• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU

PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI,

KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI

PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

IRIANA WAHYUNINGSIH H34080045

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(2)

2

RINGKASAN

IRIANA WAHYUNINGSIH. Analisis Risiko Produksi dan Perilaku

Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI).

Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas produk pertanian agar Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian setiap tahun dapat meningkat. Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Cabai merah merupakan salah satu kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah atau dataran tinggi. Komoditas cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Oleh karena itu, permintaan cabai merah terus meningkat, tetapi hal ini berbanding terbalik dengan tingkat produksi cabai merah di Indonesia yang cenderung menurun.

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Seperti halnya tingkat produktivitas cabai merah nasional, tingkat produktivitas cabai merah di Kabupaten Sukabumi juga cenderung berfluktuatif dari tahun ke tahun. Salah satu daerah di Kabupaten Sukabumi yang menghasilkan cabai terbesar adalah Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis tingkat risiko dan sumber risiko produksi cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, 2) Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan 24 Desember 2011 hingga 10 Februari 2012. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 23 responden dengan metode pengambilan responden secara sensus. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis risiko dengan perhitungan

Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation, serta regresi linier

(3)

3 Berdasarkan hasil perhitungan, nilai expected value dari produktivitas cabai merah adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar. Nilai ini menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar (cateris paribus). Sementara, nilai standar deviasi dari produktivitas cabai merah adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar dengan nilai coefficient variation sebesar 0,68. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar atau sebesar 68 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus).

Dilihat dari pendapatan bersih usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp 66.688.330,00 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 65 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp 43.507.042,63 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi pendapatan atau retun ternyata lebih rendah.

Perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam sebuah model regresi linier berganda sebagai berikut:

ln Y = - 16,2 + 0,091 ln X1 – 0,092 ln X2 + 0,642 ln X3 – 0,085 ln X4

+ 0,658 ln X5 + 0,240 ln X6 + 0,121 ln X7 + e

Nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,618. Artinya bahwa model atau variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X) sebesar 61,8 persen dan sisanya 38,2 persen dijelaskan oleh faktor penyebab lain di luar model.

Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati yaitu variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai variasi produksi cabai merah. Sementara, variabel biaya benih, harga cabai merah, biaya pupuk ponska, biaya pupuk kompos, dan biaya kapur tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen.

(4)

4

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU

PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI,

KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI,

PROVINSI JAWA BARAT

IRIANA WAHYUNINGSIH H34080045

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(5)

5

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Cabai

Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

Nama : Iriana Wahyuningsih

NIM : H34080045

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Narni Farmayanti, M.Sc

NIP 19630228 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

6

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kajian Risiko Bisnis... 11

2.2 Kajian Perilaku Penawaran... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1 Konsep Risiko ... 14

3.1.2 Sumber-sumber Risiko ... 15

3.1.3 Teori Penawaran ... 16

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 19

IV. METODE PENELITIAN ... 21

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.2 Metode Penentuan Responden ... 21

4.3 Data dan Instrumentasi ... 21

4.4 Metode Pengolahan Data ... 22

4.4.1 Analisis Risiko Produksi ... 22

4.4.1.1 Expected Value ... 23

4.4.1.2 Standart Deviation ... 23

4.4.1.3 Coefficient Variation ... 23

4.4.2 Analisis Regresi Linier Berganda ... 24

4.4.2.1 Model Double Log ……….. 25

4.4.2.2 Pengujian terhadap Model Penduga ... 26

4.4.2.3 Pengujian terhadap Koefisien Regresi ... 27

4.4.2.4 Pengujian terhadap Asumsi ... 28

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 29

5.1Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian ... 29

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 30

5.3 Karakteristik Petani Responden ... 31

(7)

7

5.3.2 Tingkat Pendidikan Responden ... 32

5.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 33

5.3.4 Pengalaman Bertani ... 33

5.3.5 Status Usahatani Cabai Merah ... 34

5.3.6 Luas Lahan ... 34

5.3.7 Status Kepemilikan Lahan ... 35

5.3.8 Pola Tanam Cabai Merah ... 35

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

6.1Penggunaan Input Usahatani ... 37

6.2 Struktur Pendapatan Usahatani Cabai Merah ... 39

6.2.1 Biaya Produksi Cabai Merah ... 39

6.2.2 Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah 40 6.3 Analisis Risiko Produksi Cabai Merah ... 42

6.4 Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi ... 45

6.4.1 Faktor Iklim dan Cuaca ... 45

6.4.2 Faktor Hama dan Penyakit Tanaman ... 46

6.4.3 Tingkat Kesuburan Lahan ... 49

6.4.4 Efektivitas Penggunaan Input Produksi ... 50

6.5 Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani ... 51

6.6 Analisis Perilaku penawaran Cabai Merah ... 55

6.7 Analisis Model Perilaku Penawaran ... 56

6.7.1 Pengujian terhadap Model Penduga ... 56

6.7.2 Pengujian terhdap Koefisien Regresi ... 56

6.7.3 Pengujian terhadap Asumsi ... 57

6.8 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati ... 58

VII. KESIMPULA DAN SARAN ... 64

7.1Kesimpulan ... 64

7.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(8)

8

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun

2007-2011 ... 1

2. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2005-2009 ... 2

3. Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun)

Tahun 2003-2008 ... 3

4. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia

Tahun 1997–2010 ... 4

5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tahun 2009 – 2010 ... 4

6. Produksi Cabai Merah di Empat Kabupaten di Jawa Barat

Tahun 2004–2007 ... 5

7. Produksi Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun

2008-2010 ... 6

8. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati (Kwintal/Tahun)

Tahun 2009-2012 ... 6

9. Luas Potensi Usahatani di Kecamatan Sukabumi Tahun 2012 .. 7

10. Potensi Usahatani Berdasarkan Komoditas Unggulan

di Enam Desa Kecamatan Sukabumi Tahun 2012 ... 7

11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Studi Terdahulu .. 13

12. Komposisi Sebaran Penduduk Berdasarkan Usia di Desa

Perbawati Tahun 2011-2012 ... 30

13. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Perbawati Tahun

2011-2012 ... 31

14. Karakteristik Petani Cabai Berdasarkan Usia di Desa Perbawati

Tahun 2011-2012 ... 32

15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Desa Perbawati Tahun 2011-2012 ... 32

16. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Cabai

di Desa Perbawati Tahun 2011-2012 ... 33

17. Pengalaman Bertani Cabai Merah oleh Responden Petani

Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2011-2012 ... 33

18. Status Usahatani Responden di Desa Perbawati Tahun

(9)

9 19. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang

Digunakan untuk Usahatani Cabai Merah Tahun 2011-2012 ... 35

20. Karakteristik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2011-2012 ... 35

21. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2009-2012 ... 37

22. Rata-rata Produktivitas dan Penerimaan dalam Kondisi Tertinggi, Normal, Terendah Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2009-2012 ... 43

23. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2009-2012 ... 43

24. Tingkat Risiko Cabai Merah Keriting di Beberapa Wilayah ... 44

25. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2009-2012 ... 44

26. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah ... 47

27. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah ... 48

28. Jenis Serangan Hama dan Penyakit serta Dampak Kerugiannya ... 49

29. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Merah yang Dilakukan oleh Petani di Desa Perbawati ... 54

30. Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel ... 55

31. Koefisien Regresi pada Variabel Independen ... 57

(10)

10

DAFTAR GAMBAR

Halaman

33. Harga Eceran Cabai Merah Januari 2010 – Januari 2011 ... 9

34. Hubungan Risiko dan Return ... 15

35. Kurva Penawaran ... 16

36. Pergerakan Kurva Penawaran ... 17

37. Kurva Pergeseran Penawaran ... 19

38. Kerangka Pemikiran Operasional ... 20

39. Data curah hujan di Kecamatan Sukabumi per Bulan Tahun 2009-2011 ... 30

40. Pola Tanam Petani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012 ... 36

41. Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Biaya atas Biaya Total Usahatanai Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012... 42

42. Rata-rata Produktivitas Cabai Merah per Musim Tanam Tahun 2009-2012 ... 46

(11)

11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

43. Data Produksi Cabai Merah di masing-masing kecamatan

di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008-2010 ... 70

44. Rata-rata Produksi Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam

di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012 .... 71

45. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan

Sukabumi Tahun 2009-2012 ... 72

46. Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan

Sukabumi Tahun 2009-2012 ... 73

47. Analisis Risiko Produksi Cabai Merah di Desa Perbawati,

Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012 ... 74

48. Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran

Cabai Merah ... 75

49. Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai

Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi 2009-2012 .... 76

50. Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi

2009-2012 (Natural Log)... 77

51. Gambar Tanaman Cabai Merah di Desa Perbawati yang

(12)

12

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus melakukan upaya agar produksi dan kualitas pertanian serta Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian mengalami peningkatan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Data BPS tahun 2007-2011, menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian adalah sebesar 5 persen. Namun demikian, sektor pertanian memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Data laju pertumbuhan sembilan sektor perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia (%) Tahun

2007-2011

Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (%)

2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 3,5 4,8 4 3 3

Pertambangan 1,9 0,7 4,5 3,6 1,4

Industri 4,7 3,7 2,2 4,7 6,2

Listrik, Gas, dan Air 10,3 10,9 14,3 5,3 4,8

Konstruksi 8,5 7,6 7,1 7 6,7 Perdagangan 8,9 6,9 1,3 8,7 9,2 Pengangkutan 14 16,6 15,8 13,4 10,7 Keuangan 8 8,2 5,2 5,7 6,8 Jasa 6,4 6,2 6,4 6 6,7 Sumber: BPS 2011

Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Saat ini, di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah subsektor tanamana pangan. Data Ditjen Hortikultura 2010, kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan. Sementara, subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Secara umum jika dilihat dari sisi kontribusi terhadap total PDB hortikultura, maka buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang memiliki

(13)

13 kontribusi terbesar diikuti dengan kelompok sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Kontribusi PDB kelompok komoditas hortikultura dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Selain sebagai kontributor PDB pertanian yang penting, hortikultura juga merupakan salah satu produk pertanian yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai sumber gizi berupa vitamin dan mineral. Aneka ragam vitamin dan mineral tersebut diperoleh dari berbagai macam produk hortikultura yang terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran.

Table 2. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2005-2009

Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp)

2005 2006 2007 2008 2009 Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.06 50.595 Sayuran 22.63 24.694 25.587 28.205 29.005 Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.96 5.348 Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109 Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2010

Cabai merah merupakan kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah. Komoditi cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditi cabai merah dalam bentuk segar antara lain mengandung kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0,3 gram, karbohidrat 7,3 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 470 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, dan air (Setiadi 2008).

Kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya, serta sebagian besar penduduk Indonesia merupakan penggemar masakan pedas.

(14)

Jika kebutuhan perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta orang, maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah 303.600.000 kg per tahun. Kebutuhan cabai yang sangat besar ini juga harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi agar tidak terdapat

lag, sehingga kebutuhan cabai lokal juga dapat dipenuhi oleh petani lokal tidak

oleh impor, seperti pada akhir tahun 2010, dimana impor cabai dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam negeri. Pada Tabel 3 dapat

dilihat kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi cabai terutama sebagai bumbu

masakan atau dalam bentuk segar untuk memberikan rasa pedas, aroma, warna maupun untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Tabel 3. Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) Tahun 2003-2008

Tahun Konsumsi Per Kapita Pertumbuhan

(Kg/Tahun) (%)

2007 1,35

2008 1,43 5,32

2009 1,40 -1,68

Sumber : Dirjen Hortikultura 2008

Sebagai bumbu masakan, konsumsi cabai merah mengalami perubahan yang cenderung meningkat. Konsumsi tertinggi per kapita tercapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 1,43 kg per kapita per tahun, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,35 kg per kapita per tahun sehingga mengakibatkan penurunan dari tahun 2008-2009, yaitu sebesar 1,68 persen. Konsumsi yang tinggi ini mengindikasikan permintaan akan cabai merah juga cukup tinggi.

Tanaman cabai merah dijumpai di seluruh Indonesia, dengan daerah produksi utama adalah di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Bila pada tahun 1997 produksi cabai merah di Indonesia sebanyak 801.545 ton, maka pada tahun 2003 produksi tersebut meningkat 75 persen. Produksi cabai merah ini terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 4 dimana untuk tahun 2010 produksi telah mencapai 1.328.864 ton. Akan tetapi angka tertinggi yang pernah dicapai adalah pada tahun 2009

(15)

sebesar 1.378.727 ton. Meskipun demikian belum merupakan produksi maksimal yang bisa dicapai.

Tabel 4. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997 – 2010

Tahun Cabai Tahun Cabai

(Ton) (Ton) 1997 801.545 2004 1.100.514 1998 848.388 2005 1.058.023 1999 1.007.726 2006 1.185.057 2000 727.747 2007 1.128.792 2001 580.464 2008 1.153.060 2002 635.089 2009 1.378.727 2003 1.066.722 2010 1.328.864 Sumber : BPS 2011

Dari bebapa provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang menghasilkan cabai merah terbesar disusul Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berikut ini Tabel 4 data luas panen, produksi, dan produktivitas cabai merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kelangkaan cabai yang menyebabkan harga cabai tinggi di dalam negeri pada akhir tahun 2010 disebabkan oleh produksi cabai yang berkurang. Produksi cabai yang terpusat di Jawa, banyak mengalami kegagalan sehingga produksi dan pasokan cabai berkurang, baik di pasar lokal maupun pasar nasional. Terjadinya variasi atau fluktuasi produksi ini mengindikasikan bahwa usahatani cabai merha di Indonesia menghadapi risiko produksi.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Jawa Barat,

Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tahun 2009 – 2010

Provinsi

Tahun 2009 Tahun 2010

Luas

panen Produksi Produktivitas

Luas

panen Produksi Produktivitas

(Ha) (Ton) (Ton/Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha)

Jawa Barat 23212 315569 13,6 26087 245597 9,41 Jawa Tengah 40729 220929 5,42 36917 194971 5,28 Jawa Timur 59308 243562 4,11 57706 213674 3,7 Sumber: BPS 2009

(16)

Data Tabel 5 menunjukkan bahwa, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perduktivitas tertinggi baik pada tahun 2009 ataupun 2010. Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena saat ini menjadi kebutuhan utama setelah beras. Hal ini terlihat dari nilai konsumsi cabai merah yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun tidak diimbangi dengan tingginya nilai produksi cabai merah. Pada saat ini banyak wilayah di Provinsi Jawa Barat yang telah melakukan budidaya cabai merah, diantaranya adalah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bogor.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Provinsi Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dikategorikan sebagai daerah beriklim basah (humid

tropical climate), sehingga cocok untuk pembudidayaan cabai merah. Dari data

produksi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa, Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat setelah Kabupaten Cianjur. Hal ini mengindikasikan bahwa cabai merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi. Selain itu, walaupun Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat, namun pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki perubahan produksi per tahun yang positif. Perubahan terbesar yang bernilai positif ini mengindikasikan bahwa produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan serta penurunan yang relatif kecil. Berikut Tabel 6 yang menunjukkan produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut.

Tabel 6. Produksi Cabai Merah di Empat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat

Tahun 2009 – 2010

Kabupaten Produksi (Tahun/Ton)

2009 2010 Bogor 3571 2950 Sukabumi 7084 8816 Cianjur 23581 17988 Bandung 24174 20495 Garut 76803 56540

(17)

Salah satu daerah sentra sayuran di Kabupaten Sukabumi adalah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Desa Perbawati merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sukabumi yang memiliki luas lahan tanaman cabai terluas dan memiliki komoditas unggulan berupa cabai merah. Data Produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Produksi Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun 2008-2010

Tahun Produksi

(Kwintal)

2008 4660

2009 3950

2010 4720

Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi 2011

Pada Tabel 7 menunjukkan produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan serta adanya bencana alam, sehingga terjadi gagal panen cabai merah di seluruh wilayah Indonesia. Data produksi cabai merah di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati (Kwintal/Tahun) Tahun

2009-2012 Tahun Produktivitas (Kwintal/Tahun) 2009 20,90 2010 116,12 2011 185,80 2012 46,45

Sumber: Rata-rata Data Primer Olahan 2009-2012

Tabel 8 menunjukkan produktivitas cabai merah di Desa Perbawati tahun 2009-2012 yang mengalami fluktuasi. Data tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden selama empat musim terakhir. Dari empat musim tersebut, menunjukkan bahwa produktivitas terendah terjadi pada tahun 2009 dan tertinggi pada tahun 2011. Fluktuasi produksi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani di Desa Perbawati. Risiko ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari petani. Berikut ini pada

(18)

Tabel 9 dan Tabel 10 data mengenai luas lahan sayuran dan komoditas unggulan di enam desa di Kecamatan Sukabumi.

Tabel 9. Luas Potensi Usahatani di Kecamatan Sukabumi Tahun 2012

Komoditi Luas Potensi Komoditi (Ha) Jumlah

Karawang Parungseah Perbawati Sudajayagirang Sukajaya Warnasari Lahan Kering: Sayuran 25 3 100 45 5 5 183 Palawija 52 6 10 20 30 5 123 Buah-buahan - 1 10 15 - - 26 Bunga 1 - 1 15 2 - 19 Teh (rakyat) - - 5 35 - - 40 Kopi - - - 10 - - 10 Bambu 213.12 4.25 10 30.84 3.3 11.3 272.81 Jumlah 291.12 14.25 136 170.84 40.3 21.3 673.81 Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012

Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa Desa Perbawati merupakan Desa yang memiliki komoditas unggulan sayuran di Kecamatan Sukabumi. Hal ini terlihat dari luas lahan kering untuk komoditas sayuran terbesar yaitu 100 hektar. Salah satu sayuran unggulan di Desa Perbawati adalah cabai merah. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8. Oleh karena itu, Desa Perbaawati merupakan salah satu sentra pemasok cabai merah terbesar di Kabupaten Sukabumi dan nasional.

Tabel 8. Potensi Usahatani Berdasarkan Komodias Unggulan di enam Desa Kecamatan

Sukabumi Tahun 2012

Desa Komoditas Unggulan

Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan

Karawang - Sedap Malam -

Parungseah - - -

Perbawati Tomat,Cabai Suji & Sedap Malam Pisang Ambon

Sudajayagirang - Garbera, Krisan Pisang Ambon

Sukaaya - Krisan & sedap

malam -

Warnasari - - -

Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012

Dalam menjalankan usahataninya, petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi menghadapi masalah-masalah yang komplek, baik masalah yang sifatnya internal maupun eksternal. Pada umumnya masalah internal yang dihadapi para petani cabai merah di Desa Perbawati,

(19)

Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi adalah masalah yang dapat dikontrol oleh petani, seperti masalah sempitnya penguasaan lahan, rendahnya penguasaan teknologi, serta lemahnya permodalan. Sedangkan masalah eksternal adalah masalah masalah yang berada di luar kontrol petani yang mencakup masalah perubahan iklim atau cuaca, serangan hama penyakit, dan harga input. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditi cabai merah memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian.

Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Seperti terlihat pada Gambar 1, harga cabai merah menunjukkan peningkatan terus menerus sejak minggu ketiga Oktober 2010 dan mencapai puncaknya pada bulan juli 2010. Pada Januari 2010 harga cabai merah sebesar Rp 25.000,00 per kilogram dan harga terendah terjadi pada bulan Maret 2010 yaitu sebesar Rp 20.000,00 per kilogram. Sementara harga cabai merah tertinggi mencapai Rp 45.000,00 per kilogram, yaitu pada Juli 2010. Namun, mulai awal tahun 2011 harga cabai merah mulai berangsur naik, yaitu sebesar Rp 40.000,00 per kilogram. Peningkatan harga mulai Januari 2010 hingga Januari 2011 mencapai 95 persen. Kenaikan harga cabai merah ini disebabkan kurangnya pasokan akibat cuaca buruk, dimana sepanjang tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan, sehingga cabai merah rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah seperti harga dan ketersediaan faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.

(20)

Sumber: Kementerian Bidang Perekonomian 2011

Gambar 1. Harga Eceran Cabai Merah Januari 2010 - Januari 2011

Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi (Nicholson 1991). Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi ?

2. Bagaimana perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan pokok di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

(21)

2. Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Bagi petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha cabai merah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis cabai merah.

3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis mengenai risiko agribisnis.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Risiko Produksi

Usaha pertanian adalah usaha yang rawan akan risiko dan ketidakpastian baik itu risiko harga, risiko pasar dan risiko produksi. Produsen dibidang pertanian perlu mempelajari sumber-sumber yang menyebabkan risiko terjadi pada usahanya, kemudian melakukan pengukuran risiko untuk mengetahui dampak dan akibat dan terakhir menentukan strategi atau solusi yang sesuai untuk mengatasi risiko. Risiko produksi adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi produksi yang mempengaruhi penerimaan produsen pertanian, disebabkan faktor-faktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat dihindari maupun dikurangi dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas seperti benih, pupuk dan obat-obatan.

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko produksi pada komoditi hortikultura seperti Fariyanti (2009), Safitri (2009), Wisdya (2009), Tarigan (2009), Utami (2009), Sembiring (2010), dan Situmpang (2011). Dimana masing-masing penelitian menemukan bahwa sumber risiko pada perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, usaha daun potong, anggrek Phalaeonopsis, sayuran organik, cabai merah keriting, dan bawang merah adalah risiko produksi. Risiko produksi tersebut umumnya meliputi teknik budidaya, human error, penyakit, serangan hama dan cuaca atau iklim yang tidak pasti.

Dari penelitian terdahulu diperoleh variabel yang menjadi sumber risiko pada produk-produk hortikultura meliputi faktor cuaca, hama dan penyakit, harga input, harga jual dan human error. Selain itu, strategi pengalolaan biasanya yang banyak dilakukan adalah spesialisasi, diversifikasi, dan portofolio. Dari ketiga strategi tersebut, portofolio merupakan strategi yang paling tepat dalam strategi penanganan risiko produksi. Dari variabel sumber risiko tersebut diduga menjadi sumber risiko pada usahatani cabai merah dalam penelitian ini.

(23)

Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-sumber risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko adalah koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance) dan simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil.

Ketiga alat analisis ini digunakan oleh Safitri (2009), Wisdya (2009) dan Ginting (2009), Tarigan (2009), Situmpang (2011) dalam penelitiannya masing-masing yang berjudul Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri Bogor, Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat, Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, dan Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Bogor. Pada penelitian Utami (2009) juga menggunakan alat analisis koefisien variasi, ragam dan simpangan baku yang ditambah dengan analisis regresi berganda. Berbeda dengan Fariyanti (2009) yang menggunakan alat analisis GARCH.

2.2. Kajian Perilaku Penawaran dan Faktor yang Mempengaruhi

Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu.. Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah harga harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah produsen/penjual, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Rahardja 2006).

Terdapat beberapa penelitian yang meneliti mengenai perilaku penawaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran atau produksi, seperti Rifqi (2008), Utami (2009), Fauzia (2006), dan (2009). Dimana dari beberapa penelitian tersebut, perilaku penawaran atau produksi usaha bawang merah, usaha kubis, dan

(24)

kacang tanah berbeda-beda. Perilaku penawaran usaha bawang merah pada penelitian Utami (2009) dipengaruhi oleh faktor seperti harga output, harga input, biaya obat, ekapektasi produksi, dan variasi produksi. Sementara, pada penelitian Rifqi (2008) perilaku produksi dipengaruhi oleh faktor pupuk kandang, benih, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida padat. Sementara Fauzia (2006) faktor yang mempengaruhi produksi kacang tanah adalah harga output, harga benih, harga pupuk, dan tenaga kerja. Alat analisis yang digunakan dari penelitian tersebut adalah regrasi linier dan Cobb-Douglas.

Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko dan perilaku penawaran, terdapat persamaan dan perbedaan antara peneliti dengan studi terdahulu. Berikut ini disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Studi Terdahulu

Nama Penulis Persamaan Perbedaan

Fariyanti

(2008) Menganalisis risiko produksi.

Perbedaannya terdapat pada alat analisis (peneliti dengan analisis risiko dan regresi,

Fariyanti dengan Model

GARCH) dan komoditi yang diteliti.

Situmpang

(2011) Alat analisis risiko produksi Komoditi yang diteliti

Tarigan (2009) Alat analisis risiko produksi

yang digunakan. Komoditi yang diteliti.

Wisdya (2009) Menganalisis risiko produksi.

Alat analisis risiko yang digunakan dan komoditi yang diteliti.

Utami (2009)

Menganalisis risiko produksi dengan alat analisis yang sama, yaitu analisis risiko dan regesi.

Komoditi yang diteliti.

Fauzia (2006) Menganalisis penawaran. Alat analisis dan komoditi

yang diteliti.

Safitri (2009) Menganalisis risiko produksi Komoditi yang diteliti

Sembiring

(2010) Menganalisis risiko produksi Komoditi yang diteliti

Rifqi (2009) Menganalisis faktor yang

(25)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko

Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan usaha. Ketidakpastian adalah suatu kejadian dimana seseorang tidak mengetahui secara pasti keajdian yang akan terjadi (Harwood et al 1999).

Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian (Harwood et al 1999). Setiap bisnis yang dijalankan pasti memiliki risiko dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam berusaha. Indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi atau fluktuasi, seperti fluktuasi produksi, harga atau pendapatan. Untuk meminimalkan risiko yang mungkin dihadapi, dibutuhkan penilaian atau analisis risiko yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan.

Beberapa konsep lainnya yang penting untuk mengukur risiko yaitu

variance, standar deviation dan coeffition variation (Elton dan Gruber 1995).

Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain. Kebanyakan ukuran acak yang digunakan adalah ukuran simpangan baku (standar deviation) yang menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan atau kecenderungan. Semakin bervariasi hasil atau return semakin besar risiko. Coeffition variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar risiko maka semakin besar pendapatan (return) yang diterima. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko maka semakin kecil return yang diterima.

(26)

Return

Ekspected Return

Risiko Gambar 2. Hubungan Risiko dan Return

Sumber : Barrons 1993

3.1.2. Sumber-Sumber Risiko

Beberapa jenis-jenis risiko yang dapat dihadapi petani diantaranya adalah: (1) Risiko produksi, (2) Risiko pasar atau harga, (3) Risiko Kelembagaan, (4) Risiko Kebijakan, (5) Risiko Finansial (Harwood et al 1999).

(1) Jenis risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain.

(2) Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lainlain. Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain, harga yang naik karena inflasi.

(3) Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

(4) Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

(5) Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain, adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhmbat, putaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain.

(27)

3.1.3. Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Penawaran menurut Firdaus (2008) berarti keseluruhan dari kurva penawaran. Kurva penawaran adalah kurva yang menggambarkan kurva antara jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen dengan harga barang yang ditawarkan. Besar kecilnya barang yang ditawarkan erat hubungannya dengan besaran variabel harga. Untuk jenis barang normal, semakin tinggi barang yang ditawarkan (Q) akan menyebabkna harga barang (P) yang semakin menurun. Jadi rumus penawaran ini dapat dirumuskan dalam sebuah fungsi yaitu (Nicholson 1991):

P = f (Q)

Dengan adanya perubahan Q yang menyebabkan perubahan P, hal ini akan menyebabkan pergesaran kurva penawaran ke sebelah kanan atau kiri. Apabila perubahan Q menyebabkan P penurunan, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebelah kanan. Sebaliknya, perubahan Q yang menyebabkan P semakin tinggi, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebalah kiri. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3. P S S1 D Q

Gambar 3. Kurva Penawaran (Nicholson 1991)

Hukum penawaran menyatakan bahwa dengan menganggap hal lainnya sama, kuantitas suatu barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut juga meningkat. Jadi, berdasarkan hukum penawaran tersebut, kuantitas barang yang ditawarkan juga merupakan fungsi dari harga barang tersebut. Hal ini dapat dirumuskan kedalam persamaan berikut :

(28)

S = f (P)

Pengaruh perubahana harga terhadap kuantitas barang yang ditawarkan ini menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva penawaran (Mankiw 2002). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.

P S P2 P1 Q1 Q2 q(Q)

Gambar 4. Pergerakan Kurva Penawaran (Mankiw 2002)

Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah produsen/penjual, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Rahardja 2006).

a. Harga barang itu sendiri

Jika harga suatu barang naik, maka produsen cenderung akan menambah jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini dijelaskan pada hukum penawaran yang menjelaskan sifat hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan penjual. Hukum penawaran menyatakan “Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh produsen, dan sebaliknya”.

b. Harga barang lain yang terkait

Yang dimaksud sebagai “harga produk yang lain” ini adalah adanya harga produksi alternatif. Pengaruh perubahan harga produk alternatif ini, akan menyebabkan terjadinya produksi yang semakin meningkat atau sebaliknya semakin menurun.

c. Harga faktor produksi

Besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya input yang akan digunakan. Bila harga faktor produksi (input) turun, maka petani akan

(29)

cenderung membelinya pada jumlah yang relatif lebih besar. Dengan adanya tambahan input, maka produksi akan meningkat.

d. Biaya produksi

Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), maka produsen akan mengurangi hasil produksinya, berarti penawaran barang itu berkurang.

e. Teknologi

Adanya perbaikan teknologi akan menyebabkan produksinya semakin meningkat. Akan tetapi penggunaan teknologi yang baru memungkinkan adanya tambahan biaya produksi, beban risiko, dan ketidakpastian, keterampilan khusus, dan lainnya. Apabila permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi, maka produksi akan semakin besar.

f. Jumlah produsen

Sering kali dengan adanya rangsangan harga komoditi pertanian tertentu, petani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut. Akibatnya, produksi atau barang yang ditawarkan menjadi bertambah.

g. Harapan produsen di masa yang akan datang

Pengaruh keempat faktor diatas terhadap kuantitas barang yang ditawarkan digambarkan dalam pergeseran kurva penawaran. Setiap perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Sementara, setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang beredia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri. Hal ini seperti dijelaskan pada Gambar 5.

(30)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra komoditi cabai merah di Jawa Barat. Pada penelitian ini akan diambil komoditas cabai merah karena komoditas ini merupakan komoditas unggulan. Dalam menjalankan usahatani, para petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi menghadapi risiko produksi. Risiko produksi terjadi karena fakrot iklim dan cuaca, pengaruh hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah, efektivitas penggunaan input, keterampilan sumberdaya manusia yang kurang. Faktor-faktor risiko pada kegiatan produksi cabai merah tersebut berpotensi menimbulkan kerugian.

Sebagaimana teori penawaran, perilaku penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh tingkat produksinya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas, yaitu harga output, harga input produksi, teknologi, harga produk lain, jumlah produsen, dan harapan produsen dimasa yang akan datang. Sebagai salah satu daerah sentra cabai di Sukabumi, Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi menjadi salah satu pemasok di Kabupaten Sukabumi dan nasional. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis mengenai tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Dengan mengetahui besarnya tingkat risiko produksi, maka petani dapat mengetahui seberapa besar potensi keuntungan dan kerugian yang mungkin diperoleh dari usahatani cabai merah. Dalam penelitian ini, faktor –faktor yang mempengaruhi penawaran cabai merah yang akan dianalisis meliputi variabel harga, biaya input produksi, dan harapan produsen di masa yang akan datang, serta aspek risiko produksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan risiko produksi seperti harga faktor produksi, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Kemudian melihat bagaimana perilaku penawaran cabai merah dengan mengkaitkan faktor-faktor yang mempengaruhinya termasuk aspek risiko, yaitu nilai variasi harga dan produksi cabai merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.

(31)

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi Produksi, harga faktor produksi dan pengaruh hama dan penyakit tanaman cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi

Analisis Risiko Produksi Cabai Merah

Perilaku penawaran cabai merah di pasar

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran:  Biaya Ponska  Biaya Kompos  Biaya Kapur  Biaya Benih  Biaya Obat

 Nilai variasi produksi

 Harga Cabai Merah

Analisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati Kecamatan Sukabumi

Risiko Produksi

Tingkat Risiko Produksi Cabai Merah di Desa

Perbawati

Analisis sumber-sumber risiko cabai

merah di Desa Perbawati Analisis deskriptif  Expected value Standart deviation Coefficient variation Regresi Linier Berganda dengan double log

(32)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih secara purposive karena Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra cabai merah di Jawa Barat dan Kecamatan Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil cabai merah yang cukup besar pasokannya di pasaran, sedangkan desa dipilih karena salah satu penghasil cabai terbesar di Kecamatan Sukabumi. Pengambilan data dilakukan dalam waktu tiga bulan, yaitu 24 Desember 2011 hingga 10 Februari 2012. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan wawancara dengan petani dan data-data lain dari instansi terkait.

4.2. Metode Penentuan Responden

Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensus (meneliti segala komponen yang ada pada populasi). Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 23 petani cabai merah yang merupakan populasi petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Penentuan responden dengan menggunakan metode sensus ini digunakan karena petani cabai yang ada di Desa Perbawati jumlahnya terbatas.

4.3. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan petani cabai merah di lokasi penelitian. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Hortikultura, BPS (kontribusi komoditi hortikultura terhadap PDB; Luas Panen, produktivitas, dan produksi cabai merah di Jawa Barat), BP3K, internet, dan buku.

(33)

4.4. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Minitab 14 dan Microsoft Excel. Adapun metode analisis yang digunakan meliputi analisis risiko dan analisis regresi linier berganda dengan natural log. Dalam penelitian ini data yang digunakan bersifat determinan atau non-stokastik dan merupakan data rasio.

4.4.1. Analisis Risiko Produksi

Analisis risiko dilakukan dengan melihat penyimpangan yang terjadi antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang terjadi. Untuk menilai tingkat risiko tersebut, beberapa ukuran yang digunakan yaitu nilai variance, standar

deviation, dan coefficient variation. Nilai variance menunjukkan adanya

penyimpangan, standar deviation diperoleh dari nilai kuadrat nilai variance, dan

coefficient variance diperoleh dari rasio standar deviation dengan nilai yang

diukur (Elton dan Gruber 1995).

Dalam menganalisis risiko produksi dilakukkan analisis mengenai faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor iklim dan cuaca, tingkat kesuburan lahan dan serangan hama penyakit. Analisis terhadap faktor eksternal ini dilakukan dengan melihat dari beberapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas keadian) dari faktor-faktor eksternal yang dianalisis dan seberapa besar kerugian yang disebabkannya. Semakin besar probabilitas kejadian eksternal yang merugikan maka semakin besar pula tingkat risiko yang mungkin dihadapi petani. Pengukuran probabilitas pada setiap kejadian diperoleh dari frekuensi setiap kejadian yang dibagi dengan jumlah periode musim tanam.

Secara matematis, pengukuran probabilitas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

P = f/T

Keterangan: f = frekuensi kejadian

(34)

4.4.1.1. Expected Value Produksi

Dalam menentukan seberapa besar output produksi yang diharapkan, maka dapat dilakukan denngan penjumlahan dari setiap probabilitas dikalikan dengan tingkat output produksinya. Penentuan estimasi produksi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

E (Q) = dimana :

E (Q) = output produksi yang diharapkan

Pi = probabilitas ke-i

Qi = output produksi

I = kondisi (tertinggi, normal, terendah)

4.4.1.2. Standart Deviation

Standard deviation dari output produksi menggambarkan perbedaan atau

selisih antara output produksi dengan output yang diharapkan. Semakin besar nilai

standard deviation maka semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi dalam

kegiatan produksi. Secara matematis, standard deviation dari output produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

∂Q = dimana : ∂Q : Standard deviation σi2 : Variance 4.4.1.3. Coefficient Variation

Coefficient variation dari output diukur dari rasio standard deviation dari

output dengan output yang diharapkan. Semakin kecil coefficient variation maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Secara matematis, coefficient variation dapat dituliskan sebagai berikut :

CV = ⁄ E(Q )

dimana

CV : Coefficient variation

(35)

E(Q) : Expected value

4.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Kecamatan Sukabumi. Sebagaimana teori penawaran bahwa suplai atau penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu teknologi, harga input, harga produk yang lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang. Maka faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran cabai merah yang digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini meliputi:

X1 = Biaya pupuk ponska X2 = Biaya pupuk kompos X3 = Biaya kapur

X4 = Biaya benih cabai merah X5 = Biaya obat-obatan X6 = Harga Cabai Merah X7 = Nilai Variasi produksi

Selanjutnya setelah ditentukan variabel independen kemudian disusun suatu model untuk menduga hubungan antara variabel independen dengan variable dependen yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan dengan analisis regresi linier. Secara matematis model tersebut dapat ditulis seperti berikut:

Y = f (X1, X2, ...., Xn)

Y = a0 + a1X1+a2X2+ .... +anXn+e dimana:

Y = produksi/penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi

a0 = koefisien intersep

an = parameter peubah ke-n, dimana n=1,2,...,11,

dengan hipotesis : a1,a12 > 0

a2,a3,a4,a5,a6,a7,a8,a9,a10,a11 < 0

(36)

X2 = Biaya pupuk kompos X3 = Biaya kapur

X4 = Biaya benih cabai merah X5 = Biaya obat-obatan X6 = Harga Cabai Merah X7 = Nilai Variasi produksi e = unsur galat (eror)

Model regresi yang digunakan diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang didasarkan pada asumsi - asumsi berikut (Juanda 2008).

1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1,2,...n

2. Varian (ej) = E (ej) = σ , sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedasititas)

3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti covarian (ei,ej) = 0, i ≠ j

4. Variabel bebas X1, X2, ..., Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0 5. Tidak ada kolinearitas ganda diantara variabel bebas X

6. Ei ≈ N (0 ; σ2 ), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi

normal dengan rata-rata nol dengan varian σ.

4.4.2.1. Model Double Log

Model double log adalah suatu model yang mentransformasikan variabel dependen dan variabel independen ke dalam ln atau natural log sebelum dilakukan pengolahan ke dalam regresi linier berganda. Penggunaan model ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan variabel dependen terhadap variabel dependen (Harmini 2009).

(37)

4.4.2.2. Pengujian terhadap Model Penduga

Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapun hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : a1 = a2 = .... = a5 = 0

H1 : minimal ada satu an ≠ 0

dan uji statistik yang digunakan adalah uji F, dimana F-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

F – hitung dimana:

R2 = koefisien determinasi

K = jumlah parameter

N = jumlah pengamatan (contoh)

dengan kriteria uji yang digunakan adalah:

- Apabila F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) maka tolak H0

- Apabila F-hitung < F-Tabel (k-1, n-k) maka terima H0

Apabila H0 ditolak maka berarti paling sedikit terdapat satu variabel independen

(X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga model yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan

variabel dependen (Y). Sebaliknya, apabila H0 diterima, maka tidak ada variable

independen yang digunakan berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan dan model yang digunakan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y).

Untuk melihat sejauh mana variasi variabel dependen (Y) dijelaskan oleh variable independen (X) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisein determinasi (R2). Secara matematis, koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

R2 = 1 –

R2 = dimana:

SST = jumlah kuadrat total SSE = jumlah kuadrat galat/eror

(38)

SSR = jumlah kuadrat regresi

Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R2 ≤ 1). Apabila R2

sama dengan satu berarti bahwa sumbangan variabel independen secara bersamasama terhadap variasi variabel dependen adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh model (Gujarati 2003).

4.4.2.3 Pengujian terhadap Koefisien Regresi

Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value lebih kecil dari α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Begitu pula sebaliknya (Gujarati 2003).

Adapaun hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : bn = 0

H1 : bn > 0 ; n = 1,2,...,5

dan uji statistik yang digunakan adalah uji t, dimana t-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

t − hitung =

dengan kriteria uji yang digunakan adalah:

- Apabila t-hitung > t-tabel (α, n-k) maka tolak H0

- Apabila t-hitung < t-Tabel (α, n-k) maka terima H0

Jika H0 ditolak, artinya variabel Xn berpengaruh signifikan terhadap variable

dependen Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka variabel independen Xn tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Y.

4.4.2.4 Pengujian terhadap asumsi

Untuk mendapatkan model regresi linier yang baik maka perlu dilakukan

pengujian terhadap asumsi-asumsi yang diperlukan, yaitu meliputi

nonmulticollienearity, homoscedasticity, dan non-autocorrelation. Nonmulticollineraity didekati dari nilai VIF dari masing-maing variabel. Secara

(39)

praktis, adanya indikasi multicollinearity terjadi apabila nilai VIF ≥ 10 (Kleinbaum et al 1988 dalam Modul Harmini 2009). Sementara autocorrelation dapat dilihat dari nilai statistik dari uji Durbin Watson. Nilai statistik Durbin Watson berada pada kisaran 0-4, dan jika nilainya mendekati dua maka menunjukkan tidak ada autokorelasi pada orde kesatu. Adapun homoscedasticity dapat dilihat dengan Grafik, uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-Pagan, dan uji White (Juanda 2009).

(40)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian

Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas wilayah Desa Perbawati secara administrative adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Taman Nasional Gede Pangrango

Sebelah Selatan : Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi

Sebelah Barat : Desa Unrur Binangun, Kecamatan Kadudampit

Sebelah Timur : Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi

Luas wilayah Desa Perbawati sebesar 503,6125 Ha dengan ketinggian 900 Mdpl di atas permukaan laut. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Sukabumi adalah 3 Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Sukabumi adalah 60 Km. Jumlah dusun yang dimiliki oleh Desa Perbawati sebanyak empat dusun, yaitu Dusun Babakan Situ, Dusun Nagrok, Dusun Bobojong, dan Dusun Tenjolaya.

Keadaan alam Desa Perbawati adalah dingin dan basah, serta lembab. Desa Perbawati memiliki beberapa jenis tanah, yaitu tanah sawah, tanah basah, tanah kering, tanah tandus, dan tanah pasir. Tanah sawah terdiri dari lima kategori, yaitu irigasi teknis seluas 52 Ha, irigasi sederhana seluas 22 Ha, sawah tadah hujan seluas 30 Ha, dan tegalan atau kebun seluas 136 Ha. Tanah kering terbagi menjadi dua kategori, yaitu pekarangan seluas 64,7 Ha, hutan primer seluas 201,23 Ha, hutan sekunder seluas 90,21 Ha, tanah perkebunan Negara seluas 224 Ha, dan perkebunan swasta 5 Ha. Tanah basah yaitu balong/ empang/ kolam seluas 3 Ha. Tanah tandus dan pasir seluas 9,9 Ha.

Penggunaan lahan terbesar di Desa Perbawati adalah persawahan yang digunakan untuk menanam tanaman pangan, buah-buahan, dan kebun seluas 241 Ha. Luas wilayah yang dipergunakan untuk pemukiman seluas 64,7 Ha dan untuk prasaran umum lainnya seluas 9 Ha.

Iklim di Desa Perbawati terbagi atas dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Jumlah bulan hujan di Desa Perbawati adalah enam bulan

dengan curah hujan 208 Mm/bulan. Suhu udara rata-rata desa yaitu 18 - 250C.

(41)

Gambaran mengenai curah hujan di Kecamatan Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7: Curah Hujan di Kecamatan Sukabumi per Bulan Tahun 2009-2011

5.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk Desa Perbawati sebesar 6.675 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 3.451 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.224 jiwa. Jumlah kepala keluarga di Desa Perbawati sebanyak 1.967 kepala keluarga.

Faktor usia mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang karena termasuk kedalam golongan usia angkatan kerja. Komposisi sebaran penduduk berdasarkan usia di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi Sebaran Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Perbawati

Tahun 2011-2012

Usia (tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

< 13 1344 20,13 13 – 18 693 10,38 19 – 24 628 9,41 25 – 55 3174 47,55 > 56 836 12,52 Jumlah 6675 100,00

Sumber: Desa Perbawati 2011-2012

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa sebesar 56,96 persen jumlah penduduk di Desa Perbawati termasuk ke dalam golongan angkatan kerja produktif. Sementara golongan dibawah umur hanya sebesar 20,13 persen.

Mata pencaharian penduduk Desa Perbawati beragam mulai dari petani, pengusaha, perajin industri, buruh bangunan, buruh perkebunan, buruh tani, buruh tambang, pedagang, jasa angkutan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/ POLRI,

(42)

pensiunan, dan peternak. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan pemilihan lokasi penelitian. Tabel 13 menunjukkan keberagaman mata pencaharian di Desa Perbawati.

Berdasarkan data potensi Desa Perbawati tahun 2011, matapencaharian terbesar penduduk adalah sebagai petani. Petani di Desa Perbawati dibagi menjadi tiga, yaitu petani tanaman hias, petani sayuran, dan padi. Tanaman sayuran memiliki luas panen terbesar dibandingkan luas panen padi dan tanaman hias, yaitu 52 Ha dan 9,9 Ha. Hal ini yang membuat banyak penduduk memillih menjadi petani.

Tabel 13. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Perbawati Tahun 2011-2012

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1 Petani 538 2 Pengusaha 1 3 Perajin Industri 147 4 Buruh Bangunan 329 5 Buruh Perkebunan 160 6 Pedagang 359 7 Jasa Angkutan 223 8 PNS 45 9 POLRI 5 10 Pensiunan 29 11 Peternak 61 Jumlah 1897

Sumber: Desa Perbawati

5.3. Karakteristik Petani Responden

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 23 orang. Responden dalam penelitian ini adalah petani cabai di Desa Perbawati yang merupakan populasi petani cabai. Walaupun tanaman sayuran memiliki luas panen terbesar, namun petani yang membudidayakan tanaman cabai hanya 4,28 persen dari jumlah petani di Desa Perbawati. Petani cabai di Desa Perbawati memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa karakteristik yang dinilai penting mencakup usia, pendidikan, luas lahan, dan kepemilikan lahan.

5.3.1. Usia

Usia responden berkisar antara 20 hingga 60+ tahun. Presentase usia tertinggi berada pada kelompok usia 35-39 tahun sebesar 26,09 persen. Kelompok

(43)

usia dapat mempengaruhi kinerja usahatani dan kelompok usia dengan presentase tertinggi termasuk kedalam angkatan kerja. Hal ini dikarenakan dengan usia muda dan produktif maka seseorang akan dan masih kuat untuk melakukan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik Petani Cabai Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun

2011-2012

Kelompok Umur Jumlah Responde Persentase

(Orang) (%) 20 - 24 1 4.35 25 - 29 0 0.00 30 - 34 3 13.04 35 - 39 6 26.09 40 - 44 4 17.39 45 - 49 3 13.04 50 - 54 2 8.70 55 - 59 1 4.35 60 + 3 13.04 Total 23 100.00 5.3.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden di Desa Perbawati tergolong rendah, yaitu rata-rata mereka berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Awalnya mereka adalah seorang buruh perkebunan teh, kemudian setelah pensiun menjadi petani cabai. Meskipun tingkat pendidikan petani rendah, namun petani telah memiliki teknik budidaya cabai yang baik. Hal ini petani peroleh dari pengalaman dan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan penyuluh lapang dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) ataupun dari Dinas Pertanian. Tabel 15 menunjukkan karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikannya.

Tabel 15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Desa Perbawati Tahun 2011-2012

Tingkat Pendidikan Petani (Orang) Presentase (%)

Tamat SD 13 56,52

Tamat SMP 1 4,35

Tamat SMA 8 34,78

Tamat PT 1 4,35

Gambar

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia (%) Tahun 2007- 2007-2011
Table 2.  Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2005-2009
Tabel 3. Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) Tahun 2003-2008
Tabel 4. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun 1997 – 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa data dengan ANOVA, peneliti menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara subyek yang melakukan persepsi

Prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang selama bekerja sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada karyawan tersebut yang didasarkan pada keterampilan yang

After three of the cows died, the man sold the remaining cows for identical integer dollar amounts, making a profit of $15 for the entire transaction.. In the diagram, triangle ABC

 Sistem klasifikasi makhluk hidup: taksan, Mengamati  Mengamati gambar berbagai tingkatan keanekaragama n (gen, jenis dan ekosistem) Indonesia untuk memahami konsep tingkat

PERSENTASE MATERI YANG AKAN DI UJIKAN DALAM UJIAN KECAKAPAN PROFESI PASAR

Dalam studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara kepada siswa dan guru bahasa Jepang, ditemukan masalah bahwa masih banyak siswa yang merasa kesulitan

The existence of corporate responsibility towards employee will improve their performance, companies need to create a conducive working atmosphere, comfortable

Tabel 14 Hasil Tabulasi Silang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas Jaten Karanganyar ....