• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN KADAR KROMIUM DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENURUNAN KADAR KROMIUM DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

B - 159

PENDAHULUAN

Kegiatan industri penyamakan kulit merupakan salah satu sektor ekonomi yang menunjang perekonomian di beberapa kabupaten di Indonesia. Kulit yang telah dilakukan penyamakan biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan sepatu, sandal, tas, jaket dan aksesoris lainnya. Penyamakan pada kulit ini bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak akibat aktivitas mikroorganisme, proses kimia maupun fisika menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap faktor–faktor perusak tersebut.

Zat kimia yang sering digunakan dalam proses penyamakan kulit salah satunya adalah kromium sulfat (Cr2(SO4)3). Kromium dipilih karena memberikan keuntungan lebih banyak, yaitu harga murah, proses penyamakan cepat, dan kulit yang dihasilkan bermutu tinggi [15](Potter et al., 1994). Tetapi di lain pihak proses penyamakan ini menghasilkan limbah industri yang berbahaya. Limbah industri penyamakan kulit merupakan hasil samping proses mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak, dapat ber upa limbah padat dan limbah cair. Biasanya limbah cair masih dapat diolah kembali atau dibuang langsung [17](Sharphouse, 1971). Limbah cair yang

dihasilkan dari proses penyamakan kulit ini masih mengandung kromium dalam jumlah yang cukup besar sehingga akan berbahaya jika dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Senyawa kromium (Cr) dalam limbah cair industri penyamakan kulit berasal dari proses produksi penyamakan kulit, dimana dalam penyamakan kulit yang menggunakan senyawa kromium sulfat antara 60 %-70 % dalam bentuk larutan kromium sulfat tidak semuanya dapat terserap oleh kulit pada saat proses penyamakan sehingga sisanya dikeluarkan dalam bentuk cairan sebagai limbah cair. Keberadaan kromium dengan konsentrasi yang tinggi dalam limbah cair industri penyamakan kulit tentunya dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan [21](Wahyuningtyas, 2001).

Krom heksavalen (Cr6+) dari buangan industri penyamakan kulit biasanya terdapat dalam bentuk kromat (CrO4

2-). Keracunan kromat ini dapat menimbulkan iritasi pada kulit, terakumulasi dalam hati, dan keracunan sistemik. Uap kromat apabila terhirup dapat menimbulkan infeksi (radang) pada saluran pernafasan dan kanker paru-paru, serta kerusakan kulit oleh garam krom sebagai borok krom [19](Suma’mur, 1996). Mengingat bahaya dan pencemaran lingkungan yang

Harmami

1)

, Ita Ulfin

2)

, Rike Setyowuryani

3)

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 1,2,3) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111, Telp. 031-5943353

E-mail : harmami@chem.its.ac.id1) dan itau@chem.its.ac.id2)

PENURUNAN KADAR KROMIUM DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI

PENYAMAKAN KULIT DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

Abstrak - Penurunan kadar kromium dari limbah cair penyamakan kulit telah dilakukan dengan

metode elektrokoagulasi menggunakan elektroda Fe-Fe. Optimasi dilakukan pada limbah sintetis kromium dengan kadar kromium 2.000 ppm dengan variasi pH limbah sintetis kromium yaitu 4; 5; 6; 7; 8; 9; 1; 11; 12 dan 13, variasi waktu elektrokoagulasi 10; 20; 25; 40; 60 dan 180 menit, serta variasi tegangan 3; 6; 9; 12 dan 15 V. Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan kondisi optimum proses elektrokoagulasi pada limbah sintetis kromium yaitu dengan pH 8 selama 25 menit serta tegangan sebesar 12 V dapat menurunkan kadar kromium sebesar 99,97 %. Kondisi optimum tersebut selanjutnya diaplikasikan pada limbah cair penyamakan kulit dan diperoleh prosentase penurunan sebesar 99,97%.

(2)

B - 160

ditimbulkan oleh industri penyamakan kulit

khususnya logam berat kromium, maka pihak industri diharuskan untuk mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang kelingkungan. Nilai baku mutu kromium total menurut KEPMENLH no.51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri adalah 0,6 mg/L.

Pengolahan limbah kromium dilakukan untuk mengurangi konsentrasi kromium sisa dan memperoleh kembali kromium sehingga dapat digunakan kembali dalam proses penyamakan kulit [4](Benefield et al., 1990). Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan kadar logam berat kromium dalam limbah cair, diantaranya dengan pertukaran ion menggunakan resin [5](Cavaco, dkk., 2007), metode hidrolisis dan hidrolisis dengan penambahan enzim [1](Alloy, 1976), koagulasi menggunakan NaOH [9](Esmaeili et al., 2005) serta elektrokoagulasi. Dalam penelitian ini digunakan metode elektrokoagulasi untuk penurunan kadar logam kromium dalam limbah cair penyamakan kulit. Elektrokoagulasi adalah proses koagulasi dengan menggunakan arus listrik searah melalui proses elektrokimia, dimana elektrodanya terbuat dari alumunium atau besi. Arus listrik mendorong sejumlah reaksi kimia tergantung pada jenis dan sifat elektroda dan media larutan. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Fe3+ dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Fe(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah. Dengan demikian, bentuk kontaminan akan terendapkan dan dapat dengan mudah dihilangkan dengan cara pemisahan. Proses pengendapan terjadi sebagaimana proses koagulasi, dengan koagulan terbentuk dari elektroda reaktif, yang dipicu oleh arus listrik searah. Metode ini telah banyak digunakan untuk pengolahan air limbah karena peralatannya sederhana dan mudah dioperasikan bila dibandingkan dengan metode yang lain serta tidak memerlukan tambahan bahan kimia dan efisiensi pengolahan yang dihasilkan cukup tinggi.

Aplikasi elektrokoagulasi yang telah dilakukan dalam beberapa tahun belakangan ini adalah penerapan elektokoagulasi untuk

pengolahan limbah petrokimia [8](Dimoglo et al., 2009), limbah cair [14](Ponselvan et al., 2008), limbah cair tapioka, limbah cair industri batik [23](Yulianto et al., 2009), peningkatan kualitas air [13](Ni’am et al., 2007). Selain itu elektrokoagulasi juga telah diteliti untuk pengurangan kandungan logam berat pada limbah cair [2](Al Anbari et al., 2008).

Pengolahan limbah cair yang diambil dari industri penyamakan kulit bertujuan untuk menurunkan kadar logam berat kromium dengan metode elektrokoagulasi menggunakan elektroda Fe–Fe, dimana digunakan beberapa variasi yaitu pH, waktu elektrokoagulasi dan pemberian tegangan yang digunakan saat proses elektrokoagulasi.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan untuk menurunkan kadar logam kromium dari limbah cair industri penyamakan kulit dalam penelitian ini adalah elektrokoagulasi. Optimasi dari masing-masing variasi dilakukan pada limbah sintetis sebelum diaplikasikan pada limbah cair penyamakan kulit yang sebenarnya.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian diantaranya peralatan gelas yaitu, gelas beker, labu ukur, kaca arloji, corong, pipet ukur, pipet gondok dan pipet tetes, serta peralatan pendukung yaitu, neraca analitik, magnetic

stirrer, pH meter, kertas saring, dan rangkaian

alat untuk proses elektrokoagulasi yaitu power

supply, kabel, bejana elektrokoagulasi dengan

elektroda besi. Untuk analisis kadar logam kromium digunakan instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu tipe AA-6800.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel limbah cair industri penyamakan kulit, padatan Cr(NO3)3·9H2O, asam nitrat (HNO3) 65 %, padatan natrium hidroksida (NaOH) dan aquades.

(3)

B - 161

PROSEDUR PENELITIAN

Pembuatan Larutan Standar Kromium Larutan induk kromiun 1.000 mg/L dibuat dengan melarutkan padatan Cr(NO3)3·9H2O sebanyak 0,7704 gram dan dilarutakan hingga100 mL. Larutan standar kromium yang digunakan untuk analisis dibuat dengan mengencerkan larutan induk 1.000 mg/L sehingga didapatkan konsentrasi larutan standar kromium 0,5; 1; 2; 5 dan 8 mg/L. Absorbansi masing-masing larutan standar kromium diukur kemudian dibuat kurva kalibrasi dan digunakan untuk menentukan kadar kromium dalam sampel limbah penyamakan kulit.

Pembuatan Larutan Limbah Sintetis Kromium

Larutan limbah sintetis kromiun 2.000 mg/L dibuat dengan melarutkan padatan Cr(NO3)3·9H2O sebanyak 15,4022 gram hingga 1 L.

Percobaan Elektrokoagulasi

Percobaan optimasi pada limbah sintetis kromium dengan metode elektrokoagulasi ini digunakan elektroda Fe–Fe. Larutan limbah yang digunakan pada penetuan kondisi optimum merupakan limbah sintetis kromium kemudian hasil optimasi diaplikasikan pada limbah cair penyamakan kulit.

Sampel limbah sintetis kromium sebanyak 50 mL dimasukkan dalam bejana elektrokoagulasi. Kemudian larutan diatur pada pH 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12 dan 13 (Benefield, 1990) menggunakan NaOH 0,1 M. Proses elektrokoagulasi dilakukan selama 30 menit dan digunakan tegangan sebesar 12 V. Larutan limbah yang telah melalui proses elektrokoagulasi didiamkan selama satu malam kemudian disaring dengan kertas saring whatman No. 42. Selanjutnya filtrat dianalisis kadar kromiumnya dengan SSA pada panjang gelombang 357,9 nm. Percobaan dilakukan juga untuk variasi waktu elektrokosgulasi yaitu 10, 20, 25, 40, 60 dan 180 menit dan variasi tegangan 3; 6; 9; 12 dan 15 V.

Analisis Konsentrasi Logam Kromium dalam Limbah Cair Penyamakan Kulit

Sampel limbah cair penyamakan kulit sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan HNO3 65 %. Campuran diaduk hingga homogen, kemudian didihkan hingga diperoleh larutan yang jernih. Larutan hasil destruksi didinginkan kemudian ditempatkan dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan HNO3 1 % sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dianalisis kadar kromiumnya pada panjang gelombang 357,9 nm.

Elektrokoagulasi pada Limbah Cair Penyamakan Kulit

Limbah cair penyamakan kulit diencerkan hingga didapatkan sampel dengan kadar kromium sebesar 2.000 ppm digunakan sebagai larutan kerja pada proses elektrokoagulasi dengan elektroda Fe–Fe. Limbah cair penyamakan kulit diambil sebanyak 50 mL kemudian dimasukkan ke dalam bejana elektrokoagulasi. Larutan tersebut diatur pada kondisi pH optimum yaitu pada pH 8 menggunakan NaOH 0,1 M. Proses elektrokoagulasi dilakukan selama 25 menit dengan tegangan sebesar 12 V. Larutan kemudian didiamkan selama satu malam dan disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dianalisis kadar kromium yang tidak teradsorb dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang 357,9 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan penurunan konsentrasi kromium dari larutan limbah sintetis yang dibuat dari padatan Cr(NO3)3·9H2O. Metode yang digunakan yaitu elektrokoagulasi dengan elektroda Fe-Fe. Metode ini memiliki kelebihan yaitu penggunaan bahan kimia yang minimum dalam prosesnya. Parameter yang dioptimasi dalam proses elektrokoagulasi yaitu pH, waktu elektrokoagulasi dan pemberian tegangan digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh terhadap penurunan konsentrasi

(4)

B - 162

kromium dari larutan limbah sintetis. Data yang

diperoleh dari optimasi tersebut nantinya akan digunakan dalam proses elektrokoagulasi limbah cair penyamakan kulit. Penentuan jumlah kromium yang masih terdapat dalam filtrat diukur dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada λ 357,9 nm. Gambar 1 menunjukkan rangkaian alat dan elektroda yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi.

Gambar 1. (a) Elektroda besi, (b) Rangkaian alat elektrokoagulasi

Pengaruh pH Larutan Limbah Sintetis pada Proses Elektrokoagulasi

Metode elektrokoagulasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan elektroda yang sama yaitu pada katoda dan anoda masing–masing menggunakan lempeng besi (Fe). Pada proses elektrokimia, adanya arus listrik pada katoda akan menyebabkan terjadinya reaksi reduksi dan reaksi oksidasi pada anoda. Reaksi oksidasi yang terjadi pada permukaan anoda akan menghasilkan ion Fe2+ yang kemudian berinteraksi dengan ion hidroksi (OH-) yang berasal dari reduksi molekul H2O membentuk koagulan Fe(OH)2 sesuai reaksi dibawah ini

Katoda : 2H2O (l) + 2e- H2(g) + 2(OH)- Anoda : Fe (s) Fe2+(aq) + 2e

-: Fe2+ + 2OH- Fe(OH)2 (s) Pada beberapa penelitian yang menggunakan sampel limbah cair penyamakan kulit sebelumnya terukur konsentrasi logam krom yang beragam yaitu 86,076 mg/L [22](Wardhani dkk., 2012), 544 mg/L, 2600,97

mg/L [10](Kusumawati, 2006) dan 8541 mg/L [16](Priyanto, 2006). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan limbah sintetis kromium dengan konsentrasi 2000 mg/L yang dibuat dari padatan Cr(NO3)3·9H2O.

Studi mengenai optimasi penurunan logam kromium dengan metode elektrokoagulasi dimulai dengan mengamati variasi pH dari limbah sintetis kromium. Optimasi pH limbah sintetis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan kondisi optimal pH dalam proses elektrokoagulasi. Variasi yang digunakan yaitu 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Penelitian ini dilakukan pada rentang pH tersebut karena sebelumnya dilaporkan bahwa Cr(OH)3 akan melarut dengan minimum pada pH antara 7,5– 10 [4](Benefield, 1990), serta digunakan rentang pH 4-6 dan 11-13 yaitu untuk mengetahui pengaruhnya pada kondisi tersebut. Selain itu mengacu pada baku mutu limbah industri penyamakan kulit yang diperbolehkan adalah berada pada rentang pH 6,0–9,0. (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995).

Larutan kerja disiapkan sebanyak 50 mL untuk masing–masing variasi pH. Larutan kerja yang digunakan yaitu larutan limbah sintetis dengan konsentrasi logam kromium 2000 mg/L. Hasil yang didapatkan dari variasi pH pada prosentase penurunan kromium dari limbah sintetis kromium setelah melalui proses elektrokoagulasi ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3:

Gambar 2. Grafik prosentase penurunan kadar kromium terhadap variasi pH

(5)

B - 163

Gambar 3. Perbesaran grafik prosentase

penurunan kadar kromium pada rentang pH 7 - 13

Gambar 2 menunjukkan prosen penurunan yang signifikan mulai terjadi pada pH 6 dan prosen penurunan paling besar terjadi pada pH 8 (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena sedikitnya ion OH- yang terdapat dalam limbah sintetis dengan kondisi pH 4 dan 5 sehingga koagulan yang terbentuk tidak terlalu banyak. Sesuai dengan pernyataan [11]Mukimin (2006) dalam penelitiannya, kenaikan pH akan memudahkan pembentukan ion hidroksi dan proses elektrokoagulasi akan optimum pada pH antara 8-9. Kenneth H. Lanoute dalam jurnalnya juga menyatakan bahwa Cr(OH)3 akan mengendap sempurna pada pH antara 7,5– 8,0, sedangkan menurut Benefield Cr(OH)3 adalah senyawa yang bersifat amfoter dan akan melarut dengan minimum pada pH antara 7,5– 10. Pada pH optimum yaitu pH 8 dapat dilihat prosen penurunan atau efisiensinya mencapai 99,98% dan mulai menurun pada pH 9, sehingga untuk perlakuan variasi selanjutnya digunakan pH 8 dalam proses elektrokoagulasi. Pengaruh Variasi Waktu Elektrokoagulasi Optimasi proses elektrokoagulasi selanjutnya dilakukan dengan mengamati variasi waktu elektrokoagulasi agar dapat diketahui waktu optimum. Selain itu dengan mengetahui waktu optimum tersebut akan diperoleh waktu yang efisien dalam penggunaan energi listrik. Variasi waktu elektrokoagulasi yang digunakan yaitu pada 10; 20; 25; 60 dan 180 menit. Berdasarkan percobaan didapatkan hasil prosentase penurunan kadar kromium dari limbah sintetis yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 4. Grafik prosentase penurunan kromium terhadap variasi waktu

elektrokoagulasi

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa prosentase penurunan kadar kromium sudah terjadi pada proses elektrokoagulasi yang dilakukan selama 10 menit dan terus meningkat hingga 25 menit. Pada menit ke-20 hingga menit ke-25 peningkatan prosentase penurunan cenderung sedikit, hal ini disebabkan karena kemampuan elektroda akan berkurang apabila reaksi antara elektroda dan limbah sintetis telah jenuh seiring berjalannya waktu, sehingga akan mempengaruhi prosentase penurunan kadar kromiumnya.

Penelitian lain yang dilakukan menggunakan elektroda alumunium oleh [6]Christianna dkk., juga menyatakan bahwa adanya lapisan yang menempel pada elektroda dan terjadinya pasivasi pada anoda dapat mencegah arus listrik untuk mengalir ke dalam larutan sehingga ion alumunium yang dihasilkan pada anoda tidak sebesar pada menit sebelumnya. Pada menit 40 sampai 60 terjadi sedikit penurunan pada prosentase penurunan kromium dan selanjutnya cenderung konstan. Hal ini disebabkan karena kromium yang telah diendapkan terlarut kembali sehingga konsentrasi kromium dalam larutan sedikit meningkat. Hasil ini seperti yang dilaporkan oleh [18]Simanjutak dkk. (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan kembali absorbansi mengindikasikan terjadinya destabilisasi flok sehingga polutan yang sebelumnya telah terkoagulasi terlarut kembali ke dalam limbah. Prosentase penurunan

(6)

B - 164

kromium terbesar dalam penelitian ini terjadi

pada waktu elektrokoagulasi 25 menit, sehingga untuk proses selanjutnya dilakukan selama 25 menit.

Pengaruh Variasi Tegangan pada Proses Elektrokoagulasi

Optimasi selanjutnya yaitu digunakan variasi tegangan dalam proses elektrokoagulasi untuk mengetahui tegangan optimum yang diperlukan dan pengaruhnya dalam elektrokoagulasi. Variasi tegangan yang digunakan yaitu 3; 6; 9; 12 dan 15 V, proses elektrokoagulasi dilakukan pada pH 8 dengan waktu optimum. Hasil yang diperoleh dari variasi tegangan terhadap prosentase penurunan kromium dalam limbah sintetis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik prosentase penurunan kromium pada variasi tegangan

Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi tegangan yang digunakan maka prosentase penurunan kadar kromiun juga semakin tinggi dan mencapai optimum pada tegangan 12 V. Pada tegangan 12 V prosentase penurunan kadar kromium sebesar 99,97 % dan mengalami penurunan pada tegangan 15 V yaitu 99,95 %. Tegangan optimum yang diperoleh dalam percobaan ini sama dengan tegangan optimum yang dilaporkan pada penelitian [20]Sunardi (2007) yaitu sebesar 12 V. Tetapi pada penelitian tersebut logam berat yang digunakan sebagai parameter adalah timbal dan kadmium. Kondisi optimum tegangan yang digunakan dalam proses

elektrokoagulasi dari beberapa penelitian juga dilaporkan berbeda-beda bergantung pada jenis limbah dan elektroda yang digunakan. Dalam studi penurunan kromium dengan elektroda Fe yang dilaporkan oleh [22]Wardhani dkk.,(2012) yaitu dengan tegangan sebesar 3 V dapat menyisihkan kromium sebesar 99,19%. Hal ini disebabkan karena kadar kromium awal pada limbah yang digunakan yaitu sebesar 86,076 mg/L. Sedangkan elektrokoagulasi limbah cair industri tahu dengan elektroda Fe–Al optimum pada tegangan 4 V [18](Simanjuntak, 2007). Analisis Konsentrasi Kromium dalam Limbah Cair Penyamakan Kulit

Limbah cair penyamakan kulit yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi ini diambil dari salah satu pabrik di kabupaten Magetan, Jawa Timur. Gambar 7 menujukkan limbah cair penyamakan kulit dan karakteristik dari limbah tersebut disajikan pada Tabel 1.

Gambar 6. Limbah cair penyamakan kulit Tabel 1. Karakteristik limbah penyamakan kulit

Parameter Pengamatan

Wujud Cair

Warna Hijau pekat Bau Berbau menyengat

(asam)

pH 3,63

Kadar kromium total

6052,3 mg/L

Sebelum limbah cair penyamakan kulit dianalisis kadar kromiumnya menggunakan SSA, perlu dilakukan proses destruksi terlebih dahulu karena pada umumnya limbah cair

(7)

B - 165

penyamakan kulit mengandung kromium sulfat,

garam, syntan, bakterisit dan sodium format. Destruksi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode destruksi basah yaitu pemanasan sampel dengan adanya pengoksidasi kuat seperti asam-asam mineral baik tunggal maupun campuran. Jika sampel dimasukkan zat pengoksidasi, kemudian dipanaskan pada temperatur yang cukup tinggi dan dilakukan secara kontinu pada waktu yang cukup lama, maka sampel akan teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan berbagai elemen-elemen pada larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk dianalisis [3](Anderson, 1987). Destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk organik menjadi bentuk logam-logam anorganik dengan cara memutus ikatan antara senyawa organik dengan logam yang akan dianalisis. Kandungan matriks atau ion-ion lain dapat mengganggu proses analisis logam berat dengan spektrofotometer serapan atom [11](Murtini dkk., 2009).

Pada penelitian digunakan 3 mL HNO3 65% sebagai pengoksidasi dan dimasukkan ke dalam cuplikan limbah sampel sebanyak 50 mL. Selanjutnya sampel dipanaskan hingga didapatkan larutan yang jernih. Asam nitrat pekat digunakan dalam proses destruksi karena dalam keadaan panas, asam nitrat merupakan oksidator kuat yang dapat melarutkan kromium dan dapat mencegah pengendapan kromium kembali serta dapat mempercepat proses destruksi [7](Diana dkk., 2002). Senyawa organik seperti syntan (organik) dan sodium format yang ada dalam limbah cair akan menguap menjadi gas H2 dan CO2, sedangkan serpihan–serpihan kulit yang merupakan kompleks kolagen dan kromium akan terurai sehingga tersisa ion kromium. Wujud fisik limbah cair penyamakan kulit setelah didestruksi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Limbah cair penyamakan kulit setelah didestruksi

Limbah yang telah didestruksi berwarna hijau menunjukkan bahwa dalam limbah tersebut banyak mengandung senyawa kromium (III). Hasil analisis konsentrasi larutan limbah dengan 3 kali pengukuran mengandung kromium rata-rata sebesar 6.052,3 mg/L. Sampel limbah cair tersebut merupakan limbah sebelum memasuki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Kadar kromium tersebut sangat jauh diatas baku mutu yang diperbolehkan untuk limbah cair industri penyamakan kulit, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menurunkan kadar kromium dalam limbah cair penyamakan kulit.

Elektrokoagulasi pada Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit

Sampel limbah cair penyamakan kulit yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi merupakan hasil pengenceran dari limbah awal. Cuplikan limbah cair diencerkan hingga didapatkan sampel dengan kadar kromium sebesar 2.000 mg/L. Pengenceran ini dilakukan karena dikhawatirkan terjadi hubungan arus pendek serta untuk membandingkan proses elektrokoagulasi pada limbah sintetis kromium dan limbah cair penyamakan kulit dengan kadar kromium yang sama. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada kondisi optimum yang diperoleh dari optimasi menggunakan limbah sintetis kromium yaitu pada pH 8 dan tegangan sebesar 12 V selama 25 menit. Gambar 8 menunjukkan limbah penyamakan kulit sebelum melalui elektrokoagulasi (diatur pada

(8)

B - 166

pH 8), pada saat proses elektrokoagulasi dan

setelah melalui proses elektrokoagulasi.

Gambar 8. (a) Limbah sebelum dilakukan proses elektrokoagulasi, (b) Limbah saat proses

elektrokoagulasi, (c) Limbah setelah dilakukan proses elektrokoagulasi

Gambar 8(a) menunjukkan limbah dalam keadaan keruh karena terbentuknya Cr(OH)3 pada saaat penambahan NaOH. Pada proses eletrokoagulasi flok Fe(OH)2 yang terbentuk lama-kelamaan akan bertambah besar ukurannya kemudian terjadi proses pengendapan. Flok-flok tersebut juga berfungsi untuk mengadsorp Cr(OH)3 karena memiliki sifat adsorpsi sekaligus mengikat polutan seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka.

Hasil yang didapatkan dari analisis menggunakan SSA menujukkan bahwa antara prosentase penurunan kadar kromium dari limbah sintetis kromium dan limbah cair penyamakan kulit tidak jauh berbeda. Pada limbah sintetis kromium dengan kondisi optimum didapatkan kadar kromium dalam filtrat setelah proses elektrokoagulasi yaitu sebesar 0,5665 mg/L, sedangkan pada limbah cair penyamakan kulit sebesar 0,5580 mg/L, sehingga diperoleh prosentase penurunan yang sama yaitu 99,97%. Kadar kromium dalam filtrat setelah melalui proses elektrokoagulasi ini sudah berada dalam rentang baku mutu limbah cair penyamakan kulit yang diperbolehkan.

Endapan yang diperoleh setelah proses filtrasi berwarna cokelat dan sebagian berwarna kehijauan. Hal ini disebabkan oleh flok Fe(OH)2 (hijau) yang terbentuk serta dapat mengindikasikan adanya kromium(III) yang ikut diendapkan oleh flok Fe(OH)2 tersebut. Sedangkan warna kecokelatan disebabkan terjadinya oksidasi pada Fe(OH)2 oleh udara menjadi Fe(OH)3. Massa endapan yang didapat dari penyaringan limbah penyamakan kulit setelah melalui proses elektrokoagulasi yaitu sebanyak 2,5144 g, sedangkan massa dari anoda yang larut dan massa kromium yang terendapkan berturut-turut sebanyak 0,8176 dan 1,9994 g. Massa endapan yang diperoleh berbeda dari jumlah massa anoda yang larut dan kromium yang terendapkan, hal ini disebabkan karena pada saat penyaringan masih terdapat sisa-sisa endapan yang tertinggal pada wadah sehingga mengurangi massa dari endapan yang diperoleh.

Gambar 9. Endapan yang diperoleh setelah proses elektrokoagulasi

a) b)

(9)

B - 167

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kondisi optimum pada limbah sintetis kromium dengan konsentrasi 2.000 ppm yaitu pada pH 8, waktu elektrokoagulasi 25 menit dan tegangan sebesar 12 V dengan prosentase penurunan kadar kromium 99,97%.

2. Prosentase penurunan kadar kromium pada limbah cair penyamakan kulit mencapai 99,97%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alloy, A. dan Fulliermed B., 1976. Protein Recovery from Lime Pelt Centre Technique du Cuir. 181. Anenue Jean-Jaures-69007 Lyon. Franche.

2. Al-Anbari, Albaidani J., Alfatlawati S.M. dan Al-Hamdani T.A., 2008. Removal of Heavy Metals from Industrial Water using electrocoagulation Technique.Twelft International Water Technology Conference. 3. Anderson, R., 1987. Sample Pretreatment

and Separation. New York: John Willey &

Sons.

4. Benefield L.D., Borro L.W., Joseph F.J., 1990. Process Chemistry for Water and

Wastewater Treatment. New Jersey. Prentice

Hall.

5. Cavaco, S. A., Fernandes, S., Quina, M. M. dan Ferreira, L. M., 2007. Removal of Chromium from Electroplating Industry Effluents by Ion Exchange Resins.J.

Hazard. Mater. 144, 634–638.

6. Christianna, R., Samudro G. dan Handayani D. S., 2013. Studi Penurunan Konsentrasi

Kromium dan Seng dalam Limbah Cair Elektroplating Artificial dengan Metoda Elektrokoagulasi. Program Studi Teknik

Lingkungan, UNDIP. Semarang

7. Diana, W., Farobie, O. S. M. dan Wawensyah, J. A., 2002. Perbandingan

Metode Destruksi Kering dan Basah untuk Penetapan Logam Besi dan Zink pada Tepung Terigu. Departemen Kimia, IPB,

Bogor

8. Dimoglo, A., Akubulut, H.Y., Cihan, F. Dan Karpuzcu, M., 2004. Petrochemical Wastewater Treatment by Means of clean Electrochemical Technologies. Clean Techn Environ Policy 6. 288-295

9. Esmaeili, A., Meshdaghi, N.A. dan Vajrinejad, R., 2005. Chromium (III) removal and recovery from tannery leather wastewater by precipitation process. Am J

Appl Sci 2:1471-1473.

10. Kusumawati, T., 2006. Jerapan Kromium

Limbah Penyamakan Kulit oleh Zeolit Cikembar dengan Metode Lapik Tetap.

Skripsi Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

11. Mukimin, A., 2006. Pengolahan Limbah

Industri Berbasis Logam dengan Teknologi Elektrokoagulasi Flotasi. Tesis. Program

Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro: Semarang.

12. Murtini, Hastuti R., dan Gunawan, 2009. Efek Destruksi Terhadap Penentuan Kadar Cu(II) dalam Air Sumur, Air Laut dan Air Limbah Pelapisan Krom Menggunakan AAS.Jurnal Riset Murty. FMIPA UNDIP: Semarang.

13. Ni’am M. F., Othman F., Sohaili J. dan Fauzia Z., 2007. Removal of COD and Turbidity to Improve Wastewater Quality using Electrocoagulaion Technique.The

Malaysian Journal of Analytical Science,

11(1).198-205.

14. Ponselvan, F. I. A., Kumar, M., Malviya, J.R., Srivastava,V.C. dan Mall, I.D., 2008. Electrocoagulation Studies on Treatment of Biodigester Effluent using Alluminium

(10)

B - 168

Electrodes. Water Air Soil Pollut, 199.

371-379

15. Potter, C., Soeparwadi, M. dan Gani, A., 1994. Limbah Ragam Industri di Indonesia, Sumber, Pengendalian, dan Baku Mutu. Jakarta: EMDI-Bapedal.

16. Priyanto, B., 2006. Uji toksisitas Air

Limbah Penyamakan Kulit Menggunakan

Metode Penghambatan Pertumbuhan

Lenma sp. J. Tek. Ling. Vol.7. Hal.

212-218. Jakarta.

17. Sharphause, J. H., 1971. Leather Technicians Hand Book, 9 ed, 83-90. Vernon Lock Ltd. London.

18. Simanjuntak, W., Suka, I. G., dan Ramdhani, R., 2007. Pengaruh Variabel Dasar Elektrokimia Terhadap Elektrokoagulasi Limbah Cair Industri Tahu. J. Sains MIPA. Vol. 13, No. 2, Hal.: 89-94. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

19. Suma’mur, 1996. Hygiene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta.

20. Sunardi, 2007. Pengaruh Tegangan Listrik

dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil

Pengolahan Limbah Cair yang

Mengandung Logam Pb, Cd dan TSS

Menggunakan Alat Elektrokoagulasi.

Seminar Nasional III. SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta

21. Wahyuningtyas, N., 2001. Pengolahan

Limbah Cair Khromium Dari Proses Penyamakan Kulit Menggunakan Senyawa Alkali Natrium Karbonat (Na2CO3). STTL. Yogyakarta.

22. Wardhani, E., Dirgawati M. dan Valyana K.P., 2012. Penerapan Metode Elektrokoagulasi dalam Pengolahan Air

Limbah Industri Penyamakan Kulit.

Jurusan Teknik Lingkungan, Itenas. Bandung.

23. Yulianto, A., Hakim L., Purwaningsih, I. dan Pravitasari V.A., 2009. Pengolahan

Limbah Cair Industri Batik pada Skala

Laboratrium dengan Menggunakan

Elektrokoagulasi. Jurnal Teknik

Gambar

Gambar 1. (a) Elektroda besi, (b) Rangkaian  alat elektrokoagulasi
Gambar 2 menunjukkan prosen penurunan  yang  signifikan  mulai  terjadi  pada  pH  6  dan  prosen  penurunan  paling  besar  terjadi  pada  pH  8  (Gambar  3)
Grafik  pada  Gambar  5  menunjukkan  bahwa semakin tinggi tegangan yang digunakan  maka prosentase penurunan kadar kromiun juga  semakin  tinggi  dan  mencapai  optimum  pada  tegangan 12 V
Gambar 7. Limbah cair penyamakan kulit  setelah didestruksi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian remisi terhadap narapidana korupsi harus bisa diajalankan, mengingat hal tersebut merupaan hak seorang narapidana yang sudah menjalani dan mempertanggung

Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan tentang data altivitas guru, aktivitas siswa yang menunjukan adanya peningkatan pada setiap pertemuan,

mempengaruhi kinerja seorang guru antara lain: 1) Sikap mental berupa motivasi, disiplin dan etika kerja; 2) Tingkat pendidikan; 3) Manajemen atau gaya kepemimpinan

Dehydrator ini dalam kondisi normal operasinya menggunakan mode 3 tower dengan siklus Lead, Guard dan Regeneration yang diatur dengan Program Cycle Controller yang

LKIP DINAS PARIWISATA, KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA TAHUN 2016 16 9 Meningkatkan Kualitas Menejemen Pemerintah Daerah Penyediaan Bahan Bacaan dan Peraturan Perundang-

Susi Verawaty S.: Delik Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak Ditinjau Dari Aspek Kriminologi (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan No... Susi Verawaty S.: Delik Kesusilaan

Setelah mengikuti kuliah dengan pokok bahasan Perakitan Dan Penyimpanan Matriks Kekakuan, mahasiswa akan dapat menunjukkan sistem penomoran, korespondensi, perakitan