• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan : mulai dari sumber air, penyedia kayu, tempat tumbuh flora dan juga fauna. Oleh karena itu hutan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan oleh manusia demi kelangsungan hidupnya.

Hutan Kemasyarakatan menurut Departemen Kehutanan (1996) adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi hutan.

Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada dasarnya merupakan program yang digagas pemerintah untuk memberikan akses yang lebih kepada masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan. Hal ini demi terwujudnya suatu kondisi masyarakat sekitar hutan yang semakin sejahtera kehidupannya dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi hutan. Kesejahteraan masyarakat lokal dan kelestarian hutan merupakan dua hal yang integral dan saling melengkapi. Dengan kata lain, hutan tidak akan lestari apabila masyarakat sekitar hutan tidak diberi akses yang lebih luas secara nyata, baik de yure maupun de facto dalam pengelolaan sumberdaya hutan (Suryanto, 1996).

(2)

Hutan Negara yang semula dibangun pada lahan kritis dan lahan yang mengalami kerusakan cukup parah akibat illegal logging dan deforestasi.Sebagai contoh di Gunungkidul, kasus illegal logging dan deforestasi ini diakibatkan oleh banyak faktor. Hal ini dimungkinkan karena faktor kesalahan terhadap sistem pengelolaan, kurangnya dana dan SDM yang mengelola, krisis moneter telah memaksa masyarakat untuk “masuk” hutan Negara, ketidak mampuan yang berwenang menyeimbangkan antara logging dan pemulihan sumberdaya hutan (Sepsiaji dan Fuadi, 2004).

Salah satu masalah lingkungan yang semakin dirasakan penduduk di Pulau Jawa ini adalah semakin menurunnya kelestarian hutan. Dari banyak laporan dapat diketahui prosentase luas hutan saat ini pada berbagai Daerah Aliran Sungai di Jawa rata-rata kurang dari 20 Ha (Dudi, 2004). Kegiatan penebangan liar yang semakin meluas dan penyerobotan kawasan hutan yang semakin tidak terkendali menyebabkan hutan yang ada mengalami kerusakan dan berkembang menjadi lahan yang tidak produktif. Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya berbagai bencana alam berupa banjir dan tanah longsor pada waktu musim hujan khususnya pada lintasan bergunung yang keseimbangan ekosistemnya terganggu.

Sementara pada waktu musim kemarau kekeringan yang melanda berbagai daerah di Pulau Jawa sangat dirasakan dampaknya bagi kehidupan masyarakat.

Kebutuhan akan lahan yang semakin besar seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk menimbulkan berbagai konflik kepentingan antara penduduk dan pihak kehutanan. Kegiatan rehabilitasi lahan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (Gerhan) yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 2002 belum terlihat dampaknya secara nyata. Pendekatan dengan kegiatan hutan

(3)

kemasyarakatan (sosial forestry) seperti kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani mulai memperlihatkan hasil, namun masih perlu penyempurnaan terutama dalam mengarahkan pola tanam yang berorientasi terhadap kelestarian hutan.

Pelaksanaan HKm diharapkan dapat mengurangi konflik penggunaan lahan dan sekaligus meningkatkan produktifitas lahan hutan yang cenderung semakin kritis.

Dalam rangka mewujudkan hutan yang lestari, maka masyarakat setempat perlu diberdayakan. Hutan kemasyarakatan merupakan acuan kebijakan program dan kegiatan yang dilakukan kelompok-kelompok masyarakat dalam mendukung kelestarian hutan.

Penyelenggaraan hutan kemasyarakan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal juga untuk tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.

Aspek kelembagaan yang mantap merupakan salah satu prasarat penting untuk keberhasilan pembangunan HKm. Kesiapan kelembagaan ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan teknis bagi masyarakat untuk mengusahakan HKm secara lestari. Kelembagaan adalah seluruh peraturan, prosedur, organisasi, dan instrumen untuk pengelolaan sumber daya, memberikan penekanan pada aspek-aspek organisasi, manajemen konflik dan macam kegiatan.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaran Hutan Kemasyarakatan pasal 12 menguraikan bahwa kesiapan

(4)

kelembagaan masyrarakat setempat dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan ditandai dengan terbentuknya kelompok yang memiliki :

a. Aturan-aturan internal kelompok yang mengikat dalam pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, dan aturan lainnya dalam pengelolaan organisasi.

b. Aturan-aturan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Pengakuan dari masyarakat melalui kepala desa/lurah.

d. Rencana lokasi dan luas areal kerja serta jangka waktu pengelolaan.

Dalam konteks pengembangan kemasyarakatan seringkali parameter- paramater fisik bukan faktor yang ideal untuk mengukur seberapa besar keberhasilan penerapan program. Ada indikator lain yang lebih relevan dijadikan acuan, antara lain kelembagaan. Sebab kelembagaan adalah simbol kemandirian secara personal dan komunal terhadap implementasi rangkaian tugas dan fungsi.

Hutan kemasyarakatan sebagai sebuah konsepsi yang mempertemukan semua kepentingan tersebut (kesejahteraan masyarakat, produktifitas sumberdaya hutan, dan kelestarian fungsi hutan) merupakan pendekatan yang diharapkan mampu menjadi alternatif solusi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Melalui konsep ini bisa lebih luas dijabarkan dalam pola-pola manajemen lahan hutan yang mampu secara efektif melibatkan masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan.

(5)

Sejak dahulu hutan merupakan sumberdaya alam yang paling penting bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Hutan merupakan sumber pakan ternak, kayu bakar (rencek), buah-buahan, madu, dan juga sumber air pada musim kemarau.

Termasuk juga telah menjadi sumber ekonomi keluarga secara langsung yaitu dari hasil tanaman semusim. Aktor utama dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan adalah masyarakat. Posisi pemerintah dalam hal ini adalah sebagai regulator, fasilitator, dan mediator. Secara de facto masyarakatlah pemegang hak kelola, sedangkan pemerintah merupakan pemilik hutan secara de jure.

Apabila paradigma ini tidak dibangun maka akibatnya pemerintah akan selalu superior dalam pengelolaan hutan. Semua kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan bersifat terpusat (sentralistik) dan tidak partisipatif (melibatkan banyak pihak khususnya masyarakat). Sejarah menunjukkan masyarakat hanya dimobilisasi tenaganya, mlandong, dalam proses pemanenan dan penanaman.

Salah satu syarat apabila masyarakat ingin berperan serta dalam mengikuti program Hutan Kemasyarakatan adalah dengan membentuk suatau kelompok yang disebut dengan Kelompok Tani Hutan. Kelompok Tani Hutan ini juga harus dilengkapi dengan kepengurusan organisasi dan aturan-aturan yang mengatur dan mengikat anggotanya serta dilengkapi dengan rencana pengelolaan yang jelas.

Kemudian pengurus mengajukan ijin pengelolaan pada Bupati yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh Dinas Kehutanan setempat.

Pelaksanaan program HKm dengan Kelembagaan Kelompok Tani di dalamnya ini hampir dilakukan diseluruh wilayah di DIY, termasuk salah satunya di daerah Dusun Menggoran II, Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten

(6)

Gunungkidul. Penduduk di Desa ini membentuk KTH dengan nama Tani Manunggal yang berdiri pada tanggal 1 Januari 2000, dengan anggota 97 0rang, rencana akan mengelola lahan seluas 40 Ha pada petak no. 86.

Sebagian besar lahan berupa tanah kosong akibat penjarahan yang terjadi semenjak tahun 1998, oleh karena itu KTH Tani Manunggal mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk mengembalikan hutan seperti semula.

Keinginan masyarakat juga didorong dengan adanya usaha untuk menanggulangi bencana alam yang ada, salah satunya adalah antisipasi terhadap tanah longsor.

Selain itu dalam kondisi lahan yang kosong/gundul masyarakat merasakan kesulitan dalam mendapatkan air disaat musim kemarau dan juga peningkatan suhu yang semakin panas. Kini sebagian lahan-lahan tersebut telah beralih menjadi lahan yang subur, dan telah diperhitungkan sebagai usaha ekonomi, salah satu contohnya di Dusun Menggoran II, Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.Keadaan tersebut tidak lepas dari kesadaran masyarakatnya dalam membangun hutan, demi mencapai kesejahteraan sosial, ekonomi, dan ekologi.

(7)

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja program dan kegiatan KTHKm dalam melestarikan hutan.?

2. Apa saja dampak dan kegiatan KTHKm dalam kelestarian hutan.?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui program dan kegiatan yang telah dilakukan oleh KTHKm dalam mendukung kelestarian hutan.

2. Mengetahui dampak program dan kegiatan yang telah dilakukan di KTHKm terhadap kelestarian hutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Pnelitian ini diharapkan berrmanfaat dalam memberikan data dan informasi mengenai pentingnya program-program serta kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Hutan dalam mendukung Kelestarian Hutan.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian tindakan gerakan sholat dhuha dapat memberikan dampak positif pada penurunan tekanna darah pada klien dan bisa dijadikan sebagai salah satu intervensi

Oleh karena itu peneliti bertujuan dalam penelitian ini adalah agar mengetahui dan memahami tentang apa saja kegiatan penyuluhan agama yang dilakukan penyuluh agama baik

Hal ini sesuai dengan visi dan misi pemerintah Kota dan Kabupaten Blitar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan kualitas sumberdaya manusia yang dalam

Setelah melakukan slametan arwah setempat tidak akan mengganggu, sasaran itu bersifat kejiwaan, ketiadaan perasaan agresif terhadap orang lain, ketiadaan kekacauan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 181 ayat (1) dan Pasal 185 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah

Sebagian besar nasabah tidak mendapatkan tawaran dari Bank lain karena nasabah sudah menggunakan produk Tabungan Pendidikan Anak (Tadika).. Sebagian lagi ada yang

Pertama, warna lokal Jawa dalam novel Indonesia periode 1980 – 1995 terdiri atas warna lokal latar tempat (Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Magelang, Madiun, Temang gung, dan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris dengan menggunakan data primer, mengenai pengaruh pemanfaatan, keahlian pengguna, efektivitas penggunaan, dan