam upaya suerveilans nyamuk A. aegypti. Telah banyak penelitian yang mencoba memodifikasi ovitrap dengan berbagai cara seperti penggunaan berbagai macam atraktan, penggunaan beberapa warna pada container ovitrap, dan penelitian menunjukkan adanya pengaruh modifikasi ovitrap terhadap jumlah nyamuk yang terperangkap. Seperti pada penelitian Simanjuntak (2011) yang menggunakan ekstrak cabai rawit dalam upaya melihat efektifitas ovitrap dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti.

1.2 Perumusan Masalah

Masih tingginya kasus DBD yang ada di kecamatan Medan Helvetia menunjukkan masih tingginya penyebaran nyamuk Aedes aegypti.Untuk itu perlu dilakukan upaya pengendalinnya untuk menurunkan kejadian penyakit yang diakibatkan oleh vektor tersebut.

Di Indonesia, ovitrap masih belum mendapatkan perhatian yang serius dalam penggunaannya sebagai alat untuk surveilans dan pengendalian nyamuk Aedesaegypti. Hal ini dikarenakan ovitrap yang telah dikembangkan masih belum

menunjukkan hasil yang begitu maksimal menurunkan indeks nyamuk.

Media ovitrap yang digunakan selain ini berupa ember plastik, bambu, botol plastik, penelitian tentang efisiensi masing-masing media belum pernah dilakukan.

(23)

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian tentang bagai mana pengaruh media ovitrap dapat mempengaruhi kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tepatnya di Perumnas Helvetia Medan Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh media ovitrap terhadap kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain.

2. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan di Puskesmas Kecamatan Medan Helvetia dalam program pemberantasan DBD.

3. Untuk menurunkan kepadatan nyamuk di daerah endemis DBD.

(24)

8 2.1 Lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi dan segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup maupun kelompok makhluk hidup ataupun kondisi sosial dan budaya yang mempengaruhi seseorang maupun sekumpulan orang (William dan Mary, 2004).Sebagai bagian dari lingkungan, manusia tidak dapat terlepas dari pengaruh yang diberikan lingkungan baik yang bersifat positif maupun negatif.Banyak aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan.Banyak pula penyakit yang disebabkan, dipengaruhi, dan ditularkan oleh faktor-faktor lingkungan.Oleh karena itu, hubungan manusia dengan lingkungannya merupakan hal yang penting dalam kesehatan masyarakat (Moeller, 2005).

Sebagai bagian dari pengaruh yang diberikan lingkungan, penyebaran penyakit tidak dapat dipisahkan dari peranan lingkungan sekitar manusia. Proses terjadinya penyakit pada manusia yang dilukiskan John Gordon merupakan gambaran bagaimana lingkungan menjadi salah satu komponen utama dari tiga komponen yang harus ada agar penyakit dapat menular maupun dapat dicegah. Faktor lingkungan sangat berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan manusia. Dalam timbul dan menyebarnya suatu penyakit, lingkungan memang tidak selalu menjadi penyebab, melainkan sebagai penunjang, media transmisi maupun faktor yang memperberat penyakit yang telah ada (Anies, 2006).

(25)

2.1.1 Vektor

Sebagai bagian dari lingkungan, vektor mengambil peran yang besar dalam penularan berbagai penyakit. Vektor adalah binatang golongan Arthropoda yang dapat membawa agen penyakit baik di dalam tubuhnya maupun di luar tubuhnya yang kemudian dapat ditularkan kepada host melalui gigitan, air liur, maupun kontaminasi makanan dan minuman. Kejadian penyakit yang ditularkan melalui vektor sering disebut Vectorborn Disease (Susanna, 2011).

Menurut Encyclopedia of Public Health (2002), vektor adalah makhluk hidup yang membawa organisme penyebab penyakit (patogen) dari satu host ke host lainnya. Secara umum, istilah vektor ditujukan pada golongan hewan invertebrata yaitu arthropoda.Namun secara teknis menularnya penyakit, hewan vertebrata juga dapat bertindak sebagai vektor yaitu rubah, rakun, musang, anjing, kucing, dan kera yang dapat mentransmisikan virus rabies kepada manusia melalui sebuah gigitan.Namun serangga merupakan vektor utama dalam penularan penyakit.Serangga dapat mempengaruhi kesehatan manusia meskipun secara tidak langsung melalui gigitan dan sengatan, ataupun secara langsung menularkan penyakit. Secara umum, serangga mengambil bagian dalam penyakit manusia, namun nyamuk dan kutu merupakan vektor utama dalam penularan penyakit yang diakibatkan vektor.Hal ini dikarenakan penularan vectorborne disease yang paling signifikan adalah melalui penularan secara biologis oleh serangga penghisap darah seperti nyamuk.

(26)

2.2 Nyamuk

Nyamuk merupakan golongan serangga famili Culicidae yang merupakan turunan ordo Diptera, subordo Nematocera, divisi Culicomorpha dan superfamili Colicoidea.Nyamuk merupakan serangga yang mengganggu manusia di samping berperan sebagai penular patogen viral, nematoda, protozoa.Populasi maupun habitat nyamuk bervariasi, mulai dari besar hingga kecil dan mempunyai perilaku nochturn, diurna dan crepuscenlar (menjelang malam dan menjelang pagi). Nyamuk jantan

pada umumnya menghisap nektar bunga sementara nyamuk betina menghisap darah manusia maupun vertebrata lain sebagai makanan dan penghangat telurnya. Namun nyamuk dapat beradaptasi nila tidak ada darah, nyamuk dapat mengubah cairan gula dalam tubuhnya menjadi protein hewani.

Nyamuk memiliki siklus hidup melalui metamorfosis sempurna, dengan tahapan telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa.Selama hidup, nyamuk memiliki dua alam yang berbeda pada tahapan hidupnya.Yaitu di dalam air pada tahap telur hingga pupa, dan di darat setelah dewasa.Famili Culicidae tersebar di seluruh dunia dari daerah tropis hingga daerah dingin (tidak terlepas dari daerah kutup).Dan dalam bidang kesehatan, famili Culicidae memiliki tiga subfamili yang sangat penting yaitu subfamili Anophelinae, subfamili Culicinae, dan subfamili Toxorhynchitinae (Susanna, 2011).

2.2.1 Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti.merupakan nyamuk yang berasal dari Famili Culicinae yang memiliki taksonomi sebagai berikut (Crosskey, 1993):

(27)

Filum : Artropoda

Kelas : Hexapoda/Insecta Subkelas : Pterygota

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae

Gebus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti

Aedes aegypti Merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis yang banyak

menyebar di wilayah antara garis lintang 35oLU dan 35oLS. Penyebaran nyamuk ini dibatasi oleh ketinggian karena nyamuk ini tidak dapat dijumpai pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter. Nyamuk Aedes sangat suka bersarang dan berkembang biak di genangan air yang bersih dan tidak berkontak langsung dengan tanah seperti penampungan air, sisa kaleng bekas, bak mandi, ban bekas, dan kontainer lainnya (Ginanjar, 2008).

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue

pengebab penyakit demam berdarah.Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia yang diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya.Selain dengue, nyamuk ini juga merupakan pembawa penyakit demam kuning (yellow fever).Aedes aegypti merupakan pembawa utama(primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan persebaran dengue di desa dan perkotaan.Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna

(28)

hitam dan merah.Nyamuk jenis ini sering ditemukan di bawah meja, bangku, kamar gelap, dan di balik baju-baju yang digantung.Nyamuk jenis ini memiliki kebiasaan menggigit pada siang hari (pukul 09.00-10.00) dan pada sore hari (pukul 16.00- 17.00) (Anggraeni, 2010).

2.2.1.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Adapun morfologi nyamukAedes aegypti adalah sebagai berikut (Anggraeni,2010):

1. Nyamuk Aedes aegypti memiliki tubuh berwarna hitam dengan belang putih di seluruh tubuhnya.

2. Memiliki habitat di dalam dan di sekitar rumah, dan juga ditemukan di tempat umum.

3. Nyamuk ini mampu terbang hingga 100 meter.

4. Nyamuk betina aktif menghisap darah pada pagi dan sore hari. Sementara nyamuk jantan umumnya menghisap nektar bunga yang mengandung gula.

5. Umur nyamuk Aedes aegypti umumnya hingga 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat bertahan hidup hingga 2-3 bulan.

Ginanjar (2008) juga menambahkan bahwa nyamuk jantan umumnya memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.

2.2.1.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Sama halnya dengan jenis nyamuk lain, nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup dengan metamorfosis sempurna yaitu:

(29)

Telur → Larva (jentik) Pupa (kepompong) → Nyamuk dewasa

1. Telur

Telur A.aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0.8 mm, berbentuk oval dan mempunyai katup pada salah satu ujungnya dan bersifat ticnotatic yaitu menempel pada dinding tempat penampungan air atau kadang-kadang mengapung satu-persatu diatas permukaan air(Dep.Kes, 2005). Sebagian besar nyamuk betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanyaakan selesai dalam 48 jam dilingkungan hangat dan lembab. Namun bila lingkungan tidak mendukung seperti kering, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama dan mampu bertahan hingga lebih dari satu tahun. Setelah lingkungan baik, telur kemudian akan menetas, namun tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama (WHO, 2005).

2. Larva

Larva nyamuk akan mengalami 4 stadium perkembangan yaitu (Susanna, 2011):

a. Stadium 1 berumur + 1 hari b. Stadium 2 berumur + 1-2 hari c. Stadium 3 berumur + 2 hari d. Stadium 4 berumur + 2-3 hari

Setiap staduim berbeda baik bulunya, setiap pergantian stadiu akan diikuti dengan pergantian kulit. Larva stadium 1 dan 2 biasanya pada genangan air yang

(30)

cukup luas akan mengumpul di tempat dimana telur diletakkan. Pada stadium 3 dan 4, larva akan bergerak bergerak dan memiliki daya tahan yang baik (Susanna, 2011).

3. Pupa

Perkembangan dari larva hingga pupa berlangsung antara 8-14 hari. Pada tahap pupa, calon nyamuk dewasa akan lebih sering berada di permukaan air sebab pupa memiliki alat apung pada bagian toraks. Pada tahap pupa, calon nyamuk dewasa lebih tenang serta tidak makan (Susanna. 2011).

4. Nyamuk Dewasa

Lamanya stadium pupa terjadi 1-2 hari, namun dapat lebih lama jika lingkungan tidak mendukung. Nyamuk jantan dewasa akan lebih dahulu menetas dari pada nyamuk betina. Jumlah nyamuk jantan dengan nyamuk betina juga relatif sama (Susanna, 2011). Segera setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah dalam 24-36 jam (WHO,2001).

Nyamuk betina hanya akan kawin sekali saja dalam sepanjang hidupnya. Sel sperma jantan yang telah nyamuk betina terima akan disimpan pada spermateka betina dan setiap melakukan pembuahan sel telur, sperma akan diambil dari spermateka betina. Setelah nyamuk betina dibuahi, nyamuk betina segera mencari darah guna pematangan sel telur yang telah dibuahi. Pada proses ini, nyamuk betina dewasa yang sudah dibuahi akan mencari darah dengan kondisi unfed (tidak ada darah dalam abdomen), kemudian setelah menghisap darah hingga kenyang (blood- fed), telur akan mengalami setengah pematangan telur (half-gravid). Setelah telur mengalami pematangan sempurna (gravid) telur akan dikeluarkan dan diletakkan

(31)

(oviposisi), nyamuk kembali pada posisi unfed dan kembali mencari darah untuk melakukan siklus tersebut hingga beberapa kali. Siklus gonotrofik ini akan berlangsing 5-7 kali selama hidup nyamuk betina dewasa dan setiap siklusnya akan berlangsung 1-2 hari (susanna,2011).

2.2.1.3 Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti 1. Tempat Beristirahat

Nyamuk A.aegypti menyenangi daerah yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah, lembab, dan tersembunyi dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur.Nyamuk ini sangat jarang ditemukan di luar rumah dan tempat terlindung lainnya.Di dalam ruangan, nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja dan furnitur lainnya.Namuk ini juga banyak ditemukan di balik baju-baju yang tergantung (WHO, 2001).

2. Tempat Mencari Darah

Nyamuk A.aegypti sangat antrofilik (menyukai darah manusia), walaupun ia juga bisa makan dari hewan berdarah panas lainya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit. Pertama dipagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit. Kemudian akan menggigit lagi pada sore hari selama beberapa jam sebelum matahari terbenam. Puncak aktivitas menggigit dapat beragam bergantung lokasi dan musim.Jika makannya terganggu, nyamuk A.aegypti betina dapat menghisap darah dari lebih satu orang.Perilaku menggigit ini semakin memperbesar potensi penularan penyakit akibat vektor.Jadi bukan suatu hal yang luar biasa jika dalam satu keluarga ada beberapa anggota yang mengalami penularan

(32)

penyakit yang terjadi dalam 24 jam. Hal ini memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi dari nyamuk infektif yang sama. Nyamuk A.aegypti biasanya tidak akan menggigit pada malam hari, namun akan menggigit pada malam hari jika berada pada kamar yang terang (WHO,2001).

3. Tempat Bertelur

Nyamuk A.aegypti berkembang biak pada penampungan air dan genangan air yang tidak mengalami kontak langsung dengan tanah. Tempat-tempat yang disenangi nyamuk betina seperti penampungan air untuk keperluan sehari-hari seperti bak mandi, tempayan, drum, dan juga pada genangan air seperti tempat air minum burung, vas bunga, pot tanaman, kaleng bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan sampah lain yang dapat menimbulkan genangan air (Depkes RI, 2007).

2.2.1.4 Faktor-faktor Lingkungan yang Memengaruhi Keberadaan A.aegypti Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan nyamuk A.aegypti yaitu (Susanna, 2011):

1. Pengaruh Suhu

Nyamuk termasuk hewan berdarah dingin dan proses metabolisme dan siklus hidupnya tergantung suhu dan lingkungan serta tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan lingkungan. Rata-rata suhu optimum yang baik bagi nyamuk adalah berkisar 250C-270C dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu kurang dari 100C dan lebih dari 400C. hal ini terjadi karena kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses metabolisme yang sangat dipengaruhi oleh suhu.

(33)

2. Pengaruh Kelembaban Nisbi

Pernapasan nyamuk yang menggunakan spirakel yang terbuka tanpa mekanisme pengatur pada waktu kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dari tubuh nyamuk sehingga cairan tubuh nyamuk akan keluar. Adaptasi pada kelembaban tinggi akan menyebabkan nyamuk cepat lelah. Dan pada kelembaban rendah mengakibatkan kematian nyamuk.Hal ini terjadi karena pada kelembaban rendah, umur nyamuk dapat berkurang hingga 60%.

3. Pengaruh Hujan dan Tempat Perkembangbiakan

Adanya hujan akan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk. Kejadian penyakit yang ditularkan nyamuk akan meninggi beberapa waktu sebelum musim hujan lebat maupun setelah hujan lebat. Hal ini juga dapat mengakibatkan telur yang telah mengalami penundaan menetas pada musim kemarau dapat segera menetas di waktu musim hujan.

4. Pengaruh Angin

Angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk secara langsung.Bila kecepatan angin 25-31 mil/jam, dapat menghambat penerbangan nyamuk.Angin juga dapat mempengaruhi kelembaban.Dalam keadaan tenang, suhu tubuh nyamuk lebih tinggi 10C dari suhu lingkungan. Namun akan menjadi lebih rendah dari suhu lingkungan jika angin bertiup.

5. Keberadaan Predator Nyamuk

(34)

Nyamuk memiliki musuh alami yaitu serangga dan binatang lain yang memangsa nyamuk, jika banyak predator dalam satu tempat, ini dapat mengurangi jumlah nyamuk dewasa, namun jika predator alami sedikit, maka jumlah nyamuk dewasa akan tinggi.

2.2.2 Pengendalian a. Manajemen Lingkungan

ada beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam upaya pengendalian nyamuk melalui manajemen lingkungan. Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk Aedes sp.dan untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor, antara lain

(WHO,2001):

1. Modifikasi Lingkungan

Modifikasi lingkungan dilakukan dengan melakukan perbaikan pada persediaan air seperti perbaikan tempat penyimpanan air, perbaikan saluran penyediaan air ke rumah-rumah, dan modifikasi sumur menjadi sumur tertutup.

2. Manipulasi Lingkungan

Jika modifikasi lebih mengarah kepada upaya pengubahan fisik benda-benda hang menjadi habitat larva yang tahan lama, seperti tangki persediaan air maupun sumur, manipulasi lingkungan lebih mengarah kepada pengubahan sementara habitat vektor baik benda-benda yang dipakai seperti pemakaian tutup pada gentong air dari tanah liat, mengganti air dari fas bunga secara teratur, serta manajemen atau pemusnahan tempat perkembangbiakan alami nyamuk seperti manajemen kaleng bekas, ban bekas, dan container lainnya.

(35)

b. Pengendalian secara Fisik

pengendalian secara fisik adalah upaya yang dilakukan untuk mengendalikan vektor nyamuk melalui pengendalian perindukan nyamuk (Anggraeni, 2010). Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian secara fisik.

1. Pemasangan Kawat Kasa

Pemasangan kawat kasa merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah ataupun menghalangi nyamuk dewasa masuk ke dalam rumah.

Pemasangan kawat kasa dilakukan pada lubang-lubang ventilasi seperti lubang yang ada di atas jendela dan pintu rumah (Anggraeni, 2010).

2. Kelambu dan Gorden

Penggunaan kelambu merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya gigitan nyamuk pada malam hari. Upaya ini sangat efektif bagi bayi dan pekerja pada malam hari yang tidur pada siang hari. Pemakaian gorden yang merupakan “kelambu oliset” (kelambu berpori besar) pada sisi dalam jendela juga sangat bermanfaat bagi pengendalian nyamuk dewasa.

3. Pakaian Pelindung

Penggunaan pakaian yang tepat, seperti pakaian lengan panjang dan celana panjang, serta pakaian yang cukup tebal dan longgar, dapat mengurangi resiko gigitan nyamuk (WHO,2001).

c. Pengendalian secara Kimiawi

pengendalian secara kimiawi merupakan pengendalian vektor yang menggunakan bahan kimia seperti pengasapan (fogging), penggunaan zat kimia pada

(36)

pemberantasan larva nyamuk, dan penggunaan insektisida pada pengendalian sehari hari seperti penggunaan obat nyamuk.

d. Pengendalian secara Biologis

Pengendalian secara biologis merupakan pengendalian yang menggunakan organisme dalam upaya pengendaliannya. Seperti:

1. Ikan

Ikan pemakan larva seperti ikan nila, ikan guppy dan ikan cupang dapat digunakan sebagai pengendali larva nyamuk. Hal ini dikarenakan pada habitat alami, ikan ini merupakan predator alami dari larva nyamuk (WHO, 2001)

2. Bakteri

Bakteri seperti Bacillus thurigiensis serotipe H-14 dan Bacillus sphericus merupakan agens yang efektif dalam pengendalian nyamuk. Tujuan dari bekteri ini adalah membunuh larva nyamuk karena mampu menghasilkan endotoksin (WHO, 2001).

3. Serangga

Penggunaan serangga seperti udang-udangan dan capung pada habitat alami dapat mengendalikan larva nyamuk (WHO, 2001).

2.3 Perangkap Telur Oviposition Trap (Ovitrap)

Perangkap telur nyamuk ovitrap merupakan perangkap yang dibuat untuk membunuh telur nyamuk.Selain sebagai perangkap telur nyamuk, alat ini juga dapat berperan sebagai alat survei ataupun pemantau tingkat kepadatan jentik nyamuk

(37)

(WHO, 2001).Kelebihan ovitrap umumnya mudah dibuat.menggunakan bahan bekas dan dapat di lakukan sendiri tanpa ada petugas kesehatan dengan biaya murah dan cukup sensitif dalam mendeteksi jentik nyamuk betina meskipun pada wilayah yang berpopulasi rendah (Silver, 2007).Volume ovitrap disesuai kan dengan media nya.

Ovitrap (oviposition trap) pada umumnya menggunakan larutan yang dapat menarik perhatian nyamuk yang sering disebut atraktan.Umunnya atraktan dibuat dari bahan alami seperti air rendaman jerami dan rendaman rumput, namun dapat juga dibuat dari bahan kimia buatan.Penggunaan ovitrap haruslah dilakukan secara intensif dan rutin diperiksa.Di beberapa negara seperi Singapura, alat ini terbukti sangat efektif dalam mengendalikan vektor nyamuk dalam upaya pencegahan penyakit DBD (Silver, 2007).

2.3.1 Perkembangan Ovitrap

Ovitrap pertama kali dikembangkan menjadi alat mendeteksi keberadaan jentiknyamuk A.aegypti selama tiga tahun pertama program eradikasi A.aegypti di Amerika Serikat yang dimulai pada tahun 1964. Evaluasi di lapangan menunjukkan bahwa ovitrap berpotensi menjadi sebuah alat yang sensitif dan efisien untuk mendeteksi populasi dari A.aegypti, dan alat ini sengat berguna terkhusus pada daerah yang populasi nyamuknya rendah.Alat ini menghasilkan data yang lebih akurat dibandingkan inspeksi langsung pada container dan lingkungan penelitian. Awalnya ovitrap selalu dibuat dari tabung kaca berukuran 0,5 L dengan tinggi sekitar 5 inci (13 cm), dengan sisi miring dan dengan bagian atas berdiameter sekitar 3 inci (8 cm), dimana bagian luarnya dicat berwarna hitam mengkilap. Kemudian wadah diisi air

(38)

hingga mencapai 1 inci di bawah mulut wadah.sebatang kayu (padel) berbentuk pipih dengan panjang 5 inci dan memiliki sebuah sisi yang permukaannya kasar dan sebuah sisi yang halus ditempelkan dengan menggunakan klip kertas pada sisi dalam wadah.

padel dibuat dari benda yang memiliki daya absorbsi, sehingga baik digunakan sebagai permukaan tempat menempelnya telur nyamuk. Tanda identifikasi dapat dituliskan pada permukaan halus padel. Sementara telur A.aegypti umumnya akan menempel pada sisi kasar padel yang menghadap ke tengah wadah tepat di atas permukaan air. Awalnya, sebuah tabung kecil berisi etil asetat ditempatkan dalam wadah yang berfungsi sebagai atraktan bagi nyamuk betina. Namun hal ini dihentikan pada tahun 1967 ketika ditemukan bahwa telur A.aegypti ditemukan dengan jumlah yang sama tanpa menggunakan etil asetat. Sejak saat itu, penggunaan ovitrap mulai dikembangkan dengan menggunakan wadah yang dicat hitam, merah, atau biru.Kemudia dimodivikasi dengan menggunakan ban bekas, ruas bambu, batok kelapa, dan lain-lain (Silver, 2007).

Ada beberapa jenis ovitrap yang saat ini telah dikembangkan, antara lain (Silver, 2007):

1. Sticky Ovitraps

Sticky ovitraps merupakan ovitrap yang dibuat untuk menangkap nyamuk

betina dewasa dengan cara memodifikasi ovitrap. Pada tahun 2001, Sticky ovitraps pertama kali dibuat dengan menggunakan kontainer plastik berwarna hitam berukuran 3,8 liter. Yang membedakan ovitrap jenis ini dengan ovitrap pada umunnya adalah bahwa ovitrap ini tidak menggunakan padel pada sisi dalamnya, melainkan sisi dalam

(39)

kontainer yang berada diatas garis tepi air dilapisi dengan perekat yang dapat menjerat nyamuk dewasa yang hendak bertelur (Silver, 2007).

Ovitrap jenis ini memiliki keunggulan berupa kita dapat mengetahui berapa jumlah betina yang bertelur pada ovitrap.Adapun kelemahan dari ovitrap jenis ini adalah bahwa Sticky ovitraps kurang sensitif jika digunakan pada daerah ber populasi nyamuk rendah (Takken, 2010).

2. Automatic Recording Ovitraps

Automatic recording ovitraps merupakan ovitrap yang dikembangkan di

Jepang pada tahun 1989.Ovitrap ini menggunakan dua wadah yang berbeda ukuran.

Wadah pertama berukuran 1,5 liter. Pada wadah ini air dibiarkan terus mengalir dan air yang dikeluarkan mengalir dari lubang kecil bagian samping. Kemudian air yang keluar akan ditampung pada wadah kedua berukuran 50 ml. ketika wadah kedua ini penuh, maka air akan tumpah dan jatuh pada wadah yang lebih kecil yang dibuat berbentuk kincir air yang telah terhubung dengan ovitrap melalui kertas saring berukuran 4 x 120 cm. kertas saring ini berfungsi sebagai tempat menempelnya telur pada wadah ovitrap. Kertas saring akan berputar perlahan karena daya putar kincir air sebelumnya.

3. Autocidal Traps

Autocidal trap merupakan ovitrap yang dikembangkan di Singapura pada

tahun 1977. Ovitrap ini memiliki dua padel yang diletakkan disekitar jaring nilon yang ditempatkan ditengah untuk menutupi lubang utama.Modifikasi ini dibuat dengan menggunakan wadah dan cincin polistiren yang telah memiliki jaring nilon.

(40)

Kemudian dua padel direkatkan pada cincin polistiren yang berguna sebagai tempat meletakkan telur yang bagian dasarnya contak dengan air. Ketika telur menetas, maka larva akan terjebak dibawah jaring sehingga tidak dapat berubah menjadi nyamuk dewasa. Ovitrap jenis ini sangat berguna jika ovitrap itu tidak rutin diperiksa.

4. Ovitrap dari Bambu

Air yang mengisi ruas bambu, yang biasanya ada pada pot yang terbuat dari bambu sring digunakan sebagai tempat bertelur buatan untuk menarik perhatian nyamuk yang bertelur pada bambu. Hal ini dikarenakan sisi dalam dari bambu memiliki kontur yang bergelombang dan terkadang kasar serta memiliki retakan sehingga sangat disukai nyamuk betina untuk meletakkan telurnya

5. Ovitrap dari Ban Mobil

Ovitrap ini terbuat dari ban mobil yang sudah tidak dipakai lagi. Kemudian sisi dalam ban mobil diisi air, ban mobil dapat diletakkan secara vertikal maupun horizontal di bawah pohon maupun di tempat lain.

2.3.2 Modivikasi Ovitrap

Ada beberapa macam modivikasi yang dapat dilakukan terhadap ovitrap.Dan secara garis besar, modivikasi ovitrap dibagi atas tiga bagian besar yaitu wadah ovitrap, oviposition trap (padel), dan larutan yang digunakan.

1. Modivikasi Wadah Ovitrap

Awal penggunaan ovitrap sebagai alat untuk survei keberadaan jentik nyamuk A.aegypti menggunakan wadah kaca berukuran 0,5 liter. Kemudian dikembangkan menggunakan wadah kaca berukuran yang lebih besar.Selain dari perubahan ukuran

(41)

yang digunakan. Bahan pembuat wadah juga diganti dari wadah yang terbuat dari kaca juga diubah menggunakan wadah plastik, logam, ban bekas, dan wadah alami seperti tempurung kelapa, guci tanah liat, dan bambu yang juga dalam berbagai ukuran (Silver, 2007).

2. Modifikasi Padel

Padel yang juga dibuat dari bahan yang kaku dan keras seperti dari kayu, juga dimodifikasi dengan menggunakan kertas, plastik, dan kain.Selain itu padel juga dapat dicampur dengan bahan insektisida sehingga dapat membunuh nyamuk dewasa.Selain mengandung zat yang bersifat insektisida, padel juga dapat dibuat bersifat lengket guna menangkap nyamuk betina dewasa.Selain dari bahan yang digunakan, padel juga dapat dimodifikasi dari jumlah yang digunakan.Mulai dari 1 padel, hingga penggunaan beberapa padel. Padel juga dapat dikombinasikan dengan jaring sehingga memungkinkan larva terperangkap pada ovitrap (Silver, 2007).

3. Modifikasi Larutan

Umumnya larutan yang digunakan adalah air biasa.Namun seiring perkembangan, larutan yang digunakan juga diganti dari larutan yang bersifat alami seperti rendaman jerami, rendaman rumput, rendaman pakan kelinci, air hujan, hingga larutan sintetis.Tujuan dari penggunaan larutan tersebut adalah sebagai atraktan ataupun larutan yang berfungsi untuk menarik perhatian nyamuk dewasa.

Selain itu, larutan juga dapat dicampur dengan insektisida seperti abate guna membunuh larva yang akan menetas (silver, 2007).

Saat ini, di Indonesia juga sudah ada penelitian yang mengkaji efektifitas beberapa larutan terhadap penggunaan ovitrap seperti penggunaan ekstrak cabai, penggunaan air rendaman udang, dan air hujan.

(42)

2.3.3 Survei Ovitrap

Pemasangan ovitrap haruslah dipantau secara teratur dan berkala atau yang sering disebut survei ovitrap. Kegiatan survei dilakukan dengan cara memeriksa kadar air yang ada dalam kontainer, mangganti padel yang telah ditempeli telur dengan padel yang baru, dan bahkan mengganti larutan yang mungkin telah mengandung larva yang telah menetas. Umumnya survei dilakukan setiap 7 hari (silver, 2007)

Kegiatan survei ovitrap dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu (Susanna, 2011):

1. Kegiatan ini dilakukan oleh dua orang.

2. Pemasangan ovitrap dilakukan paling sedikit pada 20 rumah pada waktu siang hari.

3. Peletakan ovitrap dilakukan di luar dan di dalam rumah.

4. Setiap tujuh hari pemasangan, dilakukan pengambilan telur yang terdapat dalam ovitrap dan selanjutnya ovitrap dibersihkan dan dipasang kembali pada tempat semula.

5. Telur yang berasal dari ovitrap kemudian ditetaskan menjadi larva.

6. Larva yang menetas diidentifikasi, dihitung jumlah dan densitinya (jumlah larva/jumlah trap) serta dihitung persentase trap yang positif.

7. Pada saat pemeriksaan ovitrap, ada beberpa hal yang perlu dicatat seperti temperatur minimum dan temperatur maksimum, dan kelembaban.

(43)

2.4 Kerangka Teori

Pengendalian jentik nyamuk Aedes Aegypti dapat dilakukan dengan pengolahan lingkungan, pengendalian secara biologi dan pengendalian secara kimia.

Salah satu bentuk pengendalian jentik nyamuk aedes aegypti yang murah dan efektif untuk dilakukan secara mandiri dan peningkatan pengetahuan serta keterampulan dapat dilakukan dengan menggunakan media ovitrap. Secara singkat kesimpulan uraian kepustakaan dapat digambarkan dalam skema berikut :

Teori Simpul

Sumber Media Transmisi Biomarker Sakit

Gambar 2.4 Kerangka Teori Simpul DBD Virus

Dengue

Vektor : Nyamuk Aedes Aegypti

Pemeriksaa n darah di laboraturiu m

Sakit

Variabel yang mempengaruhi

(44)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh beberapa media ovitrap terhadap kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti.

Media Ovitrap

a) Botol yang diberi warna hitam 1) 200 ml

2) 600 ml 3) 1500 ml

b) Botol yang tidak diberi warna 1) 200 ml

2) 600 ml 3) 1500 ml

Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes aegypti

Suhu dan kelembaban

(45)

29 Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan rancangan acak kelompok guna mengetahui pengaruh beberapa media ovitrap terhadap kepadatan jentik Aedes aegypti.

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 6 lingkungan kelurahan Helvetia tepatnya pada lingkungan Perumnas Helvetia Medan.Pada masing-masing lingkungan diletakkan perlakuan media ovitrap pada 30 rumah.

Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian ini adalah karena lokasi tersebut daerah yang tingkat kejadian demam berdarah (DBD) masih tinggi.Selain itu daerah ini merupakan perumahan yang relatif homogen jenis rumahnya (Perumnas).Sehingga sangat berpotensi digunakan sebagai lokasi penelitian mengenai nyamuk Aedes aegypti.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Desember 2014- Maret 2015, yang dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium, melaksanakan penelitian, penyusunan hasil penelitian, konsul hasil penelitian, seminar hasil penelitian, dan ujian komprehensif.

(46)

3.3 Objek penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada pada Perumnas Helvetia Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 180 rumah (pada 6 lingkungan), dengan perincian 30 rumah untuk tiap lingkungan media ovitrap berukuran 200 ml, 30 rumah untuk ovitrap berukuran 600 ml, dan 30 rumah untuk ovitrap 1500 ml, sebanyak 6 lingkungan.Untuk lingkungan 1.lingkungan 2 dan lingkungan 3 media ovitrap di cat warna hitam sedangkan lingkungan 4,5 dan 6 tidak di cat dan di letakkan di dalam ruang suhu 25ºC - 27ºC tepat di kamar atau gudang dalam rumah.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer pada penelitian ini diperoleh dari data hasil perlakuan yang dilakukan secara langsung terhadap ovitrap.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari Puskesmas Hevetia Medan, Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, buku-buku literatur, artikel, hasil penelitian maupun dari referensi lainnya

(47)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel yang Diteliti

1. Variabel terikat (dependent variable) yaitu keberadaan Jentik Nyamuk Aedes sp.

2. Variable bebas (independent variable) yaitu ukuran ovitrap yang digunakan.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Ovitrap adalah alat yang digunakan sebagai perangkap telur nyamuk yang kelak akan menetas menjadi larva nyamuk dengan memanfaatkan botol air mineral merk aqua

2. Media ovitrap adalah ukuran wadah yang digunakan sebagai ovitrap.

3. Botol plastik 200 ml adalah botol minuman kemasan yang bervolume 200 ml.

4. Botol plastik 600 ml adalah botol minuman kemasan yang bervolume 600 ml.

5. Botol plastik 1500 ml adalah botol minuman kemasan yang bervolume 1500 ml.

6. Kepadatan jentik nyamuk adalah jumlah kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap atau terjebak di ddalam ovitrap pada tiap rumah rresonden yang dilihat sebelum dan sesudah perlakuan.

3.6 Bahan dan Alat Penelitian 3.6.1 Bahan Penelitian

1. Botol plastik berukuran 200 ml 60 buah 2. Botol plastik berukuran 600 ml 60 buah 3. Botol plastik berukuran 1500 ml 60 buah

(48)

4. Air

5. Abate (5 mg/1 liter air) 6. Cat minyak warna hitam 7. Kuas cat

3.6.2 Alat Penelitian 1. Buku pencatat 2. Alat tulis 3. Termometer 4. Higrometer 5. Kamera

6. Penampung air

3.7 Cara Kerja

3.7.1 Persiapan Bahan Penelitian

Bahan yang perlu dipersiapkan yaitu:

1. Botol plastik berukuran 200 ml, 600 ml dan 1500 ml masing – masing 30 buah di cat warna hitam kemudian dikeringkan.

2. Botol plastik lainnya yang berukuran 200 ml, 600 ml dan 1500 ml lainnya masing – masing 30 buah tidak ddiberiwarna apapun.

3. Kemudian seluruh botol dipotong bagian tutupnya sepanjang 4 cm kebawah.

(49)

4. Kemudian botol diisi air sebanyak ¾ botol sehingga untuk botol berukuran 200 ml diisi air sebanyak 150 ml, botol berukuran 600 ml diisi air sebanyak 500 ml dan botol berukuran 1500 ml diisi air sebanyak 1400 ml untuk.

5. Campurkan abate pada air dengan dosis 5 mg untuk setiap 1 liter air, sehingga untuk botol berukuran 200 ml ditambahkan abate sebanyak 0,75 mg, untuk botol 600 ml sebanyak 2,5 mg dan untuk botol 1500 ml sebanyak 7 mg.

3.7.2 Pelaksanaan Penelitian

1. Dilakukan survei jentik pada 180 rumah (6 lingkungan) untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk sebelum perlakuan

2. Sebanyak 180 ovitrap yang akan dibagi menjadi 2 kelompok dengan jumlah masing-masing 90 buah yang di cat dan 90 buah tidak di cat, disiapkan dengan 3 ukuran yang berbeda. 60 dari botol plastik minuman ukuran 200 ml, 60 dari botol plastik ukuran 600 ml, dan 60 dari botol plastik ukuran 1500 ml.

3. Masing masing dari kelompok ovitrap tersebut dibagi menjadi dua kelompok kecil untuk ditempatkan di dalam rumah. 30 ovitrap dari botol plastik ukuran 200 ml, yang di ditempatkan di dalam rumah tepatnya di gudng atau kamar di tiap lingkungan.dan begitu juga pada dua ukuran ovitrap lainnya,180 ovitrap disebar pada 180 rumah yang berada di 6 lingkungan Perumnas Helvetia.

4. Setelah ditempatkan pada tempat yang strategis, ovitrap dibiarkan selama 7 hari.

(50)

5. Setelah 7 hari, dilakukan survei jentik untuk mengetahui kepadatan jentik sesudah perlakuan. Selanjutnya, dilakukan penghitungan kepadatan jentik tersebut

6. Pengukuran kepadatan jentik nyamuk A. aegypti dilakukan sebanyak 2 kali a. Pengukuran I sebelum peletakan ovitrap

b. Pengukuran II pada 7 hari setelah pengukuran I

Untuk melihat pengaruh media ovitrap maka dilakukan perhitungan angka bebas jentik (ABJ) dan house indeks (HI) pada pengukuran I, pengukuran II, dan pengukuran III.

7. Perhitungan ABJ x 100%

Perhitungan HI x 100%

Perhitungan HI atau ABJ untuk menentukan ada atau tidaknya jentik nyamuk.

3.8 Analisis Data

Analisa data hasil pengukuran akan dilakukan dengan menggunakan uji wilcoxon dan mann whitney digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata (µ) dua kelompok yang tidak berpasangan. Analisa data yang digunakan untuk mengetahui signifikasi perbedaan rata-rata (µ) antara tiga kelompok sampel menggunakan uji friedman.

(51)

35 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak dan Geografis

Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di Wilayah Kota Medan, memiliki luas 1.156,147 Ha dan merupakan pecahan dari Kecamatan Medan Sunggal. Kecamatan Medan Helvetia terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan sebagai wilayah kerjanya, yaitu :

1. Kelurahan Cinta Damai 2. Kelurahan Sei Sikambing C-II 3. Kelurahan Dwi Kora

4. Kelurahan Helvetia Timur 5. Kelurahan Helvetia Tengah 6. Kelurahan Helvetia

7. Kelurahan Tanjung Gusta

Kecamatan Medan Helvetia berbatasan dengan rincian sebagai berikut :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kab. Deli Serdang Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kab. Deli Serdang

(52)

4.1.2. Demografi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran kependudukan kecamatan Helvetia, secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan Kelurahan dan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin

Kelurahan

Jumlah

CD SS DK HT HTG H TG

1 Laki – laki 12.098 8.784 13.534 15.272 20.420 10.349 14.030 94.487 2 Perempuan 11.962 8.547 13.484 14.962 20.596 10.546 13.624 93.721 Jumlah 24.060 17.331 27.018 30.234 41.016 20.895 27.654 188.208

Sumber: Profil Kecamatan Medan Helvetia 2011 Keterangan :

1. CD = Kelurahan Cinta Damai 2. SS = Kelurahan Sei Sikambing C-II 3. DK = Kelurahan Dwi Kora

4. HT = Kelurahan Helvetia Timur 5. HTG = Kelurahan Helvetia Tengah 6. H = Kelurahan Helvetia

7. TG = Kelurahan Tanjung Gusta

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa komposisi penduduk kecamatan Medan Helvetia lebih banyak berjenis kelamin laki – laki. Dari data diatas juga dietahui bahwa kelurahan dengan jumlah penduduk tertinggi adalah kelurahan Hevetia Tengah dan kelurahan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah kelurahan Sei Sekambing. Hal ini dikarenakan di kelurahan Helvetia Tengah banyak perumahan – perumahan penduduk serta lokasi daerah yang tidak terlalu jauh dari

(53)

pusat kota berbeda dengan kelurahan sei sekambing yang sebagian besar masih dimanfaatkan untuk daerah perniagaan. Kecamatan Medan Helvetia merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di kota Medan.

Tabel 4.2 Klasifikasi Penduduk Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan Usia di Setiap Kelurahan

No Usia Kelurahan Jumlah

CD SS DK HT HTG H TG

1 0 – 4 tahun 876 668 1140 1499 1634 763 1184 7764

2 5 – 16

tahun 4009 2725 4345 4926 6257 3150 4797 30209

3 17 – 44

tahun 13901 9828 15582 17417 23848 12186 15864 108626 4 45 – 64

tahun 4387 3289 4912 5260 7139 4918 4918 33578

5 65 keatas 887 821 1039 1132 2138 891 891 8031

Jumlah 24.060 17.331 27.018 30.234 41.016 20.895 27.654 188.208 Sumber: Profil Kecamatan Medan Helvetia 2011

Keterangan :

1. CD = Kelurahan Cinta Damai 2. SS = Kelurahan Sei Sikambing C-II 3. DK = Kelurahan Dwi Kora

4. HT = Kelurahan Helvetia Timur 5. HTG = Kelurahan Helvetia Tengah 6. H = Kelurahan Helvetia

7. TG = Kelurahan Tanjung Gusta

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk dengan usia prouktif yaitu usi 17 – 44 tahun merupakan kelompok usia yang paling banyak dengan jumlah sebesar 108.626 dan penduduk dengan usia 0 – 4 tahun merupakan kelompok umur yang paling sedikit yaitu sebesar 7.764 orang.

(54)

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Gambaran House Index (HI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) pada botol yang Diberi Warna Hitam Berukuran 200 ml

Tabel 4.3. Gambaran House Index (HI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) pada Botol yang Diberi Warna Hitam Berukuran 200 ml

No Waktu pelaksanaan

House Index ABJ

Rata -rata SD Min - maks

Rata -

rata SD Min - maks 1 Minggu 1 63,33 5,773 (60 -70) 36,67 5,773 (30-40)

2 Minggu 2 50 0,000 (50) 50 0,000 50

3 Minggu 3 26,67 5,773 (20-30) 73,33 5,773 (70-80) Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata – rata House Index pada kelompok botol yang diberi warna hitam berukuran 200 ml yang diisi air sebnayak 150 ml mengalami penurrunan setiap minggunya pada minggu pertama diketahui bahwa rata – rata House Index adalah 63,33dengan nilai minimal 60 dan maksimal 70. Kemudian pada minggu kedua menurun menjadi 50 dan pada minggu terakhir menjadi 26,67 dengan nilai minimal 20 dan nilai maksimal 30. Dari tabel diatas juga diketahui bahwa rata – rata nilai Angka bebas Jentik pada kelompok botol yang diberi warna hitam berukuran 200 ml mengalami kenaikan. Pada minggu pertama diketahui bahwa rata – rata ABJ adalah 36,67 dengan nilai minimal nya 30 dan maksimalnya 40. Pada minggu kedua mengalami peningkatan rata – rata nya menjadi 50 dengan nilai maksimal 50 dan pada minggu terkakhir intervensi atau minggu ketiga rata – rata menjadi 73,33 dengan nilai minimal 70 dan maksimalnya 80.

Gambar

Gambar 2.4 Kerangka Teori Simpul DBD Virus  Dengue Vektor : Nyamuk Aedes Aegypti Pemeriksaan darah di laboraturium  Sakit
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian  Hipotesis
Tabel 4.10.  Perbedaan House Index  (HI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ)  Berdasarkan Ukuran Botol pada Kelompok Botol yang tidak Diberi
Tabel 4.11. Gambaran House Index  (HI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ)  Berdasrakan Pemberian Warna dan tidak Diberi Warna pada Botol

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis kedua dari penelitian ini adalah diduga Variabel pelatihan (X2) memiliki pengaruh paling dominan antara variabel pendidikan (X1) dan pelatihan (X2)

Kota Jayapura dengan prosentase pemeluk agama Kristen yang dominan, apalagi didukung oleh walikota yang Beragama Protestan, memiliki alasan jika persoalan agama menjadi

Kateterisasi jantung : Pemeriksaan kateterisasi jantung penting dilakukan untuk menilai derajat insufisiensi aorta pada penderita yang insufisiensinya dinilai sedang

Pendekatan lainnya adalah dengan membangun infrastruktur Data Warehouse perusahaan pada saat bersamaan dibangun pula satu data mart atau lebih untuk memenuhi kebutuhan bisnis

Pada bagian ini akan dikemukakan pengujian hipotesis berdasarkan hasil tabulasi data yang diperoleh dari hasil pengisian angket kebiasaan berolahraga dan tes MFT ( Multistage

Untuk perlakuan 20% sebanyak 1 orang panelis ahli menyatakan produk sangat berasa wortel, 2 orang panelis ahli menyatakan produk berasa wortel, 1 orang

Asimilasi ini membentuk suatu komunitas yang tersebar di pesisir Pantai Utara Jawa Timur (sebagian Tuban, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, hingga Situbondo) dan

Dari analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa pilihan karier mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni adalah bekerja (71%), pendidikan profesi (33%), dan magister (42%)