• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA JENIS IKAN DEMERSAL DI PASAR TRADISIONAL BILATO KABUPATEN GORONTALO JURNAL OLEH FRANGKI DATUELA NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA JENIS IKAN DEMERSAL DI PASAR TRADISIONAL BILATO KABUPATEN GORONTALO JURNAL OLEH FRANGKI DATUELA NIM."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA JENIS IKAN DEMERSAL DI PASAR TRADISIONAL BILATO

KABUPATEN GORONTALO

JURNAL

OLEH

FRANGKI DATUELA NIM. 632 408 026

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS ILMU PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2015

(2)
(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kandungan merkuri (Hg) pada beberapa jenis ikan demersal di pasar tradisional Bilato, Kabupaten Gorontalo. Pengambilan sampel ikan Ekor Kuning (Caesionidae), ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) dan ikan kerapu (Epinephelus sp) dilakukan di pasar tradisional Bilato Kabupaten Gorontalo. Ananlisis sampel kandungan merkuri (Hg) pada ikan tersebut dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Propinsi Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis data hasil penelitian adalah metode deskritif. Hasil penelitian tentang kandungan merkuri (Hg) pada beberapa jenis ikan demersal di pasar tradisional Bilato, Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa kandungan merkuri pada ikan ekor kuning sebanyak 0,28 mg/kg, ikan kakap merah 0,27 mg/kg, kerapu 0,25 mg/kg, dan pasir sebagai kontrol sebanyak 0,30 mg/kg. Kandungan merkuri (Hg) pada ketiga jenis ikan demersal yang dijual di pasar tradisional Bilato, Kabupaten Gorontalo masih di bawah ambang batas SNI NO 01-2729.1-2006 yaitu 0,5 mg/kg.

(4)

1. PENDAHULUAN

Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, sertamudah menguap (Widowati etal., 2008). Hg banyak digunakan dalam proses industri, karena banyak manfaatnya antara lain, dalam industri pertanian, industri baterai, industri kertas dan kegiatan pertambangan secara tradisional. Pada penambangan tradisional menggunakan proses amalgamasi yaitu menggunakan merkuri (Hg) sebagai media untuk menangkap emas. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan limbah yang jika tidak dikeloloa dengan baik akan berpotensi merusak lingkungan baik udara, tanah dan perairan.

Limbah yang menggandung senyawa merkuri (Hg) dalam perairan akan dirombak mikroorganisme menjadi senyawa merkuri (Hg) organik seperti metil merkuri. Metil merkuri yang berada diperairan masuk kedalam tubuh fitoplankton dan termakan oleh ikan-ikan herbivora, dan dalam sistem rantai makanan sampai pada manusia sebagai konsumen tertinggi dalam piramid makanan. Proses tersebut jika berlangsung intensif akan terjadi bioakumulasi dalam tubuh ikan sehingga kesehatan dapat terganggu (Sulistyorini dan Hikmawati, 2006).

Sebagai salah satu zat pencemar, merkuri (Hg) bersifat neutrotoksin dan masuk ke ekosistem akuatik melalui deposisi atmosferik maupun bersumber dari eksternalisasi limbah industri (Gocfeld, M. 2003 dalam WHO, 2008). Pada lingkungan akuatik, merkuri (Hg) berbentuk anorganik maupun organik. Merkuri (Hg) anorganik dapat dimetilasi oleh bakteri membentuk senyawa organo merkuri yang mempunyai toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan merkuri (Hg)

(5)

anorganik. Senyawa merkuri (Hg) mempunyai afinitas lipid sehingga lebih mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme dibandingkan senyawa logam berat lainnya (Ravichandran, 2004)

Senyawa merkuri dalam bentuk organik maupun anorganik sangat bersifat toksit jika masuk dalam tubuh manusia, melihat beberapa kasus keracunan yang terjadi akibat terpapar senyawa merkuri (Hg). Salah satu contoh kasus keracunan senyawa merkuri yang terjadi di Jepang yakni di kenal dengan kasus Minamata. Akibatnya banyak orang meninggal dikarenakan mengonsumsi ikan-ikan yang terpapar senyawa merkuri (Hg). Senyawa merkuri (Hg) tersebut berasal dari industri plastik dimana limbahnya dibuang ke laut (Palar, 2008).

Menurut Simangel et al. (2010) eksploitasi bahan mineral seperti emas menggunakanbahan merkuri dapat menimbulkan dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat yang ada disekitarnya. Proses penambangan dan ekstraksi mineral emas menggunakan merkuri dapat merusak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Merkuritersebut akan menjadi limbah bersama dengan lumpur dan apabila dibuang di sungai akan bermuara di laut dan mencemari ekosistem terumbu karang yang berdampak pada menurunnya keanekaragaman dan kekayaan sumberdaya hayati atau biota yang hidup disekitar kawasan tersebut termasuk ikan.

Kontaminasi logam berat merkuri (Hg) pada terumbu karang dapat terjadi karena adanya sedimen dari sungai yang mengandung logam berat merkuri (Hg). Habitat tempat hidup ikan demersal yang cenderung hidup di pesisir pantai dapat

(6)

terkena dampak cemaran merkuri tersebut sehingga bisa mengancam kehidupannya. Pengaruh polusi logam berat ini bahkan dapat menyebabkan kematian dan punahnya suatu spesies ikan demersal (Suhandi dan Sabanto, 2005).

Di Kecamatan Bilato Kabupaten Gorontalo terdapat aktivitas pertambangan emas yang berlangsung sejak berlangsung intensif sejak tahun 2001. Dalam pengolahan emas, penambang menggunakan bahan merkuri (Hg) sebagai media untuk menangkap emas. Penggunaan merkuri tersebut berlangsung secara terus menerus selama aktivitas pertambangan dilakukan. Limbah dari pengolahan yang mengandung merkuri tersebut dibuang langsung di sungai oleh para penambang. Hal tersebut tentunya dapat memberikan dampak negatif bagiekosistem perairan di Kecamatan Bilato baik itu di sungai maupun di perairan laut. Konsentrasi merkuri yang dibuang bersama limbah secara terus dapat meningkat tentunya dan dapat mencemari peairan laut dan ikan demersal yang terdapat pada perairan laut di Kecamatan Bilato. Produksi perikanan Kabupaten Gorontalo di dominasi oleh perikanan tangkap yang ada di pesisir pantai.

Kabupaten Gorontalo yang berbatasan dengan Teluk Tomini adalah salah satu penghasil ikan yang cukup besar karena memiliki wilayah kelautan yang cukup luas. Dengan panjang garis pantai sekitar 80 km dari panjang pantai Provinsi Gorontalo, memiliki karakteristik sebagian besarnya adalah pantai berbatu/berpasir dan luas ZEE mencapai kira-kira 587,6 km2yang membentang di 3 Kecamatan dan 21 desa pesisir.Produksi perikanan Kabupaten Gorontalo di dominasi oleh perikanan tangkap dan sebagian kecil perikanan tangkap ikan demersal (2.400 ha) dan kolam air tawar

(7)

(potensi sekitar 580 ha).Kabupaten Gorontalo juga memiliki potensi ekosistem pesisir yang terdiri dari ekosistem terumbu karang sekitar 72 ha, ekosistem estuaria sekitar 12,4 ha dan ekosistem lamun sekitar 87,7 ha. (Dinas Perikanan dan Kelautan 2014).

Sehubungan dengan permasalahan yang dikemukakan tentang kandunga merkuri yang mengakibat pencemaran biota dan ekosistem peairan laut, maka diambil tiga jenis ikan demersal diantaranya ikan ekor kuning (Caesionidae), ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) dan ikan kerapu (Epinephelus), karena tiga jenis ikan tersebut lebih banyak yang terdapat pada pasar dan hasil tangkap dibandingkan ikan demersal lainnya,maka dilakukan penelitian tentang analisis kandungan merkuri (Hg) jenis ikan demersal di pasar tradisional Bilato Kabupaten Gorontalo.

(8)

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Pengambilan ikan ekor kuning (Caesionidae), ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) dan ikan kerapu (Epinephelus sp.) dilakukan di pasar tradisional Bilato Kecamatan Bilato Kabupaten Gorontalo. Analisis sampel kandungan merkuri (Hg) pada ikan tersebut dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Propinsi Gorontalo.

Alat-alat yang digunakan untuk proses pengujian merkuri (Hg) dan uji kadar air adalah: Alminium foil, beaker gelas (ml), homogenizer, corong plastik, desikator, gelas ukur (ml) ± 0,000 1 g, mantle hating, seperangkat alat spektrofometer ASS (Anatomic Absorption Spectrophotometer).

Bahan baku yang digunakan dalam penilitian ini adalah ikan ekor kuning (Caesionidae), ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) dan ikan kerapu (Epinephelus sp.) dari pasar Bilato, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo.

Bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan pengujian merkuri (Hg) adalah asam nitrat (HNO3), asan sulfat (H2SO4), hydrogen peroksida (H2O2),

(9)

2.1 Prosedur Penelitian

2.2 Prosedur Pengujian SNI NO 01-2354.6-2006 2.2.1 Preparasi sampel

Preparasi sampel adalah tahap awal dalam pengujian Hg dimana sampel dibersihkan dari sisik dan dicuci bersih. Hal tersebutbertujuan untuk mempermudah dalam pengambilan daging. Sampel yang diambil adalah pada punggung dan ekor, karena pada bagian tersebut adalah bagian pengakumulasi merkuri (Hg) selain pada organ hati dan ginjal, selanjutnya daging sampel

Pengambilan Sampel (Pasar Bilato) Pedagang I Ekor Kuning Pedagang II Kakap Merah Pedagang III Kerapu Uji Merkuri (Hg) (Metode AAS) Hasil (Analisis Deskriptif) LLPPMHP

(10)

dihomogenasi dan ditempatkan dalam cawan petri untuk mempermudah tahap selanjutnya.

2.2.2 Pengeringan sampel

Pengeringan sampel berfungsi untuk menghilangkan kadar air bebas yang terkandung dalam daging ikan. Proses pengeringan menggunakan metode oven. Sampel yang sudah dipreparasi dimasukan kedalam cawan petri, diratakan dan ditutup dengan aluminium foil setengah dari seluruh permukaan cawan. Hal tersebut berfungsi untuk mengurangi kontaminasi. Selanjutnya sampel dikeringankan dalam oven selama 18 jam pada suhu 103°C ± 1°C. Sebelumnya cawan petri yang digunakan sudah dipanaskan dalam oven dengan suhu 103°C ± 1°C selama 2 jam. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan mensterililsasikan alat. Setelah kering dan steril cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Selanjutnya cawan petri di timbang sebagai berat A, cawan petri yang sudah berisi sampel ditimbang sebagai berat B, dan cawan petri dan sampel kering ditimbang sebagai berat C. Kemudian dihitung kadar air dengan rumus:

Keterangan:

A = Cawan Petri Kosong

B = Cawan Petri Berisi Sampel Basah C = Cawan Petri Berisi Sampel Kering

Kadar Air (%) = B−C

(11)

Selanjutnya presentasi kadar air dihitung untuk mengetahui berat basah sampel dengan rumus:

Keterangan:

Ww = Berat Sampel Basah Wd = Berat Sampel Kering

Di mana Ww adalah berat sampel basah (g), dan Wd adalah berat sampel kering (g). Selanjutnya sampel kering dihaluskan dan ditempatkan dalam wadah tertutup.

2.2.3 Tahap Digesti

Setelah proses pengeringan dan penghalusan sampel, dilanjutkan dengan proses digesti. Digesti adalah proses perombakan jaringan daging ikan dengan menggunakan senyawa asam (H2SO4 dan HNO3) dan suhu tinggi. Tahap awal

dalam proses digesti adalah Labu alas bulat 250 ml dikeringan dalam oven pada suhu 103°C ± 1°C selama 2 jam hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan mensterilisasikan alat.

Selanjutnya labu alas bulat didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel halus dimasukan dalam labu alas bulat, kemudian ditambahkan vanadium pentaoksida (V2O5) yang berfungsi untuk katalisator dalam proses digesti.

Ditambah tiga buah batu didih yang berfungsi untuk meredam buih yang besar pada saat proses pemanasan. Selanjutnya berturut-turut ditambah asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang berfungsi untuk merombak jaringan daging

Ww = Wd x 100 %

(12)

ikan. Selanjutnya dilakukan tahap pemanasan. Pemanasan dilakukan 2 tahap karenauntuk mencegah tumpahan yang besar. Suhu pada tahap pertama 30ºC selama 6 menit dan suhu pada tahap kedua 80ºC selama 10 menit, selama proses pemanasan berlangsung sampel akan berwarna cokelat kekuningan. Hal tersebut terjadi karena asam nitrat telah melepaskan ion nitritnya, semakin bening larutan cokelat kekuningan maka menandakan proses digesti berlangsung baik, selanjutnya sampel didinginkan. Setelah dingin larutan ditambah dua tetes hidrogen peroksida (H2O2) 30% untuk menstabilkan larutan yang telahterbentuk pada

proses digesti. Kemudian ditambah 15 ml aquades untuk membilas dinding pendingin yang terpapar larutan pada saat proses digesti. Selanjutnya larutandisaring menggunakan kertas saring whatman kedalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan aquades.

2.2.4 Pembuatan Larutan Standar dan Blanko

Setelah proses digesti, selanjutnya dilakukan pembuatan larutan standar. Larutan standar adalah patokan dalam pembacaan absorban merkuri (Hg) sampel. Larutan standar merkuri dibuat berdasarkan prinsip pengenceran dimana larutan standar primer 1000 mg/l diencerkan dengan menggunakan larutan H2SO4 dan

HNO3 20%, penggunaan larutan tersebut karena H2SO4 dan HNO3 dapat mengikat

merkuri. Proses pengeceran H2SO4 dan HNO3 20% yaitu dengan cara memipet

masing-masing 10 ml H2SO4 dan HNO3 dimasukkan dalam labu takar 100 ml.Rumus

(13)

Keterangan:

V1 = Jumlah Volume Larutan Awal V2 = Jumlah Volume Akhir

N1 = Konsentrasi Larutan Awal N2 = Kosentrasi Larutan Akhir

Dimana V1 adalah jumlah volume larutan yang diambil dari larutan awal, N1 adalah konsentrasi larutan awal, V2 adalah jumlah volume akhir (ml) setelah diencerkan dan N2 adalah konsentrasi larutan yang diinginkan. Berikut proses pembuatan larutan standar:

Larutan standar primer Hg 1000 mg/l dipersiapkan, kemudian dipipet sebanyak 10 ml, lalu dimasukan kedalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan HNO3. H2SO4 20% sampai 100 ml sehingga diperoleh larutan

standar sekunder pertama (i) dengan konsentrasi 100 mg/l. Larutan (i) dipipet sebanyak 1 ml, kemudian dimasukan kedalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan HNO3. H2SO4 20% sampai 100 ml sehingga diperoleh larutan

standar sekunder kedua (ii) dengan konsentrasi 1 mg/l. Larutan (ii) dipipet sebanyak 10 ml, kemudian dimasukan kedalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan HNO3. H2SO4 20% sampai 100 ml sehingga diperoleh

larutan standar sekunder ketiga (iii) dengan konsentrasi 0,1 mg/l. Larutan (ii) dipipet sebanyak 5 ml, 10 ml, 20 ml dan dimasukan ke dalam 3 buah labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan HNO3. H2SO4 20% sampai 100 ml sehingga

(14)

diperoleh larutan standar kerja dengan konsentrasi 0,005 mg/l, 0,01 mg/l, 0,02 mg/l. Larutan standar kerja kemudian dibaca pada alat AAS.

2.2.5 Pembacaan pada AAS

Dalam pembacaan pada AAS, larutan sampel, standar dan blanko disiapkan.Tahap awal dalam proses pembacaan adalah perangkat AAS dihidupkan, diatur posisi optimum untuk pengujian merkuri(Hg) dengan mengatur posisi lampu katoda merkuri(Hg) dan kedudukan sel absorbandan panjang gelombang untuk uji merkuri (Hg). Selanjutnya larutan standar dihubungkan dengan selang kecil yang bermuara pada sebuah tabung didalam sistem AAS, kemudian reduktor (SnCl2)

dialirkan kedalam tabung tersebut. Reduktor tersebut yang memodifikasi larutan standar sehingga terbentuk kabut uap merkuri. Kabut uap merkuri akan didorong oleh campuran gas argon menuju ke sel absorban, didalam sel absorban, uap merkuri (Hg) akan menyerap sinar dari lampu katoda merkuri (Hg) pada panjang gelombang 253,7 nm. Besarnya absorban yang diserap akan langsung dibaca pada layar monitor. Setelah larutan standar kerja dibaca, maka akan terbenruk kurva standar absorban (Y) konsentrasi Hg (ug/l) (X), sehingga terbentuk kurva linier seperti terlihat pada lampiran hasil pembacaan AAS. Selanjutnya pembacaan blanko dan sampel seperti tahap pada pembacaan larutan standar, secara rinci tahap pembacaan pada AAS.

Berdasarkan pembacaan di AAS maka, konsentrasi Hg dihitung dengan rumus:

(15)

Keterangan:

D = Konsetrasi Sampel dari AAS E = Kadar Blanko Dari AAS V = Volume Akhir Larutan Sampel Fp = Faktor Pengenceran

Ww = Berat Basah Sampel

Dimana D adalah konsetrasi sampel ug/l dari hasil pembacaan AAS, E adalah kadar blanko sampel ug/l dari hasil perbacaan AAS, V adalah volume akhir larutan sampel yang disiapkan (ml), Fp adalah faktor pengenceren, Ww: adalah berat basah sampel (g).

Kadar Hg ug/g = (D-E) x Fp x V (ml) x 1/1000 ml Ww

(16)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Kandungan Merkuri pada ikan Ekor kuning (Caesionidae), Kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) dan ikan Kerapu (Epinephelus sp).

Penelitian kandungan merkuri (Hg) ini dilakukan pada tiga jenis ikan demersal yaitu ikan ekor kuning, kakap merah, kerapu yang dijual di pasar tradisional Bilato Kecamatan Bilato Kabupaten Gorontalo dari tiga pedagang yang berbeda sesuai hasil analisis, jumlah rata-rata cemaran merkuri (Hg) pada ketiga jenis ikan tersebut dapat dilihat pada Gambar.

Berdasarkan histogram pada Gambar. dapat diketahui bahwa kandungan merkuri (Hg) pada tiga jenis ikan demersal yang diuji yaitu ikan ekor kuning sebanyak 0,28 mg/kg, ini sebabkan karena ikan tersebut merupakan ikan perenang cepat. Ikan sering ditemukan di luar karang, makanannya adalah zooplankton. Ikan kakap merah 0,27 mg/kg, ikan ini termasuk golongan karnivora bisa memakan ikan

0,30 0,28 0,27 0,25 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27 0,28 0,29 0,30 0,31

Kontrol Ekor Kuning Kakap Merah Kerapu

M er k u ri (H g) Sampel Kandungan Merkuri (Hg)

(17)

kembung, cumi-cumi, dan ikan berukuran lebih kecil. Cara makan ikan kakap merah dengan menyerap mangsa dari balik karang dan makanan ikan kakap merah adalah jenis kepiting, udang dan jenis-jenis kurtacea, dan ikan kerapu mengandung merkuri (Hg) 0,25 mg/kg, ikan kerapu hidup diberbagai habitat tergantung dari jenisnya, ada yang di daerah karang, berlumpu berpasir ataupu daerah yang memiliki dasar perairan campuran antara patahan karang dan pasir. Ikan kerapu dikenal sebagai ikan predator pemangsa ikan-ikan kecil, plankton hewani, udang-udangan, invertebrata dan hewan-hewan kecil lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa cemaran kandungan merkuri (Hg) pada ikan ekor kuning, kakap merah dan kerapu yang ada di perairan laut Kecamatan Bilato masih memenuhi syarat mutu dan keamanan pangan SNI 2729.1-2006. Batasan cemaran merkuri (Hg) untuk bahan pangan sesuai SNI 01-2729.1-2006 adalah maksimal 0,5 mg/kg.

Hasil analisis kandungan merkuri (Hg) pada ikan demersal yang berasal dari perairan laut Kecamatan Bilato masih di bawah nilai ambang batas. Hal ini sesuai dengan peryataan Ratmini (2005), sumber merkuri (Hg) diperkirakan 80% disebabkan oleh aktivitas manusia, elemen merkuri dilepaskan ke udara terutama hasil pembakaran bensin, 15% dilepaskan ke dalam tanah akibat pemupukan dan fungsida, sampah baterai, thermometer dan skalar listrik, dan 5% adalah terlepas dari limbah industri kedalam lingkungan air. Lebih lanjut Darmono (2001) dalam Arifin et al. (2012) menyatakan bahwa logam berat masuk ke dalam tubuh organisme laut sebagian besar melalui rantai makanan dimana fitoplankton merupakanawal dari rantai makanan yang akan dimangsa oleh zooplankton. Zooplankton dimangsa oleh

(18)

ikan-ikankecil, ikan kecil dimangsa oleh ikan-ikan besar dan akhirnya ikan dikonsumsi oleh manusia. Proses ini berlangsung secara terus-menerus maka jumlah dari logam yang terkonsumsi juga semakin banyak dan termasuk terakumulasi dalam tubuh manusia.

Hasil analisis kandungan merkuri (Hg) pada sampel pendukung yaitu pasir yang diambil dari muara sungai di Kecamatan Bilato terdeteksi adanya kandungan merkuri (Hg) yang lebih tinggi dibanding dengan kandungan merkuri pada sampel ikan demersal yang diuji. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah rata-rata kadar merkuri (Hg) pada sampel pasir adalah 0,30. Batas alamiah kandungan merkuri sesuai dengan rekomendasi Turekian dan Wedepohl (1961) dalam Sofarini (2010) pada sedimen pasir adalah maksimal 0,4 mg/kg. Sesuai dengan batasan tersebut, kandungan logam berat berupa merkuri (Hg) pada pasir di muara sungai Kecamatan Bilato berada di bawah batas alamiah tersebut. Hal tersebut belum menunjukkan adanya bahaya. Jumlah kandungan merkuri (Hg) pada pasir dari muara sungai Kecamatan Bilato tersebut menurut asumsi penulis masih akan terus meningkat jika aktivitas pertambangan emas dengan menggunakan merkuri di Kecamatan Bilato terus dilakukan. Hal tersebut dapat berdampak pada ikan yang hidup di perairan laut kecamatan bilato dikarenakan merkuri berat dibandingkan air dan akan tertahan oleh pasir sehingga terjadi akumulasi pada air dan habita tersebut, Ancaman ini juga bahkan dapat berdampak pada ikan yang hidup di perairan laut Kecamatan Bilato.

(19)

IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan

Hasil penelitian tentang kandungan merkuri (Hg) pada beberapa jenis ikan Demersal di Pasar Tradisional Bilato Kecamatan Bilato Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa kandungan merkuri(Hg) pada ikan ekor kuning sebanyak0,28 mg/kg, ikan kakap merah 0,27 mg/kg,kerapu 0,25 mg/kg, dan pasir sebagai kontrol sebanyak 0,30 mg/kg. Sesuai data tersebut, maka kandungan merkuri (Hg) pada ketiga jenis ikan demersal yang dijual di pasar tradisional Bilato, Kabupaten Gorontalo sudah tercemar dan terkontaminasi oleh cemaran merkuri (Hg), dan cemaran merkuri (Hg) tersebut masih di bawah ambang batas SNI 01-2729.1-2006 yaitu 0,5

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat dikemukakan antara lain: 1. Perlu dilakukan proses daur ulang merkuri pada pengolahan tambang emas

untuk mencegah cemaran lingkungan di perairan laut Kecamatan Bilato. 2. Sebaiknya diadakan penelitian lanjutan tentang cara atau metode untuk

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin,B., Deswati, dan Loekman, U. 2012. Analisis Kandungan Logam Cd, Cu, Cr dan PbDalam Air Laut Di Sekitar PerairanBungus Teluk Kabung Kota Padang. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9 (2): 139-145.

Badan Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2354.6-2006 tentang Cara Uji Kimia-bagian 6: Penetuan Kadar Logam Berat Merkuri (Hg) pada Produk Perikanan. BSN. Jakarta.

Badan Standar Nasional. 2006. SNI 01-2729.2-2006 tentang Ikan Segar Bagian 2: Persyaratan Mutu Bahan Baku. BSN. Jakarta.

Gocfeld, M. 2003. Cases of Merkuri (Hg) exposure, bioavaila bility, and absorption. Ecotoxicologi and Environmental safly 56, 174-179.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Ravichandran, M. 2004. Interactions between mercury and dissolved organic

matter-a review. Chemosphere 55, 319-331.

Simange1, S.M., Simbolon, D. dan Jusadi. D. 2010. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (Cn) Pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Di Teluk Kao, Halmahera Utara. Jurnal (Tidak dipublikasikan).

Sofarini, D., Rahman, A., dan Ridwan, I. 2010. Studi Analisis Pengujian Logam Berat pada Badan Air, Biota dan Sedimen di Perairan Muara DAS Barito. Jurnal Bumi Lestari 10 (1), Hal: 28-37.

Sulistyorini, L. dan Hikmawati, A. 2006. Perubahan Kadar Merkuri (Hg) pada Ikan Tongkol (Euthnnus sp) dengan Perlakuan Perendaman Larutan Jeruk Nipis dan Pemasakan. Jurnal kesehatan lingkungan, Vol 3. No 1: 67-76. Product at www. solid PDF.com.

WHO. 2008. Guidance for indentifying populations at risk from mercury

exposure.Issued by UNEP DTIE chemicals Branch and WHO Department of Food Safely, Zoonoses and Foodborne Diseases. Geneva. Switzeland.

Widowati, W. Sastiono, A. dan J, Raymond. 2008. Efek Toksit Logam. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pada konsep ini, arsitektur aplikasi dibuat menjadi tiga lapis yaitu lapisan Model yang menangani data, lapisan View yang menangani antarmuka pengguna, dan lapisan

Gambaran ekonomi kecil banyak terjadi pada masyarakat sekitar kita khususnya juga terjadi pada beberapa Kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT) di Kelurahan Bunulrejo,

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung peran audit internal terhadap efektivitas manajemen risiko dengan kompetensi account officer

Penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan dengan harapan bahwa masing-masing anggota organisasi dapat memperhatikan lingkungan sekitar ketika akan melakukan politik

Novi : “setelah mempelajari IPA terutama materi hubungan sumber daya alam, lingkungan, teknologi, dan masyarakat dengan menggunakan model pembelajaran GI kita jadi

Prestasi belajar selalu menjadi aspek utama yang menjadi indikator keberhasilan mahasiswa selama melakukan studinya di perguruan tinggi. Untuk mendapatkan hasil belajar

DAFTAR PUSTAKA .... DAFTAR

66 PANTI ASUHAN SITI BALQIS WENI KARTIKA SARI, S.Sos 1 PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA. 67 YAYASAN DHARMA WAHYU INSANI AGUNG ADI DHARMA 1 PELAYANAN REHABILITASI BAGI